Title : Last Summer

Disclaimer : BTS members belong to their agency Ahn Yoo Na-ssi came up from Kil Me Heal Me drama~, i own the story

Warning : Yaoi Pairing : Rapmonster x Jin

*Chapter 02. Last Summer

Hari itu adalah liburan musim panas yang terakhir di masa SMA mereka. Jauh-jauh hari, dengan bersemangat Yoona memaksa Namjoon dan Seokjin itu, Yoona-ssi yang masih gadis berkata dengan menggebu-gebu kalau mereka bisa piknik di dekat sebuah danau dan melakukan hal-hal yang menyenangkan.

Tempat piknik yang dimaksud Yoona terletak di kota lain yang bersebelahan dengan kota mereka. Untuk sampai ke sana mereka harus naik bis. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki. Sekali ganti bis dilanjutkan dengan berjalan kaki. Perjalanan yang cukup jauh dan mereka harus cermat karena bis yang membawa mereka pulang terakhir mengangkut penumpang sebelum petang. Mereka bisa tiba di rumah sebelum tengah malam atau harus menunggu bis berikutnya, esok harinya.

Seharusnya Yoona, Namjoon dan Seokjin berkumpul di halte bis yang telah disepakati. Sayangnya, Yoona mendadak bangun pagi dalam keadaan demam dan tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya. Hanya Namjoon yang Seokjin temui di halte bis itu. Membayangkan hari itu bersama Namjoon berdua saja, Seokjin merasa perutnya nyeri dan ingin pulang.

Namjoon yang saat itu memakai tshirt dan kemeja tipis lengan pendek yang tidak dikancingkan beserta celana longgar sepanjang lutut dan sandal jepit, menghampiri Seokjin sambil menenteng sesuatu yang sepertinya berisi bekal piknik di salah satu tangannya dan ransel di bahu tangan yang lainnya.

"Yoona, sakit", katanya sambil menatap mata Seokjin dari balik kacamata hitamnya.

"Ah, begitu", kata Seokjin.

Kemudian mereka berdua diam saja beberapa saat.

"N-Namjoon-ssi. Apa kita tetap berangkat ?", tanya Seokjin ragu-ragu.

Namjoon merogoh salah satu kantung celananya dan mengeluarkan sebuah lipatan kertas. Lalu dengan perlahan menyerahkannya pada Seokjin. "Kita akan tetap ke sana", lanjutnya dengan nada tertahan.

Sebenarnya kalau bisa Namjoon tidak ingin ada di situasi berdua saja dengan Seokjin di tempat yang tidak ia ketahui. Namjoon benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat berhadapan dengan Seokjin. Dibatalkan saja, pikirnya saat tahu Yoona tidak bisa ikut sama sekali. Tapi mungkin saja Seokjin ingin pergi ? Atau tidak sama sekali. Sayangnya untuk opsi kedua, Namjoon tidak tahu bagaimana caranya menghubungi Seokjin untuk membuat kesepakatan batal.

Seokjin tercekat dengan petunjuk yang ditulis Yoona di atas kertas yang diberikan Namjoon tadi. Termasuk kalimat peringatan bahwa jangan sampai lupa dengan jadwal bis yang ditulis besar-besar. Yoona jelas merencanakan dengan matang dan penuh perhatian.

Seokjin melipat kembali kertas di tangannya bermaksud mengembalikan kertas itu pada Namjoon. Saat ia mengangkat kepalanya, sebuah bus mendekati halte mereka.

Namjoon menoleh ke arah bus yang datang,"Itu busnya. Tolong simpan kertasnya".

Bus itu berhenti di hadapan mereka. Namjoon memberi isyarat dengan menggeser tubuhnya agar Seokjin naik lebih dulu.

#

Di dalam bis sudah ada tiga penumpang dan masih banyak tempat yang bisa diduduki bersebelahan. Seokjin memilih tempat duduk secara asal dan menggeser tubuhnya mendekati jendela, secara insting menyediakan tempat untuk Namjoon. Ternyata Namjoon memilih untuk duduk tepat di belakangnya.

Mereka berdua berada di bus ini sekitar lima belas menit sebelum turun untuk berganti dengan bus selanjutnya. Seokjin lebih banyak menikmati pemandangan di luar jendela yang masih asing baginya. Sesekali tersenyum atau memicingkan mata dengan penasaran. Dari tempat duduknya, yang Namjoon lakukan adalah melirik dengan bosan apa yang bus mereka lewati. Letak duduk mereka membuat keduanya tidak banyak berinteraksi.

Cahaya dari matahari musim panas menghangatkan dan menyilaukan, menyusup masuk lewat kaca jendela bus. Kacamata hitam yang dipakai Namjoon melindunginya dari silauan, tapi ia bisa merasakan bagian tubuhnya yang paling dekat dengan jendela bus mulai terasa lebih panas.

Kepala Seokjin menengok sedikit ke belakang saat ia berusaha mengikuti arah pandangan matanya yang terpaku pada sesuatu di luar bis. Gerakannya membuat Namjoon yang sedang memandang ke depan dapat melihat sebagian wajah Seokjin. Keringat mengalir melewati pelipis Seokjin, poni pemuda itu sedikit basah dan matanya menyipit karena silau.

Namjoon menghela nafas. Tangannya bergerak melepas kacamata hitam yang dari tadi bertengger di hidungnya, lalu menyimpannya ke dalam ransel. Tangannya gatal ingin menarik Seokjin menjauh dari jendela.

Di bus ke dua, bus selanjutnya, hanya ada Namjoon, Seokjin dan seorang pria paruh baya yang sudah terlebih dulu duduk dalam bus. Seperti sebelumnya, Seokjin naik duluan dan Namjoon mengikuti setelahnya. Namun kali ini sebelum Seokjin duduk pada pilihan tempat duduknya, Namjoon memanggilnya.

"Seokjin"

Seokjin berbalik dan berpegangan pada salah satu sandaran kursi yang paling dekat dengannya. "Ya ?", Seokjin menyahut.

"Menjauhlah dari jendela atau kau akan kepanasan", kata Namjoon. Matanya tepat memandang ke arah mata Seokjin. Tidak ke dahinya, tidak ke bagian lain di dalam bus. Tepat di mata Seokjin.

Seokjin berpikir, mencerna kata-kata Namjoon sambil memandang mata teman sekelasnya itu. Namjoon cuma menatapnya balik, menunggu tanggapannya. Nafas Seokjin tercekat, ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari mata Namjoon. Sesuatu seperti menyeret Seokjin masuk jauh ke dalam tatapan itu dan ia tidak bisa melepaskan diri.

"Tidak...", tenggorokan Seokjin mendadak terasa kering sekali,"Tidak apa-apa. Aku ingin melihat-lihat"

Namjoon mengedikkan bahunya, lalu mengambil tempat duduk di belakang Seokjin seperti sebelumnya.

#

Satu jam dari waktu mereka bertemu di halte pertama, Seokjin dan Namjoon sudah berada di pinggir sebuah danau. Mereka harus melewati jalan tanah yang membagi hutan menjadi dua untuk sampai di sana.

Jika mereka menatap lurus ke depan, mereka akan melihat tampak samping dari sebuah bangunan yang sepertinya kosong, tidak terpakai. Kalau mereka ingin pergi ke bangunan itu, ada sebuah jembatan kayu menyeberangi danau yang menghubungkan daratan tempat mereka berdiri dengan area halamannya.

Di daratan tepi danau tidak terdapat banyak pohon seperti hutan yang mengelilinginya. Hanya ada sebuah pohon rindang yang letaknya sangat dekat dengan bibir danau. Antara daratan berumput dengan hutan dibatasi pagar batu setinggi perut orang dewasa.

Namjoon meletakkan barang selain tas ranselnya, tas berisi bekal pemberian Yoona, begitu saja di atas rumput yang agak jauh dari pinggir danau. Seokjin berinisiatif menggelar kain kotak-kotak warna biru putih ,yang digunakan sebagai alas duduk, dan meletakkan wadah-wadah berisi makanan dari bungkusan yang dibawakan Yoona ke atasnya. Dilanjutkan dengan mengeluarkan kotak bekal yang dibawa Seokjin dari dalam tas. Sedangkan Namjoon masih memandangi tempat yang mereka datangi.

Area yang berada disekeliling danau sepertinya masih berhubungan dengan bangunan yang ada di depan mereka. Tempat itu jauh dari keramaian, menenangkan dan mungkin itu yang membuat Yoona memilihnya untuk piknik. Tapi tempat ini terlalu jauh. Kota mereka masih punya banyak tempat kalau hanya untuk piknik. Namjoon sempat menanyakannya pada Yoona, dan gadis itu menjawab dengan meracau karena badannya lemas akibat demam. Akhirnya Namjoon tidak mendapatkan jawabannya lalu tetap pergi bersama Seokjin karena tidak tega.

Namjoon memicingkan mata dan menemukan sebuah papan ada di tengah-tengah jembatan. Posisinya serong dari tempat Namjoon berdiri. Sehingga tulisan yang ada di papan itu sama sekali tidak terbaca.

"Apa Namjoon-ssi bisa membacanya ?", tanya Seokjin tiba-tiba.

"Mungkin pemberitahuan". Sadar bahwa Seokjin menyiapkan kelengkapan piknik mereka sendirian, Namjoon menghampiri Seokjin.

Seokjin mengangguk mengucapkan sesuatu dengan tidak bersuara, 'Silahkan' dan memberi isyarat dengan tangannya kalau Namjoon sudah bisa duduk di atas alas yang menyisakan tempat yang luas untuk mereka berdua.

Namjoon meletakkan ransel dan mendudukkan dirinya di seberang Seokjin. Ia mengambil sebuah buku dari dalam ransel lalu mencari-cari pembatas buku yang terselip diantaranya.

#

Namjoon hendak membuka halaman dimana sebuah pembatas buku menandai halaman yang terakhir ia baca saat ada sebersit keinginan untuk menengok Seokjin. Mereka lagi-lagi tidak saling bicara dan kemungkinan akan terus begitu hingga mereka pulang nanti.

Seokjin yang duduk menghadap danau sedang membuka salah satu kotak bekal dengan wajah ceria. Kemudian dengan antusias menyuapkan sepotong sandwich ke dalam mulutnya. Perjalanan tadi membuat Seokjin lapar dan pemuda itu tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Pipinya segera menjadi gembung menggemaskan saat makan. Namjoon juga gemas, ingin mencubit.

Namjoon tersenyum geli. "Apa makanannya seenak itu ? Atau kau yang kelaparan ?", katanya sambil membuka halaman buku. Niatnya hanya memancing sedikit pembicaraan, tapi Namjoon tidak bisa menahan nada godaan dalam kata-katanya.

Seokjin berhenti mengunyah karena terkejut. Senyuman dan kata-kata Namjoon membuatnya merasa malu, rasanya seperti diejek. Seokjin ingin menjawab tapi tidak tahu harus mengatakan apa. Jadi ia memutuskan menutup mulutnya melanjutkan mengunyah.

Baru satu paragraf yang dibaca dengan cepat, Namjoon menengok ke arah Seokjin. Bertanya-tanya kenapa Seokjin tidak bersuara untuk menjawab pertanyaannya. Seokjin sedang mengunyah dan menyapukan pandangannya ke hutan di depannya. "Enak ?", tanya Namjoon lagi sambil mengulurkan tangannya mengambil sebuah kotak bekal, ia ikut-ikutan lapar.

"Hm !", Seokjin mengangguk kemudian terkejut dan menelan dengan agak tergesa,"Tidak...maksudku. Aku membuatnya sendiri, mungkin tidak terlalu enak. Isi tuna. Kau mau ?", merasa bersalah karena ia tadi langsung makan dan tidak menawari Namjoon untuk makan. Tangannya sedikit terulur ke arah Namjoon.

Namjoon menyuapkan sepotong telur gulung ke mulutnya dan matanya kembali membaca buku di tangan yang satu lagi. Tidak ada tanda-tanda Namjoon memperhatikan apa yang diucapkan Seokjin. Sedikit kecewa, Seokjin menarik kembali tangannya.

"Aku mau. Sisakan untukku", kata Namjoon tiba-tiba. Segera setelah menelan habis sepotong telur gulung tadi.

Saat itu Seokjin membuka mulut untuk potongan sandwich kedua lalu terhenti karena Namjoon, "O-oke", Seokjin menjawab sedikit terbata. Ada empat potong, Seokjin oke-oke saja kalau memberikan setengahnya pada Namjoon.

"Kalau kau lapar, kau cukup sisakan satu gigit untukku", kata Namjoon lagi dengan tersenyum. Tapi matanya masih ada pada kalimat-kalimat di buku itu. Kata-katanya tadi membuat Seokjin menggigit potongan sandwich kedua dengan tidak antusias.

#

Seokjin ingin jalan-jalan sedikit. Daritadi ia hanya duduk dan makan. Sedangkan Namjoon masih konsentrasi membaca bukunya. Lalu Seokjin berdiri, membenarkan letak bajunya yang sedikit tersingkap lalu melangkahkan kakinya menjauh. Namjoon tahu kalau Seokjin pergi jalan-jalan. Dia pasti bosan. Jadi Namjoon membiarkannya. Dan lagi, baik Namjoon maupun Seokjin ternyata tidak bisa mempertahankan percakapan mereka terlalu lama.

Yang pertama kali Seokjin hampiri kemudian adalah papan yang ada di jembatan. Tulisan di papan itu memperingatkan siapapun untuk tidak menyeberangi jembatan menuju bangunan di seberang danau. Bangunan itu adalah sebuah villa yang sedang dalam tahap persiapan renovasi dan masuk kategori berbahaya, area sekitarnya merupakan lahan pribadi dan tidak diperbolehkan untuk dimasuki sembarang orang. Selain bangunan villa, jembatan kayu penghubung juga masuk kategori berbahaya. Kayunya terlihat usang dan terdapat beberapa lubang pada pijakannya.

Seokjin memutuskan untuk menjauh dari sana dan berjalan-jalan santai di pinggiran danau. Sesekali matanya mencoba menyelami permukaan air berhaarap bisa melihat apa yang ada di dasar danau. Air danau tidak keruh, beberapa ikan kecil terlihat berenang melewati Seokjin. Tapi Seokjin hanya bisa melihat ke dalam air untuk beberapa puluh senti dari pinggir danau. Sisanya sudah tidak bisa dilihat lagi.

Angin bertiup pelan sekali dan membuat riak kecil di permukaan danau. Seokjin berjalan ke arah satu-satunya pohon yang berdiri sangat dekat dengan pinggir danau. Namun mengurungkan niatnya karena lebih tertarik pada pagar batu yang membatasi daratan pinggir danau dan hutan.

Seokjin berhasil duduk di atas pagar batu dalam sekali lompatan. Lalu mengangkat kedua kakinya dan menyandarkan punggungnya ke bagian pagar batu yang lebih tinggi. Seokjin mengedarkan matanya sejauh yang ia bisa. Ia cuma melihat pepohonan di hutan, batu, beberapa serangga yang menempel di batang pohon dan mengeluarkan suara yang membuatnya sedikit mengantuk.

Tidak ingin ketiduran di sana dan membuat Namjoon kesulitan mencarinya, Seokjin memutuskan untuk turun dan kembali ke tempat Namjoon sedang membaca buku.

"Kau tidak ingin mencoba makanan buatan Yoona ?", tanya Namjoon segera setelah melihat Seokjin kembali. Ia sedang makan potongan terakhir sandwich buatan Seokjin.

Seokjin mengangguk antusias lalu menyuapkan kroket dari salah satu kotak bekal Yoona. Beberapa kali kunyahan dan Seokjin terdiam. Seokjin teringat sandwich isi tuna panggang buatannya yang sedang dimakan Namjoon.

"Kenapa wajahmu begitu ?", tanya Namjoon sambil sedikit tersenyum.

"Bagaimana rasanya ? Sandwich-ku ?", sumpah, Seokjin malu untuk bertanya. Pasti tidak enak.

Namjoon tergelak. Dan dada Seokjin bergetar dengan keras. Tanpa sadar bibirnya mengerucut kecewa. "Masih bisa dimakan", jawab Namjoon sambil melanjutkan membaca buku lagi.

Seokjin menghabiskan kroket di tangannya. Lalu memandang kemanapun asalkan tidak ke Namjoon. Jadi pilihannya jatuh ke arah makanan lain buatan Yoona yang membuat Seokjin lapar dan memutuskan untuk makan lagi.

#

Seokjin merebahkan tubunya. Ia ingin berbaring di bawah langit yang sebentar lagi sore. Matanya mengernyit karena silau, lengannya terangkat menutupi kedua matanya. Bekal makan mereka sudah habis. Dan Seokjin tidak ingin berjalan-jalan lagi. Beberapa saat kemudian, Seokjin tertidur.

Namjoon menengok ke samping mendapati Seokjin sudah tertidur. Lenganya sudah tidak menutupi wajahnya dan dahinya mengerut tidak jelas. Kelopak matanya bergerak-gerak seperti mengeratkan diri untuk menutup lebih rapat. Seperti di bus tadi, dahi Seokjin berkeringat dan poninya basah. Pipi Seokjin yang berisi terlihat memerah lucu. Bibirnya terlihat sedikit mengkilap dan terdapat remah kroket di ujungnya.

Namjoon tidak tahu kalau ia bisa mengamati Seokjin seperti itu. Juga tidak tahu kalau ada pikiran-pikiran aneh yang melintas dipikirannya. Seperti ingin menyeret Seokjin menjauh dari jendela bus. Sekarang tangannya terulur membersihkan remah kroket di ujung bibir Seokjin, salah satu pikiran aneh yang tidak dapat dibendung Namjoon. Lalu Namjoon meletakkan bukunya secara tengkurap di wajah Seokjin. Memastikan kalau buku itu tidak terlalu menekan wajah Seokjin hingga membuatnya susah bernafas dan terbangun tiba-tiba. Setelahnya, Namjoon memutuskan untuk duduk menunggu, membiarkan Seokjin tidur dan membiarkan dirinya terjaga hingga nanti Seokjin bangun. Tapi itu hanya rencana. Nyatanya, Namjoon ikutan mengantuk dan memutuskan untuk tidur sebentar.

#

Seokjin mendadak membuka mata dan menemukan pandangannya gelap. Hal pertama yang ada dipikirannya yang mendadak kalut adalah mereka ketinggalan bus untuk pulang. Dengan terkejut dan tergesa-gesa ia bangun. Merasakan sesuatu jatuh dari atas wajahnya saat tubuhnya bangun tetapi tidak ia pedulikan.

Langit sudah menjadi gelap dan Seokjin kesulitan melihat sekitarnya yang minim cahaya. Permukaan air danau sedikit tampak memantulkan bintang-bintang di atas sana. Bagian hutan yang tadinya terlihat hijau sekarang gelap pekat. Seokjin bergidik ngeri dan mengalihkan pandangannya. Seokjin menemukan bangunan di seberang danau yang lampu-lampunya sudah menyala dan membuatnya menjadi lebih tenang.

Bus yang membawa mereka pulang dijadwalkan terakhir melewati halte sebelum pukul enam sore. Ini sudah gelap dan tandanya sudah larut malam. Mereka berdua ketinggalan bus dan tidak bisa pulang hingga besok pagi. Seokjin akan berdua saja dengan Namjoon semalaman.

Jantung Seokjin berpacu dengan begitu cepat dan kepalanya mendadak tidak bisa berpikir.

"Kau sudah bangun ?", tanya Namjoon dengan tiba-tiba. Namjoon ketiduran tapi berhasil bangun lebih dulu dari Seokjin. Ia sudah pasrah saat tahu hari sudah malam, jadi pasti tidak terlalu ada gunanya membangunkan Seokjin cepat-cepat.

Seokjin terkesiap dan berusaha menemukan Namjoon diantara kegelapan. Walau hanya samar, Seokjin bisa melihat Namjoon duduk bersandar pada tangannya dan kakinya yang panjang terjulur ke depan. Pikirannya menduga kalau Namjoon menunggunya bangun dari tadi.

"Maafkan aku !", Seokjin berjengit berdiri lalu berseru sambil membungkuk dalam.

Namjoon menggeleng,"Aku juga ketiduran. Kita sama-sama salah", jawabnya sambil mulai mengemasi barang-barang. Seokjin mengikuti Namjoon, memasukkan barang mereka kembali ke dalam tas.

Sambil meraba-raba dengan cepat, Seokjin meraih apa saja dan menutup kotak-kotak bekal dengan mata menyipit. "Eh, apa ini ?", tanya Seokjin sambil mengangkat buku milik Namjoon yang ada di dekatnya. Seingatnya yang membawa buku cuma Namjoon dan Namjoon ada di sisi yang lain alas piknik mereka. Bukan tepat di sampingnya.

"Buku milikku, tolong kemarikan", Namjoon mengulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memasukkan kotak bekal yang sudah kosong ke dalam tas. Seokjin merasa ada yang mengganjal, tapi berkemaas dengan cepat adalah hal yang lebih penting.

#

Seokjin dan Namjoon sudah menenteng bawaan masing-masing. Karena tidak bisa 'menumpang menginap' di bangunan seberang danau, mereka berdua memutuskan untuk berjalan menyusuri jalan setapak yang mereka lewati sebelumnya untuk menuju ke jalan besar. Berharap menemukan kendaraan yang bisa mereka tumpangi.

Jalan itu lebih gelap daripada area bangunan seberang danau yang diterangi beberapa lampu. Namjoon menyuruh Seokjin berjalan di depannya, sedangkan ia sendiri berjalan di belakang Seokjin. Tapi mereka tetap berjalan berdekatan, kalaupun terjadi apa-apa mereka tidak jauh-jauh dan bisa saling menolong.

Mereka sudah sampai di pinggir jalan beraspal. Seokjin dan Namjoon memperhatikan jalan ke arah yang berlawanan, berharap menemukan kendaraan atau seseorang yang bisa dimintai tolong. Kemudian setelah beberapa saat Seokjin mendengar seseorang berlari dengan tergesa-gesa ke arah mereka.

"Ada yang datang", Seokjin memperingatkan Namjoon. Sedikit terkejut dan takut. Detak jantungnya sudah kemana-mana. Mungkin Namjoon bisa mendengarnya.

Namjoon menoleh ke arah pandang Seokjin. Seorang sedang berlari menuju mereka dengan membawa sesuatu di tangannya. Semakin orang itu mendekati mereka, Namjoon berjalan maju menuju orang itu juga. Secara tidak langsung mengarahkan Seokjin untuk berdiri di belakang punggungnya.

"Hei, anak-anak ! Apa yang sedang kalian lakukan ?", tanya seorang pemuda dengan logat yang kentara sekali sambil tersenyum ramah meskipun menatap menyelidik pada mereka."Kenapa kalian disini ?", tanyanya lagi sambil melihat ke arah jam tangannya. Anak-anak ini tidak berada di waktu dan tempat yang tepat, pikirnya.

Seokjin menggeser tubuhnya agar bisa melihat pria itu lebih jelas. Tapi Namjoon yang berdiri di depannya menggeser tubuhnya juga dan menutupi pandangannya.

Di antara cahaya lampu jalan dan bayangan hitam Namjoon yang jatuh di wajah tirusnya, pemuda itu terlihat masih muda. Mungkin umurnya masih dua puluhan, dua puluh dua atau dua puluh tiga. Ia memakai celana panjang dan kaos lengan pendek warna gelap. Tangannya menenteng tas kresek, mungkin ia habis berbelanja. Yang paling penting wajahnya tidak terlihat berbahaya, mungkin bisa dimintai tolong.

"Kami ketinggalan bus", jawab Namjoon dengan tenang tapi waspada.

"Wah, kalian tidak bisa pulang sampai besok pagi. Bus terakhir nomor berapapun yang melewati jalan ini sudah pergi dari tadi. Kalian pasti bukan dari sini". Pemuda itu mulai terdengar seperti sedang mengomeli mereka."Kalau kalian berniat mencari tumpangan, percuma. Jalan ini selalu sepi setelah pukul sembilan malam, dan hutan itu tidak benar-benar aman juga"

Namjoon mendengarkannya hingga selesai bicara kemudian bertanya. "Apakah ada tempat untuk kami menginap untuk malam ini saja di sekitar sini ?", Seokjin bertanya tiba-tiba. Namjoon dan pemuda itu terkejut dan menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

Pemuda itu terlihat dilema. Ia bergantian melirik tas kresek di tangannya dan dua remaja ceroboh yang ketinggalan bus. "Baiklah, aku yakin hyung juga tidak keberatan", ia berkata lirih memutuskan kemudian melanjutkan, "Hmm, jadi begini. Tidak ada penginapan di sekitar sini". Pemuda itu berhenti lagi, memberi jeda sekaligus melihat reaksi dari Namjoon dan Seokjin. Dua anak SMA itu diam dan wajah mereka mendadak tegang. "Aku tidak mungkin membiarkan kalian berdua saja di tempat seperti ini. Kalian berdua bisa ikut aku. Aku bisa mengantar kalian ke halte bus besok pagi-pagi sekali"

Namjoon ragu-ragu. Kelihatannya orang ini tidak berbahaya. Tapi, siapa tahu ?

"Namjoon-ssi..", panggil Seokjin tiba-tiba. Namjoon menoleh pada Seokjin. Wajah Seokjin antara ragu-ragu dan sedikit mengharap kalau Namjoon setuju dengan tawaran pemuda itu. Mereka butuh tempat untuk istirahat yang sedikit resiko diganggu binatang liar dan mereka juga butuh kamar mandi. "Yakin ?", tanya Namjoon sambil menggeser badannya sedikit menghadap Seokjin. Seokjin tidak memberikan respon dan ekspresi wajahnya di pencahayaan yang temaram tidak berubah. Seolah-olah semua keputusan terbaik datangnya dari Namjoon.

Namjoon menghela napas, "Ok, kami akan berusaha tidak merepotkan dan keluar pagi-pagi sekali", jawab Namjoon mantap.

Pemuda itu mengangguk-angguk mengerti. "Ayo, lebih baik kita segera berjalan saja. Ikuti aku, ke arah sini", katanya. Namjoon dan Seokjin mengikuti dibelakangnya.

#

"Aku Jung Hoseok. Kalian ?"

"Aku Namjoon", balas Namjoon.

Seokjin yang berjalan di sebelah Namjoon hendak menjawab juga, tapi Namjoon menyerobot kata-katanya. "Ki-"

"Seokjin. Namanya Seokjin", Namjoon menyela dengan cepat.

Pemuda bernama Jung Hoseok itu mengangguk sambil tersenyum jahil. Baik Namjoon dan Seokjin berharap tidak menyesali keputusan untuk mengikutinya. "Tempat yang kita tuju ini adalah rumah orangtuaku. Tapi mereka sedang pergi. Jadi cuma ada aku dan seorang kerabat yang menginap malam ini. Kalian bisa istirahat di kamarku"

Namjoon dan Seokjin diam mendengarkan pemuda yang jadi banyak bicara itu.

"Kami mau sedikit minum malam ini. Kami bisa mengendalikan diri, tapi maaf kalau nanti berisik", lanjutnya sambil sedikit mengangkat kresek di tangannya.

Namjoon mulai berpikiran untuk tidak jadi saja menginapnya. Harusnya dia bilang daritadi.

Hoseok kembali menawari, "Tapi kalau kalian mau bergabung bersama kami juga tidak apa-apa"

#


Author's note : halo semuanya ! Chapter ini banyak kekurangan, dan sejujurnya aku nggak puas. Hehe... Maafkan aku (untuk terlambat update kesalahan disana-sini). Aku selalu baca review dari kalian, terimakasih buat reviewnya *deep bow* dan terimakasih sudah menunggu :)