614

.

.

.

.

"Mungkin ada benarnya juga buku-buku itu bilang. Orang-orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh hatinya sendiri." - Tere Liye.

.

.

Cast: EXO Baekhyun, Chanyeol, Sehun, etc.

Rate: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Yaoi (Boys Love)

Alternate Universe

.

.

.

.

.

.

Chapter 3


Baekhyun sama terkejutnya ketika mendengar bentakan Chanyeol. Ia meratapi handuk dan pakaiannya yang basah kuyup di kakinya.

"Eotteokaji...," suara Baekhyun memelan. Wajah dan matanya memerah, menahan tangis. Dan malu.

Baru saja tadi sebelum mandi ia memikirkan bagaimana jika nanti ia mengalami masalah pada handuk, sekarang ia sedang mengalaminya.


Chanyeol yang pada awalnya kesal menjadi khawatir karena setelah Baekhyun menjerit, anak itu tidak mengeluarkan suara apapun di dalam.

"Baek... Kau baik-baik saja?" Chanyeol melembutkan suaranya. Mungkin Baekhyun sedang ketakutan di dalam sana karena suaranya tadi yang seakan-akan tengah membentak.

Sehun pun menunjukkan raut khawatir pada wajahnya. Ia menghampiri Chanyeol dan ikut menunggu respon teman sekamar dari temannya itu.

"Kenapa, Hyung?" tanya Sehun.

"Ia tak menjawabku dari tadi," jawab Chanyeol. "Baek, demi Tuhan, jawab aku," suara Chanyeol terdengar frustasi. Ia terus mengetuk pintu kamar mandinya.


Masih menahan tangisnya, Baekhyun berjongkok memunguti pakaian dan handuknya kemudian menarik penutup saluran air itu.

"Baek... Kau baik-baik saja?" Baekhyun terkesiap mendengar suara Chanyeol. Ia tak tahu harus apa sekarang.

"Apa aku minta tolong pada Chanyeol saja, ya, untuk mengambilkan handuk cadanganku?" batin Baekhyun. "Tapi aku malu..."

"Kenapa, Hyung?"

Baekhyun mendengar suara asing dan—ia memanggil Hyung kepada siapa? Chanyeol? Apakah adik Chanyeol sedang berkunjung ke kamar mereka? Oh, astaga...

"Ia tak menjawabku dari tadi,"

"Itu karena aku malu, Chanyeol bodoh." Baekhyun menggerutu sambil masih menahan tangisnya.

"Baek, demi Tuhan, jawab aku,"

Entah mengapa, Baekhyun merasa ada perasaan bahwa Chanyeol dapat menolongnya. Suaranya terdengar sangat khawatir. Entah mengapa Baekhyun mulai mempercayai Chanyeol—untuk saat ini.

"Chanyeol-ah..." suara Baekhyun mulai bergetar.


Diluar sana Chanyeol lega luar biasa mendengar suara Baekhyun.

"Baekhyun! Astaga, kau kenapa di dalam?" Chanyeol membalasnya dengan tergesa-gesa.

"Aku... Hiks. A-aku," Baekhyun tidak bisa lagi membendung tangisnya. Ia kedinginan di dalam sini namun wajahnya memanas. Ia mengeratkan pelukannya ke pakaian basahnya.

"Kau kenapa? Pintunya tidak bisa dibuka? Minggir biar kudobrak sekarang juga. Kumohon jangan menangis," Chanyeol mempersiapkan ancang-ancangnya untuk mendobrak pintu di depannya ini. Ia mengisyaratkan kepada Sehun untuk minggir.

"A-ani, Chanyeol-ah. Hiks... Handuk dan pakaianku basah karena jatuh, aku mau minta tolong kepadamu. Huaaa..." tangis Baekhyun semakin menjadi.

Chanyeol adalah tipikal orang yang akan panik jika mendengar orang disekitarnya menangis. Namun sebagai seorang seme, otaknya bekerja dengan logika. "Astaga, tunggu aku, Baek,"

Ia melintas melewati Sehun yangtengah menganga. Tidak percaya dengan hal yang Baekhyun tangisi adalah hal yang sangat sepele.

Chanyeol segera berjalan menuju tempat dimana ia menjemur handuknya. Dengan cepat ia menghampiri pintu kamar mandinya lagi.

"Baek, buka pintunya sedikit, ini kubawakan handuk." Ucap Chanyeol sambil mengetuk pelan pintu itu.

Baekhyun tidak menjawabnya lagi, namun perlahan pintu itu terbuka sedikit. Aroma stroberi langsung menyeruak menyerang penciuman Chanyeol dan Sehun.

"Oh astaga, wanginya manis sekali," Sehun menghirup aroma itu sebanyak yang ia bisa.

Chanyeol juga terbuai dengan wangi sabun Baekhyun, namun keadaan anak itu yang lebih ia khawatirkan sekarang.

Jemari lentik Baekhyun muncul dari balik pintu tersebut. Chanyeol dengan sigap langsung memberikan handuknya kepada Baekhyun. Tangan mereka sempat bergesekan, membuat Chanyeol berdesir ketika merasakan lembutnya tangan Baekhyun.

Begitupun dengan Baekhyun di dalam, jantungnya bergemuruh merasakan jemari Chanyeol yang besar. Wajahnya semakin merona.

"Jarinya lentik sekali, Hyung, astaga aku bisa gila padahal belum pernah bertemu dengannya," Sehun melihat itu semua. Tatapannya begitu takjub, tak percaya.

Chanyeol tak bergeming, ia masih menunggu Baekhyun mengeluarkan suara lagi.

"Chanyeol-ah," panggil Baekhyun dari dalam.

"Hm? Wae?" suara Chanyeol masih selembut tadi.

"Aku ingin berpakaian, aku bukannya mengusirmu dan adikmu, tapi maukah kau... Mmm... Keluar sebentar?" suara Baekhyun seperti anak tikus yang mencicit. Chanyeol menahan tawanya karena gemas dengan Baekhyun sekaligus geli karena Baekhyun menganggap Sehun adalah adiknya.

"A-aku ma—"

"Ya, Baekhyun, tidak apa-apa," Chanyeol medorong pelan pundak Sehun dan mengajak albino itu untuk keluar dari kamarnya dengan Baekhyun.

Sehun menunjukkan wajah protesnya bahwa ia tidak ingin keluar. "Aku ingin tidur,"

"Diam kau otak mesum," Chanyeol mengeluarkan Sehun terlebih dahulu lalu dirinya sendiri. "Aku sudah keluar, Baek!" kemudian ia menutup pintu kamarnya.


Baekhyun mendengar suara pintu tertutup. Ia memunculkan kepalanya untuk memastikan bahwa ucapan Chanyeol tadi adalah benar. Dan Chanyeol memang benar.

Lelaki mungil itu dengan secepat yang ia bisa segera meletakkan pakaian-pakaiannya yang basah ke dalam keranjang pakaian miliknya. Kemudian ia mengambil baju tidurnya yang berupa setelan piyama putih dengan celana dan segera memakainya.

Ketika ia melepaskan handuk yang ia kenakan, wangi maskulin menyebar ke penciuman Baekhyun. Bibirnya terbuka, matanya membulat—

"Ini handuk Chanyeol!" pekiknya tertahan.

Kemudian ia menyentuh tubuhnya sendiri yang tadi menempel erat dengan handuk Chanyeol. Wajahnya memerah lagi.

Suara ketukan pintu terdengar. "Baek, sudah belum? Pakai baju saja dulu, mengeringkan rambutnya nanti saja,"

"Ah... Ne, sudah selesai!" Baekhyun melihat ke cermin. Rambutnya masih basah. Biasanya ia akan mengeringkannya dulu dengan hair-dryer, tapi kasihan Chanyeol dan adiknya.

Jadi ia berjalan ke arah pintu dengan rambutnya yang mengilap karena basah dan membukakan pintu untuk kedua pemuda yang telah ia repotkan tadi.

Sehun orang pertama yang Baekhyun lihat. Baekhyun tersenyum canggung kepadanya dan Chanyeol. "Aigo, maafkan aku ya karena telah merepotkan," Baekhyun menundukkan kepalanya kepada dua pemuda tinggi di luar.

Chanyeol masuk mendahului Sehun dan kembali pada mode datarnya. "Tidak usah seramah itu pada si Albino,"

Baekhyun memiringkan kepalanya dengan imut. "Albino itu siapa?"

Sehun kemudian masuk dan berhenti di depan Baekhyun dan menurunkan jarak pandangnya. "Mungil sekali," batinnya. "Chanyeol Hyung memangilku Albino," Sehun menatap Chanyeol sekilas namun sengit.

"Kurasa kita harus berkenalan secara formal," Sehun mengeluarkan senyum tampannya. "Namaku Oh Sehun, teman Chanyeol Hyung, kau?"

Baekhyun baru saja ingin membuka mulutnya ketika Chanyeol menyelak Sehun. "Sopan sedikit, dia walaupun pendek seperti itu namun lebih tua dari kita, bocah."

"Ah jinjjayo?!" Sehun menatap lelaki mungil didepannya tak percaya.

Baekhyun menahan dirinya untuk tidak menghiraukan Chanyeol dan memberikan cengirannya pada Sehun. "Hehe, aku semester empat sekarang. Namaku Byun Baekhyun, senang bertemu denganmu, Sehun-ah," kedua matanya ikut tersenyum mengiringi bibirnya.

Sehun jadi ikut tersenyum dibuatnya. "Bolehkah aku memanggil Hyung dengan panggilan Baekkie Hyung?"

Baekhyun mengangguk senang dan menutup pintu kamarnya. "Boleh, Sehun-ah,"

Sehun membuat gestur OK dengan ibu jari dan telunjuknya sambil berjalan menuju ranjang Chanyeol dan mengedipkan matanya pada Baekhyun.

Chanyeol yang sedang minum air dingin dari kulkas tiba-tiba membanting pintu kulkas tersebut dan menatap Baekhyun dengan tatapan tajamnya yang sulit diartikan. "Kau sudah makan?"

Sehun yang tidak peduli dengan peringatan Chanyeol—yang membanting pintu kulkas—lebih memilih untuk memungut handuk Chanyeol yang berada diatas ranjang Baekhyun. "Aku menumpang mandi ya, Baekkie Hyung,"

"Jangan pakai handuk yang itu. Basah," Chanyeol menunjuk handuk yang sedang Sehun pegang. "Ambil handuk kering di lemariku yang itu."

Sehun menggeleng tidak setuju. "Tak usah, tidak apa-apa jika basahnya karena Baekkie Hyung," Sehun melemparkan senyum manisnya kepada Baekhyun dan langsung melenggang ke dalam kamar mandi.

Membuat Chanyeol kesal.

Pemuda tinggi itu mengambil hoodie hitamnya dan menatap Baekhyun datar. "Kutebak kau pasti belum makan,"

Baekhyun menunduk, takut dengan tatapan Chanyeol yang sedingin es.

Chanyeol mengela nafas melihat Baekhyun seperti orang sedang diinterogasi. "Ambil jaketmu. Belikan aku sesuatu untuk membayar pertolonganku tadi."

"Mwo?" Baekhyun mendongakkan kepalanya. "Kau ini pamrih sekali," ia mengerucutkan bibirnya sambil berjalan mengambil sweaternya yang terbuat dari wol lalu memakainya.

Dengan segera Chanyeol menggandeng tangan Baekhyun dan menarik lelaki mungil itu keluar dari kamar mereka.


Ocehan Baekhyun sepanjang jalan mereka menuruni gedung asrama kampus tak ada satupun yang Chanyeol hiraukan.

"Chanyeol-ah, aku belum mengambil dompetku,"

"Yak, paboya, temanmu masih mandi di dalam sana!"

"Chanyeol-ah, kau kan belum mandi,"

"Bahkan kau belum berganti baju. Dasar jorok,"

"Aah, lepaskan tanganku, aku bukan anak kecil yang perlu dituntun sepanjang jalan,"

"Memangnya kau lapar sekali ya, sampai menarik-narikku seperti ini?"

Bibir Baekhyun yang terus mengerucut juga tak diindahkan oleh Chanyeol.

Mereka terus berjalan hingga akhirnya mereka berjalan keluar dari area kampus, menuju Sungai Han yang memang letaknya dekat dari sana.

Baekhyun tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, membuat Chanyeol ikut berhenti dan menatapnya

"Chanyeol-ah, demi Tuhan aku tadi tak sempat membawa dompetku, mau bayar dengan apa nanti?!" Baekhyun menghentak-hentakkan kakinya kesal dengan Chanyeol.

Chanyeol tersenyum melihat tingkah lelaki mungil itu dan menjawil hidungnya. "Aku hanya bercanda,"

Seperti tersihir, Baekhyun langsung terpaku setelah melihat senyuman lembut Chanyeol. Dadanya berdesir lagi. Untuk kesekian kalinya. Di hari kedua pertemuan mereka.

"Ada banyak restoran disini, kau mau makan apa?" Chanyeol mengedarkan pandangannya ke seluruh toko dan kedai yang berada di lingkungan Sungai Han.

"Aku ingin jajangmyeon disana," Baekhyun menunjuk satu restoran dengan dinding bercat merah. "Tapi jangan belikan aku lagi, kemarin aku sudah berhutang padamu."

Chanyeol bersedekap, menundukkan wajahnya. "Memangnya kau mau bayar dengan apa? Tidak boleh mi lagi."

Baekhyun yang merasa terintimidasi bergerak memundurkan wajahnya. "Y-yak, itu kan karena kau tidak sabaran tadi," ia mencubit lengan Chanyeol dengan refleks. "Ya sudah ayo kita pulang lagi dan memesan lewat telepon saja." Baekhyun membalikkan badannya ke arah jalan menuju asrama.

"Aku yang bayar," Chanyeol lagi-lagi menarik paksa Baekhyun dan menggandengnya berjalan lagi. Namun lelaki mungil yang ia tarik urung, menahan tarikannya.

"Huaaahhh... Park Chanyeol aku lelah berjalan!" teriak Baekhyun frustasi. Ia berjongkok dengan tangannya yang masih dipegang oleh Chanyeol, membuat lengan pemuda tinggi itu tertarik kebawah.

"Yak, yak, sakit," Chanyeol spontan melepas genggamannya pada tangan Baekhyun dan mengusap-usap otot lengannya yang tertarik tadi. Ia menegakkan tubuhnya dan melihat Baekhyun dibawah tengah meraung-raung kelelahan.

"Cih, padahal hanya berjalan sedekat ini, manja sekali." Chanyeol mendengus. Ia melihat kearah restoran-restoran yang ada. Terlihat didalamnya sedang ramai sekali pengunjung, ia tak yakin jika nanti akan mendapat meja kosong disana.

Kemudian ia melihat sebuah kedai kecil sederhana yang terlihat sepi pengunjung. Mungkin kurang diminati oleh orang karena kedai itu hanya terdiri dari sebuah counter terbuat dari kayu dengan kursi panjang didepannya dan ditutupi dengan tenda.

"Tapi daripada harus menunggu sampai mendapat meja kosong, kurasa tidak ada salahnya," pikir Chanyeol. Lagipula jarak kedai itu tidak terlalu jauh. Mungkin ia bisa membantu Baekhyun berjalan.

Ia berjongkok didepan Baekhyun dan mencolek kaki mungil lelaki itu, "Ayo naik ke punggungku,"

Baekhyun yang tengah memijiti paha dan betisnya terperangah mendengar Chanyeol. "Mwo?"

"Cepat naik ke punggungku, kita akan makan di kedai kecil sana. Jalanmu lelet sekali nanti, sedangkan perutku sudah lapar." Chanyeol masih berjongkok menunggu Baekhyun naik.

"Ahh... Tidak mau," Baekhyun menggelengkan kepalanya cepat. Membiarkan Chanyeol memberikan piggy back kepadanya berarti sama saja membiarkan tubuh mereka berdua menempel dan... bisa saja tubuh Baekhyun dibawah ini juga menempel... Pada... Punggung kekar... Chanyeol... Astaga.

"Naik di punggungku atau kupaksa dengan menggendongmu seperti pengantin baru?" Chanyeol menegakkan tubuhnya dan bersiap-siap seakan-akan ingin meraup tubuh Baekhyun untuk ia gendong didepan.

"Maldo andwae!" bibirnya mengerucut kesal dan gelengan kepalanya semakin cepat. Baekhyun akhirnya menyerah dengan Park si Kepala Batu itu. "Cepat jongkok lagi, aku ingin naik," ucapnya masih dengan bibirnya yang mengerucut.

Chanyeol menahan tawanya melihat tingkah Baekhyun. Ia berjongkok lagi dan setelah Baekhyun menaiki punggungnya, ia menautkan kedua lengannya dibelakang untuk menahan tubuh Baekhyun—atau lebih tepatnya bokong Baekhyun.

"Astaga aku menyesal memberikan tawaran seperti ini," Chanyeol menelan ludahnya pahit dan mulai berjalan pelan. "Ya Tuhan kuatkan aku agar tidak meremas bokong Baekhyun yang empuk dan—"

"Bagaimana ini... Apakah aku terlalu berat sehingga Chanyeol berjalan lambat? Aigo aku menyesal menerima tawaran ini karena—" jantung Baekhyun berdegup kencang dan ia seperti dapat mendengar bunyinya dari luar sini. "—aku takut yang dibawah sana mengenai langsung punggung Chanyeol...,"

Keduanya menghembuskan napas kasar setelah bertengkar dengan pikirannya masing-masing. Chanyeol yang merasakan Baekhyun terus bergerak tidak nyaman terus menguatkan kaitan lengannya.

"Baek, jangan bergerak terus,"

"Ah iya iya, mian," cicit Baekhyun.


Sehun mengeringkan rambutnya asal kemudian melilitkan handuk itu ke pinggangnya.

"Ahh... Segarnya,"

Sehun menggerakkan tangannya untuk membuka pintu kamar mandi. Ia meregangkan otot bahunya yang terasa sedikit pegal dan melihat keadaan kamar. Alisnya bertautan.

"Kemana mereka pergi?"

Pemuda albino itu membuka sedikit pintu kamar asrama temannya dan menengokkan kepalanya, barangkali Chanyeol dan Baekkie Hyungnya itu sedang berada diluar. Namun nihil, tidak ada raksasa dan kurcaci itu disana.

"Aish si Yoda itu," ia mengambil telepon genggamnya dan menekan sebuah nomor telepon.

Sambil menunggu teleponnya tersambung, ia mengambil baju milik Chanyeol dan memakainya dengan tanpa ragu.

"Selamat malam! Layanan pesan antar Honey Fried Chicken, ada yang bisa kami bantu?"

"Ah, ne, aku ingin pesan satu paket reguler saja," Sehun melirik ke arah jam dinding di kamar itu. Sudah pukul delapan malam. Ia hampir saja lupa dengan programnya untuk membangun otot perutnya.

Hidupnya menjadi agak berantakan semenjak Luhan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Biasanya lelaki bermata rusa itu yang akan mengingatkan dirinya untuk makan tepat waktu, mandi dengan air hangat jika sudah terlalu malam, atau hal lainnya karena Sehun adalah orang dengan kemampuan time-management yang buruk.

Bertemu dengan Luhan adalah suatu kebahagiaan, karena Sehun merasa dilengkapi kekurangannya. Namun takdir berkata lain. Mungkin Luhan lelah karena dirinya terlalu kekanakan mengingat rentang usia mereka yang menurut Luhan cukup jauh. Luhan kini telah menapaki semester empat—sama seperti Baekhyun—yang berarti mereka usia terpaut empat tahun.

"Satu paket reguler. Ada lagi tuan?" suara diseberang sana membuyarkan lamunan Sehun.

"Aku ingin nasinya ditukar dengan kentang; baked potato, bukan french fries. Lalu ayamnya potongan dada, ya. Dan minumnya ditukar dengan air mineral."

"Tapi akan dikenakan cost tambahan ya, Tuan, bisa sebutkan pesanan atas siapa dan alamat lengkap anda?"

"Ne, Oh Sehun, gedung asrama Seoul University, aku lupa alamat lengkapnya tapi kau bisa menggunakan GPS, kan? Nanti tunggu saja di lobby lantai enam,"

"Algeuseumida, Sehun-ssi, pesanan akan sampai maksimal dua puluh menit, kamsahamnida telah memilih Honey Fried Chicken,"

Sehun langsung menyudahi panggilan itu dan merebahkan tubuhnya lagi di ranjang Chanyeol. Matanya baru saja akan terpejam jika ia tidak mendengar dering telepon di meja sebelah sana—meja Baekhyun. Dan itu adalah telepon genggam Baekhyun yang berbunyi.

Dengan penasaran ia mendekati meja Baekhyun dan melihat siapa nama pemanggil yang tertera di layar itu.

'Panda Zitao'

"Mworagu?" Sehun sepertinya pernah mendengar nama itu. "Apakah Zitao... Kekasihnya Kris Hyung? Lebih baik kuangkat saja. Siapa tahu penting."

"BAEKHYUN-AH!"


Chanyeol dan Baekhyun mulai membiasakan diri mereka masing-masing. Hening, tidak ada yang mencoba mencairkan suasana. Hanya terdengar bunyi desau angin malam yang dinginnya tertahan oleh jaket yang mereka kenakan. Beruntung Chanyeol tadi sempat memakai miliknya dan menyuruh Baekhyun untuk memakainya juga. Kedua baju mereka sekarang adalah baju tipis—seragam basket dan piyama. Seandainya saja tadi Sehun tidak genit seperti itu kepada Baekhyun, ia pasti akan membelikan bocah itu makan malam juga dan mereka bertiga bisa makan bersama di kamar.

"Apakah aku cemburu?" batin Chanyeol.

Hingga mereka akhirnya tiba didepan kedai yang tadi Chanyeol maksud. Pemuda tinggi itu menekuk kedua kakinya dengan tujuan mempermudah Baekhyun untuk turun. Setelah itu ia merasakan beban yang tidak terlalu berat baginya itu meluncur hilang. Baekhyun sudah berdiri disampingnya dan kedua mata puppynya itu tengah menatapnya.

"Astaga mengapa dia... imut sekali," degup jantung Chanyeol kewalahan melihat Baekhyun yang kecil mungil terlihat semakin tenggelam karena ia memakai hoodie itu di kepalanya.

"Apa tadi aku berat, Chanyeol-ah?" Baekhyun tersenyum tidak enak kepada Chanyeol.

"Ani, kau ringan," Chanyeol menggeleng. "Kau, masuklah duluan." Ia merangkul bahu sempit Baekhyun dan mempersilakan si mungil itu masuk sebelum dirinya.

Baekhyun duduk dan Chanyeol juga demikian disampingnya.

"Kau mau tteokpeokki?" Chanyeol bertanya dan dibalas anggukan oleh Baekhyun.

"Aku ikut kau saja," kata Baekhyun. "Tapi aku mau jus stroberi, apakah disini ada?" ia mengitari pandangannya berharap menemukan tumpukan buah stroberi.

"Entahlah, sepertinya tidak ada, Baek," Chanyeol kemudian memesan dua porsi tteokpeokki dan bertanya kepada ahjumma penjualnya apakah ada jus stroberi atau tidak.

"Wah, maafkan aku, nak. Tapi aku hanya menyediakan air mineral dan teh hangat," Ahjumma itu tersenyum canggun kepada Baekhyun yang menunjukkan wajah sedihnya.

"Ah... Tidak apa-apa, Ahjumma. Kalau begitu minumnya dua air mineral saja," Chanyeol tersenyum kepada Ahjumma itu.

Ia merangkul pundak Baekhyun dan mendekatkan bibirnya ke telinga lelaki mungil tersebut. Membuat si empunya terkejut karena hembusan napas hangat Chanyeol menyapu telinganya

"Nanti kau bisa minum susu stroberi di kulkas sebanyak yang kau mau," bisik Chanyeol. "Wajahnya jangan seperti itu, kau jelek, pfft—" Chanyeol membungkam mulutnya sendiri menahan tawa saat melihat bibir Baekhyun yang semakin maju dari samping.

Baekhyun yang tersadar dengan gerakan spontan bibirnya segera menjauhkan lengan Baekhyun dari pundaknya dan menutupi bibirnya itu. Ia baru saja ingin mencubiti tubuh Chanyeol lagi namun ia mendengar dering telepon genggam seseorang. Ternyata itu milik Chanyeol.

"Yeoboseyo, ini siapa?" Chanyeol merasa tidak mengenali nomor yang tadi tertera di layar teleponnya.

"Ini aku, Zitao. Kau sedang bersama Baekhyun, kan? Cepat berikan teleponmu kepadanya."

"Astaga bagaimana kau bisa mengenali—"

"CEPAT!"

"Aish, geurae!" Chanyeol menyerahkan teleponnya kepada Baekhyun. "Ini, Zitao. Cepat bicara, sepertinya penting sekali."

Baekhyun yang masih bingung bagaimana cara Zitao teman bermata pandanya itu mendapatkan nomor Chanyeol hanya mengiyakan saja dan menghadapkan telepon genggam itu ke telinganya.

"Ya, Zitao, ini aku, Baekhyun."

Chanyeol penasaran dengan apa yang Baekhyun dan kekasih temannya itu bicarakan. Wajah Baekhyun sesekali terlihat seperti terkejut dan marah. Kemudian pesanan mereka berdua telah ia terima, dua piring tteokpeokki dengan kuah tidak terlalu pedas yang masih mengepul. Ia menmberikannya satu kepada Baekhyun yang masih saja mendengarkan telepon dari Zitao.

"Baiklah Zitao, terima kasih atas infonya. Ne, tidak akan. Aku mau makan dulu, mungkin setelah ini aku akan melihat akun SNSnya. Hm, annyeong." Baekhyun memutuskan telepon itu dan mengembalikannya kepada Chanyeol.

"Gomawo," suaranya terdengar lemas. Lalu ia menatap makannya dan hanya mengaduk-aduknya dengan sumpit.

Chanyeol yang tengah meniup sepotong tteokpeokkinya heran melihat Baekhyun menjadi murung tiba-tiba.

"Baekhyun-ah,"

"Hm?" Baekhyun masih hanya menatap makanannya.

"Yak, tataplah orang yang sedang mengajakmu bicara,"

Baekhyun menghela napasnya berat, matanya menatap Chanyeol dengan malas. "Wae?"

"Kau bisa bercerita padaku jika ada masalah," Chanyeol tak tega melihat wajah murung Baekhyun. "Apa ini soal seme?"

"Mantan kekasihku," bibirnya menekuk kebawah.

Chanyeol panik melihat wajah Baekhyun yang seperti ingin menangis. Lebih baik ia alihkan dulu saja topiknya.

"Ahh... Tidak usah dipikirkan orang seperti itu," Chanyeol membenarkan posisi sumpit ditangan Baekhyun dan mendekatkan piringnya ke hadapan lelaki mungil itu. "Ja, habiskan dulu makananmu. Kita bicarakan ini saat tiba di dorm nanti, arra?"

Baekhyun yang merasakan perutnya mulai berbunyi akhirnya mengikuti perintah Chanyeol. Ia melahap makanannya dengan sangat lamban. Chanyeol sudah selesai makan ketika milik Baekhyun hanya habis tidak sampai setengahnya.


"Gege, belikan aku sepatu ini," rengek lelaki bermata panda itu kepada kekasih tingginya yang tengah menemaninya berbelanja sambil mencoba sepatu yang ia inginkan tadi.

"Tidak, Huang Zitao. Kau tadi berjanji hanya akan membeli satu pasang sepatu, tidakkah kau ingat?" Kris menyentil hidung Zitao pelan.

"Ya sudah kubeli pakai uangku sendiri saja," Ia menjulurkan lidahnya kepada Kris, meledek pemuda itu. "Aku ingin melihatnya di cermin dulu."

Kemudian ia mencari-cari cermin full-body disekitarnya agar ia bisa melihat apakah sepatu itu cocok dengan keseluruhan tubuhnya atau tidak. Setelah ia menemukannya, ia tersenyum senang lalu berjalan didepan cermin itu sambil memperhatikan langkah kakinya.

"Bagus juga," gumamnya.

"Yak, Jongin-ah, kau sudah tidak dengan Baekhyun lagi?"

Zitao menoleh ke arah sumber suara yang menyebutkan dua nama yang dikenalnya. Baekhyun, sahabatnya, dan Jongin, mantan kekasih sahabatnya. Dengan penasaran, ia perlahan mendekati orang tersebut dan menguping pembicaraan sepihak tersebut dengan berpura-pura tengah memilih-milih sepatu.

"Ah jinjja? Lalu dengan siapa kau sekarang?"

"Aish, beritahu sajalah, kenapa perlu dirahasiakan segala? Lagipula kan kau di London sana, jadi aku tidak bisa mengejek-ejek mu,"

Zitao terkejut mendengarnya. "Jadi si brengsek itu sekarang berada di London?" batinnya.

"Ey... Jadi namanya Kyungsoo? Apa nama marganya? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu,"

"Do? Do Kyungsoo yang sekarang kuliah di London juga? Wah... Seleramu tinggi juga, ya,"

Bagai tersambar petir di siang hari, Zitao terkejut luar biasa. Lelaki sialan yang telah menyakiti sahabatnya itu kini menjadi kekasih sahabatnya yang lain, Do Kyungsoo.

"Ini tidak bisa dibiarkan," desisnya. Kemudian ketika orang tadi berbalik, Zitao baru menyadari bahwa ia adalah teman semasa SMA-nya. Pantas saja orang itu mengenali Jongin, Baekhyun dan Kyungsoo.

Ia segera berjalan cepat kearah Kris yang tengah duduk sambil memainkan telepon genggamnya dan meletakkan—bahkan hampir saja melempar—sepatu yang tadi ia coba didepan cermin.

"Gege, ayo pulang saja," Zitao menggandeng tangan Kris dan segera menarik pemuda naga itu agar cepat beranjak. Kris bersyukur didalam hatinya karena ia hampir mati karena bosan menunggui Zitao berbelanja.

"Tumben kau seperti ini?" Kris melebarkan langkahnya agar Zitao tidak memarahinya karena berjalan lamban.

"Tidak apa-apa," sahut Zitao sambil menimang-nimang telepon genggamnya. Ia dilema siapa yang harus ia hubungi saat ini.

Jika ia menghubungi Kyungsoo, berarti ia harus menanyakan apakah hubungannya dengan Jongin adalah benar atau tidak. Jika Baekhyun, berarti ia harus memberi kabar bahwa mantan kekasih sialannya itu telah memiliki pengganti.

"Aaah...Aku bisa gila!" Zitao melampiaskan rasa frustasinya dengan meremas lengan Kris. Kekasihnya yang sabar itu hanya meringis kesakitan, tidak berani bertanya apa yang sedang terjadi dengan kekasih pandanya.

Byun Baekhyun. Do Kyungsoo. Secara alfabetis, nama Baekhyun lebih dulu daripada Kyungsoo. Begitupun dengan lama persahabatan mereka. Zitao lebih dulu bersahabat dengan Baekhyun. Kesimpulannya adalah, ia harus segera memberitahu ini kepada Baekhyun.


"Chanyeol-ah, ayo pulang~" Baekhyun menarik-narik pelan lengan jaket Chanyeol.

"Hm, kubayar dulu," Chanyeol mengangkat tangannya dan memanggil ahjumma penjual untuk membayar pesanan mereka dan mengajak Baekhyun untuk bangun. "Kajja kita pulang."

Baekhyun mengangguk dan mengikuti Chanyeol keluar dari kedai tersebut. Mereka berjalan pulang berdampingan. Sepanjang perjalanan mereka, hening tercipta kembali karena selain suasana jalan yang telah sepi, kedua insan tersebut juga tidak ada yang memulai pembicaraan. Tapi kemudian Baekhyun menghela napasnya pelan dan membuka suaranya.

"Aku... Apakah aku boleh bercerita denganmu, Chanyeol-ah?" Baekhyun menatap sepatunya, ragu untuk menatap Chanyeol.

"Tentu saja boleh," Chanyeol merangkul bahu sempit Baekhyun. "Tadi kan aku sendiri yang menawarkan hal itu." Ia tersenyum melihat Baekhyun yang tersenyum tipis ke arahnya.

"Tapi aku takut menangis," Baekhyun tertawa dengan matanya yang telah berkaca-kaca, berusaha menutupi kesedihannya.

"Tidak apa-apa, menangis itu manusiawi," Chanyeol menunduk menyejajarkan wajahnya dengan Baekhyun. "Kau yang mempelajari tentang kehidupan seharusnya tahu tentang itu." Ia mengusak rambut Baekhyun pelan.

"Tapi nanti kau akan mengejek wajahku lagi," Baekhyun memukul pelan dada Chanyeol.

"Untuk saat ini ada pengecualian untukmu," Chanyeol yang biasanya berwajah datar dan dingin kini menunjukkan cengirannya yang terlihat bodoh.

Baekhyun tiba-tiba saja berjongkok dan menutupi wajahnya. Suaranya terdengar tertahan dan tubuh mungilnya bergetar kencang. Chanyeol dengan sigap ikut berjongkok disamping Baekhyun dan mengusap-usap rambut belakang teman mungilnya, berharap dengan begitu bisa menenangkan dirinya yang tengah menangis.

"Hahahahaha astaga Park Chanyeol wajahmu!" Baekhyun mengangkat pandangannya dan menunjuk-nunjuk kearah wajah Chanyeol.

Chanyeol tidak habis pikir dengan bocah kecil ini. "Yak, yak, kenapa kau ini?"

"Aduh... Perutku sakit, astaga ya Tuhan," Baekhyun mengatur napasnya dan mencoba memberi penjelasan pada Chanyeol. "Aku melihat cengiranmu tadi, dan itu... Aigo jelek sekali."

"Ey... Kukira kenapa," Chanyeol berdiri lagi dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaketnya. "Berhentilah tertawa agar kita cepat sampai asrama, badanku mulai terasa gatal." Ia memasang mode wajah datarnya lagi.

"Ish... Begitu saja merajuk," Baekhyun ikut berdiri dan mulai berjalan. "Tapi terima kasih telah menunjukkan wajah bodohmu itu, kurasa sekarang aku bisa bercerita tanpa menangis karena air mataku sudah keluar karena tertawa begitu keras tadi," ia menyapu ekor matanya untuk menghapus jejak air mata bahagianya.

Dalam hati Chanyeol tersenyum. Ia secara tidak langsung berhasil mengusir kesedihan Baekhyun.

"Jadi Zitao tadi adalah sahabatku sejak SMA, makanya tadi aku bingung mengapa ia bisa menghubungiku lewat teleponmu,"

"Sahabatmu itu adalah kekasih dari temanku, Kris." sahut Chanyeol

"Ah... Iya, telepon genggamku tertinggal diatas meja belajarku. Apa mungkin Sehunnie yang mengangkatnya dan memberitahu jika aku sedang bersamamu?" Baekhyun mengira-ngira.

"Yak, jangan panggil si bocah kurang ajar itu seperti itu. Tapi mungkin saja, sih." Chanyeol mengedikkan bahunya.

Baekhyun terkekeh pelan. "Nah, jadi Ia tadi memberi kabar kepadaku bahwa Jongin, mantan kekasihku itu sudah memiliki yang baru."

Chanyeol mencerna apa yang baru saja Baekhyun katakan. Hatinya sedikit berdenyut membayangkan dulu Baekhyun pernah menghabiskan waktu bersama mantan kekasihnya.

"Kalau begitu lupakan saja mantanmu itu," Chanyeol menyembunyikan wajahnya dengan menengadah menatap langit malam.

"Sebenarnya sih aku sudah lupa, tapi mendengar kabar seperti itu tadi aku sempat bersedih lagi," Baekhyun memberikan senyumnya yang paling lebar kepada Chanyeol hingga mulutnya berbentuk seperti persegi panjang. "Tapi sekarang aku sudah tidak peduli lagi."

Chanyeol menjadi ikut tersenyum melihatnya. "Aku pun sudah tidak peduli lagi dengan mantan kekasihku,"

"Eoh? Ternyata ada ya, yang mau jadi kekasihmu?" Baekhyun mengerjapkan matanya beberapa kali berpura-pura terkejut untuk meledek Chanyeol.

"Tentu saja ada, aku kan lelaki idaman," Chanyeol mengedikkan bahunya percaya diri. Baekhyun ingin muntah dibuatnya. Pemuda tinggi itu tertawa kecil melihat reaksi Baekhyun.

"Tapi sama seperti orang lain, aku juga bersedih ketika baru saja putus," Chanyeol menunduk. "Lalu kemudian aku tersadar bahwa rasa sedihku sama sekali tidak layak untuknya."

"Mengapa seperti itu?" Baekhyun membulatkan matanya penasaran.

"Karena ia mengakhiri hubungan kami setelah ia dijodohkan dengan orang lain oleh orangtuanya," jawab Chanyeol.

Baekhyun mengusapkan telapak tangannya ke lengan Chanyeol, menunjukkan rasa simpatinya. "Sepertinya alasan itu lebih menyakitkan daripada milikku, ya,"

Chanyeol tersenyum hangat dan mengangguk. Ia sekali lagi mengusak pelan rambut Baekhyun.

"Tidak ada gunanya menangisi masa lalu. Yang harus kita lakukan adalah memetik pelajaran berharga darinya," Chanyeol menghentikan langkahnya dan memegang kedua lengan Baekhyun, menggerakkan tubuh lelaki mungil itu untuk menghadap kearahnya.

Ia menunduk dan menatap kedua mata Baekhyun. "Ayo kita lewati masa lalu kita yang kelam dan melangkahlah bersamaku," tatapannya begitu tajam namun lembut secara bersamaan. Seolah-olah ingin meyakinkan lawan bicaranya bahwa ia sedang bersungguh-sungguh.

"Maukah sejak saat ini kau, Byun Baekhyun, membuka hatimu kembali untuk orang lain yang akan membuat sedihmu menjadi bahagiamu?"


To be continued

.

.

.

.

.

.

.

P.s.

This one is the longest chapter I've ever done! FF oneshotku yang sebelumnya juga cuma 1k+ sampai 2k+ mentoknya. Aku kaya gini karena kemarin AudryByun ngereview bilang untuk next chapter kalau bisa diperpanjang dan here it is! Dan terima kasih atas idenya yang sudah kurealisasikan yaitu chanbaek gendong-gendongan xp

Untuk Mrdoduck, ya, sebenernya aku mau update chapter 3-nya kemarin. Aku memang berencana untuk ff chaptered pertamaku akan ku update 24 jam sekali tapi senin kemarin aku sedang mengejar deadline tugas akhir semesterku dan... my mood is ruined by those school stuffs. Ugh.

Aku senang sekali karena jumlah orang yang follow dan fav ff ini bertambah, dan juga reviewnya aku senang sekali membacanyaaaaa terima kasih banyak yaaa!

Semoga ideku semakin berkembang sehingga kalian makin cinta dengan ff-ku, hehe. Nantikan kelanjutannya, yaaa. Chanbaeknya kan belum jadian soalnya. Itu chanyeol baru kode mau pdkt hehe but at least he made a step forward xp