Malam mulai larut. Angin musim dingin berhembus. Tidak kencang, namun dinginnya mampu menyusup ke dalam tulang. Sehingga membuat gadis bersurai jingga itu mengeratkan mantel yang dipakainya. Kagura berjalan seorang diri di jalanan sepi menuju rumah yang selama ini ia tempati.
Kedua tangannya menyilang di depan dada memeluk diri sendiri. Mencoba melindungi tubuhnya dari dinginnya angin dan dingin suatu hal yang lain. Langkah kakinya sedikit gontai dengan wajah menunduk menatap ke jalan yang dipijaknya. Jika dilihat dari jauh, mungkin Kagura akan tampak seperti orang asing yang tersesat. Tapi jika dilihat dari dekat, maka hanya seorang gadis bernama Kagura dengan mata biru yang menatap kosonglah yang ditemukan.
Kagura terus berjalan tanpa peduli jika ada sebuah mobil meluncur kencang tepat ke arahnya. Begitu mobil sudah begitu dekat dengannya, barulah Kagura menyadari. Tapi bukannya menghindar, gadis itu malah berhenti di tengah jalan. Seolah membiarkan tubuhnya disantap habis oleh mobil tersebut. Beruntung si pengemudi mampu mengendalikan mobil tersebut meski harus sedikit menyerempet tubuh Kagura dan menyebabkan gadis itu terjerembab jatuh ke tanah.
Dua manusia laki-laki keluar dari mobil tersebut dan menghampirinya. Kagura tetap terbaring di badan jalan. Tak ada ekspresi syok ataupun kesakitan yang tersirat di wajahnya. Wajahnya tetap datar dan kosong.
"Kagura-chan? Kau terluka?!" tanya seseorang panik. Kagura seperti mengenal suara tersebut, namun otaknya menolak untuk berpikir saat ini.
"Woi, China?!" seru seseorang lagi. Tapi kali ini Kagura tahu suara juga panggilan khas orang itu padanya. Suara itu adalah suara yang sudah sangat ia kenal. Suara dari kapten divisi satu Shinsengumi, Okita Sougo.
Dengan sedikit usaha, Kagura menggulirkan pandangannya pada laki-laki itu. Bulan yang sedari tadi tertutupi awan kini mulai menampakkan cahayanya. Perlahan tapi pasti sekarang Kagura bisa melihat wajah memuakkan laki-laki yang sedang berjongkok di depannya ini. Air mukanya menunjukkan rasa khawatir yang berusaha pria itu tutupi. Melihat itu sudur bibir Kagura terangkat membentuk senyum tipis.
Bibirnya terbuka dan menyebutkan sebuah kata. "S-sadist."
Hanya itu. Karena setelahnya kegelapan perlahan menyergapnya. Menyeretnya pada dasar tak berujung. Tapi ia senang karena wajah Sougo adalah wajah yang terakhir ia lihat ketika Kagura menutup mata.
Meski begitu, seruan terakhir dari pria itu ketika memanggil namanya masih sempat terdengar.
"Hei, Kagura! Bertahanlah!"
-oOo-
.
OkiKaguFanFiction.
Gintama © Sorachi Hideaki.
Ai no Shiken © Hana Kumiko.
Warning! Typo(s), Ooc. DLDR.
Enjoy reading, aru.
.
-oOo-
Gadis itu berjalan dengan ceria. Pakaian yang dipakai berwarna merah seperti biasa. Hanya saja cheongsam hari ini bermodel sepanjang mata kaki tanpa lengan dan berbelah dari kaki hingga paha. Sepatu boots hitam masih senantiasa menjadi couple cheongsam yang ia pakai. Payung berwarna ungu terbentang melindunginya dari paparan sinar matahari. Senyumnya selalu berkembang ketika bertemu dengan orang yang ia kenal menyapanya.
Gadis itu selalu tersenyum. Setiap hari seperti musim semi baginya.
Ia terus melangkah santai dan teratur. Tapi begitu manik lautnya menangkap sebuah pintu gerbang raksasa istana Shogun, langkahnya menjadi berlari kecil. Para penjaga gerbang yang melihat sosok Kagura segera membungkuk hormat yang dibalas dengan senyuman lebar.
"Kai~ mon~" teriak salah satu penjaga. Dan pintu langsung terbuka. Di dalam sana sudah berdiri Souyo dan kakek yang entah kenapa masih memiliki umur panjang.
"Perhatian~ Souyo-hi-" belum sempat Rotten Maizo berbicara, Kagura sudah berlari dan memeluk Souyo.
Mungkin usia Kagura sudah mulai beranjak dewasa, namun tidak dengan mentalnya yang masih sama seperti bocah berusia 5 tahun.
"Souyo-chan, aku rindu padamu, aru," ujar Kagura girang.
"Aku juga, Kagura-chan," sahut Souyo tak kalah senangnya. Dan keduanya tertawa bersama. Sama seperti biasa, ketika kedua gadis ini bertemu mereka akan menarikan tarian aneh nan absurd.
"Ne ... ne ... Souyo-chan, apa yang ingin kau ceritakan padaku, aru ka?" tanya Kagura begitu selesai menarikan tarian wajib. Dan mengabaikan jiiya.
Wajah ceria Souyo berubah menjadi sendu. Dan itu membuat Kagura kebingungan.
"Kenapa, Souyo-chan?"
Pria tua yang pernah menjadi penasehat Shogun tersebut menyadari perubahan suasana hati sang putri. "Bagaimana kalau kalian berdua berbicara di dalam saja?"
Kagura mengangguk menyetujui, sedangkan Souyo hanya diam.
Mereka berjalan beriringan ke dalam istana. Begitu masuk, jiiya sempat menyuruh pelayan istana untuk membuatkan beberapa minuman dan camilan untuk tamu sang putri. Dalam perjalanan menuju ruangan Souyo, mereka sempat berpapasan dengan Shogun sekarang, yaitu Nobunobu. Keadaan pria itu 'sedikit' mengenaskan karena saking seringnya dijadikan samsak tinju oleh seseorang yang tidak dikenal Souyo. Ketika mendengarnya Kagura hanya mengangguk takjub. Salut dengan siapapun orang yang berani melawan Shogun baru tersebut.
Sekarang ... mereka sudah berada di ruang pribadi Souyo. Teh dan camilan pun telah disiapkan. Tapi untuk saat ini Kagura tidak langsung memakannya. Mengingat suasana hati Souyo yang sedang suram.
"Ada apa Souyo-chan?"
"Ne, Kagura-chan ... bagaimana rasanya menikah?" bukannya menjawab, tuan putri malah bertanya balik pada Kagura.
Kagura mengangkat kedua alisnya bingung. Rasanya menikah? Tentu saja Kagura tidak tahu. Dia bahkan tidak pernah pacaran. Tapi kata maminya dulu, menikah itu ... bahagia.
Tunggu dulu! Kenapa Souyo-chan bertanya tentan menikah? Apa jangan-jangan ..."
"Souyo-chan! Jangan-jangan kau-" Kagura tidak bisa meneruskan kata-katanya. Matanya membelalak begitu melihat temannya itu mengangguk lemah.
"Benar, Kagura-chan. A-aku ... aku akan segera menikah~" seketika itu pula tangisan Souyo pecah. Kagura mendekati gadis itu dan memeluknya.
"Ssstt~ tenanglah, aru," ucap Kagura menenangkan. Tangannya mengelus pundak gadis yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri tersebut.
"T-tapi semua sudah diatur, Kagura-chan~" rengek Souyo.
Souyo memang bukan adik Shogun lagi, tapi dia masih tetap keluarga Shogun. Dan untuk masalah pernikahan tentulah Souyo harus mendapatkan mempelai lelaki pilihan.
"Apa kau sudah bertemu dengan laki-laki yang akan menjadi suamimu?" tanya Kagura. Ia melepaskan pelukannya dan membantu Souyo menghapus air matanya.
Sebagai jawaban atas pertanyaan Kagura tadi, Souyo mengangguk. "Sudah ... tadi malam."
Kagura tersenyum kecil. Matanya membulat penasaran. "Apa dia tampan, aru ka?"
Souyo memiringkan kepalanya. Mencoba memikirkan kembali wajah laki-laki yang ditemuinya tadi malam.
"Mungkin." Kagura mengernyit. "Mungkin?"
"Kurasa Kagura-chan mengenalnya kok," kata Souyo membuat Kagura semakin penasaran.
"Siapa, aru ka?" tanya Kagura tanpa menutupi rasa keingintahuannya.
"Eh ... Kagura-chan ingin tahu?"
Sebenarnya wajah polos Souyo yang bertanya seperti itu membuat Kagura gemas. Tapi ia tahan demi dahaga penasarannya ini.
"Tentu saja, Souyo-chan. Cepat beritahu aku," desak Kagura melupakan kesedihan sahabatnya itu.
"Dia adalah ... Okita-san," ujar Souyo.
"Okita ... san?" Kagura mencoba memastikan kembali ucapan Souyo.
Souyo mengangguk. "Ha'i. Okita Sougo-san desu."
"Eh?" Tidak ada yang tahu apa yang ada di benak Kagura saat mendengar nama itu tersebut sebagai calon mempelai laki-laki temannya itu.
-oOo-
Kagura berjalan seperti biasa menuju rumah kontrakan yang ditinggalinya bersama Gintoki. Binar bahagia yang ia tunjukkan tadi pagi menghilang tak berbekas. Berbalik 180 derajat menjadi ekspresi suram yang sama sekali bukan Kagura. Itu karena kabar yang ia dengar dari Souyo.
Tidak ... tidak ... Kagura bermuram durja bukan karena Souyo akan menikah. Tentu saja Kagura senang temannya itu akan segera menikah. Tapi, kenapa harus dengan pria itu? Kenapa harus dengan Okita Sougo?
Kagura menghela napas lelah. Ini sudah kesekian kalinya Kagura menghela napas. Karena berjalan sambil melamun, Kagura tidak menyadari kalau seorang yang menjadi obyek pikirannya sedang berjalan dari arah berlawanan dengannya. Laki-laki itu berjalan santai sambil membawa sebuah tas plastik berisikan sesuatu. Entah punya rencana apa, bukannya menghindar laki-laki itu malah sengaja menabrakkan dirinya pada Kagura. Membuat gadis itu mengaduh dan bersiap untuk menghajar siapapun yang menabraknya.
Tapi begitu manik Kagura menangkap sosok Sougo, niat itu ia urungkan.
Sougo mengernyit kebingungan. Tidak biasanya gadis itu diam ketika tahu bahwa Sougo-lah yang membuat hidung pucat si gadis itu merah karena terbentur dadanya.
"Kau kenapa? Tumben sekali sepi," tanya Sougo sambil menyindir. Ia memiringkan kepalanya untuk menelisik lebih jauh ekspresi gadis yang sedang menundukkan kepala. Kagura mundur selangkah. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
"A-aku tidak apa-apa, aru," jawab Kagura.
Sougo masih tetap memandang datar gadis berambut senja tersebut. Ia menghela napas sejenak sebelum kemudian meraih tangan Kagura dan menariknya. Sougo membawa Kagura ke sebuah lapangan. Mendudukkan gadis itu di sebuah bangku sementara Sougo pergi untuk membeli minuman untuk mereka berdua.
"Hm." Sougo mengulurkan sebuah jus jeruk kalengan. Kagura segera menerimanya.
"Tadi kau dari mana?" tanya Sougo memulai pembicaraan.
Gadis Yato di sebelahnya itu tetap diam dari tadi. Kagura hanya memainkan jus yang ada di tangannya. Pandangannya sama sekali tak mengarah ke Sougo, melainkan tanah rerumputan yang menjadi tempat kaki mereka berpijak.
"Aku ... baru saja dari tempat Souyo-chan, aru," jawabnya pelan.
Sougo menghela napas. "Apa dia bercerita sesuatu padamu?"
Kagura mengangguk pelan. Sekarang Sougo tahu apa penyebab gadis itu menjadi murung.
"Kau tidak perlu menjelaskannya, aru. Aku tahu semuanya," ujar Kagura pelan. Suaranya terdengar parau.
"Dan aku tidak sedih. Tenang saja, aru," lanjut Kagura yang tentunya sangat berbeda dengan apa yang terpatri di wajahnya.
Sudah tiga tahun berlalu sejak anggota Shinsengumi kembali ke Edo. Dan sampai sekarang pula pertemanan antara Sougo dan Kagura masih tetap terjalin. Bertengkar, bertengkar dan bertengkar. Masih seperti itu sampai sekarang. Apapun yang mereka ingin katakan secara tersirat, Kagura dan Sougo akan bertengkar.
Itu juga yang terjadi satu tahun yang lalu. Sougo yang jarang sekali mengunjungi Yorozuya tiba-tiba muncul di depan rumah dan mengajak Kagura ke jembatan Edo. Mereka memang biasa bertemu dan berkelahi di sana. Kemudian setelah mengatakan kalimat yang membuat Kagura terkejut, Sougo langsung menendang Kagura hingga gadis itu jatuh ke sungai. Kagura yang terpancing sudah pasti langsung melayani pangeran tersebut. Dan pertempuran berhasil dimenangkan Sougo.
"Yosh. Karena aku yang menang, sekarang kau menjadi budakku," ujar Sougo santai lengkap dengan seringainya.
"Aku tidak bilang kalau aku menerima taruhan itu, aru!" protes Kagura tidak terima.
"Aku sudah bilang bukan, kalau aku yang menang kau akan menjadi budakku dan jika aku yang kalah aku akan membelikanmu sepuluh tsukonbu."
"Itu tidak adil, aru!" seru Kagura. Kemudian Sougo mendekat ke arahnya. Tanpa pernah Kagura sangka sebelumnya, bibirnya dibungkam dengan indah oleh Sougo. Tubuh Kagura membeku.
"Ssstt ... jadilah budak yang baik," bisik Sougo tepat di telinga Kagura. Tangan besar laki-laki itu menepuk pelan puncak kepala Kagura dan meninggalkan gadis yang masih belum sembuh dari keterkejutannya.
Wajah Kagura merah padam karena malu.
"K-K-K-KEMBALI KAU, DO-S YAROOO~" teriakan Kagura sore itu menjadi momen termanis bagi Sougo.
Kembali ke masa sekarang. Di mana dua manusia yang sebenarnya sepasang kekasih itu sedang diuji. Adalah Kagura yang entah kenapa sampai sekarang tidak bisa menolak kalau dirinya dalah kekasih −budak dalam kamus Sougo− dari pria sadis di sampingnya. Dan Sougo yang dengan alasan telah menyelamatkan nyawa Souyo-hime terpilih menjadi calon pendamping hidup sang putri.
Keduanya sama-sama sakit. Berkata jujur? Sayangnya Sougo bukan orang yang mau jadi musuh negara demi cinta. Di antara teman-teman terdekat, sama sekali tidak ada yang tahu kalau kedua makhluk berbeda jenis tersebut memiliki hubungan lebih dari sekedar teman ataupun rival. Sekalipun sudah diberitahu, pasti mereka tidak akan percaya, mengingat sifat keduanya yang sama-sama sadis dan tak pernah damai ketika bertemu.
Kagura berdiri dari duduknya. Ia menengokkan sedikit kepalanya pada Sougo yang juga tengah memandangnya.
"Selamat, aru. Aku yakin kalian akan bahagia," ujar Kagura tidak bisa menyembunyikan getar dalam nada suaranya. Sejenak ia memutuskan untuk menatap tepat ke manik crimson Sougo. Hanya sebentar. Karena setelahnya, Kagura membuka payung ungunya tersebut dan menggunakannya. Membiarkan bayangan gelap dari payung tersebut menyelimuti tubuhnya.
Langkah Kagura terhenti begitu mendengar Sougo bersuara.
"Apa kau akan menyerah?" tanya Sougo.
Kagura tidak bergerak ataupun berbalik dari posisinya. "Aku tidak menyerah, aru. Aku hanya merelakan."
"Merelakan katamu?" Sougo tersenyum miring di belakangnya. Tanpa menoleh pun Kagura tahu itu. Karena dia adalah Okita Sougo.
Kagura mengangguk. "Cinta itu tentang merelakan orang yang di cintainya bukan?"
Sougo tidak menjawab. Kagura kembali melangkahkan kakinya. Salah satu tangannya yang bebas melambai pada Sougo.
"J-jangan lupa traktir aku tsukonbu yang banyak ketika kau menikah nanti, aru~" seru Kagura berusaha lantang. Meski di akhir kalimat suaranya tercekat karena tak bisa menahan isakan yang sudah terbendung dari tadi.
Dilihat dari belakang, gadis itu terlihat tegar. Tapi begitu orang melihatnya dari arah depan, bibirnya mencebik melengkung ke bawah. Air mata terus keluar tanpa henti dari matanya sekalipun berulang kali Kagura menghapusnya.
Di belakang sana, Sougo memandangi punggung rapuh gadis senja tersebut.
Sebuah seringai terukir di bibirnya.
"Heh~ cinta?"
Sore ini mereka berpisah. Entah untuk selamanya atau tidak. Siapa yang tahu bagaimana dan ke mana takdir akan membawa mereka.
-oOo-
.
To be continue.
.
-oOo-
.
Lanjut? Atau E.N.D?
Kritik dan saran sangat diterima.
Pay pay~~~
Hana Kumiko ^^