Kisah ini bukanlah kisah fiksi dalam cerita dongeng. Melainkan kisah tentang seorang sutradara yang merupakan penderita sindrom Peter pan, lalu ia bertemu seorang psikolog dalam sebuah 'kecelakaan kecil'.

Peter pan

T

Romance, Drama/?

BTS dibawah naungan BigHit Entertainment, para membernya ciptaan Tuhan YME dan lahir dari ortu mereka masing masing. Saya selaku author hanya meminjam nama.

Cast: Seluruh member BTS, beserta karakter bantuan yang saya ciptakan sendiri

AU/BL/Yaoi/OOC/?/a bit humor, a bit friendship, a bit drama— okay, i'm bad at this

Note: 'Inner' for inner, Italic for flashback

YoonMin, VKook. Slight!VMin

( Yoongi and V as a seme; Jimin and Jungkook as an uke )

Don't like, don't read

[ Fanfic ini merupakan fanfic kedua saya dalam fandom ini. Terinspirasi dari k-drama 'Pinocchio', namun tak sepenuhnya mirip. Merupakan hasil jerih payah pemikiran saya sendiri. Mohon maaf jika banyak istilah yang salah karena saya masih baru dalam mengenal bahasa korea. Berkaryalah dengan imajinasimu sendiri tanpa menjiplak milik orang lain. Trims ]

Enjoy

.

.

Di dunia ini, terdapat berbagai macam penyakit yang aneh dan langka juga sulit dimengerti. Bahkan, para ilmuan belum bisa menjamin jika obat-obat yang dipercaya akan menyembuhkan penyakit tersebut akan membuat pengidapnya sembuh total. Terdapat ratusan jenis penyakit psikologis yang sering dialami manusia, salah satunya Sindrom Peter pan. Mungkin kalian tak asing dengan nama Peter pan yang merupakan nama dari salah satu karakter fiksi dalam cerita dongeng. Ia digambarkan sebagai sosok bocah nakal yang menolak untuk menjadi dewasa. Maka, penyakit ini dinamakan berdasarkan watak dari karakter fiksi tersebut.

Seperti yang sudah dijelaskan, penderitanya rata-rata adalah lelaki dewasa. Secara fisik, mereka tumbuh seperti lelaki biasanya namun secara psikologis mereka tak ada bedanya dengan anak sekolah dasar berumur 7 tahun.

.

"Aku tak mau yang ini! Ini jelek! Aku tak suka"

.

Selain itu, para penderitanya memiliki sifat manja yang sangat tinggi, sehingga membuat orang di sekitarnya sibuk untuk mengurusi mereka. Jika keinginannya tak terpenuhi, maka mereka akan marah.

.

"Beli yang itu saja— kau tak mau?! Kulaporkan pada ayahku agar segera memecatmu!"

.

Walaupun begitu, mereka memiliki imajinasi dan juga dapat mengaplikasikannya dengan baik di kehidupan nyata. Setidaknya, mereka memiliki sisi positif.

.

"Aku- aku ingin menjadi sutradara!"

.

Masih banyak lagi sifat kekanakan yang diderita oleh pemilik sindrom ini. Namun apa jadinya, jika salah satu pengidap sindrom ini bertemu dengan seorang psikolog yang benar-benar akan mengubah hidupnya?

( BTS )

[ Little Yoongi's POV ]

Tuhan selalu adil. Jika aku percaya hal itu, yang ada hanyalah omong kosong. Setiap anak pasti menginginkan orang tuanya untuk memberikan kasih sayang dan perlakuan yang layak, begitu juga sebaliknya. Orang tua ada untuk menyayangi anaknya, memberikan kasih sayang dan melindunginya seakan dia adalah benda rapuh yang bisa hancur kapan saja. Kupikir, aku akan diperlakukan sama seperti anak-anak lainnya. Tetapi,

"Yoongi... yoongi... ingin mainan itu pa—"

"DIAM! Kau anak tidak berguna! Selalu meminta saja! Tak pernah memikirkan ayahmu sendiri! Kau begitu lancang!"

PLAK PLAK

"Hiks.. sakit, appa! I-itu sakit! Hiks.. hiks..."

Ayah, Mengapa kau lakukan semua ini padaku?

Apa salahku padamu?

Mengapa kau menganggapku seperti binatang?

"Berhentilah meminta dan menangis seperti bayi! PERGI KE KAMARMU SEKARANG JUGA!"

Ayah, mengapa kau begitu sibuk dan jarang berada di rumah?

Seberapa pentingnya pekerjaanmu itu?

Apakah hidupmu bergantung pada kertas-kertas itu?

Mengapa... kau tak pernah memperhatikanku?

[ End of Little Yoongi's POV ]

( BTS )

Hiruk pikuk suasana kota Seoul memang sudah menjadi sarapan sehari-hari bagi masyarakatnya, mengingat kota ini selalu sibuk dan tak pernah mengenal lelah. Bahkan sampai pagi menjelang, suasananya tak ada bedanya saat malam hari. Di pagi yang cerah ini akan baik sekali jika diawali dengan olahraga pagi, namun tidak untuk seorang namja bersurai merah yang tengah memegang eskrim. Pagi-pagi sudah makan eskrim? Konyol sekali. Bukannya hal itu akan menambah berat badannya?

Balutan blouse berwarna coklat dengan tambahan bulu pada tudungnya menghiasi tubuh namja bersurai merah tersebut. Ia juga terlihat menggendong tas punggung. Tampangnya memang seperti mahasiswa, namun sebenarnya ia sedang menuju ke sebuah lokasi syuting untuk menyutradarai lanjutan dari sebuah film layar lebar yang telah dibuat oleh seorang sutradara yang ia kagumi, Min Jungsoo. Pria berumur 20 tahun ini begitu mengagumi film-film produksi Min Jungsoo.

Min Jungsoo adalah seorang sutradara terkenal yang membuat film-film dengan cerita yang sangat bagus dan menyentuh. Kadang ia juga mengangkat sebuah novel menjadi sebuah film dan membuatnya semakin menarik. Namun siapa sangka, sutradara yang terkenal itu dipenjara karena ia telah mengkorupsikan seluruh dana yang diberikan oleh sang produser. Kasusnya terangkat, lalu tak ada ampun baginya. Walaupun begitu, pria yang tengah memakan eskrim ini tetap mengaguminya.

Kaki jenjangnya mulai melangkah maju sambil tak henti-hentinya menyuapi eskrim tersebut ke dalam mulutnya. Ia berpikir bahwa hari ini adalah hari keberuntungannya, namun nyatanya tidak. Saat ia hendak menyebrang jalan—

BRUK

—ia ditabrak oleh seseorang yang berasal dari arah yang berlawanan. Raut wajahnya berubah menjadi kesal, belum lagi sang penabrak tak meminta maaf. Dan yang paling penting adalah,

"Hei, tuan! Kau menjatuhkan eskrimku! Kau tak tahu betapa berharganya eskrim ini bagiku?!" Ucapnya lantang dengan suara yang melengking sehingga membuat orang-orang yang berlalu-lalang menatapnya heran dan berbisik-bisik. Belum lagi penampilannya sungguh mencolok, seperti seorang artis.

Sang pelaku pun menolehkan kepalanya dengan santai. Terlihat ia memegang sebuah buku kecil dan ia tengah mengenakan jaket berwarna hitam juga celana jeans lengkap dengan beanie yang senada sehingga menutupi surainya. Oh, pantas saja. Ia berjalan sambil membaca buku. Nampaknya seorang pria yang lebih tua dari pria mencolok tadi. Pria kutu buku tersebut menghampiri sang korbannya dengan santai, seolah ia hanya melakukan kesalahan kecil.

"Maafkan aku" Ucapnya singkat dan langsung membuat pria mencolok tadi menjadi sangat kesal. Hanya itu saja yang ia terima?! Tak boleh! Ini tak bisa diterima!

"Hei! Kau ini tak tahu malu atau bagaimana?! Aku meminta ganti rugi!" Telunjuk pria mencolok tersebut menunjuk-nunjuk pria yang lebih tua darinya itu tepat didadanya. Mencoba menuntut, namun dalam pandangan orang-orang yang melihatnya ia nampak seperti anak kecil yang kejatuhan eskrim dan ingin eskrim yang lebih enak dari sebelumnya.

"Baiklah, kita ke kedai tempat dimana kau membeli eskrim" Ucap pria kutu buku tersebut dengan entengnya lalu wajah pria mencolok tersebut berubah, yang tadinya kesal kini sudah tergantikan dengan senyum sumringah. Ia pun bersemangat menunjukkan jalannya pada sang pria.

'Anak kecil, huh?'

( BTS )

Sesampainya di kedai yang tak begitu ramai, kedua pria tersebut duduk pada meja yang terletak disebelah jendela. Tiga buah eskrim menemani di atas meja mereka. Sang pria mencolok tersebut sungguh senang menerima pertanggung jawaban dari pria didepannya. Saking senangnya, ia sampai lupa mengucapkan terima kasih. Well, hal itu bukanlah menjadi masalah yang besar bagi sang pria kutu buku.

"Hei, namaku Park Jimin! Panggil saja aku Jimin!" Ucap sang pria mencolok tersebut dengan mulut yang masih penuh eskrim. Pria didepannya mengalihkan pandangannya dari buku tersebut dan menatap cukup lama pria bernama Park Jimin di depannya ini. Jika dipikir-pikir lagi, seorang pria dewasa tak akan memaksa pria dewasa lainnya hanya demi sebuah eskrim, bukan? Ini tak masuk akal.

"Min Yoongi" Jawab pria kutu buku yang sebenarnya bukan kutu buku tersebut. Ia hanyalah seorang psikolog yang membuka praktek pada sebuah gang kecil di tengah-tengah kota padat seperti Seoul. Penghasilannya tak seberapa, namun ia masih bisa mengurusi hidupnya sendiri. Setelah menjawab, ia kembali membaca bukunya. Hal tersebut sedikit membuat Jimin kesal. Apa menariknya buku yang hanya diisi dengan tulisan dan tanpa gambar sedikitpun? Tak menarik.

"Hei, tuan kutu buku—"

"Min Yoongi"

"Oh ya, Yoongi-ssi. Mengapa kau senang sekali membaca buku? Kita hidup dimana semuanya sudah canggih. Tidakkah kau memiliki ponsel? Kau bisa membacanya dari sana" Ucap Jimin sambil menghabiskan sisa eskrim keduanya tanpa sedkitpun melihat ke arah Yoongi.

"Itu karena aku tak memiliki ponsel"

"Mwo?! Apa kau manusia purba?!" Pekik Jimin hingga membuat pengunjung kedai tersebut semua mengarahkan pandangannya ke arah mereka berdua. Jimin yang menyadari hal itu bukannya meminta maaf, ia malah mengancam.

"Apa yang kalian lihat?! Tak pernah melihat sutradara tampan sepertiku?!"

Seketika itu juga, kedua manik Yoongi membulat. Sutradara. Pria didepannya ini adalah seorang sutradara. Jauhkan pikiran masa lalu itu darinya agar Yoongi tak kembali frustasi dan dendamnya tak kembali ada didalam hatinya. Yoongi segera menutup bukunya lalu meyimpannya dalam saku jaketnya. Ia melipat tangannya didada dan menjadi tumpuan saat ia bersandar di meja. Tatapannya begitu serius memperhatikan Jimin.

"Hei, tuan peminta eskrim—"

"Namaku Park Jimin! Jimin!"

"Ya, Jimin-ah. Kau.. seorang sutradara?" Tanya Yoongi yang sebenarnya tak perlu lagi dijelaskan. Jimin yang sukses membuat para pengunjung kembali melakukan aktivitasnya maisng-masing, langsung menoleh ke arah Yoongi dengan alis yang bertaut. Bukannya hal itu sudah jelas? Ia tadi sudah mengatakannya, bukan?

"Ya! Awalnya sih aku tak ingin bekerja karena aku sudah diurusi oleh keluargaku, tetapi karena seorang sutradara bernama Min Jungsoo, aku menjadi menggebu-gebu dan ingin menjadi sutradara! Aku bahkan sedang dalam proses untuk melanjutkan produksi film layar lebarnya yang sempat terhenti. Kau tahu judul bla bla bla—"

Yoongi tertegun. Kepalanya langsung tertunduk dan tangannya mengepal dengan kuat. Tersirat perasaan benci dalam hatinya. Mengapa setelah 17 tahun lamanya ia mendengar kembali nama orang yang sangat ia benci? Namun, kembali ia menatap Jimin yang sedang asyiknya berbicara. Mengapa, mengapa pria malang didepannya ini ingin menjadi seorang sutradara dan ia termotivasi dari seseorang yang brengsek seperti—

—Ayahnya?

"Yoongi-ssi! Kau tak mendengarkanku? Kau membuatku marah!" Jimin mengibas-ngibaskan tangannya kehadapan wajah Yoongi yang membuat Yoongi tersadar dari lamunannya tentang masa lalu. Air muka Yoongi tak berubah sepenuhnya, ia masih menatap Jimin dengan serius dan bisa ditebak bahwa Jimin tak memperhatikan hal tersebut.

"Jimin-ah"

"Apa lagi?"

"Apa kau penderita sindrom Peter pan?" Tanyanya langsung pada tujuan, tanpa sedikitpun memikirkan ekspresi apa yang akan dibuat oleh lawan bicaranya. Jimin teregun dan menghentikan aktivitasnya untuk menghabiskan eskrim vanilla miliknya. Apa-apaan pria didepannya ini? Baru pertama kali bertemu dan langsung bertanya hal pribadi seperti itu?

"M-memangnya itu urusanmu? Kau tak perlu tahu!" Bentaknya dengan wajah yang mencibir, seperti anak kecil. Sementara itu, Yoongi tersenyum. Sebuah senyum tipis dengan kedua manik matanya yang sama sekali tak tersenyum. Seperti ada maksud tertentu dalam pandangannya.

"Jika iya, aku akan membantu menyembuhkan sindrommu itu"

.

.

TBC

Duh, oke, saya tau saya berdosa ngepost ff in-progress lainnya sebelum ff yang satu tamat tapi— ntar keburu hilang ilham saya /plak

Apakah perlu saya lanjut? Mungkin nanti alurnya maju mundur karena diselingi oleh flashback-flashback. Awalnya saya bingung pairnya siapa, tetapi setelah dipertimbangkan jadi begini. Kalau ada yang tak suka maafkan saya /bows/

Maaf juga kalau masih ada kesalahan pada penataan bahasa atau mungkin salah mengetik /bows/

Lanjut or not? wwkwk

Sekian dan terima kasih telah membaca!