Hidup bukan sepeda yang punya rem. Takkan berhenti walau pengendaranya lelah setengah mati.
Joonmyeon baru merasakannya hari-hari ini. Dua ribu dua belas adalah tahun yang melelahkan, ia merasa seolah tubuhnya dipaksa marathon keliling Korea dua ribu dua belas kali.
Remuk.
Tahun-tahun trainee yang selama ini ia anggap sebagai puing neraka yang jatuh ke bumi ternyata bukan apa-apa. Hidup sebagai idol yang berkilau di depan kamera dan rutin masuk saluran televisi negara ternyata mencekik di baliknya. Kalau boleh memilih, Joonmyeon ingin kembali ke masa labilnya dan tidak mengisi formulir pendaftaran audisi SM Entertainment yang ia dapat di sekolahnya.
Tapi ia tidak menyesal.
Joonmyeon seorang idealis. Menyesal adalah kata kerja yang sia-sia.
Ia akan menjalaninya. Seberat apapun, sesulit apapun, ia akan menerjang segalanya. Ia tahu ia tidak sendiri. Ia punya teman-teman di kiri dan kanannya, dan keluarga di belakangnya.
Dan Kris, rekan leadernya, memimpin di depan.
(Melindunginya)
(Mengusap air matanya)
(Menariknya bangkit kembali)
Joonmyeon tidak tahu sejak kapan ia mulai bersandar pada Kris. Sejak kapan ia mulai fasih berbicara dengannya. Sejak kapan satu-dua kalimat berubah menjadi percakapan rahasia dan bisikan mesra.
(Ia tidak tahu apakah fans menyadarinya, tapi ia rasa tidak. Fans lebih menyukai idol tampan seperti Chanyeol dan Sehun, kan?)
Joonmyeon positif bisa melakukan segalanya. Ini bukan apa-apa. Minho yang sudah debut duluan dengan nama 'SHINee' pernah bilang kalau jadi idol berarti memasukkan dirimu secara sukarela dalam neraka dunia, tapi ia menampiknya dengan celaan 'hiperbola'.
Ah, mana bisa hidup jadi lebih sulit dari ini, kan?
.
.
.
.
.
.
Joonmyeon salah.
.:xxx:.
Tidak banyak yang tahu. Atau mungkin banyak, tapi tidak ramai diberitakan.
Mereka satu hotel setelah mengunjungi Super Show ke lima para sunbae. Lebih lagi, satu kamar. SM memang agak pelit kalau soal begituan.
Yang harusnya petaka bisa jadi berkah luar biasa.
Detik itu dan selanjutnya Joonmyeon baru mengerti apa itu bahagia.
Ketika ia sedang bersandar di kusen jendela dan menatap ke luar, ke padatnya lalu lintas kota yang seolah tak pernah terlelap, ia merasa tangan Kris memenjaranya.
Terjadinya secepat kilat. Ia sendiri terkejut kalau mengingat.
"Sudah lama ya... Sudah... berapa tahun?"
Tiga, Joonmyeon berbisik. Agak tidak paham dengan maksud Kris bertanya begitu.
"Aku tahu awal kita berkenalan memang tidak bagus... Kesan pertamaku yang kau dapat mungkin juga tidak bagus sama sekali..." Nafasnya mendekat. Joonmyeon tercekat. "Tapi itu dulu, kan? Aku kira kita sudah... cukup dekat, sekarang?"
Kris menggigit bibir. Segugup itu rupanya melakukan ini.
Ia ingin mundur. Rasanya tidak kuat melakukannya.
(Tapi kalau mundur, ia akan lebih menyesal)
"Aku tahu kau bukan gay, tapi," dehaman Kris itu lucu. Joonmyeon membentuk senyum kecil dengan dua sudut bibirnya. "Um... kau mau jadi kekasihku?"
Sekembalinya ke Korea, Chanyeol histeris sendiri setelah menguping dan mendapati mereka memanggil satu sama lain, 'Sayang'.
.:xxx:.
"Aku baik-baik saja."
"Aku tidak apa-apa."
"Teruskan, aku masih kuat."
Joonmyeon tak bisa menahan amarahnya.
"Sampai kapan kapan kau mau terus bohong?"
Bohong apa, Myeon?
Bohong apa, Sayang?
.:xxx:.
Walau mereka sudah resmi jadian, fakta berkata skandal rumor mereka kalah tenar. Baekyeol dan Xiuhan jadi sorotan. Kris dan Suho adalah pasangan sampingan yang beredar di pinggir orbit planet mereka.
Joonmyeon yang haus tentu agak marah tentang itu. Iri. Saat Minseok dekat-dekat Luhan karena alaminya mereka memang seperti utara dan selatan, saat Baekhyun dan Chanyeol diterpa angin panas yang membuat mereka agak rentan, saat Jongin dan Kyungsoo sudah mulai berbaikan dan kelihatan terlalu dekat untuk jadi saudara akrab... Joonmyeon merasa dirinya dan Kris agak tidak diperhatikan.
(Ada satu dua masternim Krisho, ya, cuma itu)
Saat Kris mendengar keluh kesahnya, ia tertawa lebar sampai giginya kelihatan semua.
"Ya ampun Myeon, tidakkah harusnya kau bersyukur?" Tatapan Kris teduh. "Ketika semua ingin lari dari kamera, kenapa kau malah mau menampakkan dirimu di sana? Sampai kapanpun, aku takkan membiarkan hubungan kita diketahui publik. Tidak, bahkan fans paling loyal sekalipun."
Joonmyeon tidak setuju.
"Kalau begitu mereka tidak akan tahu kalau kita memang benar-benar—"
"Kita tidak butuh itu," Kris menutup argumen dengan kecupan di dahi. "Seribu pasangan selebriti juga seperti ini. Biarkan mereka mengira kita hanya pasangan buatan fans delusional. Biarkan mereka mengira kita tak mungkin terjadi. Lagipula mereka takkan tahu mana yang palsu dan mana yang nyata. Ini permainan bisnis hiburan, Sayang."
Joonmyeon terpejam ketika bibir Kris menyusuri pipinya.
"Aku biarkan mereka memainkanmu dengan boneka lain sebagai pasangan. Tidak ada yang tahu kalau di balik semua itu aku memilikimu seutuhnya."
Joonmyeon menghapus jarak di antara mereka.
"Milikmu."
.:xxx:.
Joonmyeon berjengit saat foto-foto itu dihamburkan di depan mukanya.
Ia tidak pernah tahu kapan Youngmin jadi lebih menakutkan daripada sekarang.
Di sampingnya, Kris membeku. Tak ubahnya patung tampan yang tak hidup. Tapi begitu kertas tebal itu menyentuh sepatunya, ia membungkuk dan memungut. Menatap rekam cahaya yang melukis dua sosok di atas kasur—tunggu.
Kris meremasnya tanpa sadar. Joonmyeon melirik, lalu membelalak kaget.
Itu foto mereka berdua. Di atas ranjang, dirinya memeluk Kris dan mencium dahinya. Foto yang diambil sesaat sesudah Kris pulang dari Cina dan memberi kabar mengenai miokarditisnya pada Joonmyeon dan Joonmyeon menenangkannya di kamar mereka.
Ada sepuluh pose berbeda dalam momen yang sama, dan Joonmyeon tak mau ambil resiko dengan memungutinya satu persatu.
Youngmin merah padam. Joonmyeon tahu kenapa.
"Ini skandal homoseksual pertama yang kutangani selain Yunho."
Seperti tamparan.
"Maaf, kami bahkan tidak memberitahu Anda apapun mengenai orientasi seks kami."
Kris rupanya juga panas. Hanya dengan melirik ia tahu kalau di sampingnya Joonmyeon terlalu syok untuk berkata. Youngmin baru satu tahun jadi CEO dan dia berani bicara kasar seperti itu pada artisnya—dalam hati ia berharap Sooman mau kembali dan menggantikannya.
Tapi tidak. Kris terpaksa harus berurusan dengan makhluk menjijikkan satu ini.
"Apa bedanya? Tidak ada pria normal yang berpelukan dan mencium dahi sesamanya. Kalian ini apa kalau bukan gay?"
"Kau jangan—!"
Kris menyambar lengan Joonmyeon, mencegahnya berbuat hal bodoh.
Pria pendek itu sendiri terengah. Marah. Tidak terima harga dirinya direndahkan.
Youngmin mengangkat sebelah alis.
"Aku tidak menyangka yang pertama akan mencoba memukulku adalah kau, Joonmyeon. Duduk."
Joonmyeon takkan duduk jika Kris tak memaksanya.
"Siapa yang mengambil semua ini...?"
Joonmyeon juga hendak bertanya demikian. Siapa yang berani sekali masuk ke area asrama dan memotret privasi mereka seenaknya? Ini melanggar hak asasi!
Joonmyeon bahkan yakin mereka bisa menuntut penguntit itu.
"Kuberitahu kalian satu hal," Youngmin menggeram. "Jika ada satu yang harus kalian takuti selain sasaeng fans, maka itu adalah paparazzi agensi rival. Aku tak perlu menyebutkan berapa jumlah untuk menyumpal mulut mereka, tapi yang jelas, aku benar-benar kecewa. Ini peringatan pertama dan terakhir untuk kalian. Aku tidak mau karir kalian mati sampai di sini karena kalian benar-benar menjanjikan, dan aku tahu kalian tahu itu, tapi satu keteledoran serupa dan kalian tidak hanya membunuh kalian sendiri, tapi semua orang di gedung ini."
Tidak ada yang menjawab. Foto-foto tadi sudah aman masuk amplop dan disimpan dalam tempat tertutup.
"Ini berbeda dengan fanservis. Kalian tahu sendiri batasannya. Selangkah keluar garis dan industri ini mati. Aku tidak peduli kalian gay atau tidak, tapi aku tidak ingin ini terjadi lagi. Kau boleh keluar, Joonmyeon. Dan, Kris," Joonmyeon mendapati gertakan pada nama itu. "Tetap di sini. Kita harus bicara."
Joonmyeon diusir dari tempat.
Tapi ia tidak pergi. Ia duduk di kursi panjang depan ruang presdir itu, menunggu Kris yang begitu lama berada di dalam dengan perasaan kalut—apa saja yang mereka lakukan?
Dua puluh menit kemudian saat Kris keluar dengan muka kusut. Ia bahkan tak menoleh saat Joonmyeon ikut bangkit dan mengikuti di belakangnya tanpa suara.
Tidak ada yang bicara. Sampai mereka berhenti di depan lift yang akan mengantar keduanya sampai ke dasar. Kris bersandar pada dinding dan Joonmyeon diam menatap barisan tombol di depannya.
Lift itu jadi lebih sepi dari seharusnya.
Joonmyeon dengar gertak gigi dan desis kesal dari belakang.
"Selalu aku," tarikan nafas. "Selalu aku yang akhirnya dapat getahnya."
Joonmyeon tidak berani berbalik. Tidak berani bertanya.
Ia hanya diam-diam menyentuh jemari Kris. Membelitnya seperti sulur pada tiang. Memberitahunya ia tidak sendirian.
.:xxx:.
"Kris-hyung, istirahatlah..."
"Sudah, Chanyeol. Pergi tidur sana."
"Tapi ini sudah malam. Latihan rapnya besok saja lagi..."
"Tidak. Aku harus bisa yang ini atau jatahku jatuh padamu lagi."
Chanyeol keluar dengan terpaksa.
Tidak tega memberitahu Kris kalau lirik itu memang sudah jatuh padanya.
(Kris tidak diberi sisa)
.:xxx:.
Kris masuk rumah sakit lagi.
Syuting untuk Music Core dibatalkan. Fans berteriak kecewa dan Baekhyun berusaha sebisanya merayu wanita-wanita itu agar tidak membuat keributan.
Joonmyeon membuntuti petugas kesehatan, tetapi mereka mengusirnya beberapa saat kemudian. Luhan di belakangnya memaksa agar mereka diizinkan masuk, tapi itu juga gagal dilaksanakan.
"Enak sekali dia," Baekhyun gigit bibir. "Kerjanya tidur tapi dapat bayaran—"
Terjadinya secepat kilat. Luhan menarik kerahnya dan Joonmyeon menahan tangan Luhan.
Baekhyun memejamkan mata.
Tidak sakit.
"Kau salah," desisan Luhan membuka matanya.
"Apanya yang salah?"
Baekhyun masih punya keberanian untuk membalas.
"Dua-duanya," Luhan menghempasnya ke lantai. "Dia tidak tidur, dan dia tidak dapat bayaran."
Baekhyun berkedip.
Joonmyeon menunduk, meremas tangan Luhan. Yixing membimbing mereka ke bilik ganti, mencoba meredakan suasana.
"Tahu tidak? Kau itu keterlaluan."
Baekhyun berbalik mendengar kalimat yang jelas ditujukan padanya. Ruangan itu hanya ada tinggal mereka berdua, Sehun dan Baekhyun saja. Dan yang terakhir kini sedang bersedekap minta lanjutan ucapan.
"Maksudmu?"
"Menghina Kris-hyung seperti itu.. . Kalau sampai ketahuan, setelah ini Chanyeol-hyung akan makin menjauhimu," Sehun meramal.
Baekhyun memberinya tatapan mencela.
.:xxx:.
"Aku melihatnya, Hyung. Petugas keamanan itu merampas semua banner pendukung Kris-hyung!"
Kyungsoo memijat pelipis, menyuruh Jongin diam sejenak.
"Kita tidak ada waktu untuk itu. Urusi dirimu sendiri, Jongin... Jangan ikut main api dengan staff dalam."
"Tapi—Hyung!"
.:xxx:.
EXO Showtime, bagi mereka, adalah sampah.
Terlalu palsu dan dibuat-buat.
(Dan, ya, Joonmyeon tahu fans mereka akan sakit hati kalau sampai mendengarnya opininya ini tapi mau bagaimana lagi?)
"Episode ini, aku ingin kalian terlihat lebih akrab dari sebelumnya. Tidak hanya—"
"Lebih akrab?" sergah Baekhyun malas. "Apa episode kemarin itu belum akrab?"
Chanyeol menyenggol perutnya.
Noona yang membriefing mereka hanya menghela nafas. "Tidak. Kau harus lebih membaur dengan semuanya, Baekhyun. Masih ada banyak penonton yang meragukan kalian. Episode ini, kalian akan syuting di vila tepi pantai. Chen, Chanyeol, D.O, tugas kalian adalah memasak dan pastikan semuanya terjadi senatural mungkin. Yaja Time tetap dilakukan dan kami ingin Xiumin jadi yang pertama—Xiumin, kau yang tertua. Tidak perlu malu atau semua akan gagal, mengerti? Bagus. Berikutnya, Kris..."
Skrip demi skrip dibacakan. Semua dipastikan sudah mengetahui peran mereka dalam episode itu dan harus jadi apa mereka nanti—sosok kelewat ramah, kelewat tolol, kelewat sombong, kelewat lucu, atau kelewat sepi.
Tapi tentu saja, mereka manusia. Kadang terselip sifat asli mereka di antaranya.
(Jika sudah begitu, direktur akan memotong bagian itu)
(Memang bukan cuma rumor kalau EXO itu grup yang paling palsu)
"Sebagai leader, aku menyayangkan saat itu leader EXO-M, Kris, tidak mau masuk ke dalam air..."
Yang itu memang ada dalam skrip. Tapi Joonmyeon menyisipkan secuil perasaannya.
Kris melirik. Sinis.
"Oh, jadi aku ini juga leader?"
Yang lainnya tertawa. Kris berlagak bodoh, diam saja didorog-dorong sampai jatuh. Chanyeol kentara sekali gelaknya dibuat-buat. Baekhyun masa bodoh tapi berakting paling antusias.
Joonmyeon hanya tersenyum. Ketika ia tahu kamera tidak fokus padanya lagi, ia meringis.
.:xxx:.
"Kris," tuntutnya. "Kau tidak boleh bohong."
Kenapa?
Kris menatapnya. Dalam.
Memancing sesuatu keluar darinya.
Joonmyeon ingin memukulnya. Ingin menamparnya.
Ingin memeluknya. Mencium pergi semua keresahannya.
"Kalau kau ingin istirahat, katakan!"
Joonmyeon tidak tahu kenapa ia berisik sekali tentang Kris ini.
"Kalau kau tidak mengatakannya, aku tidak akan tahu, Kris..."
.:xxx:.
Sehun yang memekik kencang saat Baekhyun ditampar.
"Hentikan!"
Pria mungil itu jatuh di kakinya. Ponsel dirampas, dimasukkan dalam saku jas mengkilap.
"Apa sekarang kau sudah belajar untuk tidak ikut campur keputusan dari dalam?"
Pipi mungil itu memerah. Parah.
Sehun berair matanya. Ingin balas memukul tapi juga takut.
"Sembunyikan nomor ponsel Kris lagi, dan kami takkan segan memberimu sanksi."
Lalu orang suruhan Youngmin itu pergi.
Sehun membungkuk, berusaha membantu sebisanya. Ini yang terjadi kalau di asrama hanya ada mereka berdua. Pria yang belum menginjak angka usia dua puluh itu bingung harus berbuat apa.
Kekerasan di dunia hiburan Korea belum pernah ia dengar.
"Tidak apa-apa," sergah Baekhyun sok kuat. Menyeringai walau nyeri itu membunuhnya. "P-paling tidak aku sudah membantu Kris-hyung walau satu kali..."
.:xxx:.
"Kau yakin?"
Kris selalu merasa dirinya dapat tentangan lebih banyak dari dukungan. Tapi sepertinya tidak...
(Lagipula, dukungan yang ia butuhkan adalah dari kalangan dekat saja)
Luhan mengundangnya pagi itu. Hanya dua tiga patah kata yang mereka tukar, tapi itu cukup untuk membuat Kris memantapkan hatinya.
(Kris masih ingat saat Meigeni ramai-ramai memberondong akun sosial medianya)
"Aku sudah putuskan. Aku akan ikut denganmu."
Determinasi dalam mata rusa itu membuat Kris tersenyum.
.:xxx:.
Joonmyeon tidak tahu pelukan di episode terakhir itu adalah juga pelukan terakhir.
.:xxx:.
Joonmyeon tidak ada ketika berita itu mulai tersebar. Rumor yang merambat di dinding gedung besar SM akhirnya jadi kenyataan.
Ia baru sembuh setelah flu parah beberapa waktu lalu, hingga harus pulang dan dirawat di rumahnya sendiri.
Ketika ia kembali, ia langsung menuju ke studio dance. Seminggu tidak bertemu yang lain membuat perasaan rindu menumpuk, membebani dadanya.
Terutama Kris. Siapa lagi yang membuat Joonmyeon sampai berlarian dari pintu masuk lalu naik lewat tangga karena tidak sabar menunggu lift?
"Pagi, semuanya!"
Joonmyeon secerah pagi hari, meletakkan tas polonya di tepi dan berjalan menuju anggotanya.
Yang menatapnya terkejut.
"Joonmyeon-hyung sudah sehat?"
Ia mengangguk semangat. Masih agak pusing, sejujurnya, tapi Joonmyeon tahu ia akan disuruh istirahat kalau berkata begitu. "Aku sehat. Tenang saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Mana Jaehwon-hyung?" Mana member Mandarin lainnya?
Yang dicari muncul dari pintu samping. Membawa selembar kertas dan menengadah, tersenyum melihat muridnya yang bekerja begitu keras sudah hadir. Ia memeluknya sejenak, menepuk punggung dan mengusak rambut.
"Ya, karena Joonmyeon sudah datang. Kita mulai saja rutin Overdose kita." Jaehwon menepuk tangan, mengisyaratkan pada semuanya agar berkumpul di tengah studio. "Mulai hari ini, seperti yang sudah kalian semua tahu, kita akan pakai formasi sebelas dan bukan dua belas lagi. Karena itu Baekhyun, nanti kau yang naik ke piramida. Lalu Jong—"
"Tunggu," Si leader yang menyela. Semua menoleh. "Maksudnya tidak pakai formasi dua belas lagi?"
Lima detik, tidak ada yang menjawab.
Joonmyeon tertawa hampa karena mengira ini gurauan semata. Tapi demi Tuhan, ini tidak lucu didengar.
Jaehwon tampak kaget karena mengira Joonmyeon sudah tahu beritanya.
"Joonmyeon..."
.:xxx:.
Suara barang pecah itu dari dalam kamar Tao. Yang dihuninya hanya bersama manajer-hyung yang sedang keluar.
Joonmyeon hanya duduk bersandar pada pintunya, kepala tertengadah.
Jerit marah Tao dari dalam hanya ia dengarkan.
(Jelas Tao yang paling sakit. Dikhianati orang yang terus berkata padanya agar ia bertahan tentu sakit)
Minseok yang cemas melemparnya tatapan isyarat agar ia memeriksa keadaan di dalam dan memastikan si maknae Mandarin baik-baik saja.
Joonmyeon tidak menurut. Karena Tao tidak akan baik-baik saja.
Seperti dirinya. Siapa yang baik-baik saja pasca ditinggalkan tanpa pesan?
Joonmyeon tidak menangis. Tidak terisak. Hanya Kris saja yang keluar. Masih ada Luhan, Tao, dan Yixing. Masih ada anggota Korea lainnya. Joonmyeon tak sepatutnya menangis hanya karena hal ini. Justru harusnya ia merasa bersalah pada fansnya karena menyalahi kepercayaan mereka. Ia pria dewasa dan tidak cengeng hanya karena yang seperti ini. Perpisahan dan pertemuan bukan hal baru. Ya, kan? Hal seperti ini... ini trivial. Bukan fundamental. Joonmyeon memberi tahu itu pada dirinya. Membisiki kalimat pemberi semangat dengan bibir gemetar.
Tidak menangis. Tidak menangis. Joonmyeon tidak menangis.
Sekeras apapun ia memaki, air itu leleh juga.
Yixing menghampirinya, menawarkan selembar tisu.
Tidak tega melihat Joonmyeon terpuruk seperti itu.
.:xxx:.
"Kau sudah bekerja keras."
Bahunya ditepuk pelan.
Ia sudah pergi.
Kris tahu setelah ini Korea akan gonjang-ganjing.
"Ha... hahaha..."
Ia ingin tertawa selepas yang ia bisa. Mengetahui sesuatu yang tidak diketahui banyak orang punya sensasi tersendiri dan itu membuat gelembung bermunculan dalam perutnya.
Mengetahui sesuatu yang akan membuat separuh dunia gempar karenanya.
Besok... ah, tidak, malam nanti internet akan meledak. SNS dan outlet berita musik Korea itu akan kelabakan.
Kris telah keluar dari EXO.
SM Entertainment sekali lagi kehilangan satu mesin uang mereka.
"Tugasmu sudah selesai, Kris," ia melepas beanienya, menatap bendera Korea yang dibordir cantik di tepinya. "Bebanmu sudah terlalu berat. Kau sudah menyelesaikan semuanya dengan baik. Sekarang... istirahatlah."
Panggilan keberangkatan menuju Beijing menggelitik telinga.
Beanie kusam itu ia lempar masuk tong dekatnya.
"Sekarang serahkan semuanya pada Wu Yifan."
Orang-orang di sana terkesiap melihatnya. Mengeluarkan ponsel dan kamera dan apapun itu, mengambil foto dan videonya berjalan angkuh menuju pintu keberangkatan. Dan bingung—kenapa ia sendiri dan mana staff yang harusnya melindungi?
Yifan tidak peduli.
.
.
.
[Prolog: end]
.
.
.
.:xxx:.
(Menerima segala timpukan dalam bentuk barang maupun perasaan. Segera kirimkan keluh kesah Anda di kotak review terdekat)
Akhirnya setelah sekian abad... saya kembali. Dengan satu chapter yang gak terlalu panjang dan saya yakin ga sesuai ekspektasi kalian... Tapi kalau ini nggak dipublish, kita nggak bakal bisa lanjut ke chapter berikutnya... Sekarang saya harus atur jadwal buat biasain nulis lagi
Makasih buat yang tetep ikutin ini! Pelan-pelan saya akan update semuanya satu persatu so please bear with me? Ehehe saya jadi ngerasa kaya author baru lagi~
Yang kangen boleh bom kotak reviewnya. Love you guys~