Alphabet

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

AkashixKuroko

Warning:

Gaje. Typo. OOC. Incest. Kumpulan beberapa drable(?)

Special late birthday fict for siucchi

.

.

Aneh.

Akashi Tetsuya menatap jengkel sosok pemuda bersurai crimson yang berstatus sebagai kakak kembarnya, sedangkan yang ditatap sedemikian rupa justru sibuk dengan kegiatannya sendiri—memilah deretan dress.

"Kau lebih suka yang mana, Tetsuya?" Akashi Seijuurou—pemuda yang terlahir 3 menit lebih awal dari Tetsuya melempar tanya. Sepasang manik crimsonnya melirik kearah sang adik yang duduk manis di bangku tunggu.

Tetsuya tak menjawab. Ia memilih untuk diam dan tetap menatap tajam sang kakak.

"Cepatlah memilih, Tetsuya. Ini sudah toko keenam yang kita kunjungi dan masih belum ada yang sesuai dengan seleramu?"

Tetsuya menghela napas panjang. Ia memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri.

Seijuurou itu jenius—semua orang tau itu. Namun, Tetsuya pernah mendengar, jika orang jenius itu cenderung memiliki kebiasaan aneh. Begitu pula dengan Seijuurou.

Ia melangkahkan kakinya mendekati sang kakak, kedua tangannya memegang bahu Seijuurou—memaksa pemuda yang lebih tinggi beberapa sentimeter darinya itu untuk berpaling sejenak dari acara memilih pakaian.

Azurenya menatap tajam Seijuurou.

"Seijuurou-kun, hentikan hobi anehmu itu."

Seijuurou mengangkat alis, "Hobi aneh apa?"

"Hentikan hobimu untuk mendandaniku seperti perempuan karena aku ini laki-laki tulen!"

.

.

Boneka.

Seijuurou melirik sang adik yang tengah berbaring diranjangnya. Dahinya mengernyit heran ketika ia menyadari bahwa pemuda bersurai baby blue itu tengah sibuk memandang langit-langit kamar yang berhiaskan sticker buatan Tetsuya.

"Kau sedang memikirkan apa?" tanyanya tanpa repot-repot menghentikan kegiatannya yang tengah bercumbu dengan tugas OSIS.

Tubuh Tetsuya berguling kekanan—menghadapan sang kakak. Bantal bersarung merah milik Seijuurou dipeluk erat.

"Sei-kun," panggilnya.

"Hm?" Seijuurou hanya bergumam sebagai jawaban. Sepasang rubynya masih sibuk memandangi deretan tulisan yang tengah ditekuninya.

Azure Tetsuya menatap lekat sang kakak. Ia menghela napas ketika mendapati Seijuurou tengah sibuk dengan dunianya sendiri.

"Tidak jadi."

Kali ini Seijuurou yang balik badan, ia memutar kursinya hingga berhadapan dengan sang adik yang kini tengah menenggalamkan kepalanya pada bantal kesayangannya, "Ada apa? Katakan saja."

Tetsuya mengangkat kepalanya, azurenya menatap kearah lain, wajahnya agak bersemu merah—Seijuurou mati-matian untuk tidak menerjang Tetsuya saat itu juga, karena demi apapun, Tetsuya sungguh menggemaskan.

"Kau menyimpan boneka kelinciku dimana?" bisik Tetsuya.

Seijuurou menaikkan alisnya, "Hah?"

"Boneka kelinciku. Ada dimana?" kali ini Tetsuya menaikkan nada suaranya dengan paras yang semakin memerah.

Sang kakak terdiam sejenak. Sebelum akhirnya ia tertawa juga, memancing tatapan tajam dari sang adik.

Seijuurou melangkah mendekat, ia duduk disisi sang adik dan menepuk kepalanya, "Waktu itu kau menyuruhku untuk menyimpannya dan tidak akan memberikannya padamu karena kau ingin tobat dari boneka itu. Tetsuya lupa, hm?"

"Aku tidak lupa. Tapi, Sei-kun, sudah tiga hari aku tidak bisa tidur karena tidak memeluknya."

Seijuurou menyeringai, ia mendekatkan wajahnya kearah sang adik.

"Bagaimana jika kau ganti memeluk yang lain saat tidur? Aku contohnya. Dibandingkan dengan boneka lusuh itu, aku jauh lebih hangat loh Tetsuya," tawar Seijuurou sembari mengumbar senyum nakal.

BUAK!

Dan pukulan bantal dari adiknya tersayang menjadi jawaban dari tawaran mulia Seijuurou.

.

.

Cake

Kulkas dua pintu dibuka lebar, kepala berhiaskan surai biru muda melongok kedalam. Azurenya menyapu segala hal yang ada didalam sana. Beberapa puding dan buah potong yang tersimpan rapi didalam kulkas digeser demi mencari keberadaan asupannya.

Nyonya Akashi yang baru saja memasuki dapur mengernyit heran melihat tingkah si bungsu yang seolah terhisap masuk kedalam kulkas. Gelas kaca yang tadi dibawanya diletakkan disisi counter.

"Tetsuya sedang mencari apa?" tanyanya wanita bersurai baby blue sebahu itu lembut.

Tetsuya menoleh, matanya berbinar menatap sang ibunda—meski wajahnya masih tetap datar, "Okaa-sama, vanilla cake Tetsuya kemana?"

Akashi Tetsumi menaikkan alisnya. Teko berisi air panas kembali ia letakkan disisi counter, "Bukankah sudah Tetsuya habiskan kemarin?"

Pintu kulkas ditutup kembali oleh Tetsuya, pemuda itu beranjak mendekati sang ibunda yang nampaknya tengah sibuk membuatkan minuman untuk ayahnya, "Tapi kemarin malam Tetsuya masih menyimpan sepotong disana."

Tetsumi menoleh, menatap geli putranya yang masih merajuk. Sesaat kemudian ia teringat, jika putra sulungnya tadi baru saja dari dapur dengan membawa sebuah kotak berwarna biru muda.

"Tetsuya menyimpannya didalam kotak makan berwarna biru muda?" tanya Tetsumi. Tetsuya mengangguk membenarkan. Seingatnya semalam ia memang sengaja menyisakan satu kue buatan ibundanya untuk disantap sepulang kursus.

"Tadi Okaa-sama melihat Seijuurou membawa kotak berwarna biru muda kekamar. Mungkin sudah dimakan—"

Tetsumi melongo menatap putra bungsunya yang langsung melesat menuju kamar mereka dilantai dua. Cinta Tetsuya pada segala hal berbau vanilla memang tidak main-main.

BRAK!

Tetsuya membuka pintu kamarnya—dan juga Seijuurou—dengan kasar. Sepasang azurenya langsung membulat begitu melihat sosok kakaknya tengah memakan sebuah benda berkrim putih dari kotak makan berwarna biru muda—itu dia. Kue vanillanya.

Pemuda mungil itu langsung menghampiri Seijuurou, kotak biru muda direbut kasar, membuat Seijuurou yang baru saja menyuapkan potongan kue berjengit kaget.

Tubuh Tetsuya langsung lemas begitu mendapati kotak makannya kini telah kosong melompong. Kuenya sudah lenyap ditelan oleh kakaknya sendiri. Tetsuya kecewa.

"Kau menyebalkan, tidak berperasaan, kejam. Itu kue terakhirku. Aku membenci—"

Tangan mungil ditarik mendekat, sementara lengan Seijuurou yang terbebas memeluk pinggang ramping adiknya hingga pemuda yang lebih mungil darinya itu jatuh kepangkuannya. Bibir merah muda yang sedari tadi mengutuknya dicumbu mesra.

Tetsuya membulatkan matanya. Ia mengerang kala lidah Seijuurou membelai bibirnya dan mendorong benda lembut berperisa vanilla kedalam mulutnya.

Seijuurou melepaskan tautan bibirnya ketika seluruh kue vanilla yang tadi sempat masuk kedalam mulutnya berpindah kedalam mulut adiknya. Ia menyeringai begitu mendapati paras adiknya memerah.

"Kukembalikan kuemu, Tetsuya."

.

.

Dasi.

Tetsuya bangun kesiangan pagi itu. Salahkan Seijuurou yang memaksanya untuk 'begadang' semalam karena kedua orangtuanya tengah pergi untuk urusan bisnis dan tidak membangunkannya.

Pemuda itu langsung beringsut turun dari ranjang, diabaikannya rasa nyeri pada pinggangnya. Tak ada waktu untuk meratapi tubuhnya yang remuk bukan main, pelajaran Kagetora-sensei terlalu keramat untuk dilewatkan barang sedetik saja.

Dengan kecepatan kilat, Tetsuya menyelesaikan rutinitas paginya. Bedhairnya ia rapikan seadanya, kemeja biru muda ia kancingkan asal-asalan, dasi hitam miliknya hanya ia kalungkan dilehernya tanpa perlu repot-repot untuk menyimpulnya. Jas seragam yang tergeletak diatas ranjang diambilnya dan hanya ia sampirkan di bahunya. Ia langsung berlari turun setelah menyambar tas sekolahnya.

Ketika sampai diruang makan, ia melihat sang kakak telah menyelesaikan sarapan paginya dan berniat untuk berangkat.

Seijuurou menatap heran adiknya yang penampilannya begitu awut-awutan, "Kau mau berangkat sekolah?"

Tetsuya hanya mengangguk. Mulutnya sibuk mengunyah roti panggang, sementara tangannya sibuk merapikan bedhairnya agar terlihat lebih rapi.

Akashi sulung menghela napas, ia beranjak dari duduknya dan mendekati adiknya, "Padahal aku berniat untuk menyuruhmu istirahat di rumah saja hari ini. Tubuhmu pasti belum pulih karena kegiatan semalam."

Sepasang azure mendelik tajam, Seijuurou yang ditatap sedemikian rupa tak merasa takut sedikitpun. Bagaimana bisa takut? Dimatanya Tetsuya justru terlihat seperti kucing yang tengah merajuk.

Kedua tangan Seijuurou memegang bahu Tetsuya dan memutar tubuh mungil itu hingga bisa berhadapan dengannya. Lalu tangan itu bergerak menuju leher, meraih kain berwarna hitam yang hanya menggantung dan mulai sibuk dengan benda itu.

Tetsuya yang melihat tingkah kakaknya hanya mengrnyit tak mengerti. Roti panggang jatah sarapannya sudah habis, begitu pula dengan segelas susu vanilla hangatnya.

"Sudah selesai," ucap Seijuurou sembari menepuk pelan dada Tetsuya.

Pemuda bersurai baby blue itu menunduk, menatap dasinya yang sudah diikat oleh kakaknya.

Seijuurou beranjak dari duduknya, ia tersenyum melihat adiknya, "Kau harus berlatih memasang dasi Tetsuya, karena dimasa depan yang akan mengikatkan dasi untukku adalah kau seorang."

.

.

Empat.

"Tetsuyacchi, berapa angka favoritmu-ssu?"

Pemuda bersurai baby blue yang baru saja membuka botol minumnya menoleh kearah pemuda bersurai pirang—sebut saja Kise Ryouta.

Jemarinya menjepit dagu, otaknya berpikir keras. Angka favorit? Tetsuya tidak ingat apakah ia memiliki hal semacam itu karena jujur saja, hal itu bahkan tak pernah terlintas dibenaknya.

"Em—"

Kise masih bertahan menunggu Tetsuya yang berstatus sebagai pujaan hatinya yang tengah berpikir. Dalam hati ia merapal doa, semoga saja angka favorit pemuda kesayangannya itu adalah 8—nomor jerseynya.

"Uh—"

Tetsuya masih sibuk berpikir sembari mengeluarkan gumaman absurd—tanda ia tengah berpikir keras—yang membuat Kise gemas setengah mati. Sumpah, dimata Kise saat ini, Tetsuya yang tengah berpikir keras terlihat seperti bocah 5 tahun yang kesulitan memilih antara permen atau es krim. Begitu menggemaskan.

Berapa?

15?

Tetsuya menggeleng samar. Bukan 15. Meskipun 15 adalah nomor jerseynya, namun Tetsuya merasa jika nomor itu tidaklah terlalu istimewa.

Lalu?

Azurenya yang semula menatap lantai beralih menatap sekeliling gym. Diamatinya satu persatu teman-temannya yang tengah berlatih dibawah awasan kakaknya. Ia membayangkan dirinya tengah menatap mereka semua dalam keadaan memakai jersey mereka, dan pandangannya jatuh pada sosok kakaknya.

Ah. Itu dia.

Tetsuya beralih menatap sosok Kise yang tengah menatapnya berbinar-binar. Ia mengulum senyum manis.

"Kurasa angka favoritku itu empat, Kise-kun."

Dan jawaban jujur dari Tetsuya sukses membuat Kise mengalami patah hati untuk kesekian kalinya.

.

.

First Kiss.

"Kau sudah mengerjakan tugasmu?" tanya Seijuurou ketika ia mendapati adiknya itu sibuk dengan televisi yang tengah menayangkan dorama.

"Sudah," jawab Tetsuya tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari televisi.

Seijuurou menempatkan dirinya duduk disamping sang adik. Namun, perhatiannya tidak tetuju pada televisi, melainkan pada ponsel pintarnya yang tengah menyajikan berita-berita terkini.

Hening meliputi keduanya, hanya suara televisi yang mengisi ruangan luas tersebut. Tetsuya masih fokus pada adegan di televisi, dimana tokoh utama perempuan dan laki-laki tengah beradegan romantis dibawah atap toko yang sudah tutup ditemani dengan hujan deras yang mengguyur.

Seijuurou menatap Tetsuya melalui sudut matanya, dalam hati ia terkekeh mendapati ekspresi sang adik yang masih tetap datar namun sepasang azurenya menatap serius kearah layar kaca.

Pemuda bersurai crimson itu pun mengalihkan perhatiannya pada televisi, ia mendengus pelan kala adegan romantis didalam dorama tersebut menjadi-jadi, bahkan kini dua tokoh itu tengah berciuman mesra.

Tetsuya terlihat menghayati tontonan di depannya, keberadaan sang kakak bahkan diacuhkan begitu saja. Terlebih lagi, adegan dihadapannya itu sedang menuju manis-manisnya dimana sang perempuan mengaku bahwa lelaki itu adalah ciuman pertamanya.

Ciuman pertama ya?

Tetsuya mengalihkan pandangannya dari layar kaca kearah sang kakak, "Sei-kun, ciuman pertamamu siapa?"

Yang ditanya menoleh, menatap heran kearah adiknya, "Kenapa tanya seperti itu?"

"Penasaran. Sei-kun 'kan sudah pernah pacaran beberapa kali sebelumnya."

Seijuurou mengangguk samar, "Oh, jadi kau cemburu?"

"Lupakan saja," ucap Tetsuya datar.

Pemuda bersurai baby blue memutar kedua matanya ketika mendengar tawa pelan Seijuurou. Jengkel juga ditertawakan seperti itu. Rasa-rasanya ia ingin memukul kakaknya tersayang itu. Ah, ide bagus.

"Berani memukulku aku jamin kau tidak akan bisa tidur malam ini," ucap Seijuurou. Bibirnya mengulas seringai.

Tangan Tetsuya yang sudah berancang-ancang akan melancarkan serangannya legendarisnya langsung turun menuju posisi semula. Lebih baik ia menuruti ancaman Sejuurou atau nanti malam ia benar-benar tidak akan bisa tidur.

"Bukankah sudah jelas kalau Tetsuya selalu menjadi yang pertama?" Seijuurou berucap tiba-tiba.

Tetsuya menoleh, sepasang azurenya menatap sang kakak yang tengah tersenyum lembut kearahnya, "Oh. Kupikir kau sudah pernah melakukannya dengan mantan pacarmu."

Seijuurou tepuk dahi. Adiknya ini benar-benar tidak bisa membaca situasi. Padahal ia berharap bocah biru itu akan tersipu malu dan selanjutnya Seijuurou bisa mempraktekan segala hal yang kini tengah menari-nari dibenaknya.

Lupakanlah. Saat ini ia tengah berhadapan dengan Akashi Tetsuya yang memang darisananya kurang peka.

"Tetsuya sendiri bagaimana?"

"Apanya?"

"Ciuman pertamamu."

Jari menjepit dagu, kepala berhiaskan surai baby blue ditelengkan kekanan sebelum menoleh kearah sang kakak dan tersenyum manis.

"Bukankah sudah jelas kalau Sei-kun selalu menjadi yang pertama?" ucapnya menirukan kalimat Seijuurou.

Melihat senyum manis sang adik, Seijuurou langsung menerjang tubuh mungil itu hingga terjerembab ke sofa.

Baiklah, mungkin senyum manisnya tak mampu menggoyahkan Tetsuya, namun yang pasti, ia bisa mempraktekan semua imajinasinya. Sekarang.

.

.

Gombal.

SMU Teiko yang biasa tenang dan damai itu kini ricuh tak karuan akibat guru-guru yang seharusnya bertugas untuk mengajar harus mengadakan rapat khusus selama setengah hari. Siswa-siswa bebas berkeliaran dikoridor, bahkan tak sedikit pula yang memilih untuk singgah di kantin.

Begitu pula dengan kelas 2-4 yang dihuni oleh Tetsuya, ricuh. Banyak siswa yang bersenda gurau satu sama lain, termasuk Tetsuya yang kini dikepung oleh dua orang manusia yang menyatakan diri mereka sebagai Pejuang Cinta Akashi Tetsuya—Kise Ryouta dan Momoi Satsuki.

Dua manusia itu sibuk berceloteh sendiri, merecoki Tetsuya dengan berbagai hal, sementara empunya justru duduk manis sembari membaca novel ringan.

BRAK!

Semua mata langsung tertuju pada pintu kelas yang dibuka cukup kasar. Mereka semua menahan napas kala melihat sosok yang baru saja melangkah memasuki kelas mereka—Akashi Seijuurou.

Tetsuya dan Seijuurou memang berada dikelas yang berbeda—berkat usaha Tetsuya yang hampir 3 hari memohon kepada dewan guru untuk tidak menyatukan kelasnya dengan Seijuurou. Tidak, bukannya Tetsuya tidak suka, hanya saja ia merasa dirugikan jika sekelas dengan kakaknya—seperti Seijuurou yang usil meraba-raba pahanya ketika pelajaran.

Tetsuya menatap datar kedatangan kakaknya, sementara Kise dan Momoi justru menatap tiga orang manusia—Aomine Daiki, Midorima Shintarou, Murasakibara Atsushi—yang masih bertahan di depan pintu.

Seijuurou berjalan mendekat menuju bangku sang adik. Ia menatap tajam siswa yang duduk di bangku depannya dan langsung duduk begitu saja ketika siswa yang ketakutan itu hengkang dari tempatnya.

Sepasang azure menatap datar sosok kakaknya yang kini tengah bertopang dagu menatapnya sembari mengeluarkan senyum—yang membuat semua siswi dikelasnya menjerit tak kuasa akan pesona senyum si Akashi sulung.

"Pfft—"

Momoi menoleh kearah sumber suara, ia mengernyit heran ketika menemukan Aomine tengah jongkok didepan pintu kelas sembari memegang perut dan mulutnya sendiri. bahu pemuda itu bergetar—Momoi berani bertaruh, pemuda dim itu pasti tengah menahan tawa.

Disisi Aomine, Midorima terlihat memijat pelipisnya, sementara Murasakibara tak bereaksi aneh—pemuda kelewat tinggi itu masih sibuk dengan kudapannya.

"Psst—Momocchi, ada apa ini?" Kise berbisik pada Momoi. Jujur saja, Kise merinding melihat tingkah polah kawannya yang absurd.

Momoi menggelengkan kepalanya sebagai respon. Ia malas bertanya—dan juga menebak-nebak. Lebih baik ia menonton drama dadakan didepannya saja.

"Hei Tetsuya," panggil Seijuurou.

Tetsuya hanya membalas dengan 'hm' saja. Azurenya bahkan tak perlu repot-repot menatap sang kakak yang masih setia mengumbar senyum bak pangeran.

"Ayahmu itu superhero Thor ya?"

Krik.

Seisi kelas langsung hening begitu Seijuurou buka suara.

"Karena kamu mampu menggetarkan hatiku dengan palu cintamu," lanjut Seijuurou tanpa menunggu reaksi dari Tetsuya.

Krik. Krik.

Apa ini? Akashi Seijuurou menggombal?

Tetsuya? Ia langsung mendongak. Buku novel yang tadi dibacanya ditutup sempurna. Azurenya menatap Seijuurou dengan pandangan yang sulit diartikan dan dahinya mengernyit dalam.

"Sei-kun, kau terbentur sesuatu hingga amnesia ya? Ayah kita 'kan seorang pengusaha, bukan superhero," ucap Tetsuya tanpa mengerti sedikitpun gombalan yang dilontarkan oleh Seijuurou.

"BWAHAHAHA!"

Aomine yang masih bertahan diambang pintu dan Kise langsung tertawa terpingkal-pingkal setelah mendengar ucapan polos Tetsuya. Midorima dan Murasakibara pun tak luput, mereka juga tertawa—jaim. Momoi hanya mampu tertawa miris—tak tega pada Seijuurou dan gemas setengah mati dengan kepolosan Tetsuya.

Sementara Seijuurou?

Ia kini tengah menanggung malu karena usahanya untuk menggombali pujaannya tak berbuah manis.

.

.

Hukuman.

Koridor SMU Teiko nampak sepi mengingat sekarang masih memasuki jam kegiatan belajar-mengajar.

GREK!

Pintu kelas 2-4 bergeser pelan, terlihat sosok pemuda bersurai baby blue keluar dari sana sembari menghela napas panjang. Sosok yang tak lain adalah Tetsuya itu langsung beranjak setelah menutup pintu kelas—diiringi dengan teriakan membahana dari Kagetora-sensei.

Tetsuya sedang apes hari ini—sangat apes lebih tepatnya.

Sudah dua kali ia dihukum dalam sehari—ralat, sekali, karena guru sebelum Kagetora-sensei mengampuni kesalahannya.

Memang apa salahnya?

Oh, Tetsuya hanya salah mengerjakan tugas. Kemarin ia tanpa sengaja salah mengambil buku paket milik Seijuurou dan mengerjakan halaman yang diberi pembatas kertas post-it-note berwarna merah—dirinya dan Seijuurou memang memiliki kebiasaan seperti itu setiap ada tugas dibuku paket.

Baik, Tetsuya berusaha dewasa dengan tidak menyalahkan kakaknya yang meletakkan buku paket itu di meja belajarnya—sekali lagi, meja belajar miliknya. Dirinya yang salah karena dengan bodohnya tidak memeriksa nama yang tertulis pada halaman pertama buku paket. Salahnya juga karena mengerjakan tugasnya mepet dengan deadline.

Tetsuya ikhlas.

Dengan langkah gontai, ia menuju ruang janitor untuk mengambil peralatan kebersihan yang akan digunakannya untuk membersihkan kamar mandi.

Ya. Kamar mandi.

Akashi Tetsuya. 17 tahun. Dijatuhi hukuman membersihkan seluruh toilet pria SMU Teiko hanya karena salah mengerjakan tugas.

Sekali lagi, Tetsuya ikhlas.

Begitu peralatan tempur berada digenggaman tangan, pemuda itu langsung menuju toilet yang berada dilantai dua dimana seluruh ruang kelas 2 berada.

Tetsuya lega karena ia dihukum saat jam pelajaran tengah berlangsung. Ia tidak bisa membayangkan betapa malunya ia jika dihukum saat istirahat—dimana jumlah pengunjung toilet membludak.

Pemuda mungil itu dengan cekatan langsung melaksanakan tugasnya. Ember hitam yang tadi dibawanya telah diisi dengan air dan diberi sedikit cairan karbol lalu diletakkan dibawah wastafel.

Ia berjalan menuju bilik toilet. Masih bersih, jadi ia tidak harus menyikatnya. Mengepel lantainya yang agak kotor mungkin sudah cukup. Maka ia mengambil gagang pel, mencelupkan bagian bawahnya, memerasnya kuat dan mulai mengepel lantai toilet.

Meski dirinya ini terlahir keluarga bangsawan, itu tidak membuatnya buta akan hal seperti ini. Ibundanya selalu mengajarinya untuk mandiri dan serba bisa. Dan kemampuannya dalam hal bersih-bersih seperti ini semakin meningkat begitu ia mengenal Aomine saat SD.

"Tetsuya? Kau sedang apa?"

Tetsuya menoleh, ia sedikit terkejut ketika mendapati Seijuurou tengah berdiri diambang pintu toilet dengan alis bertaut heran. Ah, karena terlalu asik mengepel tetsuya sampai tidak sadar ada orang yang masuk.

"Mengepel lantai," jawabnya singkat sembari melanjutkan pekerjaannya.

"Kau dihukum?" tanya Seijuurou. Pemuda berjalan mendekati adiknya dan mengamati bagaimana lincahnya pemuda itu mengepel lantai—sekali lagi, berterimakasihlah pada pengalamannya saat bersama Aomine.

Tetsuya mengangguk, "Aku salah mengerjakan tugas yang diberikan Kagetora-sensei."

Seijuurou hanya ber'oh' ria. Ia menyalakan keran di wastafel dan membasuh tangannya.

"Sei-kun kenapa disini? Dihukum juga?"

Keran air dimatikan. Sepasang deep ruby Seijuurou menatap keadaan toilet melalui kaca memanjang dihadapannya. Ia tersenyum—mesum—mendapati keadaan toilet kosong melompong, hanya ada dirinya dan adiknya.

Seijuurou melangkah menuju pintu toilet dan menguncinya dari dalam.

KLEK.

Tetsuya menoleh, perasaannya mendadak tak enak melihat Seijuurou yang tengah berjalan kearahnya sembari mengumbar senyum—mesum. Ia melangkah mundur, "Se-Sei-kun?"

Senyum Seijuurou semakin lebar melihat adiknya yang nampaknya sudah bisa menangkap maksudnya, "Hm? Bagaimana jika aku memberimu tambahan hukuman Tetsuya? Kujamin kau akan menyukai hukuman dariku."

Dan mereka sibuk menghabiskan waktu bersama ditoilet tanpa peduli pada suara berisik yang berasal dari pintu yang digedor oleh Aomine yang tengah dilanda sakit perut.

.

.

To be Continued

a/n:

fict ini khusus saya dedikasikan buat kanjeng siucchi yang berulang tahun tanggal 26 Desember kemarin. Maafkan daku, ini udah telat setahun ngasihnya :")

yasudahlah, tak apa. lebih baik terlambat atau tidak sama sekali /sip.

Semoga ini tidak mengecewakan—jujur, mencoba nulis setelah dilanda WB itu hampir sama susahnya dengan melupakan mantan /oi.