Desclaimer : Massashi Kishimoto
Pair : SasufemNaru
Rated : T
Genre : Drama, Romance
Warning : Ada out character- nya. Alur cepat, banyak Typo dan segala kekurangan.
Love to You By ; B "Broke" (bukan Lukas)
Uchiha Naruto, gadis berusia 19 tahun. Mahasiswa ilmu sosial semester pertama. Tinggal se apartement dengan seorang pria yang baru dikenalnya sebagai putra teman ayahnya sejak dua bulan lalu yang kini telah menjadi suaminya. Namanya Uchiha Sasuke, pria berusia 24 tahun, seorang pembisnis yang menyandang jabatan sebagai CEO muda menggantikan ayahnya.
Naruto bukanlah gadis pembangkang, karena itulah ia menerima perjodohan dan menikah setelah lulus SMA dengan pria yang belum pernah ia kenal dan jumpai. Ia tidak pernah peduli, seberapa buruk atau tampannya pasangannya itu, asal bukan pria yang suka mengatur- atur penampilannya seperti ayah serta ibunya.
Naruto bukan gadis tomboy, ia hanya lebih nyaman mengenakan pakaian pria dan memotong pendek rambutnya sehingga penampilannya menyerupai seorang pria tulen. Ia gadis cuek, bahkan dengan lingkungannya, tidak pernah berfikir panjang dan lebih suka bertindak.
Sekali lagi, Naruto adalah gadis cuek. Bahkan setelah pria yang menjadi suaminya mengatakan orientasi sexsualnya yang menyimpang, ia tidak mempermasalahkannya. Seperti itulah pria kaya nan tampan, fikirnya. Dia bersyukur karena tidak akan mengandung dalam waktu dekat. Ia merasa masih lajang, bukankah itu menyenangkan?
Dia bahkan bisa bebas berganti pakaian di depan suaminya tanpa gugup atau takut disentuh. Tentunya ia yakin kalau seorang gay tidak akan tertarik dengan lawan jenisnya, seberapapun moleknya tubuh wanita itu.
"Sudah bangun? Aku memasak pasta untuk sarapan." Ujar Naruto begitu melihat suaminya keluar dari kamar menuju dapur.
"Hmm.." Pria berambut raven itu membalas dengan gumaman tak niat. Diambilnya secangkir kopi di atas meja makan dan meminumnya seraya duduk di kursi meja makan, bersebelahan dengan dapur.
"Makanlah." Naruto meletakkan sepiring pasta di hadapan suaminya, sedang ia sendiri duduk di tempat yang berseberangan dan mulai menyantap jatahnya.
Mereka makan dengan tenang, hanya suara dentingan sendok dan piring yang terdengar. Tentunya Naruto lebih menyukai ketenangan sehingga dia tidak berniat memecah keheningan di antara mereka. Tetapi sepertinya suaminya sedang ingin mengobrol.
"Bagaimana kuliahmu?"
"Biasa saja." Jawab Naruto cuek.
"Apa ada pria yang kau suka?" Tanya Sasuke sambil memandang datar pasta yang masih tinggal setengah.
"Tidak untuk saat ini. Apa kau ingin aku mengenalkan beberapa teman priaku padamu?" balas Naruto, membuat mata berbeda warna itu saling pandang. Onyx dengan Shafir. Cukup lama, dan dengan emosi masing- masing.
"… Tidak." Ucap Sasuke setelah beberapa saat terdiam, "Terimakasih, tapi aku lebih suka yang berpengalaman." Lanjutnya dengan suara datar. Naruto memutar mata bosan. Ayolah, dunia perkuliahan itu luas. Mau mencari yang masih virgin atau berpengalamanpun juga ada.
Sarapan yang tertunda itupun akhirnya dilanjutkan. Sasuke menyantap setengah pastanya dan Naruto mengaduk- aduk makanannya. "Jadi, apa nanti malam kamu akan menginap di tempat pacarmu lagi?" Naruto bertanya santai, mengacuhkan pastanya dan segera meminum susunya. Mata sekelam malam meliriknya tajam.
"Aku sarankan jangan dulu, suamiku. Karena ayah dan ibumu mengundang kita untuk bermalam di tempat mereka." Lanjutnya setelah menyantap habis pastanya, kemudian beranjak seraya membawa bekas piring dan gelas kotor miliknya dan Sasuke untuk dicuci. "Aku akan pulang cepat. Kuharap kaupun begitu, karena sopir ayah akan menjemput kita pukul dua siang nanti."
Naruto mengakhiri pembicaraan, gadis muda itu segera beranjak mengambil jaket orange kesayangannya dan tas selempangnya kemudian melenggang keluar apartement.
"Ittekimashu!" serunya.
.
.
.
Seperti biasa, Naruto melalui harinya dengan sangat bosan. Bahkan hanya untuk berkumpul bersama kawan- kawannya ia nampak enggan. Jadilah dia hanya duduk di perpustakaan, membaca buku atau novel kesayangannya sampai jam kuliahnya datang.
"Sendirian, Uchiha- san?" Sapa sebuah suara beriton membuat Naruto mendongakkan kepala untuk memandang si penyapa.
"Sabaku- san. Kau sendiri, sedang apa di sini?" Tanya Naruto setengah tak niat setengah penasaran. Setahu Naruto, Sabaku Gaara adalah senior semester tiga yang lebih suka berkumpul bersama gangnya daripada menyendiri di perpustakaan. Apalagi ia adalah mahasiswa terkenal yang popular di kalangan gadis- gadis muda. Tampan, ber- IQ tinggi, semampai, dan seorang atlet Basket. Seperti suaminya. Tapi menurutnya wajah pemuda itu cenderung cantik, kalau dipasangkan dengan suaminya.. entahlah.
"Meminjam buku. Tapi begitu melihatmu sendirian di sini membuatku ingin menyapa."
"Oh." Perasaannya saja atau pria ini tengah PDKT dengannya. Karena entah di manapun dan hampir setiap hari, Gaara selalu mencoba menyapa dan memula pembicaraan di antara mereka saat sedang bertemu, dan tak segan pula menanyakan urusan yang sedikit err.. pribadi.
"Jadi, apa yang kau baca?" Benarkan. Ia pria kepo. Fikir Naruto agak jengkel.
Dipandangnya paras elok sang putra Adam lekat- lekat, membuat Gaara sedikit salah tingkah sampai- sampai ia tersenyum canggung dan menggaruk pipinya. Naruto mendengus.
"Apa ada sesuatu di wajahku?" Gaara bertanya dengan was- was
"Tidak. Tapi ada sesuatu di fikiranmu."
Gaara mengangguk menanggapi, kemudian ia menganbil tempat duduk di hadapan Naruto. Rasanya kurang santai jika harus mengobrol sambil berdiri.
"Oh, aku hanya berfikir. Bagaimana jadinya kalau kita menjadi sepasang kekasih."
Sabaku Gaara tersenyum manis seraya bertopang dagu melihat lawannya menyernyitkan dahi, ia tahu gadis di hadapannya itu pitar untuk bisa menangkap maksudnya. "Kau menembakku?" Gocha!, Gaara sukses menyeringai.
Itulah tipe kesukaannya, to the point, tanpa tersipu malu dan pura- pura tidak mengerti ataupun modus. Naruto benar- benar menarik untuknya.
"Tentu. Dan aku menunggu jawabannya." Tuntut Gaara dengan nada tenang.
Naruto terlihat berfikir. Hei, bukan salahnya kalau ia dikira masih single, bahkan setelah menggunakan marga suaminya. Pernikahannya tidaklah dilakukan secara besar- besaran. Hanya orang- orang tertentu saja yang diundang ke pestanya. Lagipula hubungannya dengan Sasuke tidak seperti Pasutri.
"Entahlah, Sabaku- san. Kita baru kenal beberapa hari." Tolak Naruto halus, atau ragu.
Ya, dia ragu. Baru kali ini dia ditembak seorang pria tak kalah tampan dari suaminya. Yang mungkin benar- benar menyukainya, sejujurnya Naruto ingin menerimannya, agar kehidupannya sedikit berbeda. Toh suaminya juga punya pacarkan, tapi.. haruskah ia menduakan?
Sekarang statusnya adalah istri. Apakah pantas bila seorang istri bermain api dibelakang suami? Walaupun, suaminya seperti itu tetapi, bagi Naruto itu tidaklah etis.
"Oke. Tidak masalah, mungkin kita perlu saling mengenal dulu. oh ya, panggil saja aku Gaara, Naru- Chan."
"Baiklah, Gaara- Kun."
.
.
.
Sejak beberapa menit yang lalu, mata sewarna langit musim semi itu terus memandang jalanan di depannya dengan diam. Saat ini gadis bernama Uchiha Naruto itu tengah menuju ke kediaman Uchiha bersama Suaminya. Cukup risih juga karena ia harus menggunakan gaun putih gading lengan panjang pilihan mertuannya.
Diliriknya pria berkemeja biru tua di sampingnya, juga nampak asik memandangi jalanan dari kaca mobil sampingnya. membuat mereka nampak saling memunggungi. Dia tahu bahwa suaminya tengah bosan, apalagi sebentar lagi ia akan bertemu ayahnya yang tahu penyimpangannya dan menentangnya keras sampai menikahkan mereka berdua.
"kau baik- baik saja, Sasuke?" Tanya Naruto mencairkan suasana, tapi pandangannya kembali ke jalanan. Tak menghiraukan mata gelap suaminya menghujani punggungnya dengan tajam.
"Hhh.." Helaan nafas terdengar. Sasuke menyandarkan punggungnya pada jok kursi penumpang. Dan memandang ke arah depan, membuat Naruto tertarik untuk menatap paras elok suaminya.
"Ada masalah dengan kekasihmu?" Bisik Naruto menduga.
Kelopak mata yang sempat tertutup beberapa detik itu kembali terbuka. Kini mata sekelam langit malam menghujam paras istrinya yang bermake- up tipis, cukup cantik dan terlihat alami. Rambut pirang yang biasanya berantakan kini disisir rapi dan lurus sampai ke batas leher, juga jepitan rambut berbentuk jeruk di sudut kening itu membuat sosok Naruto jauh dari kesehariannya.
"…"
Sasuke terdiam. Ia terus mengamati paras istrinya yang manis tanpa berniat menjawab. "Tak apa jika tak mau cerita. Itu juga bukan urusanku. Kalau kau rindu, hubungi saja setelah kita ke kamar nanti." Ujar Naruto setelah yakin bahwa suaminya tidak akan menjawab pertanyaannya. Dia merasa bodoh karena bertanya hal pribadi suaminya, jadi dia lebih baik tidak membahasnya lagi.
"Ah ya, tadi ada seorang mahasiswa popular di kampusku yang menyatakan perasaan padaku." Curhatnya. Teringat akan sosok jangkung berkulit putih dan berwajah oval yang menemaninya selama di perpustakaan kampus untuk membaca.
"Kau menerimanya?" Sasuke berujar datar. Pandangannya kembali teralih pada deretan bangunan megah sepanjang jalan.
"Tidak. Atau belum. Aku tidak mungkin menerimanya jika baru beberapa hari kenal. Rasanya aneh."
"Tapi kau langsung menerimaku menjadi suamimu."
"Itu berbeda."
"Begitu."
Hening sejenak. Hingga tiba- tiba mobil berhenti di depan sebuah rumah megah bertingkat. Sang sopir keluar dari mobil, membuka pintu penumpang dan menunduk hormat. "Kita telah sampai, tuan."
Keduanya turun dari mobil. Sementara sang sopir memarkirkan mobil ke garasi. Pasangan muda itu berjalan mendekati sepasang pasutri Uchiha senior yang telah menanti di depan pintu masuk. Naruto menarik tangan suaminya untuk digenggam. Bagaimanapun juga, mereka harus bersikap romantis saat ini, jika tidak mau mendapat masalah.
"Wah- wah, kau terlihat mempesona, sayangku. Ternyata tidak sia- sia aku mengirimkan baju itu agar kau kenakan." Ibu dua anak bernama Mikoto mendekat, memeluk gemas menantu kesayangannya itu. Wajah semi tuanya terlihat berseri setelah mendapat senyuman manis dari Naruto.
"Terimakasih ibu." Ucap Naruto. Pandangannya kini teralih kepada pria di samping Mikoto.
"Selamat sore, ayah. Apa kabar?"
"Baik, menantuku. Masuklah, kita berbincang di dalam."
.
.
.
Waktu berlalu begitu cepat, setelah berbincang dan makan malam. Kini Pasutri muda itu telah berada di kamar mereka. Terlihat Naruto yang tengah berganti pakaian dengan kaos yang lebih longgar serta celana tiga perempat berbahan katun.
Sedangkan Sasuke baru saja menyelesaikan acara mandinya. Sepasang iris onyxnya memandang sang istri yang bersiap tidur di sofa. Lagi.
"Tidurlah di kasur. Aku tidak akan melakukan apapun. Setidaknya tidurlah bersebelahan denganku untuk saat ini."
Naruto yang telah membaringkan tubuhnya di sofa panjang menatap punggung suaminya yang asik mengenakan pakaian. "Melakukanpun tidak masalah untukku. Lagipula kita sudah menikah. Hanya saja kebiasaanku untuk tidur di sofa tidak bisa hilang."
"Terserah kalau begitu." Ketus Sasuke menanggapi.
Pria muda bersurai biru gelap itu berjalan dan mendudukan diri di ranjang, mengambil handphone- nya di meja nakas dan memandanginya lama tanpa melakukan apapun. Membuat Naruto menyernyitkan dahi.
"Ada apa?" Sesaat mata tajam Sasuke melirik ke arah istrinya. "Kalau rindu tinggal hubungi sajakan?" lanjut gadis bersurai pirang sambil mendengus geli. Lucu sekali melihat Uchiha Sasuke yang ganteng luarbiasa nan dingin itu galau karena pacar lelakinya. Huh, menggelikan… atau menyedihkan.
Perasaan asing tiba- tiba merasuki hatinya, entah sejak kapan gadis itu mulai merasakannya. Hatinya serasa dicubit saat melihat suaminya seperti sekarang. Ia memang gadis cuek, tetapi.. tetap saja ia bisa merasa karena mempunyai hati. Menyesakkan.
Naruto menggeleng pelan. Mengenyahkan fikiran terakhirnya sebelum berbalik memunggungi suaminya. "Jika sudah selesai. Tolong matikan lampunya ya." Serunya yang kemudian memejamkan mata. Sudah menjadi kebiasaannya pula, ia tidur tanpa selimut. Toh ruangannya sudah diberi penghangat ruangan. Jadi tak perlu khawatir akan kedinginan.
Secepat ia memejamkan mata, secepat itu pula mimpi menyambutnya. Meninggalkan pria muda dengan kulit seputih porselen yang berjalan pelan ke arahnya dan menyelimuti tubuh kecil gadis itu. Tatapan sepasang iris onyx itu menyendu saat melihat wajah polos gadis yang tengah berlabuh dalam mimpi indahnya.
.
.
.
Hari minggu pagi di kediaman Uchiha muda. Naruto, gadis bersurai pirang pendek. Tengah mengaduk- aduk sup tomat kesukaan suaminya. Semalam pria itu tidak pulang, kemungkinan pagi ini ia akan pulang untuk sarapan dan berganti pakaian. Menginap di tempat pacarnya bukan sesuatu yang baru untuk Sasuke, Naruto sudah terbiasa. Yang jadi fikiran gadis itu untuk saat ini adalah keadaan suaminya yang kacau setelah pulang dari kediaman orang tuanya. Entah apa yang terjadi. Jujur saja, beberapa hari ini dan entah sejak kapan perasaanya sedikit sensitive jika berurusan tentang Sasuke dan sikapnya.
"Mungkinkah…"
Ttrrr ttrrr
Getar ponsel dalam sakunya memutus gumaman lirihnya. Dengan tenang dimatikannya kompor gas di hadapannya dan segera membuka ponsel. Sebuah pesan masuk dari suaminya sukses membuatnya tercenung.
From : Sasuke- Temeboy
Masaklah lebih banyak.
Aku akan pulang membawa teman
"Teman?" Naruto berujar lirih, ia berfikir sebentar. Kemudian meletakkan ponselnya di samping pisau dapur. Perlahan ia mulai melanjutkan masakannya.
Naruto tahu makna 'teman' bagi Sasuke. Ini pertama kalinya Sasuke akan mengajak pacarnya kemari.. bertemu dengannya, istrinya sendiri. Tak bisa dipungkiri, jika kini dadanya kembali terasa sesak. Yeah, semoga saja bukan pria yang sama kekarnya dengan suaminya. Atau itu akan sangat mengerikan untuk Naruto bayangkan.
Tetapi, suara ponsel kembali terdengar. Kali ini nada panggilan masuk. Dengan cepat diangkatnya telfon itu tanpa melihat nama sipemanggil. "Halo?" Naruto menyapa tidak penuh minat, handphonenya ia pegang dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya kembali mengaduk sup yang hampir matang.
'Hai, Naru- chan. Apa kabar?' Naruto menyernyit. Ia menatap ponselnya sejenak untuk mendapati nomer telfon tak dikenal setelah itu menempelkannya kembali ke telinga kiri.
"Saba_ ah, maksudku Gaara- kun. Aku baik. Bagaimana kau tahu nomorku?"
'Dari seorang kenalan. Apa kau ada waktu hari ini? Aku ingin mengajakmu nonton.'
"Bagaimana ya.. Aku.."
Belum sempat Naruto menyelesaikan kalimatnya, sebuah suara pintu terbuka mengalihkan perhatiaanya. Diikuti sapaan yang begitu khas di pendengarannya.
"Tadaima."
"Maaf, Gaara- kun. Sepertinya aku tidak bisa. Sampai jumpa." Putusnya cepat kemudian memutus sambungan teleponnya.
"Okaeri, Sasuke." Balasnya begitu melihat suaminya berjalan ke arahnya diikuti seorang pemuda bersurai hitam di belakangnya.
"Hn. Apa yang kau masak, Naru?" Sasuke bertanya. Ia mendekati istrinya serta mencicipi masakannya. Kemudian dengan lembut memandang ke arah pria yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Kau bisa makan sup tomat dengan tahu kan, Tetsu?" Tanyanya. Dibalas senyuman manis pria itu. Membuat Naruto tertegun. Semanis inikah pacar Sasuke? Batinnya
"Aku bisa menyisihkannya, Sasu- kun." Jawabnya. Sekali lagi Naruto terpaku, suara halus dan lembut di pendengaran milik pria itu entah kenapa menambah beban hatinya.
Naruto mulai menyiapkan Sarapan mereka di meja makan, saat Sasuke mendudukkan diri di samping Tetsu dan mengacuhkannya. Mereka berdua asik mengobrol. Sepasang shafir milik gadis satu- satunya yang berada di sana terus menyorot mereka dengan setitik luka. Tetapi dengan cepat Naruto mengalihkan pandangannya. Sepertinya ia tidak akan bisa ikut sarapan bersama mereka.
Jika tahu seperti ini, seharusnya ia menerima saja ajakan kencan Gaara. Lihatlah, betapa serasinya mereka. Bahkan suaminya yang selalu bersikap datar dan dingin padanya bisa berlaku selembut itu pada pemuda bersurai hitam itu. Sedangkan pria pasangannya begitu manis dengan semburat merah tipis di kedua pipi putihnya. Beginikah pasangan gay? Kenapa lebih romantis?.
"Hhhh.. " Naruto menghela nafas. Ia telah selesai menghidangkan masakannya, dan mereka kini tengah menikmatinya.
Naruto harus mengingatkan dirinya sekali lagi bahwa ia gadis cuek, sehingga ia berusaha bersikap sewajarnya dengan bermain ponsel untuk menghilangkan kekalutannya. Di hadapannya, secangkir coklat hangat menemani paginya dengan setia.
"Kau tidak sarapan?" pertanyaan dengan suara beriton, berasil mengalihkan atensinya pada ponsel.
"Sudah." Bohongnya.
"Apa kau tidak kencan? Ini hari minggu."
"Tidak, aku siang nanti harus ke perpustakaan kota. Mencari resensi untuk pembuatan makalah."
"Eh, mamangnya Naru- chan sudah semester berapa? Maaf, jika aku memanggilmu dengan sok akrab. Sasu- kun sering menceritakan tentangmu padaku." Kali ini suara lembutlah yang menyahut. Naruto terdiam, memandang pria itu sedikit lebih lama sebelum membalas pertanyaannya.
"Tidak apa- apa, Tetsu- kun. Aku baru semester pertama."
"Wah. Kamu ambil jurusan apa?" Pemuda bernama tetsu itu kembali bicara, dengan nada antusias.
"Aku.."
"Sudahlah, Tetsu. Segera habiskan sarapanmu. Setelah ini kita ke taman kota. Bukankah kau ingin jalan- jalan." Potong Sasuke cepat, terdengar sedikit nada cemburu dalam ucapannya. Membuat Naruto meringis karena lagi- lagi perasaan menyesakkan itu datang kembali. Cemburu dengan istrinya sendiri? Sifat seorang gay memang selalu possessive ya, batinnya miris.
"Ah, benar juga. Kau mau ikut, Naru- chan?"
"Tidak. Terimakasih."
Naruto menjawab singkat. Ia terdiam, hatinya sakit sampai- sampai ia tak mampu untuk membalas tatapan tajam suaminya.
.
.
To be continue
..
Hai semua.. untuk pembaca yang menunggu kelanjutan Kost Absurd. maafkan saya, belum bisa melanjutkan karena belum ada mood humor. Walau ada ide, tapi kalau mood nggak ada juga percuma. Pasti bakal garing dan aneh.
Akhir- akhir ini saya memang kesusahan buat cerita. Ini saja saya mengedit cerita lama milik saya yang sudah usang. Semoga kalian menikmatinya dan bersedia memberi review.
Fic yang ini temanya ringan kok, dan akan selesai di chapter dua nanti. Hehe
Salam : B "Broke".
.
.
.
Mind to review?