Discalimer: Assasination Classroom own by Yuusei Matsui. Saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk material apapun.

Warning: Semi-AU, tokoh utamanya my beloved Akabane Karma. Entah ini yaoi atau tidak, tergantung mood author yang satu ini. Ada kemungkinan penuh thriller dan misteri. Rating bisa naik ke gore. Character death akan terjadi kedepannya :D

Ah ya, nanti akan ada laki-laki bertentakel hitam di prolog ini. Tenang, dia bukan OC; asli karakter Assasination Classroom. Mungkin dia Koro-sensei!Human, atau Shinigami, atau Shiro versi hitam, atau mungkin malah Isogai Yuuma (aku lagi suka evil!Isogai)~~ hohoho~ yang jelas itu rahasia besar~ :)

.

...tidak ada spesial di hari ini.

Dua potong roti tawar bersemir selai stawberry itu tampak lesu di atas piring. Susu hangat di samping roti tawar itu dibiarkan begitu saja, tidak peduli kalau nantinya susu itu akan dingin. Laki-laki berambut merah itu lebih memilih memperhatikan televisi flatnya ketimbang sarapan pagi.

Ini adalah minggu ketiga setelah bunga sakura mekar. Sekaligus tiga hari setelah tahun ajaran baru. Langit masih berwarna biru cerah. Bunga sakura sudah berhenti bermekaran. Kicauan pagi burung yang selalu menganggu tidur paginya, masih terdengar sampai sekarang. Televisi masih menampilkan berita-berita politik yang membosankan.

Tidak ada berubah. Semuanya masih sama. Monoton.

"Membosankan..."

Namanya adalah Akabane Karma. Minggu pertama di tahun ketiga, diskros karena telah melakukan tindakan kekerasan terhadap guru.

.

.: Refrain

.: Bagian Pendahuluan. Awal dari segala-galanya

.

Lampu senter Karma berkedip beberapa kali lalu akhirnya mati.

Karma bersungut kesal. Bagus sekali, satu-satunya senter yang dibawanya mati dan dirinya sekarang berada di tengah-tengah bukit belakang sekolahnya. Tanpa seseorang. Hanya bulan sabit yang mengantung di langit menemaninya.

"Sialan. Kenapa juga aku harus pergi ke sekolah malam-malam."

Semula berawal dari e-mail dari wali kelas barunya, Yukimura Aguri. Entah bagaimana wali kelas 3-E itu mendapatkan e-mailnya, Karma langsung membuka e-mail itu, sambil menyatap makan siangnya. Yukimura meminta Karma untuk menemuinya di kelas 3-E tepat jam delapan malam untuk membicarakan masalah yang dialaminya—kurang lebih isinya seperti itu.

Dan disinilah Karma berakhir; menelusuri setapak jalan menuju gedung tua sekolah Kunugigaoka, sendirian. Lalu berakhir senter yang membantu perjalanannya mati di tengah jalan.

Karma juga tidak mengerti, kenapa dia menuruti perintah guru itu. Padahal biasanya dia paling hobi membangkang perintah guru di sekolahnya. Mungkin karena Yukimura adalah guru baru sehingga Karma bebaik hati untuk menurutinya.

Semilir angin menggerakan ranting-ranting secara acak, hingga menimbulkan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan. Bayangan dari ranting-ranting seolah-olah melarang Karma untuk menelusuri lebih dalam bukit ini. Sesekali Karma melihat hewan-hewan liar menatap dirinya dengan mata bersinar mereka.

Huh, hanya segini? Karma sudah terbiasa hal-hal menegangkan seperti ini. Hobinya membabat film horror membuat Karma biasa saja menghadapi hal seperti ini—belum ada apa-apanya bagi Karma.

Memilih tidak memperdulikannya, Karma terus menelusuri setapak jalan itu tanpa rasa takut di hatinya.

Tanpa rasa lelah berjalan selama tigapuluh menit lebih, kaki Karma menginjak halaman depan gedung tua Kunugigaoka. Tidak ada yang berubah dari gedung tua Kunugigaoka seperti Karma terakhir lihat, sekitar pertengahan musim gugur. Gedung tua berkayu tapi masih terawat untuk nyaman belajar. Rumput-rumput liar masih setia menemani gedung ini.

Tempat sederhana yang akan Karma tempati untuk menghabiskan tahun terakhirnya di SMP Kunugigaoka, tidak buruk juga.

"Permisi." Karma membuka pintunya. Gelap, tidak ada penerangan sama sekali. "Apa ada orang?"

Tidak ada jawaban.

Karma menghela nafas panjang. Mana ada orang mau bermalaman di tempat tua ini, apalagi ditengah hutan. Tukang bersih-bersih sekolah ini menurut Karma dengar, mereka akan pulang sebelum senja mengantung di langit. Rata-rata siswa di kelas ini juga tidak suka bermalaman disini, kecuali memang mendesak sekali.

"Halo?" Karma mengulang sekali lagi dan suaranya menggema di koridor. "Apakah ada orang? Yukimura-sensei... kau dimana?"

Sinar bulan yang menggantung di langit masuk lewat kaca jendela setidaknya membantu penerangan Karma. Seingat Karma, ruang guru berada di pojok koridor, harus melewati dua koridor dari tempat ini.

Mungkin Yukimura-sensei berada disana tanpa seseorang yang menemaninya. Ya, Karma tahu, hanya Yukimura yang akan mengajar di kelas 3-E kali ini. Tidak ada guru yang mau mengajar kelas 3-E, terutama ada dirinya.

"AAAKHH!"

Karma tersentak. Suara wanita berteriak kesakitan... terdengar dari pojok koridor, ruang guru. Apakah itu Yukimura-sensei?

Tanpa berpikir panjang, Karma langsung berlari menuju ruang guru di pojok koridor. Hanya ruang guru yang lampu neonnya masih menyala dan juga pintunya terbuka lebar. Juga jejak kaki lumpur menuju ruang guru.

"Yukimu—"

Saat itu waktu terasa berhenti. Nafas Karma tercekat di tenggorokannya. Dihadapannya, wanita berambut hitam terikat di kursi. Tubuhnya penuh dengan luka-luka tembak dan luka sayatan. Darah berceceran dimana-mana... Karma yakin itu adalah darah wanita itu, Yukimura Aguri.

"Sensei!"

Karma langsung menghampiri Yukimura. Tubuh wanita itu lemas sekali, wajahnya juga pucat. Jas labotariumnya ternoda darah dan kotor. Sepertinya dia telah disiksa dengan peluru dan pisau sehingga membuatnya kehabisan darah. Kenapa kondisi Yukimura bisa terjadi seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi...

Sekarang bukan masalah itu. Buru-buru Karma membuka tali yang melilit tubuh wanita itu. Berkali-kali Karma memanggil nama Yukimura sambil menguncangkan tubuh Yukimura pelan. Sesekali menepuk pipi wanita itu agar cepat terbangun.

"A-akabane-kun..." Perlahan-lahan, mata Yukimura terbuka. Mengerjap berkali-kali dan menatap laki-laki merah dihadapannya. "Cepat... pergi dari sini..."

"Pergi? Apa yang ter—"

Praangg!

Karma mendengar suara kaca pecah dibelakangnya dan langsung berbalik. Nafasnya tercekat dan matanya membulat sempurna begitu melihat sosok seorang laki-laki berada di belakangnya, membawa senapan berlaras panjang. Rambut panjang laki-laki itu menghalau wajahnya dan justru membuatnya makin menyeramkan.

Namun bukan itu membuat Karma ketakutan. Dia bisa melihat jelas tentakel-tentakel hitam bergerak secara acak di punggungnya. Baju putih seperti seorang pasien rumah sakit, penuh dengan bercak noda darah. Dia terus mendesis. Tentakel hitamnya perlahan menyelimuti tubuh laki-laki itu seolah-olah akan memakannya.

Mata laki-laki itu menatap tajam Karma. "A-akabane Karma-kun..."

Yukimura langsung bangkit dan melempari laki-laki itu dengan sesuatu yang digapainya. Namun laki-laki itu dengan mudahnya menangkis dengan tentakelnya. Yukimura mendesis. Laki-laki itu tidak boleh menyentuh muridnya. Tak tanggung-tanggung, Yukimura langsung melempar pisau ke arah wajah laki-laki itu.

"Larilah lewat pintu belakang!" Yukimura terus melempar benda yang dijangkaunya tanpa henti. "Aku akan menahannya!"

Tanpa pikir panjang, Karma langsung berlari keluar lewat pintu belakang. Dia tahu laki-laki itu bukanlah lawannya, terutama dengan tentakel hitam yang mengerikan itu.

Lalu Karma mendengar suara jeritan wanita lagi. Lebih meleking dari sebelumnya. Bersamaan dengan suara-suara benda yang hancur di belakangnya.

Tidak... Yukimura-sensei tidak mati ditangannya kan?

Meskipun Karma sudah berlari sejauh mungkin, tahu-tahu saja laki-laki itu berada di belakang. Dia berjalan pelan. Kedua tangannya sudah berubah menjadi tentakel hitam. Bercak darah bajunya makin banyak berserta noda darah yang menghiasi wajahnya.

Di balik sinar bulan sabit menerobos jendela, laki-laki itu menyeringai. "Ketemu..."

Sialan, Karma harus berlari lebih cepat. Dia tidak mau mati!

Karma tersandung dan terjatuh. Celaka. Lantai koridor ini memang terbuat dari sederetan papan kayu yang telah termakan usia. Papan kayu agak menyembul keluar tidak tampak di mata Karma. Berusaha melawan rasa sakit setelah terjatuh, Karma berusaha bangkit. Dia harus pergi dari tempat ini.

Namun laki-laki bertentakel itu terus berjalan santai di belakang. Tentakel hitamnya terseret di lantai kayu itu. Seolah laki-laki itu akan Karma dengan mudah, meskipun Karma terus berlari.

Persetan dengan laki-laki aneh itu, Karma harus lari lebih cepat lagi. Pintu keluar sebentar lagi dihadapannya. Tinggal beberapa langkah lagi Karma bisa keluar dari tempat ini. Dia harus menggapai pintu itu, membukanya lalu keluar dari sini secepatnya hingga laki-laki itu tidak mengejarnya lagi.

"Akabane Karma-kun... Kau milikku..."

Namun Karma tidak akan pernah bisa menggapai ganggang pintu itu. Tahu-tahu saja, satu tentakel hitam telah menembus dada Karma.

.

.

.

Semuanya menjadi gelap...

.

.

.

-—Bagian Awal Selesai—

.: To be Continued :.

.

.

.

Akhirnya selesai juga... pemanasan untuk liburan~

Baru pertama kalinya aku buat cerita bergenre thriller seperti ini. Jauh lebih susah daripada menulis family dan romance begini. Terutama membuat elemen pendukungnya. Siapapun senior yang budiman, mohon bantuanya untuk menggembleng author yang satu ini agar menulisnya lebih baik :"D

Akhir kata, terimakasih telah mau membaca cerita sederhana ini. Kritik dan sarannya dipersilakan. Arigato nee~

Salam hangat,

.

the dreamer for rain (Aihara Rein)