Sarada berdiri di gedung Rumah Sakit yang masih dalam pembangunan. Tidak ada siapapun di sana, hanya dirinya seorang, menangis dengan tangan menggenggam erat gelang indifikasi pasien milik Sakura. Sarada tidak tahu harus menyalahkan siapa atas apa yang terjadi pada hidupnya. Dia besar tanpa kasih sayang seorang ibu, yang selalu merasa iri pada mereka yang memiliki ibu, tapi ketika dia menemukan ibu yang sebenarnya kenapa dalam keadaan seperti ini? Kenapa? Apanya yang salah. Salahkah bila dia ingin hidup bahagia bersama ayah dan ibunya seperti mereka. Dosa apa yang tlah dia lakukan sampai Tuhan menghukumnya sampai seperti ini? Sarada jatuh terduduk dan menangis sepuasnya. Gadis kecil itu mengisak sejadi-jadinya meluapkan rasa kecewa pada hidupnya. Pertanyaan kenapa berputar dalam pikirannya membuatnya lelah dengan semua ini. Lama Sarada menangis sampai suara isakannya lemah seseorang menyodorkan sapu tangan padanya. Bukan tangan orang dewasa melainkan tangan yang tak jauh lebih besar dari tangannya. Dengan mata sembab Sarada mendongak menatap seorang anak laki-laki yang tak asing baginya.
Mitsuki tersenyum. "Aku mengerti jadi tidak perlu malu," lama dia menyodorkan sapu tangan pada Sarada tapi karena Sarada tidak mau menerimanya Mitsuki mengulurkan tangannya. "Karena aku juga pernah menangis sama sepertimu," Mitsuki kembali tersenyum saat Sarada menerima uluran tangannya. Bocah laki-laki berwajah tampan itu menarik Sarada. Mereka berdiri berhadapan. "Hhh... kita benar-benar cengeng ya." Katanya kemudian menggaruk kepalanya dan tertawa.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto. Sejelek dan senistanya fic ini tolong jangan benci Pair/Chara di dalamnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sasuke termenung dengan wajah terkejut di depan seorang dokter yang menangani Sakura. Dokter berkacamata itu menepuk bahu Sasuke seraya tersenyum menyemangati. "Semangati dia... bahagiakan dia... itu satu-satunya yang bisa kita lakukan untuknya." Sasuke tetap diam di tempatnya berdiri sekalipun dokter itu sudah pergi. Sasuke tertawa seraya mengusap permukaan wajahnya. Tawanya perlahan berubah menjadi tangisan. Punggungnya bersandar pada dinding dan perlahan-lahan merosot ke bawah, dia jatuh terduduk. Kenapa? Kenapa dia ikut bersedih mendengar berita ini? Sakura bukanlah siapa-siapa baginya, dia hanya wanita masa lalu dan ibu dari putrinya. Sasuke sudah menendang Sakura keluar dari hati dan kehidupannya. Dia meyakinkan dirinya sudah tidak memiliki perasaan apa-apa, tidak sebagai wanita yang dia cintai juga tidak sebagai adiknya.
Sudah satu hari sejak kejadian Sakura tenggelam dalam bethub dan Sakura belum juga sadarkan diri. Sasuke bertemu dengan Juugo di kamar rawat Sakura. Pria berambut orange itu berdiri di samping ranjang Sakura dengan seorang wanita berambut pirang. Sasuke berdiri di sisi lain ranjang berdiri berhadapan dengan Juugo. Dia menatap Sakura yang hampir seluruh wajahnya tertutup masker oksigen. "Apa dia selalu seperti ini?"
Juugo mengikuti arah tatapan Sasuke yang menatap wajah Sakura kemudian menghela napas. Di sampingnya Shion menatap sedih Sakura dengan keadaannya. "Biasanya dia akan tidur selama tiga hari, dan paling lama satu minggu. Aku harap Sakura cepat bangun. Tidur terlalu lama tidak baik untuk saraf tubuh dan otaknya, hal buruk bisa saja terjadi, tapi dia beruntung karena hal baik selalu berpihak padanya." Juugo tersenyum lemah menatap Sakura. Sasuke mengangkat wajahnya dan menatap Juugo.
...
Hal paling membahagiakan bagi Sarada adalah saat melihat wanita yang ditungguinya membuka mata. Gadis remaja itu bahkan sampai meneteskan air mata sangking bahagianya. Tangangnnya menggenggam erat tangan Sakura yang menatapnya lemah. "Aku tidak membutuhkan semua ini," Sakura berniat membuka masker oksigennya. Sarada menangis dan menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja," Kata Sakura lemah. Dia tidak suka melihat Sarada menangis.
Sarada kembali menggeleng dan memegang kedua tangan Sakura. "Tidak." Tangisnya. "Mama tidak baik-baik saja."
"Kenapa? Kenapa kau tahu?"
"Karena kita keluarga. Bukankah sebuah keluarga saling mengetahui satu sama lain, tidak ada yang disembunyikan, apapun itu." Sakura menatap Sarada. Gadis remaja itu menghapus air matanya dan tersenyum kemudian mengecup pipi Sakura. Dipeluknya tubuh Sakura dan kembali menangis. "Cepatlah sembuh mam, agar kita bisa makan malam sebagai keluarga bersama papa. Pergi ke taman hiburan, menonton televisi, memasak bersama seperti keluarga pada umumnya." Bisiknya. "Tetaplah hidup untukku. Aku mohon."
Sasuke berdiri di depan pintu kamar rawat Sakura. Tangannya menggenggam erat knop pintu mendengar suara Sarada dari dalam.
...
Seminggu di rawat di rumah sakit keadaan Sakura sudah lebih baik. Dia tidak lagi tergantung pada alat-alat medis, hanya selang infus dan obat-obatan yang dia konsumsi untuk menyambung hidupnya.
Sakura merasa tempat tidurnya bergerak dan ada seseorang di belakang punggungnya. Sepasang tangan perlahan melingkari perutnya. Sakura berniat berbalik melihat siapa orang itu tapi suara itu membekukan seluruh tubuhnya. "Biarkan seperti ini, sebentar saja," Rasanya Sakura ingin menangis saat Sasuke mencium rambutnya seperti yang sering pria itu lakukan dulu. Sasuke mencium pipinya dan perlahan mendekati bibir Sakura.
Sakura menolak ciuman Sasuke dan menangis. "Aku ingin menjadi adikmu dan bila aku terlahir kembali di masa depan aku berharap bisa menjadi salah satu wanita yang mencintai dan dicintai olehmu..."
Sasuke memeluk Sakura. "Aku pikir bisa melupakanmu, membuang perasaan itu. Dengan semua yang tlah terjadi... tapi aku tidak bisa. Kau tidak tahu betapa aku ingin kembali dan memelukmu saat kau menangis di pesta itu..."
"Aku tidak bisa. Aku tidak bisa mengulang masa lalu... aku ingin menjadi wanita, ibu dan adik yang lebih baik. Hanya itu. Cinta kita salah, tidak peduli seberapa besar dan dalamnya, tetap salah."
"Aku mengerti. Anggap saja ini pelukkan seorang kakak... pada adiknya." Sasuke memeluk Sakura menghirup bau harum wanita itu. Sudah lama dia merindukan kehangatan juga pelukkan ini. Mereka tidak bisa menjadi sepasang suami istri, mereka juga tidak bisa saling mencintai. Pernah melakukan sebuah dosa besar di masa lalu dan mereka sadar harus mengakhiri semua kesalahan itu. Tapi... Sekalipun Sarada berada di dunia ini sebuah kesalahan besar Sarada bukan sebuah dosa, putri mereka tidak tahu apa-apa, dia bukan dosa, merekalah yang berdosa. Jika tuhan mau menghukum hukumlah mereka jangan libatkan Sarada.
Sakura selalu berharap cukup dia yang dihukum, seberat apapun hukuman itu, dia tidak ingin orang-orang yang disayanginya menderita karena selama ini mereka sudah cukup menderita. Sasuke, Sarada.
.
.
.
.
Ketika terbangun dari tidurnya Sakura mendapati Sasuke tidur di bibir ranjang. Wajah pria itu pucat, dia tampak terlihat lelah. "Sasuke."
"Kau sudah bangun?" Sasuke tersenyum.
"Pulanglah."
"Jangan menyuruhku pulang," dia sangat tidak suka ketika Sakura menyuruhnya pergi. Sasuke ingin tetap di sini menemani Sakura. Dengan semua yang pernah dia lakukan dulu pada wanita itu dia sangat ingin membahagiakannya. Sekalipun cinta mereka salah Sasuke tetap mencintainya, dia tidak bisa membohongi dirinya lagi. Biarkan dia mencintai wanita ini. Dia tidak berharap memilikinya dia hanya ingin mencintainya.
Sakura tertawa kecil. "Pulanglah Sasuke kau bau..."
"Oh astaga aku tidak percaya kau baru saja menghinaku," Sasuke berpura-pura kesal, dia melipat tangan dan menatap Sakura. Sakura tidak mengatakan apa-apa dia terus tertawa. Suara tawanya begitu lemah tapi terdengar bahagia. Sasuke mencium keningnya kemudian pergi meninggalkannya sendiri di kamar itu.
Sakura tersenyum, dia merasa setiap waktu yang dilewatinya sangat membahagiakan. Dia sangat senang kesalah pahaman ini sudah berakhir. Lembar demi lembar dilihatnya album foto pemberian Mitsuki. Itu adalah sekumpulan foto Sarada yang Mitsuki ambil diam-diam.
.
.
.
.
.
.
.
.
Juugo dan Shion mengunjungi Sakura, mereka ingin mengajak Sakura kembali ke Jepang, tapi Sakura menolaknya. Dia bilang dia ingin tetap di sini. Juugo akhirnya menyerah, dia memberi Sakura waktu tiga hari. Demi kesehatan wanita itu Juugo terpaksa memaksanya pulang ke jepang. Sepertinya Sakura juga tidak menolak dia hanya tersenyum dengan keputusan Juugo. Saat pulang ke hotel Juugo memberitahu Sasuke melalui pesan singkat. Pria itu tahu Sakura tidak menginginkannya tapi dia harus memberitahu Sasuke.
Sasuke mengajak Sarada ke rumah sakit tempat Sakura dirawat. Yang membuatnya heran saat melihat kamar rawat Sakura sudah rapih. Apa dia sudah pergi? Tapi bukankah Juugo bilang mereka masih punya waktu tiga hari. Sasuke panik. Dia takut mereka tidak memiliki waktu tiga hari itu. Dia takut hal yang lebih buruk terjadi. Sasuke bertanya pada suster yang bertugas di sana. "Di mana Sakura? Kenapa kamarnya sudah dibersihkan?" Tapi tak lama kemudian Sakura datang dari kamar mandi.
Dia terlihat segar dengan rambut merah muda basahnya yang tergerai. Mengenakan kemeja putih polos dengan bawahan celana jeans pencil berwarna hitam. "Kalian?" Sakura mendekati mereka berdua lalu tersenyum. "Aku sudah baik-baik saja karena itu aku memintanya membereskan kamar ini."
Melihat ibunya sehat Sarada merasa sangat senang lalu memeluk Sakura. Sakura balas memeluk gadis kecilnya yang sebentar lagi akan beranjak remaja. Perlahan Sasuke mendekat lalu memeluk keduanya. Sakura tertawa, membayangkan dipeluk seperti ini saja dia tidak pernah, dia terlalu takut untuk membayangkannya, tapi saat seperti ini benar-benar ada.
Sakura sudah merencanakan banyak hal hari ini. Dan akan dia lakukan dengan Sarada dan Sasuke. Mereka pergi ke taman hiburan di kota itu. Dulu Sakura suka datang ke tempat ini bersama ibunya karena ayahnya sudah meninggal sejak ia masih di dalam kandungan. Kizashi dan Mikoto menikah bukan karena cinta. Kizashi, karena dia sekarat dan membutuhkan seorang pewaris hartanya sementara Mikoto karena paksaan dari keluarganya. Mikoto menyayangi Sakura sama seperti putra dari suami pertamanya, Sasuke. Dengan kekayaan yang Kizashi miliki mereka hidup bahagia tapi bukan berarti Mikoto melupakan Sasuke dan suaminya. Tidak. Mikoto tidak seperti itu. Dia tahu Sasuke dan Fugaku sangat membencinya karena itu diam-diam dia mengawasi mereka. Kalian pikir siapa yang memberi Sasuke pendidikan tinggi sampai bisa seperti ini?
Mereka menghabiskan waktu di taman hiburan, menaiki wahana ini dan itu, mencicipi setiap stan permainan dan makan. Mereka tertawa, bercanda, dan tersenyum sampai perut mereka keram karena banyak tertawa. Hari mulai senja kala itu. Untuk pertama kali dalam hidup mereka merasakan hal hebat seperti ini. Ini bukan taman hiburan besar melainkan taman hiburan tua tapi... Dari semua tempat yang pernah mereka datangi ini adalah tempat paling indah karena di tempat ini untuk pertama kalinya mereka menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Tidak ada benci. Tidak ada dendam. Yang ada hanya senyuman. Menikmati senja sambil duduk di rerumputan.
Sakura masih baik-baik saja ketika mereka menikmati senja tapi wajahnya mulai memucat seiringan senja berlalu. Tubuhnya perlahan jatuh mengagetkan Sasuke dan Sarada. Mereka sangat panik Sasuke segera menggendongnya ke mobil. Sarada menangis melihat Sakura tidak sadarkan diri dengan hidung berdarah. Tadi dia baik-baik saja kenapa tiba-tiba sekali? Mereka membawa Sakura kembali ke rumah sakit dan membiarkan dokter memeriksanya. Dari luar melalui celah kaca pintu UGD Sasuke melihat apa yang mereka lakukan. Segala upaya mereka lakukan di dalam sana. Wajah menyesal dokter dan perawat membuat Sasuke lemah. Kenapa bisa seperti ini? Ini seperti bom waktu.
Dokter menemui mereka diluar. Sarada tampak tidak menerimanya dan sangat marah. Sasuke berusaha menenangkannya, memeluknya sekuat yang dia bisa. Bagaimana bisa Sarada menerimanya? Dia baru saja merasa hidupnya sempurna tapi dalam sekejap kemsempurnaan itu hilang begitu saja. Menghancurkannya dengan sangat kejam. Apa yang bisa dia lakukan? Apa yang harus dia lakukan? Kenapa begitu cepat? "Sarada..."
"Katakan ini hanya mimpi... Katakan padaku papa..." Sarada memohon. Dia terus menangis dalam pelukkan Sasuke.
.
.
.
.
.
Sebanyak apapun waktu untuk melupakannya itu tidak akan cukup. Semuanya berlalu begitu saja. Rasanya baru kemarin dia pergi sekalipun dia sudah pergi beberapa bulan yang lalu. Rasa kehilangan itu masih terasa sangat nyata. Rasa sakit itu masih ada. Tapi apa yang bisa mereka lakukan, mereka tidak bisa melakukan apapun. Mungkin ini adalah yang terbaik bagi semuanya. Sasuke tidak mengatakan alasan mengapa mereka berpisah. Dia punya alasan mengapa tidak mengatakannya pada Sarada. Yang Sarada tahu Sakura adalah ibunya, Mikoto adalah neneknya dan Fugaku serta Kizashi kakeknya.
Sasuke dan Sarada sedang berdoa di pemakaman keluarga. Mendoakan tiga pusaran yang ada di sana. Rasa kehilangan itu masih ada membuat mereka kembali meneteskan air mata. Saat-saat menyenangkan ketika bersamanya begitu menyakitkan ketika mereka mengingatnya kembali.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
The And.