Separuh Bintang

.

Disclaimer : orginal story 'Separuh Bintang' by Evline Kartika

Re-make as YunJae version by veectjae

Warning : Genderswitch, Out Of Character. Don't like, don't read!

.

.

.

- PART 5 : SOMETHING ABOUT HIM –

.

.

Jaejoong menyendok es krim vanilanya sambil tersenyum puas. Ia sudah tidur selama kurang lebih enam jam. Jadi kalau ditambah dengan waktu tidurnya tadi malam yang hanya tiga jam itu, berarti ia sudah tertidur selama sembilan jam. Hanya ada empat hal yang dapat membuat Jaejoong senang :

Cokelat

Es krim

Tidur

Lily putih

Untuk yang keempat itu, hanya TOP dan Hyunjoong yang tahu.

"Sebenarnya.." tiba-tiba TOP terkata, "ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Keadaan The Street Café saat ini cukup lengang. Hanya ada beberapa pasangan yang duduk di meja pojok. Tadinya mereka berencanya mau ke mall, namun Jaejoong berubah pikiran. Ia ingin makan es krim. The Street memang café yang khusus menjual es krim dalam berbagai macam rasa. Mulai dari es krim vanilla-rum, es krim dengan kandungan gelatin lebih banyak sehingga lebih pekat dan lebih lembut dibandingkan es krim biasa, hingga es krim yang berbentuk kue bertingkat-tingkat pun ada.

Menurut Jaejoong, di kafe ini bukan hanya es krimnya yang enak, namun ruangannya juga sangat hangat. Warna dindingnya cokelat bergaris putih, lampunya bernuansa kertas yang bergulung-gulung, suasananya agak temaram. Banyak bintang buatan yang bergelantungan di langit-langit kafe. Di tengah-tengah ruangan terdapat tangga melingkar yang dililiti lampu-lampu kecil, tirainya bernuansa sixties, dengan motif segitiga transparan. Pokoknya, menurut Jaejoong, café ini is the best lah….

Jaejoong tersenyum.

"Aku juga ingin mengatakan suatu hal sama kamu" Kemudian ia mengubek-ubek isi tasnya dan menyodorkan secarik kertas berwarna hijau. TOP melihat tulisan yang sangat dikenalnya. Tulisan Hyunjoong. TOP meletakkan kembali surat itu ke meja setelah selesai membacanya. Jaejoong menggeleng-geleng.

"Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya" Jaejoong menarik kertas itu hingga hurufnya tidak dalam posisi terbalik.

"Walaupun aku sudah membaca surat itu ribuan kali sampai mulutku berbusa, aku masih tetap tidak mengerti apa maksud dia melakukan semua ini" Jaejoong mendesis.

"Orang yang pertama kali bilang sayang padaku, orang yang selalu berkata bakal selalu ada untukku, orang yang pertama kali bilang tidak akan pergi dariku, malah jadi orang yang pertama kali meninggalkanku" TOP menatap gadis di hadapannya itu dengan tatapan nanar.

"Apa cuma dia satu-satunya namja di hatimu?"

"Mwo?" Jaejoong mengerutkan dahinya.

"Maksudnya?"

"Joongie…" Jaejoong berjengit mendengar nama itu.

"Jangan memanggilku Joongie! Jangan pernah memanggilku lagi dengan sebutan itu!"

"Mengapa? Mengapa tidak boleh?" TOP setengah berteriak. Walaupun sebenarnya TOP-lah yang pertama kali memanggilnya Jaejoong, namun hingga sekarang ia tidak pernah mengerti alasannya.

- flashback –

Saat pemakaman…

"Mulai sekarang, jangan memanggilku Joongie!" TOP mengerutkan kening saat Jaejoong menepis tangannya. Namun ia hanya bisa diam. Tangannya kembali merengkuh bahu rapuh gadis itu. Saat itu, ia tidak ingin berkomentar apa pun. Ia hanya ingin berada di sisi Jaejoong, menemaninya melewati proses pemakaman eommanya.

"Joong…." TOP menghentikan kalimatnya. Sesaat ia bingung.

"Arraseo, Jaejoong-ah" Jaejoong hanya diam menanggapinya. Namun sejak saat itu, tidak ada yang memanggilnya Joongie lagi.

- flashback end –

Jaejoong memandang TOP dengan tatapan tak suka.

"Kamu kenapa sih?"

"Kenapa aku tidak boleh memanggilmu Joongie lagi?" Jaejoong mendesis menatap namja di hadapannya.

"Kamu kenapa sih, Tab?" Namun Jaejoong tetap mengulang pertanyaan yang sama. Untuk beberapa saat mereka mengucapkan kata-kata "Kenapa?" dan "Kenapa tidak boleh?" secara berulang-ulang. TOP benar-benar merasa asing dengan teman masa kecilnya ini. Dalam beberapa hal, ia sudah menemukan separuh Jaejoong yang menghilang. Namun, sering kali TOP tidak memahami pemikiran Jaejoong.

"Sudah berapa lama kamu mengenalku?" akhirnya Jaejoong angkat bicara.

"Dan kamu sama sekali tidak paham apa alasanku? Nama itu mengingatkan masa laluku, Tab. Nama itu mengingatkanku akan Hyunjoong, akan eomma, akan appa…. Tiap kali aku mendengar nama itu, aku selalu berharap Hyunjoong Oppa yang memanggilku. Tapi nyatanya bukan! Dan aku membenci harapan kosong itu. Harapan yang tidak mungkin aka nada"

Keheingan tercipta di antara mereka berdua. Ternyata semua perubahan itu terjadi hanya karena satu orang. Hyunjoong….

Sering kali, TOP merasa benci pada dirinya sendiri. Seandainya saja waktu itu ia tidak menolak Jaejoong, mungkin keadaannya tidak seburuk ini. Semua itu memang semata-mata karena gengsinya yang kelewat tinggi. Ia memang sok jadi pahlawan. Namun nyatanya, kini ia kehilangan keduanya. Seorang sahabat dan seorang gadis yang paling disayanginya.

TOP memandang tepat ke manik hitam mata Jaejoong.

"Apa aku tidak bisa menggantikan posisi Hyunjoong?" Jaejoong terbelalak.

"Apa?" Namun, sedetik kemudian ia tersadar.

"Tabi… kamu…?"

"Aku mencintaimu. Lebih dari apa yang kamu bayangkan" Jaejoong tertawa sinis.

"Jangan bercanda, Tab! Kamu sendiri kan yang bilang waktu itu kalau…."

"Aku bisa bilang apa lagi?! Hyunjoong sahabatku. Dan aku tidak mungkin mengkhianatinya" TOP memutar ingatannya ketika ia berumur sebelas tahun.

- flashback –

Seperti biasa, mereka sedang bermain layangan di taman saat Hyujoong tiba-tiba menceritakan sesuatu yang sangat membuat TOP terkejut.

"Hyun, aku ingin memberitahu sesuatu. Tapi, kamu jangan bilang siapapun ya" TOP hanya mengangguk saat Hyunjoong berkata seperti itu.

"Aku menyukai Jaejoong"

"Hah?" TOP membelalakkan mata. Tali layangannya terlepas, sehingga benangnya menggelundung ke tanah. Ia kocar-acir mengejar layangannya yang mulai menjauh terbawa angina. Hyunjoong tertawa di belakangnya.

"Dia kan adik kamu? Kata eomma, kita tidak boleh suka dengan adik sendiri" kilah TOP setelah berhasil mendapatkan layangannya. Namun Hyunjoong hanya tertawa sambil membisikkan sesuatu di telinganya.

"Aku itu kan anak angkat appa dan eomma. Jadi, kalau aku anak angkat, aku kan tidak memiliki hubungan darah dengan Jaejoong. Kata eomma, kalau tidak punya hubungan darah, bisa menjadi pasangan kekasih"

TOP hanya bisa melongo. Namun, ia tidak bisa mengatakan tentang perasaan syang sesungguhnya terhadap adik sahabatnya itu. Ia terlalu menyayangi Hyunjoong. Ia terlalu bersikap seperti malaikat. Sehingga, ia hanya mendengarkan Hyunjoong bercerita dengan mata yang berbinar-binar, sembari menarik-ulur tali layangannya degan jemari bergetar. Bukan hanya karena ia dan Hyunjoong menyukai gadis yang sama, namun kenyataan yang dibisikkan Hyunjoong cukup membuatnya tidak percaya.

"Sekarang memang masih kecil, sih. Aku juga belum tahu orang pacaran itu seperti apa. Tapi kalau sudah besar, aku ingin menikah dengan Jaejoong seperti yang di film-film" Hyunjoong tertawa, memerkan giginya yang berderet rapi.

Sejak saat itu, TOP memutuskan untuk melupakan Jaejoong. Ia berusaha menganggap Jaejoong hanya sebagai adik. Hingga saat ia kelas 6 SD, Jaejoong menyatakan perasaannya. Sebenarnya, waktu itu TOP tidak ingin menolaknya. Hanya saja, ia tidak mampu mengkhianati Hyunjoong.

Setahun kemudian, walaupun tidak ada ucapan yang resmi, tanpa ada siapa pun yang menyadari, kedekatan Hyunjoong dan Jaejoong jauh melebihi dari apa yang dinamakan suka. Saling ketergantungan mereka lebih dari apa yang mereka sadari sendiri. Seandainya semua tragedy itu tidak pernah terjadi, Hyunjoong dan Jaejoong pasti masih pacaran sampai sekarang. Dan TOP juga menyadari, tidak akan ada yang dapat membuat Jaejoong melupakan Hyunjoong.

- flashback end –

Namun, sekarang Hyunjoong sudah tidak ada. TOP sudah tidak memiliki alasan apa pun untuk tidak mengutarakan perasaannya. Dan ia juga tidak mau menjadi pengecut untuk yang kedua kalinya.

"Kenapa kamu menyukai Hyunjoong? Apa karena aku?"

"Hah?" Jaejoong berusaha mencerna pertanyaan TOP tadi. Sesaat kemudian, ia menggeleng.

"Aku mencintai Hyunjoong Oppa. Bukan karena aku patah hati dengan… iya sih, aku memang patah hati. Namun, aku sama sekali tidak berpikir bahwa Hyunjoong Oppa itu penggantimu. Tanpa sadar, keberadaan dirinya menjadi semakin kuat.

Aku semakin susah menjaga hubungan sebagai kakak dan adik. Lagipula, aku dan dia kan memang bukan kakak-adik kandung. Hyunjoong Oppa kan anak angkatnya paman dan bibiku. Ia juga jarang berkata tentang perasaannya secara langsung padaku. Tapi, tidak perlu dikatakan pun, aku tahu seberapa besar rasa cintanya padaku" Jaejoong menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya.

"Sebenarnya, aku merasa beruntung karena kamu tidak menerimaku. Karena akhirnya aku memiliki Hyunjoong Oppa" Jaejoong tersenyum.

"Hanya saja…."

"Hyunjoong sudah tidak ada" TOP menyambung cepat. Jaejoong mengangguk pelan, kemudian berkata lirih.

"Iya, ia sudah tidak ada"

"Kalau begitu, biarkan aku menunggu" Jaejoong menaikkan alisnya.

"Aku akan menunggumu, sampai kamu bisa melupakan Hyunjoong"

.

.

.

Jaejoong berjalan gontai masuk ke kamarnya tanpa memedulikan Yunho yang sedang asik di meja computer walaupun Jaejoong berjalan melewatinya. Yunho juga sebenarnya tidak tertarik dengan yeoja itu, namun ia melihat ada selembar kertas hijau yang terjatuh dari tas Jaejoong.

Ia menelengkan kepalanya, mengambil kertas tadi. Sedetik kemudian, matanya mulai menekuri deretan huruf yang tertera di sana.

Sekarang pukul sebelas malam kurang sepuluh menit. Di hati kesembilan belas di bulan Januari.

Dulu, aku pernah berkata bahwa aku membenci cinta yang tidak bisa memiliki. Namun sekarang akhirnya aku sadar, ternyata memang ada cinta yang tidak harus memiliki. Aku mungkin bukan Hahlil Gibran yang dapat menyerukan kata-kata cinta dengan lantang. Aku juga bukan Shakespeare yang dapat membuat kata-kata cinta dengan mendayu-dayu. Namun saat ini, aku mencoba menyatakan cinta untuk yang terakhir kalinya kepada seorang gadis bernama Joongie.

Selama lima tahun ini, ternyata aku terjerat cinta yang oleh kebanyakan orang disebut sebagai cinta terlarang. Cinta yang mengatasnamakan kakak dan adik. Cinta yang melanggar batas norma dan aturan. Cinta yang sampai mati pun, tidak akan pernah aku lupakan. Cinta terakhir yang selalu membuat aku merasa, she's the one.

Namun, sekarang aku harus pergi. Pergi jauh, aku harus pergi meninggalkan cinta itu. Meninggalkan semua kenangan, menghapus semua waktu.

Jangan tanya seberapa sedihnya aku! Karena aku pun tidak bisa menghitung tetes kesedihan itu.

Mianhae, aku tidak bisa ada di sampingmu lagi. Mianhae, aku tidak bisa menepati janjiku untuk selalu menjagamu. Mianhae…. Atas kekecewaanmu karena aku.

Gowawo, atas semua cinta. Gomawo, atas semua senyum dan kesabaran. Gomawo, atas semua pengertian. Gomawo, telah membuatku menjadi lelaki paling beruntung di dunia. Gomawo, atas lima belas tahun yang penuh kebahagiaan. Gomawo…. Atas semua kehidupan yang ada.

Joongie, apapun yang terjadi setelah ini, kamu harus percaya bahwa apa yang aku lakukan ini bukanlah hal yang konyol. Aku tahu kamu pasti marah. Kamu pasti sangat marah. Namun satu hal yang aku ingin kamu percaya, kamu adalah anugerah paling berharga yang pernah aku punya. Ada alasan di balik semua ini.

Mianhae, sekarang aku tidak bisa ada di sampingmu setiap kali kamu membutuhkanku. Tapi kamu tidak perlu setegar itu! Setiap kali kamu ingin menangis, cari bintang dan lihatlah ke langit. Bintang-bintang itu yang akan menjadi pengganti bahu dan pelukanku untukmu.

Jangan lupa, di manapun itu, ada seseorang yang sangat mencintaimu. Satu hal yang aku minta padamu. Setelah ini, apapun yang terjadi, kamu harus bahagia. Kamu harus bahagia.

I love you,

Kim Hyunjoong

P.S. : Joongie, cari Appa! Dia adalah keeping puzzle yang tertinggal.

Yunho melangkahkan kakinya masuk ke kamar Jaejoong. Ia mendapati Jaejoong berada di balkon memandangi bintang-bintang. Jadi, inikah alasan yang membuat gadis itu selalu berada di sana setiap malam?

Sedikit demi sedikit, Yunho mengerti tentang sesuatu yang terselubung dari setiap tingkah laku Jaejoong. Gadis itu berusaha menutup air mata dengan tawa. Dan keberadaan namja yang menulis surat inilah yang membuat seorang Joongie berubah menjadi seorang Jaejoong.

"Namja itu Hyunjoong, kan?" Jaejoong terperanjat saat mendengar suara Yunho tepat dari balik punggungnya.

"Namja yang kamu suka itu Hyunjoong, kan?" Yunho memperlihatkan kertas hijau yang ia pungut barusan. Jaejoong merampasnya dari tangan Yunho dengan kasar.

"Kamu baca ya?!" Tatapan Jaejoong seakan memaksa untuk berkata 'tidak', namun jawaban yang didapatkan Jaejoong hanya bahu Yunho yang terangkat. Jaejoong menghembuskan nafas panjang sambil kembali membalikkan badannya.

Yunho menyandarkan tubuhnya di pagar di samping Jaejoong.

"Kalau mau menangis, menangis saja" Yunho memandang Jaejoong.

"Tidak perlu melihat bintang lagi. Pakai bahuku saja" Jaejoong memutar bola matanya menatap Yunho. Kalau mau jujur, ia sedikit terharu juga mendengar Yunho berkata seperti itu.

"Tapi kamu harus pura-pura menjadi kekasihku…" Yunho menyengit. Detik berikutnya, Yunho kembali terusir keluar dengan lemparan benda—benda yang melayang

.

.

To Be Continue

.

.

Chapter 5 update~ ^^

Maaf ya, chapter ini cukup pendek kkk~

Dan sepertinya veect akan benar-benar semi hiatus. Atau bahkan hiatus :( sudah mulai ujian, hiks

Tapi veect akan tetap berusaha untuk update FF kalau ada waktu, terutama Who Knows yang sudah banyak ditunggu kkk~

Gomawo yang sudah review, follow, dan favorite! Saranghaeeeeeeeeee *kiss kiss*

Thanks for read, review(s) please? ^^~