Title : Someone Like Me (Your Eyes)

Genre : Brothership, Family, Hurt

Cast : Cho Kyuhyun, Kim Kibum

Rated : Fiction T

Warning : Typo(s), Geje, Bored, Drama, Bad Plot, OOC (Out of Character). Dia *nunjuk Cho Kyuhyun* masih diusahakan milik saya. Don't like it? Don't read it! Mind to RnR?

Disclaimer : All cast isn't mine. I own only the plot. Don't copy paste without permission.

.

.

.

16

Tuan Kim membuka map didepannya dengan gerakan terburu, membaca isinya dengan teliti kemudian berpindah ke halaman yang lain. Berkas ditangannya adalah berkas atas nama Kyuhyun. Beliau mendapatkannya dari detektif yang selama ini ditugaskan mencari keberadaan Kyuhyun dan Hanna.

Menghela nafas sambil memejamkan matanya, Tuan Kim merasa dunianya kembali hancur. Wanita yang selama ini dicarinya sudah lama tak ada didunia ini dan bungsunya hidup dengan ekonomi yang buruk. Yang lebih membuatnya menguatkan tekad mengambil hak asuh Kyuhyun adalah bahwa selama dititipkan pada Kakak iparnya itu, Kyuhyun tidak hidup dengan baik –menurutnya. Bagaiman anak seusia Kyuhyun –baiklah mungkin hampir semua anak seusia Kyuhyun dan Kibum, ikut bekerja part time. Tapi dia Kyuhyun. putra bungsunya, yang seharusnya mendapatkan fasilitas kelas satu sama seperti Kibum.

"Tck dia bahkan bersikap kasar pada putraku?" decakan bernada kesal itu kembali memantapkan niatnya mengambil hak asuh Kyuhyun.

"Panggilkan pengacaraku" katanya kepada sekretarisnya.

.

.

"Kau seriusan mau tetap kerja?"

Kyuhyun sungguh menyesal telah menerima ajakan Junho untuk pulang bersama –artinya Junho mengantarnya sampai cafe. Tapi karena dia malas menunggu bus, akhirnya dia terima saja. Toh Junho tidak menyetir sendiri. Sekarang dia diantar-jemput sopir keluarganya.

"Mukamu lesu begitu"

"Hm" Kyuhyun bergumam sebagai jawaban, sebelum turun dari mobil Junho. "Terimakasih" katanya sebelum berlalu, tak memberikan kesempatan Junho berbicara lagi.

Kyuhyun sebenarnya ingin beristirahat, dia lelah sekali. Pikiran dan tenaganya seakan dikuras. Tapi pulang kerumah juga bukan pilihan yang baik –setidaknya sekarang. Dia butuh suasana dimana dia bisa mendapat banyak dukungan, dan cafe adalah pilihannya.

Ryeowook tersenyum sumringah begitu Kyuhyun masuk ke ruang ganti. "Aku bertemu Cho ahjumma" katanya.

Kyuhyun menoleh, "Hah?"

"Dia sedang berbelanja, kami berpapasan" tidak ada yang istimewa, "Dan dia menyapaku" ah iya, Kyuhyun bahkan sampai lupa kalau hubungannya dengan Ibunya –atau bibinya, ini membaik.

"Aku tidak tahu dia tahu namaku, tahu wajahku" Ryeowook kembali berucap, kini mengikuti Kyuhyun yang berjalan menuju dapur.

"Hai Daniel hyung" Kyuhyun balik menyapa Daniel, "Kau kan satu-satunya temanku. Ibu tentu ingat wajahmu" Kyuhyun menjawab kehebohan Ryeowook.

Kalau tidak dalam mode ingin tahu, ingin sekali Ryeowook memukul kepala Kyuhyun karena berani-beraninya kembali tidak menggunakan suffix hyung pada namanya. "Kau berbaikan ya dengan Ibumu?" tapi Ryeowook sedang penasaran dengan hubungan Kyuhyun dan Ibunya yang rasanya mulai membaik.

"Kapan aku bermusuhan dengan Ibu?" Kyuhyun meneguk segelas air putih, kemudian bersiap bersiap merapihkan meja-meja didepan sebelum tangannya dicekal Ryeowook.

"Ibumu berubah. Aku tahu. Seharusnya kau senang kan?"

Kyuhyun tak suka ketika Ryeowook terlalu paham mengenai kehidupannya. Bukannya Kyuhyun tak berterimakasih, tapi terlalu sulit baginya untuk menutupi diri dari sesuatu yang hanya ingin dia miliki seorang diri tanpa orang lain tahu. Dan Ryeowook selalu jadi pihak yang menyadari ada sesuatu yang beda dari dirinya, dari kehidupannya.

"Ibumu banyak menangis. Matanya sembab, tapi dia menyapaku dengan senyum lebar" Ryeowook pantas curiga. Jika hubunganya dengan sang Ibu masih 'buruk' tentu Ibunya tak akan beramah tamah dengan Ryeowook bahkan sampai menyapa Ryeowook seperti yang diceritakan Ryeowook.

"Kami memang tidak pernah bertemu, Kyu. Aku hanya selalu melihat punggungnya. Tapi dia mengenaliku. Sesuatu telah terjadi kan?"

Kyuhyun juga benci ketika Ryeowook bisa menebak dengan benar. Seolah kehidupannya adalah seperti buku yang terbuka lebar, dimana setiap orang bisa membaca hanya dengan sekali lihat. "Dia—bukan Ibuku"

Dan mata Ryeowook membesar tanpa mengucapkan sepatah kata untuk menjawab ucapan Kyuhyun tentang betapa terkejutnya pemuda itu dengan jawaban Kyuhyun.

Onew tersenyum sumringah begitu Kyuhyun bergabung membereskan meja dan kursi. Jam pembukaan cafe untuk shift sore akan dibuka beberapa menit lagi. Dan kedatangan Kyuhyun benar-benar membantunya yang sejak tadi hanya sendirian membereskan kursi dan meja. Pekerja yang lain sibuk didapur, mengangkat bahan-bahan makanan dan sesekali terpaksa menjadi washer.

"Kau baik-baik saja, Kyu?" Onew mendekati Kyuhyun yang tiba-tiba terduyung mundur. "Mukamu pucat sekali" bukan sejenis pucat yang biasanya.

"Aku lupa belum makan siang" mana sempat Kyuhyun mengurusi urusan perutnya jika pembicaraannya dengan Kibum menguasai pikirannya sejak pagi tadi. Dia juga tak bisa menangkap penjelasan guru. Terkutuklah Kibum yang membolos dan membuatnya dihadiahi tatapan penasaran teman sekelasnya.

Onew mendengus tak suka, kemudian mendorong Kyuhyun menuju dapur. "Makan dulu sana. Sudah kubilang kan, sebelum mulai bekerja makan dulu" katanya, kemudian meminta salah satu koki membuatkan makanan untuk Kyuhyun.

Kyuhyun menoleh pada Ryeowook yang hanya meliriknya dari depan wastafel. Pemuda itu sedang menjadi washer. Jelas sekali Ryeowook menatapnya khawatir. Kyuhyun tak tahu Ryeowook khawatir karena sekarang dia terlihat benar-benar pucat atau karena ucapannya tadi.

Menghela nafas panjang. Kyuhyun rasa pilihannya berangkat kerja itu salah. Seharusnya dia pulang saja. Tidur mungkin akan membuatnya lebih baik.

.

.

Kibum menoleh saat pintu kamarnya dibuka. Song Jihye muncul dengan kerutan didahinya. Pasti Jihye mendapat laporan salah satu maid yang mengatakan Kibum sudah kembali kerumah bahkan sebelum tengah hari. Sesuatu yang tak akan pernah dilakukan Kibum sebelumnya.

Aroma kamar Kibum benar-benar maskulin, perpaduan jeruk dan musk. Jihye mendudukan dirinya di sofa kamar Kibum, mengamati kamar bernuansa hitam putih itu. Sesungguhnya ini pertama kalinya Jihye masuk kedalam kamar Kibum, dan sebuah keajaiban karena Kibum tak langsung mengusirnya keluar.

Seperti dugaan Jihye, kamar Kibum hampir menyerupai ruang kerja Tuan Kim. Penuh buku tebal dan Jihye mendadak mual karenanya. Jihye, sejak dulu tak suka belajar. Dia bukan anak pintar, dan dia tak suka membaca buku. Jadi dia tak bersahabat dengan deretan buku yang tersusun rapi dikamar Kibum.

"Ada apa?" Jihye membuka suara, mengalihkan pandangannya pada Kibum yang masih merebahkan dirinya sambil memandang ke langit-langit kamarnya.

"Aku melupakannya" Kibum menjawab, suaranya serak dan itu membuat Jihye mengerutkan kening lagi. "Ibuku"

Deg

Jihye tidak bisa tidak gemetaran sekarang. Pembicaraan yang Kibum angkat begitu sensitif.

"Kuharap Ibu memaafkanku" lirih Kibum. Anak itu mengganti posisinya menjadi menyamping, memunggungi Jihye.

Bohong kalau Kibum tak memikirkan ucapan Kyuhyun. Meski tadi dia membela diri didepan Kyuhyun, tapi bagaimanapun Kibum merasa bersalah. Kyuhyun benar. Seharusnya saat bertemu tadi, Kibum membicarakan Ibu mereka dulu. Bagaimana rupa wanita yang melahirkannya itu? Juga, Kibum semakin merasa bersalah ketika dia mengingat reaksinya saat sang Ayah memberitahu bahwa beliau berhasil menemukan mereka. Dia malah bertanya bagaimana Jihye, bukan bagaimana keadaan mereka.

Tapi, bukankah Kibum tidak benar-benar bersalah? Wanita ini, yang sekarang berada dalam satu ruangan dengannya adalah orang yang selama bertahun-tahun selalu dilihatnya. Dan juga, hubungan mereka mulai membaik. Jadi bukankah tidak salah kalau Kibum khawatir dengan kehidupan wanita ini setelah keluarganya berkumpul kembali?

"Tentu saja dia akan memaafkanmu" suara Jihye terdengar. "Tidak ada seorang Ibu yang tidak memaafkan anaknya, Kibum"

"Seharusnya aku bertanya bagaimana rupa Ibu padanya. Tapi—"

"Kibum" potong Jihye, "Seperti kataku tadi pagi, sulit bagi Kyuhyun untuk menerimamu. Kau harus pahami itu. Apalagi dengan kehidupan yang dia alami tanpa kalian disisinya" Kibum menyetujui itu. Kehidupan Kyuhyun terlihat buruk. "Kau pun sama. Dia tak memahami kehidupanmu tanpa kehadian dia disisimu" sudut mata Kibum berair. Dia menangis. "Kalian hanya korban"

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" suara Kibum serak, bahkan Jihye bisa melihat punggung yang biasanya tegak itu bergetar.

"Bicara dengannya. Jangan terpancing kalau dia berkata dengan nada tinggi" punggung Kibum ditepuk. Hangat, menenangkan. Kibum bahkan tak mendengar langkah Jihye mendekati ranjangnya. "Kau harus ingat kalau dia saudara kembarmu"

.

.

Mata Kyuhyun melebar begitu mendapati Sunyoung menyambutnya dengan mata sembab dan dua buah tas yang diletakan diatas satu-satunya sofa dirumah mereka. Kyuhyun meletakan dua porsi menu makan malam yang dia dapat dari koki di restoran Shin ahjusshi diatas meja sebelum mendudukan dirinya disamping Sunyoung dengan raut khawatir.

"Ada apa, Bu?"

Sunyoung tak langsung menjawab, malah meraih tubuh Kyuhyun untuk dipeluknya. Bayi mungil dengan pipi chubby yang dulu digendong Hanna itu sudah tumbuh sebesar ini. Menjadi sekurus dan setirus ini. Sunyoung merasa bersalah. Benar kata si Kim itu. Dia tak membesarkan Kyuhyun dengan baik.

Tapi itu dulu. Sunyoung memang tak bisa memutar waktu dan berusaha lebih baik lagi untuk membuat Kyuhyun hidup dengan layak dan penuh kasih sayang. Tapi sekarang berbeda. Dia sudah berubah, dia menyadari kalau satu-satunya yang dia miliki sebagai keluarga hanya Kyuhyun. Dan dia sudah berjanji akan melakukan segala hal untuk membuat keponakannya ini hidup dengan baik. Apapun caranya.

"Mari pergi dari sini, Kyu"

Kyuhyun berhenti menepuk punggung Sunyoung. "Ada apa?" ulangnya, namun Sunyoung bisa merasakan bahwa nada itu menjadi dingin.

"Dia datang" tangis Sunyoung kembali pecah, mengingat kedatangan si Kim beberapa jam yang lalu. Pria itu datang bersama seorang pria yang dikenalkan pada Sunyoung sebagai pengacaranya. Sunyoung yang sejak awal tak menyukai Tuan Kim, menanyakan maksud kedatangan kedua pria itu dengan nada ketus. Dan karena pada dasarnya keluarga Kim tak pernah suka orang memperlakukan mereka begitu acuh, Tuan Kim tak jadi berbasa-basi. Pria itu mengungkapkan tujuan kedatangannya untuk membawa Kyuhyun bersamanya. Sunyoung jelas menolak. Dia marah dan hampir menampar Tuan Kim kalau saja ucapan Tuan Kim selanjutnya tak membuat rasa marah Sunyoung melebur menjadi ketakutan. Apa yang bisa kau berikan padanya? Dia bahkan harus bekerja paruh waktu sejak kecil. Kau gila, noona. Putraku akan hidup dengan baik bersamaku. Aku menjaminnya.

"Ayahmu datang" Sunyoung merasa tubuh Kyuhyun menegang. Wanita itu semakin memeluk erat Kyuhyun. "Memintamu dariku. Aku harus bagaimana?" tangisnya kembali pecah. Wanita itu membuka pelukannya pada Kyuhyun, menatap nektar cokelat didepannya dengan mata berembun. "Aku tak bisa memberikanmu kehidupan yang layak dimasa lalu, aku begitu acuh padamu dimasa lalu, aku juga memperlakukanmu buruk dimasa lalu. Tapi aku ingin menebusnya. Ini egois, tapi aku tak mau kau pergi menuju pria itu"

Kyuhyun meraih tangan Sunyoung, menggenggamnya erat. Mata yang berlinang air mata itu begitu ketakutan. "Aku tak akan kemana-mana, Bu" sebuah janji. Sunyoung melihat kesungguhan disana. "Kau Ibuku, bagaimana bisa aku pergi meninggalkanmu?" dada Sunyoung berdesir. Kau Ibuku. Kalimat itu membuatnya senang.

Kyuhyun tak akan meninggalkan Sunyoung, seberapa burukpun Sunyoung pernah memperlakukannya dulu. Seperti kata Sunyoung, wanita itu sedang berusaha memperbaikinya. Lagipula, bagaimana Kyuhyun menuju pria itu –Tuan Kim, saat dia bisa melihat sendiri pria itu dan Kibum hidup bahagia bersama Song Jihye. Dia belum bisa menerima Jihye sebagai pengganti Ibunya, meski begitu dia senang karena Kibum memiliki Jihye disampingnya. Kyuhyun tahu, meski Jihye terlihat acuh tapi Jihye menyayangi Kibum. Jadi, bukankah sebaiknya Kyuhyun tak merusak itu dengan sikapnya yang egois –yang belum bisa menerima Jihye? Yang mungkin membuatnya memaksa Kibum dan Tuan Kim memilih dia atau Jihye.

"Mari kita pergi, Bu" dan ini pilihannya.

.

.

Kibum mengernyit melihat Ayahnya berada dimeja makan, bersama Jihye –sesuatu yang tak pernah terjadi. Biasanya, jika Ayahnya ada maka Jihye yang akan absen menunjukkan wajahnya atau sebaliknya, jika Jihye yang sudah duduk disana, Ayahnya-lah yang tak ada disana. Tapi sekarang keduanya berada disana.

Keduanya tengah mengobrolkan sesuatu dan berhenti begitu menyadari Kibum mendekat. Alis Kibum bertaut ketika melihat Jihye membuang muka sambil mendengus, sesuatu yang tak mungkin dilakukan Jihye kepada Ayahnya. Meskipun tak menyukai Jihye, Kibum tentu hafal betul dengan sikap Jihye yang memuja Ayahnya. Jihye tak pernah tak memasang senyum didepan Ayahnya, seberapapun sang Ayah kadang mengacuhkannya.

"Sedang membicarakan apa?" Kibum menarik kursi, mendudukan dirinya disana.

"Selamat pagi, Kibum" sebuah sindiran, dan Kibum memutar bola matanya malas pada sang Ayah.

"Ya, selamat pagi. Kalian sedang membicarakan apa?"

"Bukan—"

"Kibum harus tahu kan?" dan Jihye tak pernah memotong ucapan sang Ayah. Jadi Kibum makin yakin ada yang tak beres disini. Kemudian wanita itu menatap Kibum dengan tatapan datarnya. "Ayahmu menemui Nyonya Sunyoung, meminta hak asuh Kyuhyun"

Jantung Kibum berdetak cepat mendengar ucapan Jihye. "Apa?" tanyanya. "Ayah?" Kibum menatap sang Ayah.

Tuan Kim menghela nafas, "Kau pernah kerumahnya kan?" sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab Kibum. "Apa itu bisa disebut rumah?" Kemudian gumaman Ayahnya terdengar. Komentar yang sama seperti yang Kibum berikan ketika memasuki rumah Kyuhyun.

"Dia hidup kekurangan, Kibum. Kau lihat bagaimana Bibimu itu membesarkan Kyuhyun? Dengan apa dia membesarkan Kyuhyun?" suara Tuan Kim meninggi, nadanya keras dan Kibum tahu penyebabnya. Ayah mana yang tega melihat putranya hidup menderita sementara ia bisa menikmati fasilitas nomor satu begini?

Jantung Kibum terasa diremas. Dia kembali dipaksa menyadari kehidupan yang dijalani Kyuhyun. Kyuhyun mungkin tidak pernah ditekan Ayah atau Kakek mengenai segala hal tentang perusahaan, tapi Kyuhyun punya tekanan hidup yang lain. Kibum ingat, Kyuhyun pernah bilang kalau anak itu juga pernah mengkonsumsi obat penenang. Dan melihat kondisi Ibu Kyuhyun –atau Kibum bisa menyebutnya Bibi, saat dia berkunjung kekediaman Kyuhyun, mungkin selama ini Kyuhyun tertekan karena kerjaan sang Ibu. Belum lagi mengetahui bahwa Kyuhyun juga bekerja part time. Mungkin bagi orang lain itu hal biasa, hampir semua remaja di Korea pernah bekerja part time demi memenuhi kebutuhan uang jajan mereka, namun Kyuhyun adalah seorang Kim, yang tak harus bekerja sekeras itu demi mendapatkan uang.

"Lalu apa jawabannya?"

Jihye mendengus. Keturunan Kim memang orang-orang egois. "Seharusnya Ayahmu tak mengatakan itu, Kibum" katanya tegas. Dia mengabaikan tatapan Tuan Kim yang seperti mengulitinya. "Menurutmu Kyuhyun akan pergi kesisi kalian dan meninggalkan 'Ibu'nya?" Jihye harus segera menyadarkan dua Kim ini.

Kibum tergugu, Tuan Kim juga sama.

"Kyuhyun bukan anak seperti itu" Jihye menghela nafas. Meskipun dia hanya berapa kali bertemu Kyuhyun, namun Jihye memahami sifat Kyuhyun. Meski seperti sulit dipahami, namun pemikiran Kyuhyun kadang terlalu mudah dibaca. "Bahkan saat dia diperlakukan buruk pun, dia tetap disamping Cho Sunyoung, kan? Karena apa? Sunyoung yang sejak dulu menemaninya. Sosok 'Ibu' yang diyakininya"

Ada tamparan keras di pipi Tuan Kim. Tak kasat mata. Hanya dari ucapan Jihye.

"Lalu—kau menyuruh aku diam saja melihat putraku bekerja sekeras itu?" Tuan Kim bertanya. "Ayah mana yang tega melihat putranya menderita seperti itu, Jihye?" iya Jihye tahu. Ayah mana yang tega melihat anaknya bekerja keras begitu padahal hanya dengan menujuk saja keturunan Kim akan mendapatkan yang diinginkannya.

"Tetap saja, kau tak bisa langsung menodongnya begitu. Anak itu saja sulit menerima kenyataan bahwa dia masih memiliki ayah dan seorang kakak. Dia mungkin membenci Sunyoung, tapi tak akan sampai hati meninggalkan wanita itu" Jihye menggelengkan kepalanya frustasi. "Sekarang, bagaimana kalau dia pergi? Dia tahu, yang dia lawan –jika tak mau meninggalkan Sunyoung, adalah seorang Kim, yang tak bisa dia lawan. Bagaimana kalau dia memilih melarikan diri?" Jihye bukan menakut-nakuti. Mungkin sedikit berlebihan mengatakan itu, tapi Jihye pernah berada diposisi tak bisa melawan orang yang berkuasa dan melarikan diri adalah jalan terbaiknya.

"Tuan" suara Manager Han terdengar, menginterupsi pembicaraan mereka. Tuan Kim menoleh dengan pandangan menegur pada Manager Han. Tapi nampaknya pria itu tak terpengaruh. "Mereka tidak ada" katanya dengan nafas tersenggal.

Alis Tuan Kim bertaut, "Siapa?"

"Cho Sunyoung dan Kyuhyun"

Dan Tuan Kim maupun Kibum merasakan ketakutan menghantui mereka saat itu juga.

*TBC*

Akhirnya chapter 16 selesei juga ^^ ada yang kangen sama fanfic ini? Udah lupa? Baca lagi! hehe

Seriusan akhir-akhir ini saya lagi males banget nulis, dan baru kemaren banget mulai nulis lagi. Sayang banget saya belum dapet ide buat ngelanjutin fanfic yang udah lama, malah bikin fanfic baru -_- jadi buat yang nanya kapan fanfic 'ini' atau fanfic 'itu' update, saya nggak bisa janjiin. Tapi pasti saya lanjutin.

Makasih yang udah nyempetin baca, review dan ngasih bintang..aku padamu pokoknya ^^

Sampai jumpa di chapter lainnya *paypay* *bow*