Prince's Prince
Summary:: 200 tahun yang lalu di jaman Joseon, sebelum Mingyu dihukum mati, ia telah membuat janji pada Wonwoo bahwa mereka akan kembali bersama lagi di kehidupan yang akan datang. Tapi, 200 tahun kemudian, sebuah pertengkaran mengawali pertemuan pertama mereka di sekolah. "Kau...! Kau merusak gitarku!"/ "Kau yang menarik blazerku!"
Couple:: Mingyu x Wonwoo
Rate:: T
Genre:: Drama, Romance, Comedy
Warn:: BL! Ini bukan angst, cuma awalnya doang agak tegang, ini ff romcance drama kok :D Jadi angst haters jangan kabur yaa
.
Hiwatari's Present
~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~
1815 Joseon Dynasty
.
.
PLAKK!
Seorang namja yang memakai dalryeongpo berwarna ungu yang menandakan dirinya sebagai seorang pangeran itu tersungkur ke lantai setelah mendapatkan pukulan keras di pipinya dari sang Raja, ayahnya.
"APA KAU SADAR APA YANG TELAH KAU LAKUKAN, KIM MINGYU?!" Seorang namja dengan aura wibawa tinggi yang memakai jubah hongryongpo berseru marah pada putra bungsunya.
"Ayah!" Seorang namja dengan jubah gonryongpo biru yang telah mendapatkan kedudukan putra mahkota itu menghampiri adiknya yang masih tersungkur memegangi pipinya dan menatap ayahnya tanpa takut. Sedangkan seorang yeoja cantik yang mengenakan dangui yang anggun duduk di atas sebuah bantal tipis seraya terisak kecil.
Sang Raja tampak menahan emosinya, tidak ingin emosinya menghancurkan wibawanya. "Kau gagal membuat kesepakatan dengan negara lain, banyak pasukan yang meninggal dan hampir membuat peperangan!"
"Itu bukan hanya salahnya, Ayah! Aku juga bersalah, aku yang memimpin rombongan itu dan aku yang mempimpin rencana perundingan itu. Jangan salahkan Mingyu, Ayah," ujar sang Putra Mahkota.
"Jangan ikut campur, Seungcheol!" Sang raja tampak kembali menahan emosinya. "Bukan hanya itu yang membuatku marah, ada kesalahan yang lebih parah lagi,"
"Kim Mingyu, kau pasti sadar apa yang telah kau lakukan akhir-akhir ini, 'kan?" tanyanya pada putra bungsungnya. Mingyu menatap sang raja dengan berani. "Aku tidak melakukan kesalahan, Ayah."
"Menyukai seorang pria dan merupakan rakyat jelata bukanlah kesalahan?! Apa kau gila, Kim Mingyu?! Bahkan kabar ini sudah diketahui hingga keluar kerajaan, hampir semua warga mengetahui ini! Kau ingin mempermalukan kerajaan kita?! Kau ingin menghancurkan kerjaan ini?!" Sang Raja bernafas dengan tersenggal-senggal setelah meluapkan emosinya.
"Apa salahnya menyukainya?!" lawan Mingyu. "Mingyu-ya..." Seungcheol mendesis pada Mingyu agar adiknya itu berhenti melawan ayahnya. Sedangkan sang Ratu semakin terisak mendengar pertengkaran ini.
"KAU!" Sang raja semakin murka. "Apa yang ada di otakmu hingga membuatmu menyukai seorang pria?! Hah?! Apa kau tidak tahu percintaan sejenis itu sangat dilarang dalam negara ini?! Siapapun yang melakukan hal itu akan dihukum mati! Jika kau ingin lepas dari hukuman, menikahlah dengan seorang putri!"
Mingyu menatap ayahnya dengan tajam. "Aku tidak perlu dijodohkan dan aku tidak mau menikah dengan putri manapun! Aku hanya ingin dia!" lawan Mingyu.
Sang Raja menggertakkan giginya. "Seungcheol! Perintahkan pengawal untuk menangkap pria bernama Jeon Wonwoo itu dan pasung dia! Besok dia harus menerima hukuman mati atau tidak kerajaan kitalah yang akan hancur." Mingyu menatap sang Raja dengan wajah terkejut. Ia tidak menyangka hanya ketahuan berpacaran dengan seorang namja dan rakyat jelata akan menjadi seperti ini.
"Ayah! Apa yang akan kau lakukan?!" Mingyu segera berdiri dan menghadap ayahnya. "Tidak ada penolakan! Kerajaan kita sudah diragukan oleh warga, jika ini tidak ditangani dengan tegas maka kerajaan kita bisa hancur!" jawab Raja dengan tegas.
"Ayah, kita bisa cari jalan lain." Seungcheol ikut berdiri di samping Mingyu. "Laksanakan sekarang, Seungcheol!" perintah sang Raja mutlak yang tidak ingin mendengar penolakan dari putra bungsunya ataupun usulan dari putra sulungnya.
"Ayah!" Mingyu berlutut di bawah sang Raja. "Aku mohon jangan, aku akan berusaha keras menghapus berita itu dari semua masyarakat."
"Bagaimana caranya? Apa kau pikir sesuatu yang telah kau lempar bisa kau tarik kembali tanpa meninggalkan jejak?!" Sang Raja hendak beranjak pergi sebelum akhirnya Mingyu menahan jubah sang ayah dengan mata yang memerah.
"Aku! Aku yang akan melakukannya! Hukum saja aku dan jangan pernah sentuh dia lagi!" Mingyu berseru masih memegang erat jubah berwarna merah itu. "Kim Mingyu!" teriak sang Ratu yang menghampiri putranya. "Apa yang kau katakan, Mingyu?!"
"Ini yang dimasksud dengan cara lain?! Kau lebih memilih pria itu dari pada dirimu dan kerajaanmu?!" Sang Raja mendorong Mingyu menjauhi dirinya. Mingyu berujar memberi syarat, "Asal kau tidak akan pernah mendaratkan seujung jaripun pada Wonwoo!"
Mendengar itu jelas membuat wajah sang Raja semakin memerah. Seungcheol tidak tahu harus bagaimana lagi menghalangi adiknya itu. Ia tahu jelas adiknya tidak akan pernah merubah pikirannya setelah ia mengucapkannya.
"Kalau itu maumu, baiklah! Kau saja yang dihukum mati, Kim Mingyu! Aku tidak membutuhkanmu! Lagian kita sudah memiliki Seungcheol sebagai penerusku! Daripada harus terus mempertahankanmu hanya untuk menghancurkan kerajaanku, lebih baik kau menghilang!" Sang Ratu dan Putra Mahkota tampak sangat terkejut dengan perkataan sang Raja.
Sedangkan Mingyu, ia tetap memasang wajah kerasnya, ia menerimanya karena telah membuat ayahnya kecewa, membuat kerajaan ini dalam keadaan bahaya dan mempermalukan kerajaannya sendiri, ia merasa ia pantas menerima semua ini. Hanya satu yang ia inginkan, ia ingin melindungi orang yang paling ia cintai. Ia tidak peduli apa yang terjadi padanya karena semua ini adalah salahnya.
"Apa yang kau katakan, Raja?! Kembalikan kata-katamu! Aku tidak menyetujui ini!" teriak sang Ratu protes seraya memukul-mukul suaminya itu lalu kembali berlutut di lantai untuk memeluk putra bungsunya. "Ayah! Ini tidak akan mengakhiri semua masalah-"
"Kita akan melaksanakannya besok, Kim Mingyu," potong sang Raja yang tidak ingin mendengar perlawanan Seungcheol kemudian beranjak pergi dari ruangan itu. Sekejap ruangan itu penuh dengan suara tangis sang Ratu dan erangan kecil Putra Mahkota yang tidak menerima keadaan adiknya
.
.
.
.
DONGG! DONGG! DONGG!
Mingyu tampak diseret keluar oleh para pengawal dari sebuah ruangan ke halaman kerajaan di mana hanya terdapat orang-orang dari kerajaan yang berbaris dengan rapi di sana. Tampak dari wajah mereka yang sangat sedih dan tidak menyangka hal ini akan terjadi pada pangeran mereka yang telah mereka urus sejak kecil.
Namja tampan dengan rambut yang disanggul ke atas hanya dengan pita putih dan mengenakan baju putih itu diseret ke sebuah panggung kecil yang terbuat dari kayu. Kedua tangannya diikat dengan erat.
Sang Raja, Ratu dan Seungcheol berdiri di samping panggung menyaksikan dengan diam. Sang Ratu yang hanya bisa menahan isakannya dengan air mata yang terus mengalir sedangkan Seungcheol memasang wajahnya yang sungguh menyesal dan sedih. Mingyu adalah adik yang sangat ia sayangi, namun ia tidak bisa menolak perintah mutlak dari ayahnya, ini adalah peraturan kerajaan dan negara, apalagi jika ini menyangkut nama kerajaan.
Ikatan pada mulut dan tangan Mingyu dilepas. Namja tampan itu terjatuh dengan posisi berlutut dengan wajah pucat. Sejak kepergian ayahnya dari ruangan itu, tidak lama para pengawal menangkapnya dan memejarakannya tanpa diberi makan dan minum seharian hingga siang hari ini di ruangan yang gelap dan sempit.
Tak lama kemudian terdengar suara ricuh dari barisan para selir yang berbaris di depan panggung dengan jarak yang cukup jauh. Para pegawai kerajaan berbaris di depan dan samping panggung dengan jarak yang cukup jauh, tidak diperbolehkan untuk berjarak terlalu dekat.
Mingyu memicingkan matanya dan menemukan seseorang yang tidak asing baginya ditarik oleh dua orang pengawal dengan tangan terikat mendekati panggung.
"Wonwoo-ya!" teriak Mingyu yang kemudian dengan segera berdiri dan hampir melompat menuruni panggung kayu jika saja tidak ditahan oleh para pengawal. Ia kemudian melihat ke arah sang Raja. "Apa yang kau lakukan?! Kenapa membawanya ke sini?!" Mingyu tampak panik, ini artinya Wonwoo akan menontonnya dalam sesi hukuman mati.
Namja yang berpakaian tampak biasa saja dengan rambut yang juga di sanggul biasa dengan pita biru tua dan memiliki mata tajam itu tampak terkejut dengan penampilan Mingyu. "Apa yang terjadi padamu?" tanyanya dengan ekspresi tidak percaya.
Mingyu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa, pergilah, kembalilah ke rumahmu," ujarnya yang kemudian beralih menatap ayahnya dan kemudian kembali berujar, "Pulangkan dia, Ayah. Dia tidak perlu berada di sini."
"Dia perlu berada di sini," ujar sang Raja dengan suara tegasnya. Wonwoo tampak bingung dengan situasi ini. Ini untuk pertama kalinya ia berurusan dengan kerajaan dan suasananya sangatlah tegang. "Agar dia sadar apa yang telah dia lakukan."
Seuncheol mendengus, meskipun ia tidak mengenal Wonwoo, namun ia merasa kasihan pada namja itu, sang Raja terlalu keras padanya. Sedangkan Mingyu tidak dapat melakukan apa-apa lagi, ia kini menundukkan kepalanya, tidak berani melihat ekspresi yang akan dibuat oleh Wonwoo.
"Apa ada yang ingin kau katakan padanya, Pangeran Mingyu?" tanya sang Raja. Mingyu dengan perlahan menaikkan kepalanya dan menatap Wonwoo dalam. "Ada apa ini?" tanya Wonwoo dengan suara pelan, tanpa ia sadari matanya memerah dan berair saat melihat kondisi Mingyu yang tidak seperti biasanya. Ia memiliki firasat buruk. Biasanya Mingyu akan terlihat sangat tampan dan jubah dalryeongpo ungunya dan topi pangerannya.
Mingyu menyuruh seorang selir untuk memetik setangkai bunga mawar putih yang tertanam di dekat tempatnya berdiri dan mengambilnya. Ia mengamati mawar putih yang menjadi benda wajib yang diberikan pada Wonwoo setiap mereka bertemu itu dengan senyum tipis. Ia kemudian memberikannya pada Wonwoo yang berdiri tepat di depan panggung dengan dua pengawal di samping namja manis bermata tajam itu.
Tangan Wonwoo yang terikat di depan masih dapat menerima setangkai mawar putih itu dari Mingyu. Ia dapat melihat senyum Mingyu meskipun berbeda dengan senyum biasanya. Mingyu mendekatkan wajahnya ke telinga Wonwoo.
"Kita akan bersama kembali suatu saat nanti." Bisikan lembut yang diberikan Mingyu menjadi kalimat terakhir yang diberikannya pada Wonwoo sebelum akhirnya namja tampan itu ditarik mundur oleh dua orang pengawal dan dipaksa berlutut. Melihat itu, Wonwoo kembali panik dan terbingung dengan situasi ini. Ia kemudian juga ditarik mundur menjauhi panggung oleh kedua pengawal itu.
"Mulailah!" Terdengar suara keras dan tegas dari sang Raja. Sang Ratu memeluk Seungcheol dan menangis di dada putra sulungnya itu, tidak sanggup melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Sedangkan Seungcheol memeluk ibunya dengan erat, melihat ke arah panggung dengan ekspresi menahan amarah dan juga tangis. Tidak tahu harus marah pada siapa, yang jelas ia tidak bisa menerima situasi seperti ini.
Seorang pengawal mengikat tangan Mingyu ke belakang dan setelahnya seorang pengawal yang lain mendekati namja tampan itu dengan sebuah botol yang yang berisi cairan berwarna coklat di tangannya. Mingyu menutup matanya perlahan setelah sebelum menatap mata tajam Wonwoo dengan lekat.
Wonwoo yang sudah mengerti dengan situasi ini dengan segera berlari mendekati Mingyu namuan ditahan oleh pengawal. "Aniii! Apa yang kau lakukan, Kim Mingyu?! Apa kau gila?! Kau ingin meninggalkank-" Kata-katanya terpotong karena mulutnya yang ditutup dengan kain putih.
Mingyu yabg mendengar teriakan Wonwoo kembali membuka matanya dan mendapati Wonwoo yang mulutnya tertutup dengan mata yang berair seraya menggelengkan kepalanya dengan keras, tidak memberi izin pada Mingyu untuk melakukan hal ini.
Mingyu memasang wajah sakitnya, ia tidak pernah melihat Wonwoo menangis, setelah 2 tahun bersama ia tidak pernah melihat setetespun cairan di mata namja itu. Dan sekarang, ialah yang memaksa cairan itu keluar dari mata indah Wonwoo.
Dengan perlahan Mingyu kembali memejamkan matanya. Sedetik kemudian ia dapat merasakan bibir botol yang terasa dingin itu menempel dibibirnya dan cairan coklat itupun memasuki mulutnya dan melewati tenggorakannya hingga cairan itu habis. Tidak sampai 3 detik, Mingyu dapat merasakan sesuatu mendesak keluar dari tenggorokannya.
Sang Raja memejamkan matanya sejenak kemudian kembali membukanya. Sang Ratu semakin mengeratkan pelukannya pada putra sulungnya saat mendengar suara batuk Mingyu, begitupula dengan Seungcheol yang memejamkan matanya dan memeluk sang Ratu dengan erat.
Wonwoo terus menangis dan melakukan perlawanan, ia ingin menghampiri Mingyu yang terus terbatuk dan memuntahkan darah hingga baju putihnya ternodai oleh darah.
Mingyu merasakan sakit yabg luar biasa pada perutnya dan juga dadanya, ia tidak memejamkan matanya, ia sebisa mungkin terus melihat ke arah Wonwoo terus menangis dan bergerak kasar untuk melepaskan diri dari pengawal. Hingga akhirnya ia pun berhenti terbatuk dan merasakan pandangannya mengabur.
Ia tidak menginginkan ini, ia tidak ingin memejamkan matanya dan berhenti memandangi wajah indah Wonwoo. Ia tidak ingin menutup matanya. Ia tidak ingin berpisah dengan Wonwoo. Tapi sudah terlambat baginya untuk menyesal. Andai ia punya cara lain untuk mengatasi masalah ini, andai ia masih terus bisa melihat Wonwoo. Tapi ia sudah puas, setidaknya ayahnya tidak akan menyakiti Wonwoonya.
Namja tampan itupun terjatuh ke depan dengan matanya yang telah terpejam. Setelah itulah Wonwoo dilepaskan oleh pengawal hingga ia dapat berlari menghampiri Mingyu. Dengan tangannya yang masih terikat dan memegang bunga mawar, ia berusaha mengangkat tubuh Mingyu agar kembali tegak, namun ia tidak bisa, kekuatan di tangan terikatnya sangat terbatas.
"Mingyu-ahhhh! Mingyu-aaah! Kim Mingyuuuu! Bangun! Bangun sekarang juga!" teriak Wonwoo diselang tangisannya. Semua orang yang ada di sana menunduk dan memasang wajah sedih melihat kejadian itu. Sungguh ini di luar dugaan mereka.
Meskipun pangeran melakukan kesalahan, mereka tidak habis pikir bahwa hukuman matilah yang akan menjadi akhir dari semuanya. Terutama melihat Wonwoo yang dalam kondisi seperti ini, mereka bahkan bisa merasakan sakitnya hanya dengan melihat reaksi Wonwoo.
.
.
.
Wonwoo berdiri di taman yang sering ia kunjungi bersama Mingyu. Meskipun hanya berdiri dan memandang danau kecil serta bunga-bunga, hal itu menjadi hal yang paling menyenangkan bagi mereka berdua untuk dilakukan.
Namja yang mengenakan baju dalaman berlengan panjang putih dan rompi berwarna coklat dengan rambut yang disanggul ke atas dengan pita coklat itu tersenyum saat mengingat apa-apa saja yang telah ia lakukan dengan Mingyu meskipun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena ia berpacaran dengan seorang pangeran, mereka tidak bisa ke tempat umum dengan kondisi mencolok.
Seungcheol telah menceritakan semuanya padanya, alasan mengapa Mingyu bisa terkena hukuman mati. Ini semua karena dirinya. Tapi Seungcheol mengatakan padanya bahwa ini bukan salahnya, Wonwoo tidak boleh menyalahkan dirinya sendiri karena ini adalah pilihan Mingyu, Mingyu telah melakukannya.
Jika Wonwoo menyalahkan dirinya sendiri dan menyesal maka itu artinya sama saja dengan menyia-nyiakan perjuangan Mingyu. Mingyu ingin ia hidup baik-baik, maka ia akan melakukannya. Wonwoo tersenyum kecil, namun matanya kini meneteskan setetes air mata. Semakin Mingyu menghilang, Wonwoo semakin mencintainya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang Mingyu telah tiada, tapi perasaan Wonwoo malah semakin besar pada pangeran itu.
Wonwoo menyeka air matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia melihat setangkai bunga mawar putih yang sebagian kelopaknya terdapat warna kecoklatan, bekas darah Mingyu yang telah mengering.
'Kita akan bersama kembali suatu saat nanti.'
Kata-kata terakhir dari Mingyu dua hari yang lalu kembali terngiang di kepala Wonwoo. Ia akan selalu memegang perkataan itu. Selamanya. Hingga ia juga menutup matanya seperti Mingyu. Hingga mereka kembali bertemu suatu saat nanti.
.
.
~#~#~#~#~
.
.
200 years later...
2015, Republic of Korea
.
"Aku belum menyelesaikan tugas dari Lee seonsaengnim, bagaimana ini, Wonwoo?" Seorang siswa berambut blonde merengek pada temannya yang sedang mencuci tangannya di wastafel. Wonwoo tertawa kecil menanggapi sahabatnya itu. "Palingan kau hanya disuruh membersihkan toilet ini, Hoshi-ah." Wonwoo menunjuk toilet pria yang berada tepat di depan deretan wastafel.
Hoshi mencibir bibirnya mendengar jawaban Wonwoo yang tidak membantu sama sekali. "Kita baru memulai tahun ajaran baru tiga hari lalu dan sekarang sudah ada tugas menumpuk?! Dasar guru tak berperasaan!" omel Hoshi. Wonwoo menggeleng-gelengkan kepalanya, ia juga tidak habis pikir apa yang dipikirkan oleh guru kimia itu hingga memberi mereka tugas di awal tahun ajaran baru ini. Tapi karena mereka kini sudah menduduki bangku kelas 12, mereka sudah terbiasa dengan kelakuan guru aneh itu.
Wonwoo hendak beranjak pergi, ia mundur sedikit namun tidak sengaja menabrak sesuatu.
BUK!
"Ehh?!"
"Ahhh!"
BRUAKKK!
Hoshi melebarkan mata sipitnya melihat kini dua orang siswa tengah tersungkur di lantai secara tiba-tiba.
Wonwoo dapat merasakan bokongnya sangat sakit karena menghantam lantai keramik dengan sangat keras. Ia mengutuk siapapun yang menarik blazernya tadi hingga ia terjatuh. Entah bokongnya masih bisa berfungsi dengan baik atau tidak setelah ini.
"Apa-apaan kau?!" tanya Wonwoo seraya menoleh ke belakang, melihat orang yang sudah beraninya menariknya, masih dengan posisi terduduk pastinya, karena sakit pada bokongnya masih sangat terasa hingga ia tidak sanggup berdiri. Sebenarnya sakitnya ada dua jenis, yang satu karena bokong kirinya menghantam lantai secara langsung dan satunya lagi karena bokong kanannya menghantam sesuatu yang keras baru jatuh ke lantai. Sakit yang kedua lebih dahsyat.
"Kau...! Kau merusak gitarku!" seru namja yang ada di belakang Wonwoo. Wonwoo tampak terkejut. Ternyata sakit yang kedua itu karena bokong kanannya menduduki pinggiran sebuah gitar. Gila, pantas saja sangat sakit.
Namja dengan rambut abu-abu itu berdiri dan menunjukkan gitarnya yang telah retak. Wonwoo pun berdiri dengan bantuan Hoshi, tidak lupa dengan rasa tulang bokongnga yang nyut-nyutan. Wonwoo tidak sengaja mendapati jumlah permata yang ada di kerah blazer mereka. Dua permata yang tandanya namja itu adalah siswa kelas 11.
"Hei kau! Kau adik kelas bicaralah dengan sopan!" Wonwoo mendelik tidak suka pada namja berambut abu-abu yang jauh lebih tinggi darinya itu. Entah kenapa bisa ada siswa SMA yang setinggi itu
"Kau, kakak kelas! Kau merusak gitarku! Ganti gitarku!" pinta namja yang bernametag Kim Mingyu itu. Wonwoo menganga tidak percaya, adik kelas itu sangat tidak sopan. Dan apa katanya? Ganti gitarnya?!
"Apa?! Kau yang menarikku dan hingga aku terjatuh! Kau masih menyalahkanku merusak gitarmu?!" protes Wonwoo. "Sunbae mundur dan menabrakku aku terpeleset karena lantai basah. Aku secara refleks menarik blazer sunbae," jelas Mingyu panjang lebar.
Wonwoo semakin mengangakan mulutnya. "Ohhh, jadi ini salahku?! Kau pikir aku mau sengaja melakukannya?! Aku hanya tidak sengaja menabrakmu dan kau saja yang seenaknya menarik blazerku, kalau saja kau tidak menarikku maka aku tidak akan jatuh dan menimpa gitarmu!"
"Jelas salah sunbaemin," jawab Mingyu. Wonwoo mendengus kesal. "Bukan salahku! Ini salahmu! Kau yang menarikku jatuh, bokongku sangat sakit, gitarmu sangat keras, kau yang seharusnya bertanggung jawab!"
"Jelas gitarku keras, gitar mana yang lembek? Bokong sunbae saja yang terlalu tipis, tidak bisa melindungi tulang bokong sunbaenim." Kini bukan hanya mulut Wonwoo yang menganga besar, tapi juga matanya ikut melebar.
"Apa kau bilang?! Bokongku tipis?! Apa maksudmu, dasar kau tidak sopan!" Kesal Wonwoo.
Mingyu melempar protesnya, "Berhenti membahas bokong. Sunbae jatuh di atas gitarku hingga retak begini, aku sangat membutuhkan gitar ini! Ini sangat penting bagiku."
"Kau kira bokongku tidak penting? Bokongku lebih penting dari gitarmu!" Wonwoo semakin kesal yang kemudian menarik tangan Hoshi dan hendak beranjak namun ditahan oleh Mingyu. "Sunbaenim, aku akan melaporkan kau pada guru BP karena tidak bertanggung jawab atas kesalahanmu."
"Kau! Kau ini apa? Anak TK? Masih pakai lapor-lapor guru. Lapor saja, pokoknya aku tidak mau ganti!" seru Wonwoo kesal yang kemudian beranjak disertai dengan desisan sakit dan dibantu dengan Hoshi, namun ia berhenti sejenak lalu menendang gitar yang tengah dipegang oleh Mingyu itu yang kemudian benar-benar beranjak dengan kecepatan cepat.
Mingyu mengerang kesal. Ia tidak habis pikir menjadi siswa pindahan di sini selama tiga hari akan membuatnya sesial ini. Kehilangan gitar kesayangannya yang ia beli di Amerika. Ia menoleh ke belakang dan menatap punggung Wonwoo yang semakin menjauh dengan kesal. Pokoknya siswa berambut hitam itu harus mengganti gitarnya.
.
~TBC~
Fiuhhh~ Ini ff meanie ke-2 author setelah Annyoing Boy! Yeahhh! Padahal yang itu belum dilanjut, udah buat yang baru aja hahah. Sebenarnya ide plot ff ini muncul pas kakak author nonton Empress Ki, jadi kepikiran buat Meanie ff dengan genre Joseon era, udah pernah ada ff yang bergenre seperti ini belum?
Author menggabungkan Joseon era dengan modern era, jadi alurnya bakalan maju mundur gitu. Bagaimana menurut readers? Bagus gak? Hehee XD Sebenarnya ngebuat ff genre ini tuh susah banget, author bolak-balik search google tentang Joseon era, susunan keluarga, kedudukan, pakaian sampai sejarahnya gitu. Susahh.. #cry
oh ya, ff Annoying Boy bakalan segera dipost, jadi bersabar ya.
Okedeh, akhir kata dari author,
Review, please~? Gomawo ^^
*bow* m(_ _)m