Judul : Gadis Numpang yang mengubah hidupku.
Genre : Romance, Slice Of Life
Chapter 2 : Bagaimanapun, Hyuuga Hinata itu gadis cengeng
.
2-A
.
Sehabis makan malam aku, Hinata, kini sedang berada di kamar Uchiha Sasuke, kamar yang merupakan tempatku untuk sementara saat aku tinggal di Jepang. Aku datang ke Jepang dengan tujuan untuk membawa kakakku, Hyuuga Neji kembali ke Italia karena perintah ayahku.
Kakakku telah berada di sini sekitar satu tahun yang lalu, tepatnya saat dia berada disemester genap tingkat dua. Saat itu aku tak mengetahui jika dia telah pergi dari rumah untuk pindah sekolah ke mari karena saat itu aku telah telah pergi untuk mengikuti kegiatan manajer ayahku sekaligus untuk belajar hal lain darinya yang waktu itu memang dipanggil ke lokasi berbeda negara dengan tempatku tinggal.
Dan saat pulang kembali beberapa waktu lalu, ayah cukup terkejut dan akhirnya menyuruhku untuk membawa pulang Kak Neji.
Namun kakak menolaknya dan karena itulah aku tetap berada di sini untuk sementara, untuk membujuknya lagi.
Dan kenapa kamar Sasuke menjadi tempatku untuk tinggal?
Karena waktu itu di depan pintu rumah asrama saat aku mengatakan ingin membawanya pulang, kak Neji langsung menutup pintunya tanpa mengatakan apapun.
Secara tidak langsung dia telah menolakku, sekaligus mengusirku.
Pada saat di luar itu, Sasuke keluar untuk menghampiriku seperti yang kuduga.
"Setiap kali ada gadis kesulitan, lelaki yang baik pasti akan menyelamatkannya."
Itulah kata-kataku yang saat itu kuucapkan, dan Sasuke langsung membawaku untuk tinggal di kamarnya untuk sementara.
Lalu di sinilah aku, Dengan sebuah manga shoujo di tanganku, aku berbaring di tempat tidur sambil membaca.
Suara halus garisan pensil pada kertas membuat konsentrasi bacaku sedikit terganggu karena panasaran. Aku memutuskan untuk melihat Sasuke yang merupakan sipemakai pensil itu.
Dia sedang fokus menggambar sesuatu... tidak, itu lebih terlihat seperti bagan dan tulisan laporan.
"Kau sedang apa?" Tanyaku penasaran.
Sambil terus menulis, Sasuke menjawab. "Ini file untuk festival budaya."
"Festival Budaya? Kedengarannya menarik."
"Ya, tapi sepertinya aku butuh usaha keras."
Aku tersenyum mendengarnya. Sebentar lagi kau akan hancur.
Aku sangat mengerti perasaan laki-laki itu. Itu perasaan orang minder yang memaksa dirinya bersemangat.
2 hari tinggal di sini sudah cukup membuatku mengenal semua orang di sini. Dari fakta yang kudapat, Sasuke adalah satu-satunya anak yang tidak memiliki bakat ataupun tujuan di asrama ini.
Tapi dia bukannya tidak memiliki tujuan, hanya saja dia masih bingung dengan tujuannya karena dia tak memiliki suatu ketrampilan yang patut dibanggakan.
Dia juga sadar dengan dirinya, sadar bahwa dia adalah satu-satunya anak yang tidak memiliki bakat di asrama ini.
Dari semua anak yang kutemui di asrama ini, Sasukelah yang memiliki pribadi yang paling normal. Kuakui kakakku itu tidaklah normal.
Dan aku yakin karena point itu Sasuke lebih depresi lagi.
Maksudku, siapa coba yang tidak merasa kesal jika dirinya dikalahkan oleh orang-orang aneh. 'Kenapa orang-orang aneh seperti itu bisa memiliki kelebihan yang sangat luar biasa sedangkan diriku yang normal tidak?' Mungkin seperti itulah isi pikirannya.
Dikelilingi oleh orang luar biasa di sekitarmu sudah pasti menjadi tekanan tersendiri.
Aku pernah mengalami ini, dan karena hal seperti inilah yang membuatku benci dengan Kak Neji.
Bakat dan kerja keras sungguh berbeda.
Hanya dengan sedikit bekerja, orang yang berbakat pasti akan sukses dengan mudah.
Sedangkan seorang pekerja keras jika dia tak memiliki bakat, sukses hanyalah angan belaka. Mungkin masih ada sedikit kemungkinan, tapi ingat, hanya 'sedikit', dan jika halangan untuk menjadi sukses baginya hanyalah 'kemungkinan sukses yang kecil' maka kau salah. Masih ada persaingan kerja, kesialan, dan macam-macam halangan lainnya.
Berbeda dengan orang berbakat. Orang berbakat itu dicari, sedangkan mereka mencari.
Jadi, Sasuke tak ada harapan.
"Hinata."
Aku tersadar dari pikiranku begitu mendengar suara kak Neji yang memanggilku dari depan pintu kamar.
Aku menoleh dan menyahut. "Ada apa kak?"
Kak Neji berjalan ke depan tempat tidur. "Malam ini, kau tidur di kamarku."
"Dan karena alasan apa itu?"
"Kau tidak bisa tidur di kamar Sasuke."
"Tidak ada resiko dia akan melakukan sesuatu. Tidak seperti kakak, Sasuke itu tidak memiliki kejantanan."
Aku langsung membuang mukaku ke arah samping karena selanjutnya Sasuke langsung meneriakiku.
"Hey! Jangan seenaknya membuat berita palsu! Orang-orang bisa salah paham!"
Memangnya ada orang yang mau memahamimu?
Aku kembali menoleh untuk menatap kak Neji.
"Aku tidak keberatan tidur di kamar kakak."
""Eh.""
"Tapi dengan satu syarat."
Aku menatap ke wajah Sasuke dan tersenyum padanya.
"Sasuke, pergilah kencan denganku minggu ini."
""HAAAAAAAAAAAAH?!""
Wajah kakak dan Sasuke sangat terkejut mendengarnya, terutama Sasuke, mulutnya sampai menganga lebar mendengarnya. Aku hanya tersenyum polos, menunggu tanggapan dari mereka.
Hening.
Keheningan terjadi dengan Kak Neji dan Sasuke yang mematung dengan ekspresinya tadi.
Aku memiringkan kepalaku bingung. Apa siimut-imut Gasper Vladi ada disini? (01)
Ding~ Ding~Cha Cha Cha~ Ding Ding~ Cha Cha Cha~*
Lantunan suara mengacaukan keheningan. Kak Neji dan Sasuke sama-sama merogohi saku mereka dan mengambil sebuah benda, sebelum menempatkannya di samping telinga mereka.
""Moshi-moshi.""
Aku jadi meragakukan diriku sebagai adik kak Neji. Sampai sini bisa kau lihat bagaimana miripnya kedua laki-laki itu, ringotone yang sama-sama menggelikan, kekompakkan mereka. Aku harus bersiap-siap menyelamatkan harta warisanku jika Sasuke ingin mengganti nama keluarganya menjadi Hyuuga.
"Semprot saja pakai obat nyamuk."
"Kau salah menghubungi orang kawan. Kau seharusnya menghubungi rumah sakit jiwa."
Sebenarnya mereka berbicara dengan siapa sih? Kenapa bisa bareng gitu nerima telponnya.
"Itu masalahmu."
"Yah, itu masalahmu, kawan."
Beberapa saat Kak Neji dan Sasuke saling pandang. Mereka memperlihatkan seringai yang terlihat menjijikan kemudian mengangguk secara serempak.
"Baiklah, tapi dengan satu syarat."
"Selama sampai festival budaya kau harus masuk sekolah dan ikut diskusi bersama kami."
Dari sini otakku sudah bisa menebak mereka berbicara dengan siapa. Kalimat 'kau harus masuk sekolah' pasti ditujukan untuk seorang yang jarang masuk sekolah atau tidak pernah, dan satu-satunya orang seperti itu di sini yang kutahu adalah penghuni kamar sebelah, Uzumaki Naruto.
"Jadi?"
"Bagaimana?"
"Kau terima,"
"Tawarannya,"
"Tidak?"
Ada apa ini? Apa ini semacam permainan sambung kalimat?
"Maaf,"
"Kami,"
"Tidak,"
"Mengerti,"
"Maksudmu."
... -_-
Jadi beneran nih aku akan kehilangan posisiku sebagai adik. Mereka sehati banget sampai ingin membuatku menangis.
""Oke, kami kesana.""
Setelah mengatakan itu Kak Neji dan Sasuke langsung pergi keluar kamar.
A-a-a-a-a-a-a-apa-apaan itu?! O_O
Mereka belum menjawab syaratku tadi untuk berkencan.
Bagaimana bisa mereka pergi meninggalkanku seolah hal itu tak pernah terjadi? Sebegitu menariknya kah menjahili laki-laki bernama Naruto itu dari pada meladeni gadis cantik sepertiku.
Tapi terserahlah, aku juga tak peduli dengan kencan itu. Aku kembali melanjutkan membaca manga. Namun lagi-lagi ada gangguan dan kali ini lebih parah hingga memaksaku spontan menutup kedua telingaku.
"TERKUTUKLAH KALIAN PARA WANITAAAAAAAAAAAA!"
.
2-B
.
Pada akhirnya aku berkencan dengan Sasuke. Yah meskipun saat itu sudah tidak bisa dikatakan kencan lagi karena aku menemukan para stalker yang berkeliaran mengamati kencan kami. Tapi tidak apa, aku sudah menduga hal itu terjadi, itu sebabnya aku bisa mengetahuinya dan membuat jebakan untuk menangkap basah mereka, Kak neji, Shion-san, dan Yamanaka-san. Aku memang tidak ada niat untuk berkencan, renacanaku mengajak Sasuke berkencan yaitu untuk membawanya kemari, ke hotel cinta.
Aku tahu apa yang kau pikirkan, para stalker itu juga berpikiran seperti itu dan itulah yang membuatku mudah menangkap basah mereka, tapi bukan itu yang membuatku mengajaknya kemari. Di tempat itu sedang ada pameran lukisan. Aku membawa Sasuke kemari untuk memerlihatkan lukisan terakhir kak Neji sesaat sebalum dia pindah dari Italia setahun lalu.
Lukisan itu memperlihatkan sisi lain seorang Hyuuga Neji. Dengan melihatnya kau seakan merasa merupakan bagian dari lukisan tersebut. Bakat mengerikan seorang Hyuuga Neji itu membawa dunia seni lukis pada keajaiban sesungguhnya.
Berpikir dengan membawanya kemari, Sasuke bisa mengerti bagaimana kelas profesional berkarya. Juga dengan membawanya kemari, dia bisa menyadari bahwa kak Neji harus kembali ke dunianya. Itulah tujuanku membawa mereka saat itu.
Saat ini aku berada di kamar Sasuke. Untuk membujuk kak Neji, cara yang lumayan efektif adalah dengan mendekati sahabatnya dan menyuruhnya untuk membujuk kak Neji untuk pulang. Maka dari itu, berkeliaran di kamar Sasuke menjadi sesuatu yang sekarang kulakukan.
Namun Sasuke terlihat sibuk dengan urusannya, jadinya aku disini hanya duduk dan bermain game dari konsol game miliknya.
Sedari tadi aku mendengar dia selalu melenguh, sepertinya banyak hal yang membuatnya tertekan. Dan puncaknya,
"AAAAAAHHH!"
"Sepertinya belum ada yang selesai ya, Sasuke."
"Ini bukan urusanmu, Hinata. Selain itu, bukankah kau pindah ke kamar Neji?"
Aku menekan tombol puese, berdiri, dan berbalik untuk menatap tersenyum pada Sasuke.
"Kak Neji sedang sibuk bekerja sekarang, jadi aku datang untuk bermain."
"Aku juga sedang bekerja, tahu."
Aku hanya tersenyum. Kemudian aku berjalan untuk berdiri di belakang tempatnya yang sedang duduk di meja komputer dengan sekumpulan kertas disana.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Aku melihat apa yang ada di meja itu. Sasuke sedang menahan selembar kertas dengan gambar-gambar setengah jadi yang menjadi isi dari kertas itu.
"Papan sketsa presentasi untuk game yang akan dibuat untuk festival budaya. Rencananya ini dibuat demo game tersebut untuk bahan presentasi mengenai garis besar game."
"Hmm, apa kau sudah ingat semua gambarannya?"
"Tidak..." Sasuke melirik pesimis gambarnya yang terlihat kaku. Gambarnya sungguh menggelikan, mirip seperti pekerjaan anak SD. "... Tidak juga."
"Biar kucoba."
"Eh?"
Aku mengambil pensil yang tergeletak di meja.
"Kau punya contoh gambar yang ada di depanmu, jadi gunakanlah sebagai model. Kau harus menggunakan contoh untuk menggambar." Aku mendekatkan posisiku untuk memulai menggambar. Posisiku yang berada di belakang tempat duduk Sasuke membuat tubuhku bersentuhan dengannya sehingga aku merasakan tubuh Sasuke terlonjak ketika aku menyandarkan dadaku pada punggungnya.
"Tunggu, Hinata-san."
Dia sampai merubah panggilanku.
"Tolong perhatikan."
Aku mulai mengambar sesuai contoh. Mungkin Sasuke kesulitan dengan contoh yang kumaksud, karena contoh itu memiliki pose berbeda dengan yang harus digambar. Tapi hanya dengan melihat contoh gambar itu sudah cukup membuatku mengambil bayangannya dalam pose berbeda, Jadi menggambarnya tidaklah sulit untukku.
"Waah, Hebat. Bagus sekali." Ditengah proses menggambar aku mendengar itu dari Sasuke. Perbedaan gambar yang kubuat sangatlah berbeda dengan gambarnya, dari segi garis, maupun corak.
Aku menghentikan aktifitasku.
"Ada apa?"
Aku berpikir tentang pujian Sasuke barusan. Bagaimana perasaan dia saat melihat sesuatu yang hebat?
Apa dia iri?
Orang-orang sekeliling Sasuke adalah orang-orang yang hebat. Aku ingin coba membahas ini dengannya, karena aku ingin mendengar pendapatnya sebagai orang yang sama-sama dikejar oleh bayangan seseorang.
Ada jeda waktu yang cukup lama aku diam, sebelum menjawab sambil tersenyum.
"Tidak ada apa-apa."
"Hmm?"
"Ini pasti sulit untukmu ya, Sasuke."
"Apanya?" Sasuke menatapku dengan wajah bingung.
"Kak Neji sudah jelas sangat berbakat, Shion-san dan lainnya juga sama. Aku tidak bisa membayangkan sulitnya bekerja dengan orang-orang berbakat seperti itu. Itu pasti sangat berat."
Begitu mendengar perkataanku dia terdiam.
"Apa kau sudah memutuskan kepulangan Kak Neji ke Italia?"
"Tidak ada gunanya membujukku, dia juga tidak mendengarku."
Sambil berjalan ke tempat tidur untuk duduk aku mengatakan ini padanya.
"Tetap saja, kurasa akan lebih baik jika dia mendengar itu darimu, sahabatnya."
Sasuke kuperhatikan sedang menunduk, dia terlihat berpikir.
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Apa itu?"
"Saat kau bilang Neji akan menghancurkanku, apa maksudmu? Apa itu ada hubungannya denganmu yang berhenti melukis?"
"..."
"Hinata, kau disini?"
Aku mendengar suara kak Neji yang berjalan kemari.
Aku tersenyum dan menjawab.
"Iya, aku sedang ingin tambah dekat dengan Sasuke."
"E-e-e, Jangan memberi alasan semacam itu!" Sasuke meneriakiku dengan gelagapan.
"Kalau kakak tidak segera pulang, aku akan menikah dengan Sasuke lho." Aku mencoba memberikan kak Neji syok terapi agar dia mau mempertimbangkan kepulangannya. Meskipun aku membencinya, aku yakin kak Neji sangat sayang padaku.
Kak Neji diam dan memandangku dengan tatapan datar. Kemudian dia memalingkan tatapannya pada Sasuke untuk beberapa saat lalu kembali padaku.
"Kau punya selera yang buruk ya." Dia mengatakan itu dengan wajah tak berdosa.
"Hey, aku tidak mau mendengar itu dari orang yang berpacaran dengan tante-tante yang sudah menikah sepertimu." Sasuke langsung mengatakan itu begitu mendengar sindiran dari kak Neji.
"Oh, jadi kau mendengarnya?" Kak Neji membuat ekspresi baru menyadari keberadaan Sasuke.
"Dengan sangat jelas."
"Kalau begitu, berpura-puralah tidak mendengarnya."
"MANA BISA BEGO!"
Kak Neji tersenyum.
Aku dikacangin.
Kakak macam apa kau yang membiarkanku menikah dengan manusia kepala ekor ayam ini?!
"Ini." Kak Neji menyerahkan beberapa lembar kertas gambar-gambar miliknya pada Sasuke.
"Sudah selesai ya." Sasuke mengamati lembaran itu sesaat sebelum kembali menatap kak Neji dengan senyuman. "Baguslah."
Kak Neji mengangguk. "Kalau begitu aku pergi." Setelah mengatakan itu dia berlalu pergi dari sini. Aku memandang kepergiannya datar.
Selanjutnya, hari demi hari terus berlalu. Semua anak di asrama ini kulihat selalu terlihat sibuk, bahkan untuk Sasuke.
Aku memperhatikan semua kegiatan mereka dari kejauhan, terutama Sasuke. Aku memperhatikannya untuk melihat sejauh mana dia akan bertahan. Namun dia terus bertahan, dan berusaha sebisa mungkin mengimbangi teman-temannya.
Bahkan saat ini, dijam-jam yang hampir tengah malam. Dari celah pintu kamarnya yang terbuka sedikit, aku melihatnya sangat berusaha keras menulis sesuatu. Meskipun terlihat frustasi karena beberapa kali kulihat dia terus meremas-remas kertasnya dan menggantinya dengan yang baru, tapi dia terus mencoba.
Aku tak suka itu. Bagaimana dia terus berusaha untuk mengimbangi kemampuan teman-temannya.
Dia tak kan bisa, aku jamin itu. Aku telah mencoba hal yang sama seperti ini dan kenyataannya aku tidak bisa. Kau seharusnya menyerah saja.
Saat aku terus memperhatikannya, aku menyadari seseorang yang datang. Aku menutup pintu kamar Sasuke dan menoleh siapa itu.
Itu Uzumaki Naruto. Sepertinya dia habis dari dapur dan berniat kembali ke kamarnya. Aku berbalik untuk mencoba tersenyum menyapanya.
"Selamat malam."
"Jangan pikir kau bisa mendapat apapun yang kau mau, Gadis numpang."
A-apa?!
Gadis numpang?
Hey, aku tahu memang di sini aku hanya numpang, tapi itu tidak membuatku harus mengganti namaku menjadi 'Gadis numpang'. Jangan seenaknya mengganti nama anak orang dengan status dia saat ini. Selain itu, apa maksudmu dengan 'Jangan pikir kau bisa mendapat apapun yang kau mau'? memangnya kau pikir aku mau apa?
Aku menatapnya sambil memasang wajah bingung nan lugu. "Apa maksudnya itu?"
"Maksudku Uchiha memiliki sesuatu yang sudah hilang darimu."
"Sepertinya kau tahu banyak tentangku ya."
"Kudengar kau berhenti melukis." Aku terkejut saat dia mengatakan itu. "Hanya itu yang kutahu."
Dia berjalan melewatiku. Tampangya terlihat angkuh di mataku. Tanpa berbalik memandangnya aku berkata. "Jadi kau mendengarnya? Menguping itu tidak sopan lho."
Dia tidak mengatakan apapun lagi dan langsung masuk ke kamarnya.
Aku masih berdiri di depan kamar Sasuke. Perkataanya yang sok tahu itu entah mengapa membuatku kesal. Ini pertama kalinya aku merasa kesal saat mendengar sindiran orang, aku merasa ingin mengatakan sesuatu lagi yang lebih dari tadi untuk membalas semua ucapannya. Aku tak pernah kalah beradu pembicaraan dengan seseorang apalagi itu mengenai sindiran, aku ahlinya, tapi ini...
Aku ingin membalasnya.
.
2-C
.
Seperti yang kau tahu, aku dipaksa untuk masuk sekolah selama festival budaya tiba dan dipaksa untuk selalu ikut diskusi bersama orang-orang gila ini.
Dan saat inilah diskusi berlangsung. Diatap sekolah, aku bersama dengan Uchiha, Gadis peliharaan, Tenten-senpai, Buntut kuda, dan Hyuuga kini sedang duduk lesehan dengan membentuk lingkaran, sambil memakan bento yang kami bawa masing-masing. Dari tempat ini aku bisa melihat cuaca yang buruk dengan awan gelap yang serasa hanya berada sedikit tak jauh dari kepalaku.
"Haaah." Aku mendengar helaan nafas berat dari Uchiha yang duduk di sampingku.
Kumudian disusul oleh pertanyaan dengan nada khawatir dari buntut kuda yang duduk di depanku. "Uchiha-kun, apa kau baik-baik saja?"
Inilah salah satu bentuk motif keburukan perempuan. Untuk apa kau bertanya saat kau bisa tahu dengan melihat wajahnya yang seperti orang kehilangan nyawa.
Itu jelas adalah untuk cari perhatian, dan selanjutnya aku yakin laki-laki yang tak kuat imannya akan langsung berpikir 'Wah perhatian banget, dia bisa menjadi istri yang baik' lalu dia akan semakin dekat dengan perempuan itu dan dia berakhir menjadi sapi perahnya.
Jika memang kau itu khawatir, lebih baik tunjukan rasa kekhawatiranmu itu dengan tindakanmu dan tanpa memperlihatkannya di depan umum, seperti kau yang diam-diam mencari tahu dengan apa masalah yang dialami silaki-laki dan mencoba menyelesaikannya. Itu lebih berguna dari pada hanya dengan 'Apa kau tidak apa-apa?'.
Seperti perkataan seorang anak SMA yang memiliki mata seperti ikan mati pada saat dirinya menangis dihadapan kedua gadisnya; "Aku tidak butuh kata-kata, aku hanya menginginkan sesuatu yang nyata." (02)
Aku menyutujui pemikiran ini, dan kata-kata itu bisa menjadi pedoman kita untuk menjauhi eksistensi para perempuan.
"Ah, ya, aku hanya kurang tidur."
Namun berbeda dengan Uchiha yang mengatakan kalimat di atas sambil memperlihatkan giginya.
Dia kemudian kembali melanjutkan dengan mengatakan alasannya kenapa kurang tidur.
"Hinata tadi malam datang ke kamarku lagi, dan menjahiliku terus sampai tengah malam."
Saat aku mendengarnya, aku sedang mengambil salah satu tomat di kotak bentoku. Mendengar percakapan tentang Gadis numpang itu entah kenapa membuatku berhenti memikirkan hal-hal negatifku tadi tentang perempuan, namun ganti tentang rasa benciku pada gadis itu.
"Aku benci perempuan itu. Senyum palsu itu membuatku kesal."
Seperti yang kubilang, aku membenci orang yang munafik.
Dahulu Uchiha juga adalah orang yang kubenci, tapi karena dia telah pergi dari sifat jahat itu aku menjadi tidak membencinya.
Dan sekarang orang yang kubenci adalah si Gadis numpang. Ditambah gendernya yang merupakan perempuan semakin membuat perasaan benciku padanya meningkat.
Tomat yang kupegang menjadi sasaranku melampiaskan kebencianku. Aku membayangkan Gadis numpang itu adalah tomat ini, lalu kugigit dia seperti hewan ganas dan membuatnya takut, roaar!
"Senyum palsu?" Uchiha menatapku dengan tampang bingung.
Aku tak mempedulikannya dan memilih untuk mengumumkan sesuatu agar aku bisa secepatnya pergi dari perkumpulan ini.
"Ada berita buruk." Aku membuka laptop yang kubawa.
"Apa itu? Apa tomat memiliki rasa yang buruk?"
Aku kembali mengambil satu gigitan pada tomatku sambil terus men-scrool ke bawah layar laptopku, perkataan konyol Uchiha membuat seleraku pada tomat meningkat.
"Tomat selalu baik. Aku tak pernah menganggapnya buruk. Jangan menghina tomat, keberadaan mereka adalah apa yang paling kupercayai."
"Aku menemukan beberapa hinaan dalam tomat hina. Tapi disamping itu, memangnya apa berita buruknya?"
"Animasi latar tempat dan animasi jurus-jurus karakter yang kita miliki masih banyak yang kurang, dan waktu festival budaya tinggal 3 hari lagi. Kalau begini kita tidak akan tepat waktu."
"Aku akan berusaha untuk menyelesaikannya." Ujar Hyuuga yang sedang memasukkan telur ke mulutnya.
"Kerangka sudah dihasilkan dengan cepat tanpa mengorbankan kualitas. Tidak mungkin kita menambah tugas lagi pada satu orang saja." Hyuuga tak kan cukup jika hanya seorang.
"Sepertinya waktunya bagiku untuk menunjukkan kemampuanku! Aku akan menjadi pembantu Neji!"
"Tenten-senpai, kau sudah cukup sibuk dengan menjadi model gerakannya."
"Kalau begitu tambah anggota! Ayo kita rekrut teman kita!"
"Kurasa tidak mungkin ada di sekolah ini yang mau berhubungan dengan asrama Konoha." Aku menyutujui apa yang dikatakan Buntut kuda barusan.
Untuk beberapa lama keheningan mencapai kami. Semuanya sedang berpikir keras akan masalah yang sedang menimpa proyek ini.
"Ini benar-benar tidak baik." Uchiha menggumamkan itu dengan lesu.
"Tenang saja, Junior-kun!"
"Benar! Meskipun lambat tapi kualitas kita akan membuat kita menang."
Tentan-senpai dan Buntut kuda mencoba memberikan hiburan tak berarti pada Uchiha. Tapi itu bodoh, jelas-jelas waktu kita tidak cukup, apanya yang 'kualitas akan membuat kita menang'?
"Kualitas tidaklah berguna jika kita tidak memenuhi batas waktu. Itu semua akan menjadi sia-sia." Aku mengatakan ini untuk memperjelas mereka.
Karena kata-kataku tempat ini kembali dilanda keheningan.
Memutuskan bila pertemuan telah selesai, aku berdiri dan pergi tanpa kata-kata.
Sesaat aku pergi bel istirahat berakhir berbunyi, dan kelas kembali dimulai. Seperti biasa pelajaran kelas sama sekali tidak menarik dan membuatku memutuskan untuk mengabaikannya dengan mengerjakan sesuatu dengan laptopku sambil memakan tomat hingga bel pulang berbunyi.
Tanpa ada saling mengucapkan "Sampai jumpa" seperti murid-murid lainnya, aku langsung mengemasi barang-barangku lalu pulang.
Di perjalananku yang sunyi ini tiba-tiba menjadi ramai saat Uchiha datang untuk mengajakku berjalan pulang bersama, lalu disusul oleh Hyuuga dan Buntut kuda. Hal langka melihatku seperti ini.
Tenten-senpai dan Gadis peliharaan sepertinya pulang lebih lama, karena sesaat sebelum bel pulang, speaker pengumuman memanggil nama mereka untuk sepulang sekolah pergi menemui Asuma-sensei.
"Sudah kuduga aku tidak cocok menjadi direktur penanggung jawab." Dengan nada lesu Uchiha mengatakan itu di tengah-tengah perjalanan.
Aku tak peduli jika dia mengatakan itu dilain proyek yang bukan bersamaku, tapi, jika dia mengatakan sesuatu seperti itu yang akan membuat proyek dimana ada aku di dalamnya kacau, aku tak bisa diam begitu saja. "Hentikan pemikiranmu itu. Menerima perintah dari orang yang tidak suka pada pekerjaannya itu buang-buang waktu. Jangan membuat semua waktu yang kubuang menjadi sia-sia."
"Uzumaki-kun, seharusnya kau bersikap lebih ramah. Dan juga, bisakah kau berhenti makan tomat selama pelajaran?" Buntut kuda menegur perkataanku dengan membawa-bawa makanan kesukaanku.
"Itu tidak ada hubungannya dengan pembicaraan ini. Dan juga, Aku juga sudah mengatakannya, aku lebih percaya pada tomat dari pada yang lain di dunia ini."
Uchiha yang kulihat sedari tadi berjalan dengan menunduk, tiba-tiba berhenti. "Sepertinya memang satu-satunya pilihan kita hanya dengan menambah anggota. Ayo cari seseorang yang bisa menyamai kualitas Neji." Ujarnya.
"Bicara sih mudah. Tidak ada orang di sekitar sini yang dapat menyamai kualitas yang telah ada."
"Ada satu." Aku dan lainnya menoleh ke belakang pada Hyuuga yang tadi berkata. Uchiha dan Buntut kuda memandangnya dengan tanya. "Hinata."
Aku sudah tahu itu, tapi aku tak yakin dengan sifatnya, karena itulah aku tak mengajukan perempuan itu.
"Tapi apa dia mau membantu kita?" Buntut kuda menanyakan itu pada orang yang salah, dia menghadap kearahku. Tanya saja pada orangnya, bodoh!
"Um, dan lagi dia berkata bahwa dirinya telah berhenti melukis." Uchiha menambahkan alasan untuk meragukan kami untuk mengajaknya.
"Hinata tidak mungkin berhenti melukis." Ujar Hyuuga.
"Mengapa kau berpikir begitu?" Tanya Uchiha.
"Karena Hinata suka menggambar."
Disela pembicaraan aku telah mengeluarkan tabletku dan membuka sebuah halaman yang waktu lalu kusimpan, artikel tentang pelukis 'Hyuuga Hinata'.
"Dia memang punya bakat." Aku menunjukkan tabletku pada mereka.
"Ini..." Uchiha melihat itu dengan tatapan tak percaya, begitu pun juga dengan Buntut kuda. "... Jadi dia pelukis profesional?!"
"Sasuke, apa kau tidak melihatnya?" Hyuuga memandang Uchiha dengan pandangan menyedihkan.
"Lihat apa?"
"Lukisan Hinata saat di pameran."
""Tidak mungkin?!"" Uchiha dan Buntut kuda langsung meneriaki itu dengan nada tidak percaya.
"Kalian berdua memangnya lihat apa disana?"
Mereka tidak berkata apa-apa lagi, hanya wajah terkejut yang masih mereka pasang untuk mengheningkan suasana beberapa saat.
Disepanjang hari cuaca tetaplah mendung. Dinginnya udara dan gelapnya bumi ini karena awan tak membuat pandangan seorang kakak pada adiknya hilang. Melihat si Gadis numpang yang berjalan dari persimpangan sambil membawa tas plastik penuh dengan bahan makanan di depan dadanya membuat Hyuuga bergumam menyebut namanya. "Hinata?"
Mereka semua mulai menoleh pada gadis itu, dan kemudian berlari menghampirinya.
Aku sama sekali tak ada niat untuk membuang tenaga hanya untuk berlari pada makluk seperti dia. Ditambah karena dia perempuan, membuat langkahku menjadi lambat, bahkan sebenarnya aku tak ingin melangkah.
"Hinata!"
Ketika Uchiha memanggilnya, gadis itu berbalik dan melihat kearah belakang. "Ah, Selamat datang."
Gadis numpang telah berdiri di depan pintu halaman asrama. Begitu mereka bertiga sampai di depannya, ada jeda waktu cukup lama sebelum Hyuuga berkata. "Hinata, aku punya permintaan untukmu."
"Kakak ingin aku membawamu pulang ke Italia?"
"Bukan."
"Itu memalukan. Jadi, apa itu?"
"Aku ingin kau membantu menggambar karakter untuk game."
"..."
Aku baru sampai berdiri di belakang lainnya berada dan melihat gadis itu yang diam tak berkata apa-apa.
"Kau tahu kan jika kami sedang memproduksi sebuah game untuk festival budaya?" Melihat Gadis numpang yang diam, Uchiha mencoba untuk membantu Hyuuga menjelaskan. "Kami kekurangan pekerja disitu. Kami tiak bisa menemukan orang lain sekarang, dan tidak seorangpun yang memiliki kualitas yang seimbang dengan Neji... Tapi Neji menjamin ketrampilanmu, Hinata."
"Aku juga memohon padamu." Buntut kuda menundukkan kepalanya pada Gadis numpang.
"Sayangnya aku harus menolak itu. Aku tidak bisa menggambar sebagus Kak Neji." Gadis numpang itu mengatakan itu sambil tersenyum palsu. Kemudian dia berbalik dan mencoba membuka pintu.
"Tidak, itu tidak benar."
"..." Dia berhenti ketika mendengar itu dari Hyuuga.
"Hinata, kau benar-benar bagus dalam menggambar."
Cukup lama tidak ada jawaban darinya, aku bahkan sampai bisa merasakan hawa dingin telah melewati kulitku karena menunggunya memberikan jawaban.
"Kumohon hentikan. Aku sudah berhenti menggambar."
"Kenapa? Kau kan bagus dalam melukis."
"...!"
Terdengar bunyi remasan plastik. Aku mendengar Gadis numpang itu menggertakan giginya diam-diam. Suara nyaring dari gigi yang bergemelutuk satu sama lain membawa suasana tegang.
"Hinata?"
"Kumohon jangan bercanda."
Aku mendengar suara lirih yang mengatakan itu dari asal tempatnya. Bukan hanya aku yang merasa medengarnya, semuanya juga sepertinya berpikiran begitu, tapi mereka nampak tak mempercayainya.
"Kumohon jangan bercanda." Kali ini suaranya terdengar jelas. "Kak Neji adalah orang terakhir yang ingin kudengar mengatakan itu." Suaranya sangat dingin dan tebal.
Dia perlahan berbalik, dan tersenyum. Namun bukan kehangatan, melainkan senyuman dingin yang seakan ingin membekukan sekitarnya. Semua nampak terkejut dengan perubahan ekspresi Gadis numpang.
Aku hanya memandangnya malas, kurasa akulah satu-satunya orang yang tak merasa terintimidasi olehnya, lebih tepatnya aku tak peduli sama sekali padanya. Itulah yang membuatku tak terintimidasi, dan itu tidak berlaku hanya padanya, kenyataannya aku tak pernah terintimidasi oleh siapapun karena aku tak peduli dengan semuanya.
Namun dari semua itu, Hyuugalah yang merasa paling aneh dengan Hinata.
"Kenapa?"
"Menurutmu salah siapa aku berhenti melukis?" Gadis numpang itu memandang Hyuuga dengan senyum dingin. "Itu semua salah Kak Neji."
Mata Hyuuga membulat mendengar perkataan adiknya itu.
"Aku mengatakan ini karena kamu. Karena Kak Neji, aku mulai benci menggambar bahkan disaat aku sangat menyukainya, dan lebih dari itu, aku mulai memandangnya rendah. Aku malu melihat kanvas, bahkan kuas sekalipun."
"Hinata..."
"Apa Kakak ingat dengan anak-anak yang datang di studio ayah untuk belajar bersama? Tidakkah kamu sadar bahwa satu persatu dari mereka meninggalkan studio."
"..."
"Kakak mungkin tidak mengingat nama dan wajah mereka semua, kan. Yang kamu pedulikan hanya dirimu sendiri."
"Kenapa?"
"Mereka semua dulu suka melukis dan menjadi berbakat karena kecintaan mereka. Tapi begitu mereka bertemu denganmu, mereka menjadi membencinya. Bakat mereka menjadi tidak ada apa-apanya dihadapan seorang jenius."
Pupil mata Hyuuga bergetar. Awan mendung yang sedari tadi ada kini mulai menjatuhkan tetesan-tetesan gerimis hujan seolah ingin menyiram Hyuuga bersama rasa bersalahnya. "Jadi itu salahku?"
"Itu benar. Tidak peduli seberapa keras kami mencoba, kami tidak akan bisa menyamaimu bahkan hanya mencapai kakimu kami tak bisa. Kami sadar apa itu bakat sebenarnya."
"...Aku"
"Selama delapan tahun hanya aku yang masih bisa bertahan. Sebelumnya kita memulai itu dengan lebih dari tiga puluh murid, semuanya keluar karena kamu. Kamu menganggap semua yang kamu lakukan hanya untuk bersenang-senang, namun tanpa sadar, tanpa peduli kakak telah membuat impian mereka roboh oleh kejeniusanmu yang kamu pakai untuk bersenang-senang." Gadis numpang itu menunduk dalam-dalam.
"Aku tidak tahan lagi. Karena itulah aku mencoba menyingkirkanmu. Aku sudah tidak tahan lagi, jadi aku mengenalkan manga padamu. Kuharap dengan membuatmu menggambar manga, krittikan akan menghancurkanmu, lalu kau mungkin akan merasakan apa yang kami rasakan, tapi..." Dia membuat tubuhnya bergetar karena menahan marah, sebelum kembali melanjutkan dengan membentak.
"...Tapi kenapa kau malah meninggalkan rumah dan membuat debut?!" Gadis numpang itu memelototi Hyuuga dengan mata memerah, namun tak ada air mata disana.
"Hinata, aku." Berulang kali Hyuuga ingin berkata, namun tak ada yang bisa dia katakan.
"Jika kau benar-benar berpikir seperti itu selama ini, kenapa kau meminta Neji untuk kembali?" Uchiha yang sedari tadi terus mendengarkan bersama Hyuuga di sampingnya mengganggu, ada rasa ragu-ragu dalam perkataannya.
Tatapan Gadis numpang beralih menembus Uchiha. Wajah Uchiha sedikit menjauh seperti dia ingin berpaling tapi tidak bisa. "Jika itu kau Sasuke, bisakah kau memaafkannya? Ketika kau berusaha keras untuk mewujudkan sesuatu, seseorang datang dengan tujuan yang sama dan dia mendapatkannya dengan mudahnya, bisakah kau memaafkan orang itu?"
"Jadi itu alasanmu." Kepala Uchiha mulai menunduk, aku melirik kebawah dan melihat bahwa dia mengepalkan tangannya.
"Meskipun begitu. Aku ingin Kak Neji menjadi pelukis terkenal sepanjang masa! Setidaknya suatu hari aku bisa bilang kalau aku adalah adiknya dan kami belajar bersama di studio ayah kami. Aku ingin kalau aku adalah bagian darinya, berpikir aku adalah bagian dari bakatnya. Ini adalah perasaaan yang tidak akan kau mengerti, Sasuke. Karena itulah aku ingin kak Neji kembali."
Tidak ada yang bisa dilakukan Uchiha, selain hanya melihat si Gadis numpang. Semuanya juga diam tak bersuara, hanya ada rintikan gerimis hujan yang kurasa semakin lama semakin deras.
Jadi ini sudah selesai?
Menyimpulkan hal itu, aku mencoba merusak kebisuan.
"Gadis numpang, apa hanya itu yang ingin kau katakan?" Gerimis hujan kini mulai berganti dengan hujan deras. Inilah yang paling kubenci dari hujan, mereka beraninya main keroyokan. Aku mengeluarkan payung dari dalam tasku dan membuatnya berguna lalu kembali melihat si Gadis numpang. "Jika memang hanya itu yang ingin kau katakan, cepat biarkan aku pergi. Kau sudah mencuri 15 menit waktuku yang berharga."
Tetap tidak berpindah dari pintu, Gadis numpang itu malah menatapku dengan pandangan dingin.
"Bukankah aku tidak berbicara padamu?"
"Maka biarkanlah aku pergi, kau menghalangi pintu masuk. Ini sungguh mengganggu."
"Kalau kau memang ingin pergi, bukankah kau bisa berjalan melewatiku."
"Aku benci perempuan. Aku ingin menjauh dari mereka sejauh mungkin."
Dia kemudian menatapku dengan tatapan rendah. "Huh, Aku harusnya sudah tahu itu, seorang pengurung diri yang berpikir mesin adalah temannya memang punya pikiran yang berbeda dengan manusia ya."
Sambil mengambil Smartphone dan melihat agendaku malam ini aku membalas perkataannya. "Aku memang percaya dengan mesin, jadi kau bisa memanggil mereka sahabatku, dan secara obyektif aku juga seorang pengurung diri. Tapi jika kau berpikir itu suatu penghinaan, aku tidak bisa bayangkan sesakit apa otakmu."
Ketika aku berbicara aku melihat dia mulai menggertakkan giginya dan menatapku penuh kebencian. dia lalu membentakku. "Jangan mengejekku!"
"Aku tidak mengejekmu, aku hanya berpikir kau ini cengeng."
Aku mengembalikkan Smartphoneku ke saku celanaku, lalu kembali menatapnya. "Aku akan menggunakan kesempatan ini untuk mengatakan ini. Aku tak pernah menyukaimu sejak pertemuan pertama kita. Kau harusnya memikirkan apa yang orang lain pikir saat melihat senyum palsumu itu. Coba kau bayangkan sendiri apa yang kupikir."
"Dan menurutmu apa yang kurasakan saat aku terse...?!
"Aku tidak peduli."
... melukis adalah segalanya bagiku! Dulunya orang tuaku selalu mendukung apapun yang kugambar, selama hal itu membuatku bahagia! Aku selalu mencoba dengan keras agar gambarku lebih baik dari sebelumnya! Setelah aku cukup dewasa orang-orang mulai berkata kalau aku akan menjadi pelukis hebat suatu saat nanti! Namun Kak Neji mendahuluiku! Melihat itu ayahku sendiri memintaku untuk berhenti, karena aku tidak akan pernah bisa mengimbangi kakak! Ayah bilang tidak ada gunanya aku melukis! Meskipun begitu yang tersisa untukku hanyalah Kak Neji! Aku tahu aku cengeng! Aku tahu! Tapi semua ini salah Kak Neji! INI SEMUA KARENA KEBERADAANNYA!"
Melihat tindakannya yang berapi-api membuat Uchiha dan Buntut kuda melangkah mundur hingga berada di belakang. Hyuuga tetap berdiri di tempatnya dengan ekspresi pahit.
Aku hanya diam di tempatku dan memandangnya yang terengah-engah karena sedari tadi berbicara tanpa memberikan tanda titik. Dia juga menatapku. Kami saling pandang tapi tidak ada dari kami yang bicara. Sampai akhirnya dia berkata.
"Tolong katakan sesuatu."
"Benarkah? Aku boleh berkata?"
"Aku jelas memintamu."
"Kalau begitu bolehkah aku bertanya?" Aku mengangkat sedikit payungku lebih ke atas agar kami bisa dengan jelas saling menatap. Dia membuat kedua alis matanya bertemu seperti sedang benar-benar memperhatikanku. Tatapanku padanya hanyalah tatapan datar dan aku mulai berkata apa yang kutanyakan. "Bagian mana dari ceritamu itu yang melibatkan keinginanmu?"
Matanya seketika membulat, dia sepertinya terkejut. Aku lalu melanjutkan. "Yang kutahu dari ceritamu itu, orang-orang mengharapkan yang terbaik darimu, tapi kau tidak bisa. Meski kurasa kau tidak bilang apapun tentang keinginanmu pada mereka."
Mata miliknya mulai basah oleh air mata. Saat dia menundukkan kepalanya untuk menggigit bibir bawahnya, saat itulah air mata itu mulai jatuh. "Apa kau senang membuat orang terpojok seperti ini?! KAU MEMANG YANG TERBURUK!"
BRAAK!
Dia meneriakiku dan melemparkanku kresek bahan makanannya lalu berlari melewatiku pergi untuk menjauh.
""Hinata!""
"Hinata-san!"
Ketiga orang di belakangku berbalik untuk berteriak memanggilnya.
Aku tetap diam di posisiku menghadap sambil memeluk kresek bahan makanan yang di lemparkan Gadis numpang itu padaku. Beberapa dari bahan makanan ada yang terjatuh di tanah.
"Uzumaki, Kau kejar dia!" Uchiha menyuruhku untuk pergi saat aku sedang mengambil tomat salah satu bahan makanan yang terjatuh di tanah.
"Kau saja yang mengejarnya. Denganmu akan lebih efektif." Aku tak mempedulikan Uchiha dan mengembalikan tomat yang sudah setengah hancur itu pada kresek.
"Aku benci dengan caramu melakukannya!"
"Cara apa? Aku tidak mengerti." Aku tidak melihat mereka bertiga karena posisi mereka yang berada dibelakangku, tapi barusan aku bisa mendengar dengusan kesal Buntut kuda yang mendengar perkataanku.
"Aku benci caramu mengatakan isi hatimu tanpa memikirkan perasaan orang lain!"
Mereka melemparkan tas mereka ke tanah dan mulai berlari mengejar Gadis numpang. Aku melirik melalui ekor mataku dan aku bisa melihat yang terakhir dari mereka adalah Hyuuga yang berjalan dengan lesu.
Gadis itu sendiri yang memintaku untuk berkata. Seperti itukah penghargaan bagiku yang telah memenuhi permintaannya?
Aku tak peduli.
Aku mengambil tas-tas yang berserakan di tanah itu dan segera pergi masuk ke asrama.
.
2-D
.
Aku kini sedang duduk di sebuah kursi taman setelah pergi berlari dari laki-laki itu. Derasnya air hujan mengguyurku ditengah diriku yang merenung bersedih.
Huh, aku tak percaya laki-laki itu menemukannya.
Aku sekarang paham apa yang dia katakan bahwa Sasuke memiliki sesuatu yang hilang dariku.
Aku berhenti melukis karena keinginan ayahku, itu tentu sudah tidak melibatkan 'keinginanku'.
Sasuke pastilah memiliki keinginannya, maskipun terus berusaha dan gagal itu sangatlah pahit tapi karena dia 'ingin', dia tetap mencobanya.
Memikirkan itu aku jadi bisa tahu alasanku membenci Kak Neji.
Kebencianku pada Kak Neji bukanlah timbul karena rasa iri terhadapnya. Selama aku melukis bersamanya aku selalu menikmatinya. Kebencian ini adalah karena penilaian ayahku terhadapku, dan aku melampiaskannya pada Kak Neji karena dialah alasan ayah menyuruhku berhenti. Sedangkan disisi lain, alasanku berhenti adalah ayah.
Ini terdengar lucu.
Seharusnya aku tertawa pada diriku sendiri.
Ketika aku masih merenung, aku bisa mendengar suara langkah kaki yang berlari ke arahku. Tanpa melihatnya aku bisa mengetahui siapa itu. Sasuke dan Ino-san.
Sasuke berjalan menghampiriku. Aku tetap menunduk menghadap ke bawah tanpa ada untuk melihatnya.
"Sudah kuduga kau akan mencariku." Aku mencoba mengatakan ini untuk membuatnya Deja vu. "Setiap kali ada gadis kesulitan, lelaki yang baik pasti akan menyelamatkannya."
"Aku... aku mengerti perasaanmu."
"Tidak, kau salah mengerti. Barusan disini, aku baru tahu perasaanku bukanlah apa yang kau mengerti." Aku mendongkak untuk manatapnya. "Apa yang kutahu adalah aku berhenti karena keinginan ayahku, bukan karena keinginanku sendiri. Karena alasan ayah menyuruhku berhenti adalah kak Neji, aku pun jadi membencinya, jadi sesungguhnya aku bukanlah membenci kak Neji." Aku tersenyum padanya.
"Hum." Sasuke tersenyum. "Senyuman itu?"
"Mungkin masih senyum palsu." Aku memejamkan mataku mengingat Naruto sesaat. "Kurasa laki-laki itu sudah tahu sejak awal."
Aku mengalihkan pandanganku pada Sasuke, dan memikirkan apa yang dikatakan Naruto tadi "Tepat seperti yang dikatakannya. Aku lupa dengan apa yang ingin kulakukan. Melukis adalah segalanya bagiku, jika begitu seharusnya aku tetaplah melukis."
"Begitu ya."
Saat aku mengeluarkan keluh kesahku pada Naruto, meskipun dia seolah tidak mempedulikannya, dia benar-benar menangkap bahwa cerita yang kukeluhkan itu tidaklah ada hubungannya dengan keinginanku.
Secara tidak langsung dia benar-benar memikirkan perasaanku dan menyuruhku untuk melakukan apa yang kuinginkan.
Aku tersenyum, dan kali ini aku yakin bukan senyum palsu.
Sepertinya aku jatuh cinta padanya.
Aku mengangguk sebagai tanggapanku pada Sasuke. "Tapi itu tidak membuatnya menjadi orang baik." Aku tertawa geli, wajah datarnya dan kata-kata sarkastisnya itu memang pastinya membuat orang berpikiran begitu, tapi tidak seperti yang kukatakan, aku berpikir sebenarnya Naruto adalah orang yang baik. Dibalik semua kata ambigu yang dia katakan, ada maksud tersembunyi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata yang jelas. Menurutku itu terlihat keren.
"Um, Memang benar membuat sesuatu bersama orang-orang jenius seperti Neji, Tenten-senpai dan lainnya sangatlah sulit. Tapi dalam beberapa hal itu menyenangkan. Belajar banyak dari melihat semuanya, dan melihat sesuatu yang hebat dibuat di depan mata adalah pengalaman yang hebat."
Saat mengatakan itu, Sasuke terlihat sangat tulus dan begitu menikmati seolah dia sedang membayangkan apa yang dia katakan.
"Jadi kau tipe orang yang berpikiran begitu."
"Dan kau tidak?"
Dia menanyakan itu sambil tersenyum. Aku memberikan senyuman sebagai jawabanku.
Perhatian kami tiba-tiba teralih saat tak sengaja kami melihat Kak Neji yang berdiri dari tangga menuju ke atas taman ini sambil melihat ke arahku.
Dia kemudian berjalan mendekat ke arahku. Begitu dia sampai, Sasuke meninggalkanku ke tempat Ino-san dan membiarkan aku bersama Kak Neji.
Kak Neji tepat berdiri di hadapanku. Dia lalu berkata lirih. "Meskipun telah mendengar ceritamu, pada akhirnya aku tak bisa melakukan apapun untukmu."
"..."
"Kau iri padaku."
"Aku-."
"Tapi, aku tidak sadar. Jadi apakah bisa aku ini dipanggil kakak olehmu?" Dia membuat senyum masam pada dirinya sendiri. "Meskipun begitu, sangatlah menyenangkan bisa melukis bersamamu."
Aku tercengang akan apa yang dikatakannya.
"Selama ini melukis bukanlah hal sebenarnya yang membuatku tetap tinggal, kebersamaan denganmu adalah hal yang sebenarnya. Melukis hanyalah media untuk diriku bisa menghabiskan waktu bersama adikku. Itu sebabnya, saat kau pergi untuk belajar bersama ayah, aku menjadi tak bisa apa-apa. di rumah hanya ada kebosanan. Aku mencoba menghibur diriku dengan bermain dengan gadis-gadis yang kutemui tapi itu sama sekali tak berpengaruh. Yang ada aku malah merasa konyol dan semakin terpuruk. Aku ke Jepang untuk menemui Tenten karena dia teman masa kecilku, dan juga kau. Kutahu aku memang egois" Dia menunduuk dalam-dalam seolah dia tak ingin aku melihat ekspresinya. Aku sungguh tak tahu Kak Neji sampai seperti tidak aku. Entah mengapa mendengarnya membuat hatiku perih. Selama ini aku hanya memedulikan perasaanku tanpa mengetahui perasaan Kak Neji, sesungguhnya akulah yang egois di sini.
"Apa yang kau katakan itu sepertinya benar. Aku hanya mementingkan diriku sendiri, semua yang kulakukan hanya bersenang-senang dan tanpa sadar aku telah menyakiti orang-orang disekitarku, bahkan adiku sendiri."
Tapi..." Ada jeda waktu beberapa saat sebelum kak Neji kembali melanjutkan. "... Tapi sepertinya hanya aku yang bersenang-senang ya." Selagi dia mengatakan itu, aku bisa melihat bahunya yang melemas. Dia segera melemparkan pandangannya ke samping pada atas pohon yang tersiram rintikan hujan tak jauh dari tempat kami berada.
Aku mulai mengisak melihat raut wajah menyedihkan kak Neji. "Tidak, bukan begitu!" Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menyangkal perkataannya. "Itu juga menyenangkan buatku!"
"Hinata?"
Peluk.
Tanpa membiarkannya untuk bicara aku langsung memeluk Kak Neji dan berkata sambil menangis di bahunya. "Bukan hanya kakak! Aku juga senang! Aku bisa melukis sebaik ini karena aku senang melukis bersama kakak!"
"Benarkah?"
"Itu benar! Aku selalu ingin tetap melukis bersama kakak! Tapi, mendengar perkataan ayah aku berpikir kakak tidak benar-benar melihatku di duniamu. Aku juga sangat takut jika kakak tidak melihatku sebagai adikmu." Aku mulai mempererat pelukanku pada kak Neji. "Aku sangat takut, aku tidak tahan akan itu." Aku menangis dengan keras, aku benar-benar sangat takut hal itu. Aku sayang pada Kak Neji! Aku sangat sayang padanya!
Kak Neji mulai membalas pelukanku dan mengelus punggungku.
"Hinata, terima kasih."
"Hiks.. Kakak... kakak!" Entah kenapa air mata ini tak mau berhenti, malahan ini terus mengalir semakin deras.
"Terima kasih untuk selama ini."
"Aku ingin tetap melukis! Aku ingin menaruh segalanya yang sudah kulakukan bersama kakak selama kita bersama dalam lukisan! Saat-saat bersama kakak adalah hal terindah dalam hidupku!"
"Um, aku mengerti."
"Kakak, maafkan aku."
"Um."
Kami mulai mempererat pelukan kami satu sama lain. Hujan terus turun bersama hasrat kasih kami yang kami ungkapkan melalui pelukan. Hal ini adalah apa yang paling kurindukan darinya. Kehangatan sosok kakak yang selalu menjadi sandaran bagiku dikala kubutuhkan. Aku begitu merindukannya.
Tidak ada yang lebih membuatku ingin menangis selega ini dari pada saat ini.
.
.
TBC
.
01. Gasper Vladi : karakter dari anime High School DXD yang dapat menghentikan waktu. Hinata sedang ngaco bahwa si Gasper barusan lewat dan membekukan Neji dan Sasuke.
02. Perkataan Hikigaya Hachiman dari anime Yahari Ore no.../Oregairu saat dia meminta tolong pada club relawan, episode 8.
A/N :
Aku benar-benar meremehkan jadwalku. Sebelumnya aku sudah banyak bersenang-senang dan membiarkan fic-ficku yang lainnya menganggur karena aku pikir sudah tidak ada kesibukan yang akan membuatku kesulitan saat aku kembali menulis fic nanti. Tapi saat ini beneran aku sudah ketitiran, untuk kesibukan sekolah saja kemarin sampai membuat jari-jariku KEDER-KEDER karena sehari penuh aku lakukan buat nulis, ditambah tadi malam ngelanjutin untuk ngetik ini. Itu baru pekerjaan sekolah belum yang lainnya seperti organisasi yang aku ikuti dan tugas rumahanku waaaa!
Karena itu aku minta maaf bagi para reader di genre advanture yang menunggu update tan fic aku, karena keadaan saat ini bukanlah main. Bukannya sok sibuk, tapi sumpah!
Tapi, akan aku usahakan minggu depan ada yang update bersama fic ini.
Dan mengenai fic ini.
Yataaa! Kalian berhasil mengetahui inspirasi fic ini dari mana! Emank animenya terkenal banget ya sampai banyak yang tahu.
Fic ini tercipta karena ada rasa ketidakpuasanku mengenai hubungan pair kesukaanku di anime itu. Dan jadinya, di sini aku datang untuk mengubah beberapa bagian ceritanya dan menambahkan kelanjutan hubungan mereka, dan pengganti perannya adalah NaruHina wahaha!
Aduh, itu aja. Saat inipun aku lagi buru-buru, jika masih ada yang ingin kalian bahas tentang fic ini sampaikan aja di kolom review nanti akan aku balas via PM.
Ini balesan review untuk chapter kemarin :
no name : Um, benar sekali, Universenya aku ngambil di anime itu. sekarang Hinatanya muncul banyak kan!
Guest : Um, betul. Terima kasih udah mau review.
Cukcak : yap, terima kasih udah mau review.
saus kacang : hahaha, tumben gak login. Um, yah seperti inilah gaya penulisanku kalau pakai POV1. Siapa?
Terima kasih udah mau review.
Tatsin11 : Yah, firasatku juga bilang begitu
Tatsin11 : Yah, firasatku juga bilang begitu. Yah betul sekali. Makasih, um, Ganbarimasu!
Dinda : Um, makasih bangeeeeeeeet! Karena untuk si miss gorila itu ada bagiannya sendiri, dia nanti bakal muncul tapi gak sekarang.' Update kilat?' Mati akuu!
Um, tapi aku tetap bakal berusaha kok. Oooh, pastinya NaruHina! Kok kabur duluan, aku belum bilang makasih lo. Makasih udah mau review
uzumaki akihito : sekarang. Terima kasih udah mau review.
ina : anoo... apa itu pujian? (PD BANGEET!) yang penting, terima kasih udah mau review!
Shina : hahahaha aku bingung jawab apa!
Terima kasih uda mau review
nov : makasih. Um, emank inspirasinya dari sana. Um, banyak perubahan yang akan terjadi dan alurnya juga akan berbeda. Terima kasih udah mau reveiew.
.
Terima kasih untuk semuanya yang telah memberikanku banyak dukungan. Ungkapkan apa yang ada dipikiran kalian tentang fic ini.
Sampai jumpa.