Monster
Cast : Kim Nam Joon, Min Yoongi
Genre : angst, sad, romance
Rate : M
Length : one shot
Author : VJin
Cover : VJin
DISC. : THIS FANFICT IS BELONG TO ME! DON'T CO-PAS WITHOUT MY PERMISSION!
NB : WARNING(S)! YAOI!BOY X BOY LOVE STORY! OOC! KEKERASAN! DRUGS CONTENT INCLUDED! MATURE CONTENT INCLUDED! BLOOD CONTENT INCLUDED! TYPO! GAJE!
"Kim Nam Joon merasa dirinya hanyalah Monster yang merusak dan menghancurkan segala yang ia sentuh. Hingga.. Min Yoongi yang manis dan ringkih hadir dalam kehidupannya, akankah Min Yoongi juga dihancurkannya?"
Please enjoy! ^^
Author's POV
Pria itu menendang asal botol beling yang tergolek lemah di hadapannya, hingga benda itu menggelinding random dan pada akhirnya harus menerima nasib –hancur-lebur terhempas dari nafas kembali terdengar sebelum sosok itu mendudukkan dirinya di untuk menenggelamkan wajahnya pada celah lututnya, hingga kembali terdengar helaan nafas yang terdengar berat memenuhi ruangan yang sepi itu.
Mengacak surainya frustasi, sebelum mengangkat kepalanya, hingga tatapannya tanpa sengaja bertemu frame itu, frame yang semula bertengger manis pada nakas ranjang nya, kini harus rela tergolek di lantai ruang tamu yang dingin dan kotor, terlebih bingkai kaca yang semula membungkus indah, kini terlihat memiliki beberapa retak di atasnya.
"Eomma..bogoshippeo.." lirihnya, hingga setetes kelemahannya bergulir untuk yang pertama kali nya di bulan ini, setelah sebelumnya ia mengira persediaan air mata di kelenjar matanya sudah habis.
Sosok itu kembali menenggelamkan wajahnya, kali ini dengan bahu bergetar ditemani suara isakkan nya yang terdengar lirih dan menyayat hati.
Pria tampan dengan garis wajah tegas itu melangkah gontai, sesekali tangannya bergerak random untuk mengayunkan tongkat kayu di tangannya, membenturkannya pada beberapa rolling gate sejumlah toko yang sudah tutup, sementara matanya menatap hampa jalanan minim penerangan di hadapannya.
Wajahnya pucat, bibirnya kering, sementara matanya terlihat kembali membawa tangannya untuk memeluk lengannya sendiri, mengusap lengan atasnya, hingga mencapai tengkuknya, dan berakhir dengan sebuah jambakkan di surai nya sendiri.
Kakinya lemah, tak mampu menapak barang seinci pun. Tubuhnya bergetar, sementara pupilnya bergerak gelisah, seakan tengah mencari sesuatu, namun tak berhasil mengingat dengan baik apa yang diinginkannya. Hingga tangannya yang bergetar bergerak menyusup ke saku belakang celananya, lalu beralih pada beberapa saku di depan nya kala tak mendapati apapun yang ia cari.
Bibirnya kian memucat, dan kini disertai dengan getaran –pria itu menggigil. Entah apa yang membuatnya kedinginan di malam musim semi seperti ini, kala angin yang berhembus terlalu hangat untuk membuatnya mengalami hipotermia bak terjebak di pegunungan es.
Meringkuk, tak perduli kini tubuhnya sudah kotor oleh beberapa oli yang menempel lekat di jalanan itu, mengingat tempatnya merebahkan tubuh persis di halaman sebuah bengkel. Tubuhnya kini semakin intens bergetar, bibirnya menggigil, sementara tangannya beralih mencakar kulit lengannya sendiri, hingga menghasilkan beberapa gores dan mengeluarkan darah kecil. Hingga pandangannya perlahan menjelma menjadi lubang hitam, gelap.
**
Pria manis di sana terlihat tengah memainkan ponselnya, sesekali menggerutu, mengernyit, mendengus, bahkan terkekeh kala melihat layar ponselnya yang menampilkan kolom-kolom percakapannya dengan sang Sahabat karib. Hingga senyum manisnya perlahan memudar kala melihat sesuatu yang tergolek di depan bengkel milik salah seorang sahabatnya yang tengah berbalas pesan dengannya tadi. Sesungguhnya iahanya ingin mengambil payung nya yang tertinggal di depan bengkel itu, namun apa yang ia dapatkan agaknya membuat bulu kuduknya sedikit meremang.
Gulp.
Menelan saliva nya takut, sungguh ia membenci tempat-tempat yang gelap, terlebih saat ini di tempat yang minim penerangan seperti bengkel sang Sahabat itu terdapat sesuatu. Mungkin saja itu hantu, pikirnya takut.
Menggeleng, berusaha mengenyahkan rasa takut, meski sama sekali nihil. Ia perlahan mulai mendekat pada sosok itu, menekan rasa gemetar nya. hingga ia dibuat mengernyit kala melihat wajah pucat yang tergolek di sana.
"c-cho-chogiyeo.." panggilnya, lebih mirip gumaman yang terbata.
Tak ada jawaban, ia memberanikan diri berjongkok, mendekatkan wajahnya pada wajah sosok yang kini ia –coba- yakini sebagai manusia itu. menekankan jari telunjuknya di lengan atas sang pria yang mengenakan kaus sleeveless nya, mengekspos otot-otot bicep nya yang terlihat seksi.
"chogiyeo, Ahjussi.."
"Ahjussi?Gwaenchanayeo?"
"Ahjussi?Ireona juseyo.."
"Ahjussi?"
"Ahjussi?"
Apa dia pingsan, ya? Batin si Manis berasumsi. Sejurus kemudian ia menolehkan kepala nya ke kiri dan kanan, mencoba menemukan seseorang untuk membantu nya membawa pria itu ke klinik terdekat, namun nihil.
Tatapannya beralih pada ponselnya yang kembali bergetar.
From : Seokie-jjang ^^
Kau sudah sampai bengkelku?Apakah benar ada hantu nya?wanita apa laki-laki? Jika wanita, tanyakan namanya untukku, Gi-ah.
Mendengus sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk menekan ikon berbentuk telepon itu, dan mendekatkan ponselnya pada telinganya –membuat panggilan.
"yoboseo, Gi. Apakah ada hantu?" suara di seberang sana terdengar setelah menunggu selama beberapa detik.
"Seokie, bisakah kau ke bengkel mu?"
"benar-benar ada hantu? Wanita atau –"
"ada yang pingsan di depan bengkel mu. Berhenti bercanda, datang."
"a-apa? Baiklah..baiklah, tunggu sebentar. Lima belas –anniey dua puluh menit lagi aku sampai ke sana. Aku harus meyakinkan JungKook untuk meninggalkannya sebentar."
"aish, Kekasihmu itu overpro sekali, sih. Baiklah, kumohon menit, aku tidak mau tahu."
"ta-tapi, Gi. Kau tahu sendiri betapa –"
Beep.
Tanpa menunggu alasan sang Sahabat yang sedari tadi menggoda nya itu dengan hal-hal seperti hantu, pria manis itu memutuskan sambungan teleponnya, dan ia sangat yakin bahwa sang Sahabat saat ini tengah mengumpatnya lantaran selalu melakukan kebiasaan buruknya –memotong percakapan –alasannya.
Tatapannya beralih kembali pada sosok itu, sosok yang kian memucat, membuatnya tanpa sadar dilanda kegelisahan, menanti Jung Hoseok –sang Sahabat- datang dan membantu pria yang menutup matanya penuh raut kepedihan itu.
Tangannya perlahan tergerak, menggapai surai sang pria yang tergolek lemah, hingga ia dapat dengan nyata merasakan basah peluh yang membasahi surai hitam itu.
"bersabarlah sebentar, Ahjussi. Ah, apakah tidak apa-apa memanggilnya seperti itu? kulihat dia tidak begitu tua." Monolog nya seraya mengusap-menghapus peluh sang pria dengan tissue yang baru saja diambilnya dari dalam tas ranselnya.
"benar tidak apa-apa membawa nya ke Apartemen mu, Gi?"
"iya, Seokie. Mengapa kau jadi sangat berisik, sih?"
"maaf, aku tidak tahu di mana klinik terdekat di daerah bengkel ku."
"iya, bukan salahmu juga lantaran tidak memperhatikan letak di mana akan mendirikan bengkelmu." Sindir si Manis, membuat pria itu mendengus.
"sudah sana, pulanglah. Sebelum JungKook mu itu membakar Apartemen mu." Tambah si Manis.
"kau benar –"
"aku tidak apa-apa, Seokie. Sekali lagi kau bertanya, aku akan mengubahmu menjadi koleksi langka museum fosil." Potong nya (lagi).
Mendengus lagi, dan langsung ditimpali dengan kekehan kecil si Manis.
"tidak apa-apa. Aku akan mengurusnya, lagi pula aku sendiri yang meminta mu membawa nya ke Apartemen ku, bukan? Sudah sana, pulang. Gomawo sudah membantuku."
"eum. Tapi, Gi, dia 'kan orang asing. Apa –"
"dulu juga kau orang asing bagiku, bukan? So?"
"tapi, itu beda kasus, Gi. Aku –"
"iya-iya, aku akan menjaga diriku sendiri dengan baik. Tenang saja, aku bahkan selalu menyimpan senapan angin untuk tahu sendiri, bukan?Jadi, jangan dengan dengan nyenyak bersama Kekasihmu itu."
Menghela nafas panjang, sebelum akhirnya sebuah senyum simpul terbentuk, lalu kepala itu mengangguk kecil.
"baiklah, aku pulang. Jika terjadi apa-apa –"
"eum, aku pasti akan menghubungimu langsung."
"cih, dasar Mr. Knife. Hobimu itu memotong dan menyela perkataan orang lain, ya? Menyebalkan sekali."
"hahaha. Sudah, pulang sana."
Kedua mata itu membelalak tak percaya kala sosok mungil itu mendorong punggungnya pelan.
"kau mengusirku? Ah, bertemu dengan pria tampan sepertinya membuatmu langsung membuangku. Bagus, bagus sekali, Min Yoongi-ssi."
Mendengus, lalu menarik sejenak daun telinga sang Sahabat, lalu berkata. "ya-ya, pulanglah Mr. Chat box. Well, aku beruntung mendapat pria tampan malam ini." Gurau nya, membuat sang Sahabat mendengus.
"iya, aku pulang. Jaga dirimu."
"eum, gomawo, Seokie-ah."
"eum."
Sepeninggal sang Sahabat, Pria manis itu kembali memutar tubuhnya memasuki kamarnya, setelah memastikan pintu dan jendela Apartemen nya sudah terkunci rapat.
Menggigit bibir bawahnya sangsi, sebelum mendekati ranjangnya, kembali menghapus peluh yang mulai memenuhi keningnya.
"jaljjayo, Ahjussi."
Menggeliat kecil, hingga kemudian mematung seketika kala baru saja membuka bukan langit-langit kamarnya yang kecil dan usang penuh noda bekas tetesan air kamar yang dilihatnya saat ini berwarna biru langit, tanpa noda sedikit pun.
Menoleh, hingga kembali membeku kala mendapati sosok mungil bersurai hazel yang tengah menyandarkan kepalanya di ranjang yang sama dengan yang ditidurinya. Kedua mata mungil itu terpejam damai, sementara bibir tipis itu sesekali mengeluarkan gumaman tak jelas. Manis, menggemaskan, dan..ringkih. Itulah sederet kata yang disiapkan hati sang pria yang masih menatap lekat sosok mungil-manis itu.
'apa aku sudah mati? Apa dia bidadari? Apa bidadari secantik ini?'
'mustahil. Jika pun aku sudah mati, aku pasti akan bertemu iblis terseram yang pernah ada. Tuhan takkan sudi menghadiahkan makhluk hina sepertiku seorang bidadari secantik ini.'
'lalu.. siapa –'
"ngghh.." lenguhan halus itu menginterupsi peperangan batinnya. Hingga tak butuh waktu lama, manik mereka saling pekat itu membelalak kaget, sementara marble senada kayu mahoni itu membiaskan kehangatannya.
"kau sudah sadar, Ahjussi?"
Ahjussi? Apa dia.. keponakannya? Aish, semakin konyol saja pemikirannya itu.
"semalam kau pingsan, aku menemukanmu di depan bengkel temanku."
Pingsan?
"eum. Semalam kau pingsan dengan tubuh bergetar dan bibir tidak tahu di mana klinik terdekat, maka dari itu aku membawa mu ke Apartemen ku."
Mendengar penjelasan dari si Manis di hadapannya, ia pun kembali teringat akan malam terberat-menjengkelkan baginya. Malam yang ia benci.
"mengapa kau bisa sampai pingsan di sana, Ahjussi? Kau sakit? Atau –"
"entah, aku tidak ingat." Jawabnya pelan, terlampau pelan, lebih cocok disebut gumaman, beruntung si Manis memiliki indera pendengaran yang tajam.
"eung? Aneh sekali. Ah, mungkin kau lapar. Mau sarapan bersamaku?"
Si Tampan tertegun, kalimat pertama yang ia dengar sepanjang hidupnya.
'mau sarapan bersamaku.'
Dan sekarang kalimat itu kian menjelma menjadi gema yang senantiasa ternginang di telinga dan..hatinya.
Memperhatikan lekat sosok berbalut apron berwarna peach yang tengah mengaduk wajan nya, sesekali alunan nyanyian si Manis sampai ke telinga nya, membuat hatinya berdesir tanpa ada jawaban yang jelas.
"kau suka Samgyeoptang, Ahjussi?"
Pertanyaan itu membuatnya kembali ke kenyataan, selama beberapa saat berada di Negeri ciptaan nya sendiri.
"ah, maaf. Aku tahu tidak sopan memanggilmu seperti , aku tidak tahu aku harus memanggilmu dengan sebutan apa lagi. Aku –"
"Nam Joon, Kim Nam Joon namaku." Selanya, membuat si Manis tertegun sejenak, sebelum mengembangkan senyum termanis bagi si Tampan.
"baiklah, aku akan memanggilmu Nam Joon-ssi. Kau tidak keberatan, bukan?"
Hening. Namun, si Manis masih menampakkan senyumnya, sebelum ia beranjak menghampiri si Tampan dengan sebuah mangkuk besar di tangannya.
"cha, mari kita makan, Nam Joon-ssi."
Mereka makan dalam suasana hening, tak jarang si Manis akan berdeham guna mencairkan suasana, namun sepertinya tak berefek lebih selain keheningan lainnya.
Hingga tatapan si Manis sedikit turun dari wajah di hadapannya, dan mendapati beberapa luka gores yang menampilkan darah kering di lengan atas Pria yang semalam ditolong nya itu, membuat kedua bola matanya yang kecil, kini membesar.
"kau terluka, Nam Joon-ssi? Mengapa aku baru melihatnya?" si Manis tanpa segan menghentikan acara makannya, dan langsung menghambur ke sisi si Tampan –Kim Nam Joon.
Kim Nam Joon kini sudah menahan nafasnya dengan ekor mata yang setia mengikuti setiap pergerakan si Manis-ringkih sentuhan langsung telapak tangan si Manis yang belum ia ketahui namanya itu dengan kulit lengannya membuatnya hampir terkena serangan jantung mendadak.
"astaga, seperti luka cakaran. Apa kau baru saja bertengkar dengan kucing kemarin, Nam Joon-ssi?"
Yoongi menatap lekat sepasang marble hitamnya, membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya, dan lidahnya terasa kelu.
"tidak? Aish, lalu apa? Semoga saja tidak berdampak , aku akan mengambil antiseptik dan plester."
Nam Joon hanya mampu mengikuti setiap pergerakan si Manis yang sudah menghilang di ujung dapur, hingga beberapa detik setelahnya ia sudah kembali dengan sebuah kotak putih-kecil di tangannya.
"cha, tahan sedikit, ya. Mungkin akan terasa sakit." Titah si Manis seraya membalurkan cream antiseptik di ujung kapas cotton buds nya.
Nam Joon hanya mampu menatap malu-malu si Manis yang tengah serius dengan lengan atasnya, mengoleskan cream-cream tersebut hingga merata menutupi luka goresan di lengannya.
"sakit?" tanya si Manis terdengar cemas.
Menggeleng kaku, itulah yang dapat dilakukan Nam Joon kala lidahnya masih belum dapat berfungsi dengan baik. Namun, gelengan sepertinya tidak cukup untuk meyakinkan si Manis yang masih menatapnya cemas, bahkan kini ia sendiri yang menggigit bibir bawahnya, seakan ia lah yang merasakan perih pada lengannya.
"mianhae." Ujar si Manis kala sudah tertunduk, mencari plester nya di dalam kotak itu.
Tertegun sejenak, sebelum menatap si Manis tak mengerti. Hingga ucapan si Manis selanjutnya membuatnya mematung tak percaya.
"kau hampir terkena infeksi luka karena aku terlambat menyadari lukamu. Maafkan aku, Nam Joon-ssi."
'manis, baik, berhati mulia, dan.. cantik.'
Percaya atau tidak, itulah yang diserukan isi hati Nam Joon kala menatap lekat wajah Manis sang Bidadari nya.
"sudah. Apa kau merasa sakit, Nam Joon-ssi?" tanya si Manis lagi memastikan, dan lagi-lagi Nam Joon hanya dapat menggeleng kaku.
"bicaralah, Nam Joon-ssi. Aku takkan percaya jika kau tidak mengatakannya langsung." Titah si Manis.
"ti-tidak, tidak sakit, eum –"
"Yoongi, Min Yoongi bisa memanggilku dengan Yoongi, Nam Joon-ssi." Sela Yoongi –si Manis.
Nam Joon tertegun sejenak, 'nama nya secantik orangnya.'Batinnya.
"n-ne, Y-Yoongi-ssi."
Yoongi tersenyum, senyuman cantik lainnya bagi Nam Nam Joon merasa ajalnya sudah dekat, karena Tuhan sudah mengirimkan Bidadari tercantik untuk mengantarnya ke haribaan.
"eung? Kau tidak menghabiskan sarapanmu, Nam Joon-ssi?"
Nam Joon tergugup, dan langsung meraih sendoknya setelah mengisinya dengan nasi di mangkuk kecilnya.
"aamm.. enak."
Mati. Nam Joon nyaris mati saat Yoongi merebut sendok yang dipegangnya, hingga nasi yang sebelumnya hampir masuk ke dalam mulutnya, beralih arah hingga memasuki mulut kecil itu.
Setelahnya Yoongi memberikan senyumnya lagi, untuk Nam Joon, hanya untuk Nam Joon.
"hehe, maaf membuatmu kaget, Nam Joon-ssi." Ujar Yoongi, masih dengan senyumnya. Dan apa yang terjadi setelahnya membuat Nam Joon menahan nafasnya untuk beberapa detik. Yoongi mengusak surainya. Me-ngu-sak. Su-rai. Nam-Joon.
**
"pu-pulanglah."
"tidak sebelum aku melihatmu masuk, Nam Joon-ssi."
Nam Joon terdiam sejenak, kemudian memberanikan diri untuk menatap Yoongi, kemudian membungkukkan badannya.
"te-terima kasih sudah menolongku kemarin, dan hari ini."
Yoongi tersenyum lagi, senyum yang sampai menyentuh matanya.
"sama-sama. Aku senang bisa bertemu denganmu, Nam Joon-ssi.Jaga dirimu, ya."
"i-iya. Terima..kasih."
"eum, masuklah."
"pulanglah, aku tidak apa-apa."
"aku juga, masuklah."
"a-aku akan melihatmu pulang terlebih dahulu sebelum masuk."
Yoongi terdiam sejenak, sebelum menatap malu Nam Joon, hingga..
"bolehkah aku berkunjung ke rumahmu?" tanya Yoongi tanpa ragu sedikitpun.
"nde?" Nam Joon hampir tersedak liurnya.
"a-aku.. ah, maksudku bolehkah aku meminjam kamar mandimu? Aku ingin buang air kecil ."
"i-itu.."
"ayolah, Nam Joon-ssi.. kumohon, ini urgent."
"ta-tapi.."
"aku janji tidak akan lama, hanya meminjam kamar mandi, setelah itu langsung pulang. Kumohon."
"a-aku.. mm.."
"aish, ayolah, aku sudah tidak tahan, Nam Joon-ssi." Yoongi memainkan aktingnya dengan sempurna, bahkan kini ia sudah mengamit lengan Nam Joon, dan membawa pria tampan itu semakin mendekat pada pintu rumahnya.
Nam Joon menatap sejenak Yoongi yang masih memasang wajah memelasnya, kemudian tangannya yang lain merogoh kantung celana belakangnya, dan menemukan sebuah kunci. Tak lama kemudian pintu pun terbuka, membuat Yoongi hampir memekik dengan kedua mata membelalak sempurna melihat isi rumah Nam Joon.
"see?" ujar Nam Joon seraya menatap lekat Yoongi seakan berkata 'inilah alasanku melarangmu masuk.'.
"apa? Dimana kamar mandi nya?" Yoongi tidak ingin kalah dengan tatapan Nam Joon, ia memilih melanjutkan acting nya.
Nam Joon terdiam sejenak, sebelum mengedikkan dagunya ke depan, seakan menunjukkan di mana lokasi kamar mandi nya.
Tak ingin berbicara lagi, Yoongi kembali menarik lengan Nam Joon untuk membimbingnya menuju kamar mandi di rumah lagi, Nam Joon nyaris mati lantaran terlalu sering menahan nafasnya. Perlakuan spontan Yoongi membuatnya hampir terkena serangan jantung.
**
"su-sudahlah, Yoongi-ssi."
"apanya yang sudah? Ini masih berantakan, dan aku takkan pulang sebelum merapihkan rumahmu yang sudah lebih parah dari kapal pecah ini." Oceh si Manis seraya kembali menyibukkan dirinya, berjalan ke segala arah hanya untuk mengumpulkan kemasan-kemasan makanan atau bahkan sampah yang tergeletak asal di segala tempat di rumah itu.
Nam Joon hanya bisa menghela nafas panjang, pasrah akan tabiat si Manis –yang hobi bersih-bersih- yang baru ia ketahui saat ini. Sejurus kemudian kedua matanya membelalak kaget kala melihat Yoongi sudah memasuki ruangan yang merupakan kamarnya dia.
"Y-Yoongi-ssi, tu-tunggu."
"kyaaa.. Kim Nam Joon-ssi! Mengapa kau jorok sekali!" jeritan Yoongi membuat Nam Joon merutuki kebiasaan buruknya itu –menaruh –membuang asal pakaian kotornya ke lantai.
"i-ini.."
Sret.
Secepat kilat Nam Joon merebut underware yang semula berada di tangan Yoongi, setelahnya memilih untuk menyembunyikannya di balik tubuhnya.
"m-mianhae.. bisakah kau hentikan saja acara bersih-bersihnya, Yoongi-ssi?" bujuk Nam Joon.
Wajah Yoongi masih memerah padam, efek memegang underware kotor Nam Joon. Namun, setelahnya ia menggeleng mantap, dan berkata.
"bukankah aku sudah mengatakannya tadi, aku takkan pulang sebelum semua ini bersih."
"bagaimana jika sampai malam rumahku tidak juga rapih dan bersih? Kau ingin tidur denganku, eoh?"
"ke-kenapa tidak?"
Blush.
Wajah keduanya memerah, sementara keduanya sibuk mengalihkan pandang ke arah lain asal bukan wajah lawan bicara masing-masing.
"pu-pulanglah, aku akan membersihkannya sendiri. Aku janji."
"t-tapi –"
"lagi pula bukankah kau orang asing bagiku? Tidak seharusnya aku membiarkan orang asing memasuki rumahku bahkan kamarku." Tambah Nam Joon dengan nada dingin nya, membuat Yoongi mematung di , kami ini orang asing, pikirnya.
"a-ah..begitu, ya. Kalau begitu, maaf sudah lancang memasuki rumah dan kamarmu, Tuan." Ujar Yoongi, nada suaranya terdengar bergetar entah karena apa.
Yoongi dengan perasaan kesalnya meletakkan keranjang pakaian Nam Joon, lalu berlalu meninggalkan Nam Joon yang masih terpaku di kamarnya.
Klek.
Blam.
Begitulah suara pintu yang baru saja dibanting Yoongi, hingga membuat Nam Joon menghela nafas berat, kemudian mengacak surainya.
Setelahnya Nam Joon beranjak menatap pantulan dirinya di cermin lemari nya, menatap wajahnya lama, sebelum tatapannya beralih pada plester-plester yang menempel di beberapa tempat di lengannya. Plester Yoongi.
Yoongi. Satu nama itu bagaikan mantra hebat multifungsi. Karena sekarang Nam Joon dapat merasakan hatinya berdesir namun juga tersayat di saat yang menyesal. Menyesal karena telah membiarkan bidadari secantik Yoongi pergi. Namun, di sisi yang berlawanan, logika nya berkata pasti, mencoba mengingatkan dirinya sendiri bahwa..bidadari secantik Yoongi tidak boleh berada di sisi seorang Monster sepertinya. Dan Nam Joon merupakan tipikal orang yang lebih mendahulukan logika nya, dan setelahnya ia menganggukkan kepalanya mantap.
'ya, ini yang terbaik. Selamat tinggal, Min Yoongi. Kau tidak boleh bertemu dengan Monster hina menjijikkan sepertiku lagi. tidak boleh.'
Di saat yang bersamaan, Min Yoongi –Bidadari cantik Kim Nam Joon- terlihat baru saja menaiki bis yang akan membawa nya menuju halte terdekat dengan Apartemen nya. mendudukkan dirinya di kursi terbelakang, kemudian menyandarkan kepalanya, memijat tungkai lengan nya yang terasa sedikit pegal, hingga ia kembali mengingat apa yang terjadi tadi.
'..kau hanya orang asing..'
Benar, Yoongi memang hanyalah sebatas orang asing bagi Kim Nam Joon. Apa yang salah? Nam Joon benar, Yoongi. Mengapa kau menangis?
Menangis? Ya, saat ini Yoongi sudah meneteskan air matanya. Alih-alih berhenti menangis, tetesan itu malah kian intens mengalir hingga bibirnya mengeluarkan isakan kecil.
'Min Yoongi, apa yang salah denganmu? Mengapa aku merasa kesal dan kecewa mendengar kalimat itu dari mulut Nam Joon-ssi? Dia tidak salah, bukan?' batinnya mencoba menasihatinya.
Menghapus air matanya kasar, meski tetesan itu masih saja keluar dari pelupuknya. Yoongi memutuskan untuk menutupi wajahnya yang terlihat memerah karena tangis dengan kedua tangannya.
'Kim Nam Joon..bisakah kita tidak menjadi orang asing?'
Percaya atau tidak, itulah yang diucapkan hati kecil seorang Min Yoongi, membuatnya kembali merutuk seraya merasakan kepalanya berdenyut Nam Joon mampu membuatnya menjadi seperti ini. Orang asing yang tak sengaja bertemu dalam keadaan pingsan dengannya itu mampu merubah kehidupan seorang Min Yoongi menjadi 360 derajat dalam kurun waktu kurang dari dua puluh empat jam. Hebat, bukan?
**
Nam Joon merebahkan tubuhnya di sofa kecilnya yang sudah rusak, menampilkan busa-busa nya yang keluar melalui lubang-lubang kecil di atasnya. Matanya ia pejamkan, sementara satu lengannya menutupinya. Namun, hal itu tak berlangsung lama lantaran bayangan Yoongi langsung tertampil bagai slide show secara tiba-tiba.
Nam Joon mendudukkan dirinya, setelahnya mengusap wajahnya , ada yang salah dengan dirinya. Bukan sekali ini ia bertemu dengan Pria manis dan cantik, sudah sering, bahkan terlampaui sering dan membuatnya bosan. Nam Joon selalu melihat dan bertemu Pria-pria seperti itu saat tengah berada di pub , anehnya hanya Yoongi lah yang mampu membuatnya hampir gila seperti ini. Bayangkan saja, hampir sepanjang hari ini ia memikirkan si Manis dengan pigmen kulit very flawless bernama marga 'Min' itu. bahkan aroma parfum Yoongi masih tercium di kamar mandi nya, dan kamarnya.
Nam Joon menundukkan kepalanya, hingga tatapannya beralih pada meja di kecil yang semula hanya penuh sampah, kini bersih tanpa noda, hanya terdapat sebuah asbak –yang juga sudah bersih- dan sebuah ponsel , seingatnya Nam Joon tidak pernah memiliki ponsel. Terakhir ia memiliki benda itu satu tahun yang lalu, sebelum ia menjualnya demi mendapatkan uang untuk membeli salah satu 'barang' kesukaannya.
Drrtt..
Seakan sudah satu hati, ponsel itu bergetar tepat setelah Nam Joon menggenggam nya, menampilkan wajah Yoongi dengan seorang Pria tampan berhidung lancip.
Trak.
Nam Joon seakan dapat mendengar patahnya hati di dalam tubuhnya bersamaan dengan gemertak giginya. Sial, ia cemburu.
Tak ingin menatap foto itu terlalu lama dan membuat hatinya sepanas larva gunung merapi, Nam Joon memutuskan untuk tak mengindahkan panggilan itu, dan meletakkan kembali ponsel itu di atas meja.
'hell, kau tidak berhak merasakan hal semacam ini, Kim Nam Joon! Yoongi terlalu berharga untuk melabuhkan hatinya padamu. Tentu saja ia sudah memiliki Kekasih setampan itu. apa yang kau harapkan, Loser?'
Kembali merebahkan tubuhnya, tak lama setelahnya memejamkannya, meski hatinya tengah bergemuruh.
"bagaimana, Seokie?"
"tidak diangkat. Ayolah, ingat lagi dimana terakhir kali kau menyimpan atau melihat ponselmu, Gi."
Yoongi –Pria manis itu menggigit bibir bawahnya sangsi. Ia terus mencoba mengingat dimana terakhir kali ia melihat ponselnya, namun gagal.
"terakhir kau pergi kemana?" tanya Hoseok –sang Sahabat.
"aku tidak pergi kemana pun. Kemarin aku bangun, sarapan bersama Nam Joon-ssi, dan ke rumah Nam –"
"KAU APA!? K-KAU KE RUMAH PRIA ASING ITU, GI!?" pekik Hoseok tak percaya.
"i-iya. Me-memang nya ke-kenapa?"
Hoseok berdecak kesal, "mengapa kau senekat itu, eoh!? Bagaimana jika ia menyakitimu di rumahnya!? Melihat dari wajahnya, sepertinya dia bukan orang baik, Gi! Aku tahu kau itu supel dan ramah pada orang lain, namun kau juga harus berhati-hati!"
"h-hei, mengapa kau semarah ini? N-Nam Joon-ssisama sekali tidak berbuat jahat padaku, Seokie. Lihat, apakah ada setitik pun noda di tubuhku?Tidak, bukan?Jangan paranoid dan overpro!"
"tsk, aku hanya khawatir, Gi. Kau itu sahabat ku yang paling berharga. Pokoknya kau tidak boleh menemui nya lagi! Aku tidak akan mengizinkannya!"
"iya..iya.. mengapa kau berisik sekali sih, Seok?! Aku juga tidak akan kembali lagi kesana, kami hanya..orang asing."
Ada nada berbeda saat Yoongi mengatakan dua kata terakhirnya, dan Hoseok terlalu peka untuk melewatkan yakin, ada sesuatu yang terjadi dengan keduanya.
"apa? Mengapa wajahmu murung seperti itu, Gi? Jangan katakan kau –"
"jangan gila! Kami hanya ORANG ASING!"Yoongi seakan sengaja menekankan dua kata itu, membuat Hoseok mengerutkan puncak hidungnya.
"kau menyukainya? Jatuh cinta padanya?pada pandangan pertama? Hell, Gi!" cecar Hoseok.
Blush.
Wajah Yoongi secara ajaib merona hebat, memerah padam terutama di bagian mengapa tuduhan Hoseok tadi tak bisa disangkalnya.
"t-ti-tidak! Si-siapa yang ja-jatuh cinta?!" suara Yoongi meninggi dengan sendiri tengah yang ditangkap baik sejak tujuh tahun yang lalu membuatnya terlalu mengenal Yoongi dan segala gelagatnya.
"you're damn-falling in love with the stranger guy, Min Yoongi. Shit!"
"n-no! I'm not!" elak Yoongi, membuat Hoseok menatap sang Sahabat lurus.
"kumohon, siapa saja asal jangan orang seperti itu, Gi. Aku tidak suka saat pertama kali melihatnya." Suara Hoseok melunak.
"i-iya, Seok. Kau..tenang saja. Aku tidak jatuh cinta pa-padanya."
"eum. Kuharap kau dapat memegang ucapanmu sendiri, Gi.I trust you."
"eum.." ada keraguan yang tersimpan dalam hati Yoongi saat ia bergumam seperti itu. entahlah, hatinya seakan menolak permintaan Hoseok.
**TBC**
holla... FF chapter lagi ^^ silahkan dinikmati/?
don't be a silent reader, please.. pour your review, please ^^ *deep bow*
VJin
