Kuroko Tetsuya. Usia 26 tahun. Jenis kelamin laki-laki tulen. Bekerja sebagai perawat di salah satu Rumah Sakit yang berada di Tokyo.

Dipaksa oleh adiknya sendiri untuk menyamar menjadi perempuan.

Sekali lagi.

Menyamar menjadi perempuan.

Hanya untuk sebuah pesta dansa bodoh.

.

.

Si Gadis Biru

Pt. 1

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Romance

1/7

Warning:

Gaje. Typo. OOC. AkaKuro. Sibling MayuKuro with Older!Kuroko.

.

.

Kuroko Tetsuya baru saja menginjakkan kakinya dirumah ketika adik semata wayangnya—Mayuzumi Chihiro menyeretnya untuk kembali keluar. Ia ingin berontak, namun apa daya, tubuhnya yang sudah seharian bekerja dan baru saja selesai selarut ini sudah tak sanggup lagi untuk melawan.

Pemuda bersurai teal itu sudah menyuarakan tanya atas perlakuan tidak sopan adiknya itu—namun bukan jawaban yang ia dapatkan, melainkan hardikan yang menyuruhnya untuk diam. Terkadang Kuroko bingung sendiri, yang kakak itu disini siapa?

Kuroko mengernyit heran ketika mendapati adiknya itu membawanya ke sebuah—salon?

"Sudah diam saja. Aku tidak akan berbuat macam-macam," itulah jawaban Mayuzumi ketika Kuroko sekali lagi menyuarakan protes.

Ia akhirnya pasrah diseret kedalam gedung yang berukuran tak terlalu besar. Mayuzumi membuka pintu kaca tersebut dengan agak kasar, mengabaikan kembali seruan protes Kuroko yang mengatakan bahwa tidak sopan memasuki sebuah bangunan ketika tanda tutup tersemat apik di pintunya.

"Wah, Mayu-chan. Kau benar-benar datang kemari. Ku pikir ucapanmu waktu makan siang tadi hanya bualan belaka," ucap seorang pemuda bersurai hitam legam yang baru saja keluar dari sebuah ruangan.

Kuroko berjengit kaget, ia menatap awas sosok pemuda itu. Entahlah, Kuroko hanya merasa jika hidupnya tidak akan bertahan lama jika berada dekat-dekat dengan makhluk hitam—agak melambai tersebut.

Mayuzumi melepaskan genggaman tangannya pada sang kakak, "Kau pikir aku hanya membual? Aku minta bantuanmu untuk besok, Reo."

Pemuda yang dipanggil Reo—Mibuchi Reo berjalan mendekati Kuroko. Ditatapnya sosok Kuroko yang hanya mengenakan kaos abu-abu yang dipadu dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru tua dan jeans hitam.

Reo mengangguk-anggukan kepalanya, "Tak kusangka pacarmu itu tomboy. Kukira pacarmu itu anak kecil dengan twintails dan sikap tsundere. Baiklah, sebelum ke pesta perpisahan itu akan mengubah pacar tomboymu menjadi putri."

Krik.

"Hah?"

Mayuzumi tepuk jidat. Ia merapal doa dalam hati, semoga ia bisa selamat dari amukan kakaknya. Ayolah, Mayuzumi tak buta untuk sekedar menyadari tatapan tajam yang dilayangkan oleh sang kakak.

Pemuda bersurai kelabu itu pun menghela napas, didekatinya sosok Reo dan menepuk pelan pundak pemuda tersebut. Reo mengernyit heran sembari melemparkan tatapan yang seolah berbunyi 'Apa?'

"Reo. Sebenarnya dia bukan pacarku. Dia kakakku, Kuroko Tetsuya."

Reo tanpa terkejut sejenak—bukan karena marga keduanya yang berbeda, ia tau bahwa kedua orang tua Mayuzumi telah bercerai saat pemuda itu masih duduk dibangku kelas 2 SMU dan kedua orang tuanya yang kini telah tiada.

Yang membuatnya terkejut adalah—

"Wow, aku tidak menyangka kalau kau ini ternyata incest, Mayu-chan."

Mayuzumi lagi-lagi tepuk jidat. Reo dan otaknya yang sedikit tidak beres itu memang hanya akan membawa bencana untuknya. Lihatlah sosok kakaknya yang kini tengah tersenyum manis kearahnya.

"Chihiro-kun, bagaimana jika kita pulang sekarang? Bukankah ada hal penting yang harus kita berdua lakukan?"

Mayuzumi menelan ludahnya susah payah, 'Mati aku.'

.-.-.

"Tidak."

Ucapan bernada datar dari kakaknya memancing umpatan kecil dari Mayuzumi. Sekali lagi, ia menatap penuh arti kearah kakaknya—sebenarnya wajah pemuda itu masih sama seperti sebelumnya, datar.

"Nii-san, hanya kali ini saja aku meminta bantuanmu untuk berpakaian menjadi perempuan. Setelah itu aku tidak akan minta lagi," bujuk Mayuzumi.

Karton kertas berisi susu vanilla dingin dibanting pelan diatas counter dapur. Sepasang azurenya menatap tajam Mayuzumi.

"Sepertinya aku pernah mendengar ada seseorang yang berkata seperti itu saat hari pesta dansa ulang tahun kampusnya," cibir Kuroko mengungkit kembali kisah kelamnya.

Jadi, permasalahan yang saat ini tengah mereka hadapi adalah Kuroko yang dipaksa untuk berpakaian perempuan dan menyamar sebagai pasangan Mayuzumi untuk pesta perpisahan kampusnya besok malam.

Kuroko jelas menolak. Ia sudah lelah terus dipaksa untuk berpakaian seperti perempuan dan berpura-pura menjadi pasangan adiknya. Namun bukan salah Mayuzumi juga. Ia hanya memanfaatkan keadaan dimana ia memiliki seorang kakak yang cenderung manis daripada tampan.

"Aku janji ini benar-benar terakhir kalinya. Bantulah aku Nii-san. Apa kau tega membiarkan adikmu ini datang sendiri ke pesta perpisahan itu dan diolok oleh orang-orang? Tidak 'kan?"

Kuroko melirik sinis, "Itu urusanmu."

Mayuzumi mengerang putus asa. Apa yang harus ia lakukan jika Kuroko terus menolak seperti ini. Tidak mungkin ia mencari orang lain untuk dijadikan pacar palsunya. Itu terlalu merepotkan, terlebih lagi ia tidak terbiasa berinteraksi dengan orang asing.

Satu-satunya jalan adalah kakaknya—seperti peristiwa-peristiwa terdahulu. Tapi Kuroko kali ini bersikeras menolaknya. Upaya apa lagi yang harus ia lakukan unutk membujuk kakak manisnya itu?

Ah. Benar juga. Aku bisa menggunakan itu—batin Mayuzumi sembari tersenyum nista.

"Nii-san, jika kau mau membantuku kali ini. Aku janji akan mentraktirmu vanilla milkshake premium seminggu penuh," ucapnya semabri mengumbar seringai tipis.

Tubuh Kuroko menegang sejenak. Ia pun berbalik menatap adiknya dengan tatapan berbinar-binar, tubuhnya diliputi oleh aura fuwa-fuwa—membuat Mayuzumi gemas sendiri.

Pemuda bersurai teal itu mengangguk cepat, memancing senyun kemenangan dari Mayuzumi.

Bagus. Sekarang ia sudah tidak usah pusing lagi memikirkan pasangannya—lebih penting dari itu, ia tidak akan kalah taruhan. Ia berani jamin, semua orang dipesta pasti akan terpukau dengan penampilan kakaknya.

Ya. Itu pasti.

.-.-.

Motor ditepikan disisi badan jalan. Sosok yang membonceng dibelakang turun dan melepas helmnya hingga terlihat surai sebiru langit musim panas.

"Yakin hanya sampai disini?" tanya si pengendara. Ia membuka kaca helmnya dan menatap sebuah gedung besar yang berjarak beberapa bangunan dari tempatnya sekarang.

"Ya. Lagipula Rumah Sakitnya sudah dekat," ucap Kuroko sembari menyerahkan helmnya pada Mayuzumi.

Sepasang manik kelabu menatap helm yang disodorkan dengan tatapan datar, "Bawa kau saja. Nanti akan aku jemput. Kau tidak sampai shift malam 'kan?"

Kuroko menghela napas begitu menyadari nada bicara Mayuzumi yang terdengar was-was saat bertanya, "Tidak. Hari ini hanya shift pagi dan siang."

'Padahal aku berharap mendapatkan shift malam untuk hari ini,' sambung Kuroko dalam hati.

Mayuzumi mengangguk paham. Ia langsung melesat pergi ketika kakaknya menyuruhnya untuk segera bergegas dengan alasan takut Mayuzumi terjebak macet—padahal sebenarnya Kuroko ingin menjauh sebentar dari Mayuzumi sebelum petaka yang akan menimpanya nanti malam.

Pemuda bersurai teal itu pun berjalan menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Ia menghela napas ketika membayangkan dirinya akan kembali berpenampilan seperti perempuan untuk kesekian kalinya. Astaga, Kuroko bahkan tak tau apa dosanya mengapa dirinya ini selalu menjadi korban kedzaliman adiknya yang tidak ada sopan-sopannya sedikitpun itu?!

Hah, setidaknya kali ini ia akan mendapatkan jatah vanilla milkshake premium gratis seminggu. Lumayan, ia bisa menghemat uang bulanannya berhubung gajinya belum turun.

.-.-.

Mayuzumi memarkirkan motornya didepan sebuah kedai sederhana yang letaknya tak begitu jauh dari kampusnya. Ia merogoh kantong celananya, mencari keberadaan ponsel pintarnya. Pemuda itu langsung turun dari motornya dan bergegas masuk kedalam kedai berhubung notifikasi yang masuk kedalam ponselnya sudah melebihi batas normal.

Manik kelabunya menyusuri seisi kedai dan pandangannya langsung jatuh pada gerombolan pemuda yang tengah sibuk dengan dunia mereka sendiri dibagian pojok kedai.

"Mayu-senpai! Sini! Sini!" teriakan dari pemuda bersurai pirang diujung sana membuatnya menepuk dahi. Semua pengunjung langsung melemparkan pandang padanya—padahal sudah bagus-bagus tadi tidak ada yang menyadari keberadaannya.

Ia melangkah mendekati gerombolan absurd itu. Tas selempang berwarna abu-abu dibanting agak kasar, menyebabkan beberapa benda diatasnya bergoyang pelan.

"Berisik," hardiknya pada sosok pemuda yang tadi meneriakinya—Hayama Kotarou dan hanya dibalas dengan tawa.

Sepasang kelabu Mayuzumi menatap ketiga orang yang hadir disana, pemuda jumbo berkulit dim—Nebuya Eikichi yang tengah sibuk memakan tumpukan makanan dihadapannya, lalu disebelahnya ada pemuda bersurai hitam legam yang agak sedikit melambai—Mibuchi Reo yang sedang asyik dengan ponselnya sendiri, lalu terakhir ada Hayama yang tengah sibuk mengoceh entah apa itu Mayuzumi tak peduli.

Ada yang kurang.

Satu orang lagi belum kelihatan batang hidungnya.

"Kalau kau mencari Sei-chan, dia sedang ada acara dengan teman-teman SMUnya. Nanti dia menyusul," ucap Mibuchi ketika ia menyadari bahwa Mayuzumi tengah mencari keberadaan salah satu diantara gerombolan mereka yang belum hadir.

Mayuzumi hanya bergumam. Bocah itu rupanya sedang menemui kelompok pelanginya, Kiseki no Sedai—atau apalah itu namanya. Ia meraih tasnya, mengaduk-aduk sebentar isi didalam sana sebelum menarik keluar sebuah buku bersampul gadis loli bertwintail dan mulai larut dalam dunianya.

Enam halaman sudah dibabat habis oleh Mayuzumi. Ia menautkan alisnya ketika merasa ada yang mengganjal dibenaknya. Ah, benar. Masalah itu.

Pemuda itu mengalihkan sejenak perhatiannya kearah tiga kawannya yang masih ribut sendiri, "Kalian akan datang nanti malam?"

Ketiganya mengangguk.

"Bukannya adik kelas tidak boleh datang?"

Mibuchi bertopang dagu menatap Mayuzumi, "Kata Sei-chan boleh kok."

Mendengar jawaban Mibuchi, Mayuzumi memutar kedua bola matanya malas. Bocah bernama Akashi Seijuurou itu memang seenaknya sendiri. Seharusnya pesta dansa nanti malam hanya untuk para senior yang akan segera lulus—kenapa pula membolehkan tiga cecunguk yang merupakan adik tingkat ini untuk datang?

"Oh ya, nanti pukul 5 bawa pacarmu itu kesalonku. Aku tidak sabar ingin segera mendandaninya. Ah, dilihat dari wajahnya saja dia sudah sangat imut, tinggal diberi sedikit polesan. Sayangnya dia tomboy. Coba kalau dia mau memanjangkan rambutnya, pasti akan sangat cantik," celoteh Mibuchi panjang lebar.

Mayuzumi yang mendengar celotehan Mibuchi tersenyum miris. Seandainya saja Mibuchi tau jika orang yang tengah dibicarakannya itu berjenis kelamin laki-laki dan memiliki hobi memukul orang kurang ajar dengan jurus legendarisnya, mungkin ia tidak akan berkata seperti itu.

Tidak. Tidak. Ia tidak boleh mengklarifikasinya disini—tidak dihadapan dua orang bodoh yang terlibat taruhan dengannya. Bisa-bisa ia didiskualifikasi dan disuruh untuk membayar bon makanan Nebuya yang menggunung itu.

"Mayu-senpai punya pacar? Wow! Serius nih senpai yang begini-begini ini sudah punya pacar?!"

Dahi Mayuzumi berkedut kesal. Apa-apaan reaksi Hayama itu? Dikira dirinya itu jomblo abadi apa?!

"Begitu ia pulang kerja kami akan langsung menuju ketempatmu."

Ucapan pemuda bersurai kelabu itu membuat Nebuya yang baru saja akan menyuapkan tempura berhenti. Ia menatap kagum kearah Mayuzumi yang dibalas dengan tatapan datar.

"Ternyata dibalik sifat otakumu itu kau menyukai wanita yang lebih tua darimu. Aku salut padamu, senpai," ucap Nebuya smebari menatap Mayuzumi dengan tatapan kagum.

Mayuzumi melirik sinis, tersinggung juga dikatai otaku oleh orang gila otot semacam Nebuya.

"Berapa umur pacarmu, senpai?" Hayama bertanya antusias. Jujur, dirinya penasaran dengan sosok pacar dari senpainya yang terkenal dengan ekspresi datar seolah tak memiliki masa depan ini.

"26."

"WAH!"

Mayuzumi tersentak—begitu pula dengan dua pemuda lainnya yang langsung meloncat dari duduknya.

"Kalian ini kenapa sih?" Mibuchi yang baru saja menggebrak meja menatap aneh teman-temannya yang terlihat seperti barusan terkena serangan jantung.

'Kenapa kepalamu. Untung jantungku tidak jatuh,' batin Mayuzumi. Sepasang maniknya menatap tajam sosok Mibuchi.

"Serius tuh pacarmu umurnya sudah 26 tahun? Kukira dia masih SMU lho," ucap Mibuchi lagi tanpa merasa berdosa sudah menyebabkan teman-temannya hampir terkena serangan jantung.

Hayama yang sudah pulih dari sesi kagetnya menatap heran Mibuchi, "Kau sudah bertemu dengan pacar Mayu-senpai?"

Mibuchi mengangguk bangga, "Tentu saja sudah! Kemarin Mayu-chan membawanya kesalonku lho~"

"Pacarnya cantik tidak?" kali ini Nebuya yang bertanya.

Pemuda bersurai hitam itu tersenyum jahil, "Menurutku dia manis sih. Ah, dan juga sangat imut. Hanya saja dia itu tomboy. Tapi jangan khawatir, ditangan Mibuchi Reo ia akan berubah menjadi sosok putri dari negeri impian. Kalian lihat saja nanti malam."

Mayuzumi hanya bisa menghela napas. Hobi terselubung mereka—menggosip—mulai lagi. Kalau sudah begini Mayuzumi biasanya akan langsung pergi atau sibuk dengan novelnya.

"Sepertinya pacarmu itu menarik juga, Chihiro," ucap sebuah suara disampingnya.

Pemuda bersurai kelabu itu melirik sekilas. Ia tidak asing dengan suara ini, siapa lagi jika bukan Akashi Seijuurou? Orang yang sudah memberikan izin kepada tiga cecunguk ini untuk hadir di pesta dansa nanti malam.

Pemuda bersurai crimson yang baru saja datang itu langsung memposisikan dirinya duduk dihadapan si surai kelabu.

"Tentu saja dia sangat menarik. Aku berani bertaruh kau akan langsung bertekuk lutut begitu melihatnya," ucap Mayuzumi sedikit sombong.

Tidak, ia tidak melebih-lebihkan. Apa yang dikatakannya barusan adalah sebuah fakta. Sudah berkali-kali ia membawa Kuroko yang dalam wujud wanita menjadi pasangannya dan itu sukses membuat semua temannya iri dan langsung meminta untuk dikenalkan pada Kuroko—yang tentu saja langsung ditolak oleh Mayuzumi. Dirinya masih cukup waras.

Tiga pemuda yang tadi sibuk bergosip sendiri itu kini berteriak heboh begitu mendengar ucapan Mayuzumi—apalagi Hayama dan Nebuya. Mereka berdua semakin tidak sabar ingin bertemu dengan kekasih hati dari senior otaku mereka satu ini.

Akashi mengulas seringai, "Mau bertaruh?"

Mayuzumi mengangkat sebelah alisnya—meminta penjelasan lanjut dari si surai crimson.

"Jika kekasihmu itu bisa membuatku bertekuk lutut, aku akan mengabulkan setiap permintaanmu. Tapi jika kau gagal, maka kau harus menjadi kekasihku. Bagaimana?"

Seringai terlukis diparas Mayuzumi. Ia merasa tertantang dengan taruhan yang baru saja ia buat dengan Akashi.

"Oke. Aku terima taruhan ini."

Ah, Mayuzumi sudah tidak sabar ingin segera menyuruh-nyuruh pemuda absolute dihadapannya ini.

Mayuzumi yakin ia pasti akan menang.

Ya. pesona keramat kakaknya akan membuat pemuda itu bertekuk lutut.

.-.-.

Hari telah beranjak sore ketika Mayuzumi menjemput kakaknya di Rumah Sakit. Ia memutuskan untuk menunggu di parkiran motor paling pojok—tempat biasanya ia menunggu sang kakak jika tengah menjemputnya seperti ini.

Pemuda itu larut dalam dunianya sendiri—membaca light novel diatas motor yang dinaungi oleh pepohonan rindang. Namun, sebenarnya Mayuzumi tidak benar-benar membaca deretan huruf yang tercetak disana. Ia sibuk memikirkan pesta nanti malam.

Ia harus benar-benar mengubah Kuroko menjadi sosok yang memesona atau ia harus rela menjadi kekasih Akashi. Tidak. Ia masih belum ingin terikat dengan siapapun. Lebih penting dari itu, ia belum siap untuk menduakan istrinya yang berada di dimensi lain.

Mayuzumi mengalihkan pandangannya ketika ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Light novel langsung ditutup dan disimpan kembali didalam tas ketika matanya menangkap sosok Kuroko yang masih mengenakan seragam perawatnya berjalan menghampirinya.

Mayuzumi terdiam—terpesona dengan penampilan kakaknya. Meski sudah beberapa tahun Kuroko bekerja sebagai perawat, baru kali ini Mayuzumi melihat kakaknya mengenakan seragam kerjanya. Biasanya Kuroko lebih suka memakai pakaian bebas dan ganti pakaian disana. Selain itu, Mayuzumi tak pernah iseng mengunjungi kakaknya disaat bekerja ataupun dirawat dirumah sakit.

"Chihiro-kun?" panggilan sang kakak membuyarkan lamunannya.

Ia mengerjapkan matanya, "Ya?"

"Kau baik-baik saja?" tanya Kuroko. Azurenya menatap khawatir kearah adiknya yang terlihat seperti orang linglung.

Mayuzumi mengangguk, "Aku baik-baik saja. Aku hanya kaget melihatmu memakai baju perawat begitu."

Pemuda bersurai teal itu menghela napas, "Aku terlalu lelah hanya untuk mengganti baju."

Kali ini giliran Mayuzumi yang khawatir, "Kau sakit?"

Kuroko menggeleng, "Hanya sedikit pusing. Bukan hal yang serius."

Sang adik menghela napas, ia menepuk jok motor dan bahunya, "Tidurlah disini sebentar. Jika sudah mendingan baru kita pulang."

Kuroko menuruti perkataan adiknya. Ia duduk menyamping diatas jok motor dan menyandarkan kepalanya di bahu lebar sang adik. Sepasang azurenya terpejam. Dirinya memang perlu tidur sebentar. Kemarin ia mendapatkan shift pagi dan malam, lalu sekarang ia kebagian shift pagi hingga sore. Jelas ia kurang tidur.

Mayuzumi kembali merogoh tasnya, dan menarik keluar jaket hitam miliknya yang sengaja ia simpan dan memakaikannya pada tubuh kakaknya yang hanya terbalut baju lengan pendek berwarna putih—khas perawat.

Ia tersenyum kecil ketika mendapati kakaknya benar-benar tertidur dibahunya. Sepertinya Kuroko sangat lelah. Ia jadi tidak tega untuk mengajak kakaknya ke pesta dansa.

Pesta dansa akan berlangsung hingga dini hari, dan biasanya tidak ada yang boleh pulang sebelum acara selesai. Sementara kakaknya paginya harus kembali bekerja untuk memenuhi biaya hidup mereka.

Semenjak kepergian kedua orang tua mereka, Kuroko selalu bekerja keras. Ia bahkan rela mengambil banyak shift agar gaji bonusnya semakin banyak. Semua itu dilakukan oleh kakaknya hanya untuk membiayai segala kebutuhannya—termasuk kuliah dan juga motor sport yang saat ini dipakainya. Tak jarang Mayuzumi mendapati Kuroko jatuh sakit karena kelelahan—mengingat kakaknya itu memiliki kekebalan tubuh yang payah.

"Jangan khawatir. Aku masih kuat jika harus menemanimu ke pesta dansa nanti."

Mayuzumi menoleh, ia langsung terdiam begitu melihat senyum tipis Kuroko.

Sumpah, jika ia tidak ingat bahwa Kuroko adalah kakaknya sendiri dan incest adalah dosa, sudah dipastikan sosok Kuroko akan langsung ia terkam.

.-.-.

"Jangan memaksakan diri kalau benar-benar sakit, Nii-san," ucap Mayuzumi sembari melirik kearah kakaknya yang tengah merapatkan jaket hitam yang membalut tubuh mungilnya.

Kuroko menghela napas, "Aku tidak sakit, Chihiro-kun. Aku akan tetap menemanimu."

Pintu kaca didorong hingga terbuka. Dua bersaudara itu langsung masuk kedalam ruangan yang didominasi oleh warna putih dan hitam yang terlihat begitu elegan.

"Kalau kau mengkhawatirkan tentang vanilla milkshake kesayanganmu itu. Tenang saja, aku akan tetap menraktrinya meski kau tidak jadi menemaniku. Uang tabunganku masih cukup."

Azure melirik sengit kearah adiknya yang tengah mencari-cari keberadaan sesuatu—seseorang, "Kemarin kau memaksaku untuk menemanimu, sekarang kau berlagak seperti tak membutuhkanku. Remaja zaman sekarang memang labil."

"Kesehatanmu itu lebih penting. Kalau kau jatuh sakit, absen kerja lalu gajimu dipotong bagaimana? Itu bisa memengaruhi uang saku bulananku, dan itu berarti aku tidak bisa membeli light novel."

"Wah. Ternyata adikku satu ini begitu memerhatikanku. Aku jadi tersentuh."

Mayuzumi mendengus, jemarinya menunjuk sebuah sofa berwarna putih yang terletak di ruangan yang dipenuhi oleh peralatan khas salon, "Duduk disana. Aku akan mencari Reo."

Pemuda mungil itu mengangguk. Ia langsung beranjak menuju sofa dan langsung berbaring disana, mengabaikan Mayuzumi yang tengah menahan tawa melihat kelakuannya. Ah, biarlah, kepalanya yang berdenyut-denyut ini perlu diistirahatkan sejenak dan tidur adalah pilihan terbaik.

Sementara Kuroko tertidur, Mayuzumi berjalan naik kelantai dua untuk mencari sosok Mibuchi yang sudah berjanji akan membantunya mendadani sang kakak.

Sebuah ruangan bertuliskan dress room menarik perhatian Mayuzumi—bukan, Mayuzumi tidak tertarik dengan hal beginian, hanya saja firasatnya mengatakan bahwa Mibuchi berada didalam sana. Dan benar saja, ketika ia membuka pintu ia sudah disuguhkan dengan Mibuchi yang tengah sibuk memilah gaun.

"Ternyata kau ada disini."

Mibuchi memekik kaget, dua stel gaun yang tadinya berada digenggaman kini bercumbu mesra dengan lantai. Ia menatap tajam sosok Mayuzumi yang justru mengumbar ekspresi datar.

"Bisakah kau datang dengan cara yang lebih normal?" desis Mibuchi.

Mayuzumi menunjuk pintu dengan jempolnya, "Aku datang lewat pintu. Coba jelaskan cara datang yang lebih normal lagi."

Pemuda bersurai hitam legam itu mendengus. Ia mengabaikan sosok Mayuzumi dan berjalan menuju sisi ruangan.

Alis Mayuzumi bertaut heran ketika sebuah gantungan baju didorong mendekat oleh Mibuchi. Pemuda kemayu itu tersenyum bangga sembari menunjukkan beberapa potong gaun yang tergantung cantik disana.

"Aku sudah memilihkan beberapa gaun untuk pacarmu itu. Silahkan pilih mana yang menurutmu cocok."

Mayuzumi mendekat, diambilnya salah satu gaun berwarna hitam darisana, mengamatinya dari atas sampai bawah, bahkan sampai kedetailnya—lipatan, hiasan, atau pun belahan gaun, lalu membayangkan sosok kakaknya mengenakan gaun-gaun itu.

Tidak lolos.

Gaun pertama diungsikan menuju pojokan gantungan. Ia pun beralih ke gaun kedua, mengulangi kegiatannya tadi. Mengamati, membayangkan lalu mengungsikannya. Hal itu terus berlanjut ingag seluruh gaun yang berada digantungan dibabat habis dan tidak ada satupun yang menarik minat Mayuzumi.

Semuanya terlalu terbuka. Bisa-bisa kakaknya langsung terserang masuk angin jika memakai pakaian-pakaian itu.

"Pakaian yang kau pilih terlalu terbuka. Carikan yang lebih tertutup. Dan satu lagi, apa kau punya sesuatu untuk membuat dadanya lebih berisi?"

Mibuchi mengerutkan dahinya, "Sumpalan dada? Untuk apa?"

"Tentu saja untuk membuat dadanya lebih seperti perempuan," ujar Mayuzumi tanpa menoleh kearah Mibuchi. Ia terlalu sibuk menyusuri koleksi gaun milik Mibuchi.

Pelipis digaruk, "Dia bukan wanita tomboy?"

Tangan Mayuzumi menarik sebuah dress ketat tanpa lengan berwarna biru tua, "Bukan. Dia itu laki-laki dan dia adalah kakakku sendiri—jangan katakan ini pada dua orang bodoh itu. Bisa-bisa aku didiskualifikasi."

Mibuchi memijat pelipisnya, "Kalian dan taruhan bodoh itu sangat merepotkan. Sebentar, akan kucarikan apa aku punya sumpalan dada atau tidak."

Mayuzumi mengangguk, ia masih menatap dress yang ditemukannya. Benaknya membayangkan sang kakak mengenakan pakaian ini. Wow. Boleh juga—batinnya sembari tersenyum miring.

"Reo, apa kau punya sesuatu untuk dipadukan dengan pakaian ini?" tanyanya sembari menunjukkan dress temuannya.

Pemuda yang semula sibuk dengan kotak perlengkapannya menoleh, "Mungkin ada."

Mayuzumi mengangguk puas, ia menatap arloji hitam yang melingkar manis ditangannya, pukul 5.50.

"Reo, aku akan pulang dulu untuk bersiap-siap. Kuserahkan kakakku padamu, dia sedang tidur dibawah. Aku akan kembali jam 8 nanti. Awas kau jika berani macam-macam padanya, akan kubakar salonmu," ancam Mayuzumi yang disambut dengan acungan jempol dari Mibuchi—pemuda itu sekarang tengah sibuk mencari sesuatu yang lebih tertutup untuk dress seksi pilihan Mayuzumi.

Dasar bocah labil, tadi ia protes karena semua dress pilihannya terbuka. Sekarang ia justru memilih dress yang begitu seksi seperti ini.

Mibuchi menarik sebuah mantel bulu berwarna dasar putih dengan gradasi biru muda pada beberapa bagian. Mibuchi menatap puas kearah dress dan mantel tersebut. Sempurna.

Ia tersenyum. Nah, sekarang adalah saat favoritnya.

Mari mulai acara make over Kuroko Tetsuya.

.-.-.

"Wow! Kau benar-benar cantik Tecchan!" pekik Mibuchi kagum.

Matanya berbinar menatap hasil karyanya selama hampir 2 jam lamanya. Tidak mengecewakan sama sekali. Si perawat manis itu kini telah menjelma menjadi seorang wanita cantik bak model.

Kuroko tak ambil pusing dengan panggilan kurang ajar Mibuchi padanya—ia sudah lelah menyuruh pemuda itu untuk memanggilnya dengan embel-embel –nii. Sekarang ini ia tengah sibuk menatap pantulan dirinya didepan kaca berukuran setinggi tubuhnya.

Bohong kalau Kuroko mengatakan bahwa ia tidak kagum. Jujur saja, selama ia dipaksa menjadi perempuan oleh adiknya, baru kali ini ia merasa berbeda. Sosok yang terpantul di cermin seolah bukan dirinya.

Lihat saja, tubuh mungil dan rampingnya—berterimakasihlah kepada kekuatan super Mibuchi yang bisa melumpuhkan Kuroko dan memasangkan korset padanya. Menurut Mibuchi, meskipun tubuh Kuroko sudah ramping seperti perempuan, itu masih kurang, mengingat dress yang dipilih oleh Mayuzumi begitu menonjolkan bentuk tubuh—diam-diam Kuroko menyumpahi Mayuzumi yang membuatnya harus berurusan dengan korset yang membuatnya agak kesulitan bernapas.

Dress biru tua selutut itu begitu pas untuk Kuroko. Simpul pita yang terikat dibelakang leher terlihat begitu manis.

Wig sepunggung sewarna surainya ditata menyamping dan agak bergelombang pada bagian bawahnya—memberikan kesan anggun. Paras manisnya disapu dengan make up yang tak terlalu berlebihan—menurut Mibuchi Kuroko sudah ada bakat menjadi cantik, tidak usah terlalu banyak polesan make up.

Kuroko memutar tubuhnya, ia agak risih ketika mendapati tubuh bagian belakangnya terekspos, meski hanya setengah bagian punggungnya saja, tapi tetap saja, Kuroko merasa—aneh.

Ia menoleh kearah Mibuchi yang tengah menatapnya bangga, "Ano—Mibuchi-san—"

"Panggil aku Reo-nee dong Tecchan," potong Mibuchi seenaknya.

Dahi Kuroko berkedut kesal. Sebenarnya disini siapa yang tua sih?!

"Mibuchi-san, bisakah aku minta sesuatu untuk menutupi punggungku? Aku agak risih."

"Oh, tadi aku sudah mencarikannya, tapi karena agak kotor aku menyuruh bawahanku untuk membersihkannya. Mungkin sekarang sudah selesai, kalau begitu aku akan mengambilkannya untukmu, sekalian sepatumu. Tunggu disini ne~ jangan kemana-mana lho Tecchan~" ucap Mibuchi sambil mengedipkan matanya dan berlalu untuk mengambil barang yang dimaksud.

Kuroko menghela napas lega begitu Mibuchi pergi. Ia mengedarkan pandangannya dan perhatiannya jatuh pada sofa tunggal bewarna maroon yang terletak disisi jendela. Ia melangkahkan kaki telanjangnya kearah sofa, namun baru tiga langkah ia berjalan—

—simpul pitanya terasa mengendur.

Kuroko reflek memegang dadanya, mencegah kain yang melekat disana ikut terjatuh. Pemuda itu buru-buru kembali kedepan cermin. Ia mengerang putus asa ketika mendapati simpul pita itu kini sudah terlepas sempurna.

Sial. Kuroko sama sekali tidak bisa mengikatnya—mengingat tadi Mibuchilah yang repot memakaikan benda ini padanya. Ia beranjak untuk menemui Mibuchi—namun, baru dua langkah ia baru teringat jika Mibuchi melarangnya untuk keluar ruangan.

Sial. Sial.

Kalau begini Kuroko sendirilah yang harus berusaha.

.-.-.

"Lho? Sei-chan?" panggil Mibuchi pada sosok pemuda bersurai crimson yang baru saja masuk kedalam salonnya.

Mibuchi yang hendak menuju ruang staff balik arah menghampiri pemuda yang tak lain adalah Akashi Seijuurou. Manik hitamnya memandang Akashi dari atas sampai bawah. Tubuh tegap pemuda itu dibalut kemeja berwarna merah gelap yang dipadu dengan jas berwarna hitam dan celana bahan yang juga berwarna hitam. Mibuchi berdecak kagum dalam hati, Akashi tampan sekali.

"Reo, dimana dasiku?"

Mibuchi mengangkat sebelah alisnya, "Dasi apa Sei-chan?"

"Dasi hitam yang tertinggal disini tempo hari," ucapnya sembari menatap tajam sosok Mibuchi.

Yang ditatap sedemikian rupa sudah mulai keringat dingin. Ia memutar otak, mengingat apakah dasi milik pemuda itu benar-benar tertinggal disini saat datang berkunjung tempo hari.

Tunggu.

Sepertinya Mibuchi ingat.

"Oh, dasi yang itu. Ada di dress room. Kau bisa mengambilnya sendiri 'kan Sei-chan? Aku harus mengurus sesuatu. Aku menyimpannya di laci meja nakas disamping sofa merah."

Akashi mengangguk. Ia langsung pergi menuju ruangan yang disebutkan oleh Mibuchi.

Mibuchi pun melanjutkan kembali perjalanannya yang tertunda. Namun, baru empat langkah, ia berhenti lagi. Tangannya menjepit dagu.

"Sepertinya aku kelupaan sesuatu yang penting. Tapi apa ya? Ah, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja."

.-.-.

Akashi menatap pintu bertuliskan dress room dihadapannya. Tanpa mengucapkan permisi, Akashi langsung membuka pintunya dan melangkah masuk.

"Mibuchi-san, bisakah kau membantuku untuk mengikatkan—siapa kau?"

Kuroko melangkah mundur. Ia kira orang yang baru saja masuk kedalam ruangan ini adalah Mibuchi, jadi ia langsung beringsut keluar untuk meminta pertolongan. Namun, siapa pemuda bersurai crimson ini?

Disisi lain, Akashi menatap lekat sosok bersurai teal yang memegang baju dibagian dada dengan dua sisi kain yang menggelantung indah dibahu mulusnya. Azure milik—orang yang Akashi pikir—gadis itu memandang tajam kearahnya.

Sungguh mengundang.

Akashi mengulas seringai. Mibuchi tidak pernah cerita kalau memiliki langganan gadis cantik seperti ini.

Pemuda bersurai crimson itu melangkah mendekat. Kuroko yang merasakan akan adanya bahaya memilih melangkah mundur, ia berusaha membangun jarak aman dengan pemuda didepannya itu.

"Kau perlu bantuan Nona?" tawar Akashi sembari mengumbar senyum yang diyakini mampu menaklukan hati wanita manapun.

Kuroko memicing, "Tidak. Enyah sana, manusia asing."

Sayangnya Kuroko bukanlah seorang wanita, jadi senyuman Aksahi tidak akan mempan padanya. Disisi lain, Akashi yang baru kali ini mendapati seorang gadis tidak takluk setelah diberi senyum mautnya merasa tertantang.

"Aku tulus membantu, Nona. Biar kubantu mengikat gaunmu. Kau mau seperti itu terus sambil menunggu Reo?" mulut manis Akashi kembali beraksi.

Kuroko menurunkan kewaspadaannya. Sepertinya tidak ada salahnya juga percaya pada niat baik orang ini. Jika ia macam-macam tinggal pukul saja mukanya. Lagipula tangannya sudah pegal begini terus.

"Kau tidak keberatan?"

Akashi tersenyum, "Tentu saja tidak. Sebuah kehormatan bisa membantu gadis secantikmu."

Kuroko mencibir dalam hati, pemuda dihadapannya ini pasti playboy ulung. Lihat saja kelakuan dan mulut manisnya itu.

"Baiklah mohon bantuannya," ucap Kuroko sembari membungkuk hormat.

Ia langsung membalikkan tubuhnya begitu Akashi mendekat. Akashi pun langsung mengikat kembali dua kain itu menjadi simpul pita. Ia menarik kencang kedua sisinya, memastikan simpul itu tidak akan terlepas lagi.

Akashi tak tau, mengapa ia justru membantu gadis itu. Padahal tadi ia berniat untuk menerkamnya. Tapi lihat sekarang, ia justru sibuk mengencangkan simpul pita hasil karyanya.

Begitu simpulnya telah terikat sempurna, Akashi tidak langsung menjauh. Ia masih betah berada disisi gadis itu. Aroma manis vanilla yang menguar dari tubuhnya membuat Akashi tenang sekaligus membuat jantungnya berdetak kencang. Belum lagi pemandangan bahu dan punggung mulus yang tersaji didepannya—begitu menggiurkan.

Merasa tak ada pergerakan lagi dari si pemuda asing, Kuroko langsung balik badan. Ia reflek melangkah mundur karena Akashi masih bertahan ditempatnya. Kuroko mendongak, menatap datar sosok pemuda yang masih mematung.

Disisi lain, Akashi sama sekali tak bisa mengalihkan perhatiannya dari paras cantik gadis dihadapannya. Bulu matanya yang lentik, sepasang azurenya yang begitu jernih, dan bibir semerah cherrynya yang begitu menggoda—membuat Akashi ingin menciumnya.

"Ano—hmph—"

Sepasang azure Kuroko membulat horor. Ia mematung karena terkejut. Lumatan kecil pada bibrinya membuat Kuroko kembali tersadar. Reflek, ia langsung melancarkan serangan legendarisnya dan telak mengenai perut pemuda kurang ajar itu.

"Kau!"

Akashi yang tengah meringis kesakitan mendongak menatap Kuroko yang baru saja meneriakinya. Paras manisnya memerah, begitu pula dengan bibirnya terlihat lebih basah.

"Dasar mesum! Cabul!" serunya murka. Kuroko murka. Pemuda asing itu sudah dengan lancang mencuri ciumannya. Sialan. Tak bisa dimaafkan.

Kuroko berjalan mendekati Akashi yang masih meringis, tangannya bersiap untuk meluncurkan serangan tahap kedua.

"Tecchan, ini mantel dan juga sepatumu—are? Apa yang sedang kalian berdua lakukan?" Mibuchi yang baru saja membuka pintu menatap heran Kuroko dan Akashi yang berdiri cukup dekat.

Kuroko tak menjawab, ia melanjutkan kembali serangannya yang tertunda dan langsung balik badan meninggalkan Akashi yang masih meringis kesakitan. Dihampirinya sosok Mibuchi, tangannya meraih mantel bulu yang dibawa oleh pemuda itu dan menyampirkannya ditangannya.

"Apa Chihiro-kun sudah sampai?" tanya Kuroko—yang samar-samar masih bisa didengar oleh Akashi.

Mibuchi mengangguk, ia menggandeng Kuroko dan pergi meninggalkan Akashi yang tengah menyeringai sendirian diruang tersebut.

"Pukulannya boleh juga—ouch."

.-.-.

Selama perjalanan menuju kampus, Mayuzumi tak bisa untuk tidak melirik kearah kakaknya yang tengah duduk menyilangkan kaki disampingnya—menyebabkan paha putih miliknya agak terlihat. Pemuda itu heran sendiri, saat memakai pakaian wanita seperti ini kakaknya akan ikut bertingkah layaknya seorang wanita tulen.

Mayuzumi berdecak kagum dalam hati. kemampuan make over Mibuchi memang luar biasa. Baru kali ini ia melihat kakaknya begitu cantik—yah, walaupun daridulu memang sudah cantik.

Kuroko tengah sibuk melamun ketika Mayuzumi menepikan mobilnya. Ia tersentak kaget ketika merasakan tangan dingin menyentuh pundaknya yang terekspose.

"Kita sudah sampai," ucap Mayuzumi. Ia memutar tubuhnya kebelakang untuk mengambil mantel bulu milik sang kakak.

"Pakai ini. Pakaianmu terlalu mengundangnya," ujarnya smebari menyerahkan gumpalan lembut tersebut.

Kuroko menerimanya dan langsung memakainya, tubuhnya seketika merasa hangat karena mantel bulu itu cukup tebal, ia melirik tajam adiknya yang kini tengah merapikan surai kelabunya, "Kau sendiri yang memilihkan ini untukku."

Mayuzumi hanya bergumam. Ia mematut bayangannya sekali lagi, setelah dirasa cukup rapi, ia beranjak keluar mobil setelah mengisyaratkan Kuroko untuk diam dulu karena ia yang akan membukan pintu mobil untuknya.

Kuroko mendengus, ia merasa harga dirinya sebagai seorang laki-laki habi stak bersisa ketika Mayuzumi memperlakukannya benar-benar seperti wanita tulen.

"Chihiro-kun, apa bajuku terlalu terbuka?" tanya Kuroko sembari menarik dressnya kebawah.

Manik kelabu Mayuzumi melirik, menatap kearah dress yang hanya beberapa sentimeter diatas lutut, "Tidak. Dress itu cukup panjang, dan kau juga memakai mantel bulu."

Kuroko berusaha percaya dengan ucapan adiknya. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Mayuzumi ketika semua orang yang ia temui mengarahkan pandangannya padanya.

Lain Kuroko, maka lain pula Mayuzumi. Disaat kakaknya tengah menahan malu karena ditatap banyak orang, Mayuzumi justru tersenyum sombong dalam hati. Ia mempercepat langkahnya menuju ruang serba guna yang ada didepan mata. Ia sudah tidak sabar ingin mengenalkan Kuroko pada Nebuya dan Hayama.

Dua bocah itu pasti akan langsung mengakuinya menang karena membawa pasangan secantik ini.

"Nii-san, bersikaplah lebih anggun lagi. Jangan memasang ekspresi datar juga," bisik Mayuzumi begitu matanya menangkap sosok dua orang pemuda yang tengah sibuk dengan kudapan yang disajikan.

Kuroko mendengus, sudah dipaksa berpakaian memalukan seperti ini, sekarang disuruh bersikap lebih anggun dan melepaskan topeng kuuderenya? Kuroko jadi gemas sendiri ingin menyuntik bius adiknya.

"Lihat itu Mayu-senpai dan—wah pacarnya cantik sekali!" seperti biasa, Hayama akan menjadi orang yang paling heboh, dan melihat Mayuzumi datang bersama dengan seorang wanita cantik membuatnya lebih heboh lagi.

Nebuya yang tengah sibuk menghabiskan kudapannya langsung menelan habis semuanya. Ia menatap kagum sosok wanita bersurai teal yang tengah menggandeng lengan Mayuzumi.

"Selamat malam," sapa Kuroko diiringi dengan senyum manis—yang mampu membuat Hayama, Nebuya, Reo—yang baru saja datang—dan Mayuzumi sendiri terpesona.

Gila. Pacar Mayuzumi terlalu cantik. Kalau begini semua orang pasti akan langsung meleleh.

Hayama dan Nebuya mendekati Mayuzumi, keduanya menepuk pundak si surai kelabu, "Kau menang bung. Pacarmu terlalu memukau."

Mayuzumi tersenyum miring, ho, tentu saja pesona kakaknya itu memukau.

"Menang? Kau taruhan?" bisik Kuroko pelan.

Pemuda bersurai kelabu itu mengangguk, "Ya. Bukan hal yang besar, mereka hanya akan menraktirku light novel."

Disisi lain, sosok pemuda bersurai crimson tengah menyeringai menatap Kuroko dari kejauhan. Pemuda yang tak lain adalah Akashi itu menatap lekat kearah gadis yang tengah merangkul mesra lengan Mayuzumi.

Ah, ternyata, gadis itu kekasih Mayuzumi? Boleh juga selera otaku itu.

Ia meraih ponsel pintarnya, mengetikkan beberapa kata disana. Seringainya bertambah lebar ketika pesan yang ia kirimkan telah terkirim.

Akashi tidak akan melepaskan gadis biru. Ia akan mendapatkannya. Bagaimana pun caranya.

Karena ia absolut.

.-.-.

Mayuzumi merogoh saku celananya, ia meraih ponselnya yang bergetar, tanpa satu pesan telah masuk. Ia mendecih ketika menyadari siapa yang mengiriminya pesan. Ia langsung melepaskan genggaman Kuroko pada lengannya, yang tentu saja dihadiahi dengan tatapan bingung dari kakaknya.

"Aku ada urusan sebentar. Kau disini saja, menempelah pada Mibuchi biar tidak ada yang berani menggodamu," bisik Mayuzumi. Pemuda itu langsung berlalu meninggalkan kakaknya.

Kuroko menghela napas, ia berjalan mendekati Mibuchi yang berdiri tidak jauh darinya. Ia hanya mengulas senyum melihat tingkah heboh Nebuya dan Hayama—mereka berdua mengingatkannya akan rekannya di rumah sakit yang sama-sama berisiknya.

"Sei-chan!" Mibuchi berteriak sembari melambaikan tangannya.

Kuroko reflek menoleh kearah pandangan Mibuchi, dan seketika ia menyesal karena pandangannya langsung bertemu dengan sepasang dwiwarnanya yang tengah juga tengah menatapnya.

Akashi melangkah mendekat, ia mengabaikan Mibuchi yang kini tengah heboh sendiri melihat kedatangannya. Tujuannya mendekat hanya satu, yaitu Kuroko. Maka, setelah ia berhadapan dengan gadis biru muda itu, Akashi langsung menggenggam tangannya dan menyeretnya menjauh—meninggalkan Hayama, Nebuya, dan juga Mibuchi yang melongo.

"Reo-nee, tadi itu Akashi membawa pergi pacarnya Mayu-senpai ya? jangan bilang Akashi juga naksir dia?!" heboh Hayama begitu tersadar dari acara melongonya.

Mibuchi tertawa kaku, ia mengibaskan tangannya, "Tidak mungkin. Sei-chan pasti memiliki urusan pribadi dengannya. Ya, tidak mungkin Sei-chan naksir dia."

Hayama dan Nebuya hanya bisa memandang heran kearah Mibuchi yang tengah sibuk berbicara sendiri. mereka sudah biasa melihat Mibuchi yang begini.

"Hei kalian, mana Tetsuna?"

Nebuya adalah orang pertama yang menoleh, ia mendapati sosok Mayuzumi yang nampak ngos-ngosan, "Oh itu. Tadi pacarmu dibawa lari Akashi."

"Sialan, Akashi," umpatnya sembari berlari menjauh, meninggalkan Nebuya dan Hayama yang tengah melempar pandang.

"Hayama, adegan ini terlihat seperti—"

"—telenovela?"

.

.

.

Continued to Pt. 2