DISCLAIMER: Naruto dan tokoh-tokoh di dalam cerita ini adalah milik Masashi Kishimoto-sensei. Cerita ini milik saya. Apapun yang bermerk di sini bukan milik saya, saya bukan promosi baidewei.

WARNING: AR, Bahasa Nano-nano (no promosi!), Humor garing, Typo(s) maybe?, Alur cerita maksa, Alay beud, OOC pake BANGET (demi kelancaran cerita :'D /plak), Shonen-ai/boys love/maho, etc.

Kesamaan ide atau latar, atau tokoh(?) hanyalah kebetulan belaka. Saya hanya mengeluarkan unek-unek saya karena sudah lelah dengan UAS. :)) /woy

. . .

Sakura menjerit nyaring, Ino berteriak garang, Karin melolong sendu. Jika dilihat sekilas, mereka tampak seperti gadis-gadis sakit jiwa atau kerasukan setan, tapi, begitu tahu pangkal permasalahan mereka … oh, sungguh, mereka itu sangat normal jika dibandingkan ratusan gadis lainnya di sekolah ini!

"Sasuke punya pacar … ya, normal ajalah kalo mereka jadi pada gamang begitu."

"Dia punya pacar? Wow, kesambet apa, tuh anak?"

"Tapi … katanya pacarnya ini beda banget lho, dari cewek-ceweknya yang biasa."

"Katanya pacarnya ini jauh lebih 'wow' daripada cewek-ceweknya yang biasa. Ino aja yang body-nya aduhai kalah dibandingkan pacarnya!"

"Sakura yang secantik dan semanis itu aja kalah sama pacarnya!"

"Ckck … Gue kasihan sama cewek-ceweknya: cuman dimainin tapi gak dijadiin pacar."

"Well, rumor bilang, sih pacarnya tuh cantik, baik, manis pake banget, terus cerdas, dan yang terpenting: seksi! Ya gak salah, sih, kalau Sasuke pengen melepas statusnya yang lajang kurang ajar sama tuh cewek."

"Yah … setidaknya tuh lajang sialan berlabuh juga …."

Ya, pagi itu, SMA Negeri 2 Konoha memang berbeda jauh dari biasanya. Jika pada hari-hari biasa murid-murid akan meributkan PR mereka yang menumpuk atau ulangan dari guru killer mereka, kali ini topik itu menjadi usang dan tak terjamah sama sekali. Malahan, mereka sibuk dengan trending topic terpanas bulan ini: "Uchiha Sasuke Punya Pacar Baru!" yang langsung booming padahal baru desas-desus belaka dan belum terbukti secara aktual kebenarannya. Topik ini sangat panasnya mengalahkan berita: "Kakashi-sensei Khilaf dan Buka Masker!?" atau "Yamanaka Ino: Tukang Bunga Naik Haji." Mulai dari murid-murid paling eksis sampai nerds, dari kelas X sampai kelas XII, tak ada yang ketinggalan berita ini, bahkan guru-guru pun ikut membicarakannya! Wow banget, bukan?

Yah … berita mengenai seorang Uchiha Sasuke yang akhirnya berlabuh pada seorang cewek itu memang merupakan berita yang amat mengejutkan. Bagaimana tidak? Please deh, cowok yang biasanya cuman main-main sama cewek (dan gak cuman satu, tapi bisa sampai sepuluh) tapi gak pernah sekali pun memacari mereka, tiba-tiba jadian dengan seseorang yang entah siapa, bagaimana ruapanya, dan semalam berbuat apa. Oke ngelantur. Tapi, well, siapa yang gak bakal kaget? Playboy nomor wahid sekolah mereka akhirnya melepas status lajang!

Pagi itu, matahari bahkan belum tampak bayang-bayangnya di atas atap bangunan sekolah, udara masih terasa dingin membekukan, dan kuap kantuk masih tampak di sana-sini. Namun, murid-murid SMA Negeri 2 Konoha sudah tampak begitu 'hidup' dan tak jarang terdengar jeritan—entah merana, entah behagia—dari lorong-lorong ataupun kelas. Dilihat lebih dekat, tempat ini lebih mirip kuburan dan Nirwana di saat bersamaan: anak-anak gadis mengalau di pojokan kelas, dan anak-anak lelaki bersujud sembah mengucap syukur dan terima kasih kepada entah siapa. ("Yeah! Akhirnya kesempatan mendekati cewek cantik datang lagi!" begitu seru mereka.)

Di gerbang sekolah, murid-murid berjalan cepat memasuki sekolah—sebagian dengan wajah takjub dan bersemangat, sebagian lagi diliputi panik dan stress. Tampaknya mereka sudah mendengar trending topic dari media sosial mereka. Dan ngomong-ngomong, Newspaper Club untung besar hari ini dengan topik panas itu sebagai headline news mereka.

Waktu berselang beberapa lama dan tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam mewah memasuki arena sekolah. Berbelok ke kanan, mobil itu langsung menuju arena parkiran khusus murid. Hal itu langsung menarik perhatian para murid. Sebagai keterangan: hanya ada satu murid yang memiliki mobil mewah berwarna hitam dengan merk Porsche di sekolah itu. Dan juga, sticker kipas merah dengan tangkai putih di jendela belakang memberi keterangan tambahan nan aktual tentang sang pemilik mobil, yang menyebabkan lebih dari enam ratus anak langsung menyerbu lapangan parkir seolah ada pembagian sembako dadakan.

Mobil dikepung rapat. Sebagian anak menyiapkan kamera handphone untuk mengabadikan momen 'WOW!' tersebut. Cameraman Newspaper Club siap di barisan depan dengan kamera DSLR canggihnya. Para murid menahan napas; mata terbuka lebar agar tak ketinggalan kejadian apapun.

Pintu mobil terbuka: Sasuke Uchiha keluar dari kursi pengemudi sambil memanggul ransel hitamnya. Kulitnya tetap sepucat salju di musim dingin, rambut hitamnya tetap melawan gravitasi, penampilannya tetap rapi namun modis dan keren, dan pastinya: seksi, seperti biasanya. Manik onyx-nya menatap tajam para audience yang mengitari mobilnya, membuat para lelaki menelan ludah segan, namun menyebabkan para wanita menjerit-jerit kesenangan bak kuda binal, melupakan fakta bahwa sang pujaan hati telah ada yang punya. Tabah benar hati mereka!

Tak lama berselang, bunyi pintu dibuka kembali menyita perhatian. Pintu penumpang di kursi depan terbuka perlahan, dengan efek lima sentimeter per sekon sebagai pendramatisir. Semuanya menahas napas, mata terbuka lebar-lebar hingga bola mata nyaris lepas dari rongganya. Enggaklah.

Para wanita siap menjerit histeris; jantung berdebar-debar menantikan momen dimana pujaan hati mereka akan digandeng oleh sesosok gadis sempurna.

Gadis sempurna ini, kekasih seorang Uchiha Sasuke, playboy nomor satu SMA Negeri 2 Konoha. Siapakah dia?

Mulai menghitung mundur sebelum momen-momen bersejarah ini terjadi:

satu …

(pintu mobil terbuka sempurna; para gadis menutup mata ketakutan)

dua …

(satu kaki melangkah turun, beberapa mulai terisak)

tiga …

(sosok mulai turun dari mobil, jeritan mulai mendesak tenggorokan.)

dan …

JENG! JENG! JENG! JENG!

"Hei! Ada apa? Kok, pada ngumpul-ngumpul di sini?"

Suara nge-bass meluncur mulus dari mulut sang sosok yang turun dari mobil. Mata-mata terbelalak dalam keterkejutan dan rahang-rahang menggantung dengan tidak elitnya. Para gadis tidak jadi menjerit: mereka terlalu terkejut bahkan untuk mengeluarkan suara sedikit pun sekarang, karena ternyata, rumor-rumor yang beredar hanyalah sampah belaka yang tidak patut didengar. Well, karena sosok itu adalah …

"NARUTO!?"

Uzumaki Naruto, he is.

.

STOP PERJODOHAN INI!

.

STOP PERJODOHAN INI! © Akichii Roe

Naruto © Masashi Kishimoto

.

CHAPTER 1.BOOM!

.

Sakura menjerit nyaring, Ino berteriak garang, Karin melolong sendu. Jika dilihat sekilas, mereka tampak seperti gadis-gadis sakit jiwa atau kerasukan setan. Tapi, begitu tahu pangkal permasalahan mereka … oh, sungguh, mereka itu sangat normal jika dibandingkan ratusan gadis lainnya di sekolah ini! Aku tidak bohong, mereka benar-benar teramat normal.

Oke, coba bayangkan, bagaimana reaksimu—atau siapapun itu—jika dibilang bahwa pujaan hatimu—atau pujaan hati mereka—ternyata lebih memilih seseorang yang sama jenisnya, sama gender-nya, dan mengacuhkan lawan jenis mereka yang jelas-jelas beribu kali lebih cantik, menarik dan menggoda. Aku tidak racist di sini. Aku tidak bilang kau jelek atau pun tidak menarik, kecuali kau merasa.

Back to topic.

Nah, sekarang kalian mengerti? Bagaimana perasaan mereka.

Well, kembali ke perkembangan pasangan terbaru kita dengan kawan-kawan sekolah mereka.

.

Flashback: satu jam lalu ….

.

"NARUTO!?"

Para audience di sekitar mobil berteriak nyaring secara bersamaan, membuat gaduh pagi hari yang seharusnya indah dan damai itu. Siapa yang bilang 'harus', ya, ngomong-ngomong?

"Eh … ada apa?" Naruto tersenyum kikuk.

Enam ratus anak berkumpul mengitari mobil Uchiha bagaikan paparazzi yang menggila. Mending kalau mereka ini aktor terkenal atau selebriti. Yah, ini bukan! Dan, mereka juga langsung menjerit histeris begitu melihat dia? Well, dia merasa agak tersinggung, walaupun tak perlu bohong lagi kalau dirinya sudah tahu penyebabnya, dan, ia pun sudah menduga bahwa semua ini akan terjadi. Namun, ia tak menyangka kalau reaksinya bakal se-'wow!' ini.

"U-zumaki-senpai, kenapa … berangkat sekolah sama … Uchiha-senpai?" Seorang gadis berambut lurus sebahu memberanikan diri maju dan bertanya. Dilihat dari bros bertuliskan 'X' di kerah kemeja putihnya dan cara berbicaranya yang formal dan menambahkan embel-embel '-senpai' di belakang namanya, gadis ini pasti adik kelasnya (Naruto dan Sasuke siswa kelas XI. Sebagai informasi tambahan, mereka sekelas.)

Naruto meringis kecil sambil menggaruk tengkuknya yang gatal pun tidak. Di dalam otaknya hanya ada frasa-frasa: 'mati', 'aku', 'sekarang' yang diputar-putar saja urutannya dan sumpah serapah kekanakan mulai dari isi kebun binatang sampai demit-demit dari negeri di Asia Tenggara sana.

"Uhm … Senpai…," lirih gadis itu, mendesaknya sambil menatapnya dengan puppy eyes ultra yang hampir saja meluluhkan hatinya … andai ia tak ingat harga diri.

Ia tak akan membantah rumor yang beredar: Sasuke punya pacar. Itu betul. Dan, kebetulan sekali, orang itu dirinya. Ha ha. Tapi, tidak mungkin 'kan, ia menjawab dengan begitu kasual: 'Soalnya aku ini pacarnya Sasuke, Dek! Lucky me! Hehe,' itu sama saja dengan membuatnya menjadi musuh abadi gadis-gadis satu sekolahan dan juga menghancurkan harga dirinya yang tinggal seupil. Oke, masalah harga diri itu ia sudah tak peduli lagi, tapi, menjadi musuh seluruh gadis di sekolahnya, setengah dari seluruh murid di sekolahnya, itu sama saja dengan bunuh diri. Dan, oh, Buddha, Kami-sama, Yesus, Allah, Wisnu, Brahmana, Siwa, Bunda Maria, Ametrasu-sama, dia masih sayang nyawa!

Namun nasib berkata lain. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja sebuah lengan pucat merangkul bahu Naruto dan menariknya mendekat. Tanpa perlu melirik ia tahu pemilik tangan itu. Siapa lagi kalau bukan Uchiha Sasuke? Ia menjerit tertahan mendapati Sasuke sudah merangkulnya mesra dan memaksa agar kepala Naruto bersender ke bahunya. Maunya, sih, agar kelihatan so sweet, tapi raut dingin dan datar Sasuke, serta tampang panik dan shock Naruto malah membuat adegan itu terlihat seperti pem-bully-an.

"Hei! Kau gadis jelek!" Naruto mengerutkan kening, audience memekik kaget dengan dramatis. "Jangan paksa Naru-chan menjawab pertanyaanmu!" …-chan? "Dan gak usah nanya-nanya kayak tante-tante kepo!"

"Sasuke-senpai …." Adik kelas itu memekik tertahan, hampir menangis. Sepertinya sakit hati dibilang jelek.

"Hoi, Sas! Kamu kenapa?" Seorang cowok dari barisan depan penonton—seorang figuran tak penting yang kebetulan teman sekelas—mengerutkan dahi. Yah, jarang-jarang Sasuke marah-marah kayak cewek PMS begini, maklum kalau semua bingung.

"Hah! Berisik kalian semua!" Mas, dari tadi sepi, lho. "Aku bakal jawab pertanyaan tuh cewek!" Tadi katanya gak usah nanya.

"Nih, ya, aku beritahu: Naru-chan berangkat sekolah sama aku karena … dia pacarku!"

JENG JENG!

Semuanya kembali memekik dramatis.

"Dia pacarku!"

Gak usah diulang, Mas.

"Dan loe, loe, loe, loe," Sasuke menunjuk asal ke arah penonton dengan mata melotot garang kayak mbah dukun, "yang gangguin atau membuat Naru-chan gak nyaman …," tarik napas dalam-dalam, "… bakal berurusan denganku!"

"TIDAAAK!"

"DENGANKU!"

"NOOO!"

"DENGANKUUU!"

"AAAAAAAAA!"

Dan ketika para murid dan Sasuke adu teriak-teriak gaje kayak monyet di hutan, Naruto sudah melayang ke alam baka, mati seketika mendengar proklamasi—pantaskah disebut begitu?—dadakan dari Sasuke. Selesai.

.

End of Flashback

.

Hari itu, SMA Negeri 2 Konoha tak patut lagi disebut sekolah. Maksudnya, ayolah, dengan aura suram dan muram yang meliputi setiap petaknya, tempat itu lebih mirip bangunan angker dari jaman penjajahan daripada bangunan tempat para penerus bangsa menuntut ilmu! Oke, lebay memang, tetapi, begitulah kenyataannya.

"Sasuke-senpai~Noooooo~~!"

"Sasuke-senpaaai~~!"

Ah, dua gadis lagi telah hancur mentalnya. Sudah yang ke berapa sekarang? Sepuluh? Sebelas? Naruto hanya bisa mengelus dada melihatnya. Dia masih merasa cukup lega; kabar baiknya: belum ada satu cewek pun yang nekad bunuh diri saking galaunya. Amit-amit, deh! Jangan sampai!

Pemuda ganteng (kata ibunya) nan seksi (menurut diri sendiri) dengan rambut bak durian kematengan ini berjalan dengan susah payah dalam rangkulan pacar barunya. Masalahnya, Sasuke memiting dirinya ke bawah sehingga ia harus sedikit membungkuk. Pemandangan itu sukses menjadi tontonan murid-murid sesekolah. Gak cowok, gak cewek, semua mata tertuju hanya pada mereka berdua. Julukan "The Sweetest Gay Couple", "The Most Distasteful Couple", sampai "The Present from God" mulai ditujukan kepada mereka. Namun yang paling terkenal: "Malapetaka Dunia-Akhirat" (yang tentunya diberikan oleh para fans Sasuke) yang paling banyak terdengar. Sejujurnya Naruto agak sakit hati disebut 'Malapetaka', tapi gapapa, deh.

Tadi, sesampainya dia di kelas, para cowok langsung menyalami dirinya dan Sasuke. Wejangan-wejangan tanpa ujung pangkal, mulai dari 'jadilah pasangan yang rukun dan damai' sampai 'safety is more fun' memenuhi pendengarannya. Di sisi lain, para cewek memelototinya dan memandang kasihan pada Sasuke seolah Sasuke terjebak bersamanya karena ulahnya. Sakit hati memang, apalagi melihat Sakura, kecengan abadinya, yang memelototinya dengan tajam dan bengis, tapi, yah … mereka tidak tahu alasan sebenarnya, jadi Naruto harus sabar.

. . .

Hari yang berat bagi Naruto. Tak ada saat tanpa mata yang memandanginya lekat-lekat, baik disertai hanya keingintahuan belaka atau kebencian dan perasaan jijik. Naruto merasa kurang nyaman, apalagi dengan Sasuke yang kini menggandeng tangannya dan berjalan santai di sebelahnya seolah tak tejadi apapun. Hellow, apa hanya dirinya yang merasa risih di sini?

"Teme, toilet," ujar Naruto pelan sambil menarik paksa Sasuke menuju toilet terdekat. Cowok-cowok suit-suit gak jelas; cewek-cewek semakin tajam memandanginya. Seandainya metafora bisa membunuh, Naruto sudah almarhum dengan tubuh penuh lubang saat ini.

Untunglah toilet yang dimasukinya kosong, jadi Naruto bisa merasa agak lega. Dengan kasar ia menepis tangan Sasuke yang menggandengnya.

"Sas, kamu pengen bunuh aku!? Salah apa aku sama kamu, Sas!?" Naruto mulai mengeluarkan unek-uneknya.

"Maksud kamu apa sih? Gaje, deh." Sasuke menghela dan memutar bola mata jengah.

"Kamu. Gak usah. Sok. Nempel. Nempel. Sama. Aku. Kamu tuh secara gak langsung membunuh aku, tahu gak!? Mungkin saja sekarang aku udah jadi sasaran santet para cewek di sekolah! Mungkin malam ini aku bakal mati jadi korban voodoo!"

"So? Masalah buatku!?"

Bola mata Naruto membelalak lebar terkejut. Mulutnya menganga tak percaya. "HARUSNYA!"

"Hah!? Emang, gue siapa elu!?" Sasuke mendorong Naruto hingga menabrak tembok. Emosi mulai menguasai otaknya.

"Kamu … pacar aku. Kamu yang nembak aku kemarin malam. Dan kamu … yang berlutut dan ngasih aku cincin ini!" Naruto meraih ke dalam kemejanya dan mengeluarkan sebuah kalung berantai perak. Di kalung itu, tergantung sebuah cincin perak bermata berlian lazuardi yang indah dan dapat dipastikan berharga selangit. "Jangan lupa aku tunanganmu, Uchiha Sasuke."

Sasuke terdiam memandang cincin itu. Satu titik di kulit dadanya terasa panas merasakan benda yang serupa juga tergantung di sana. "Nar, ini cuman acting. Kita cuman pura-pura pacaran sampai orang tua kita bosan sama permainan ini."

"Aku tahu." Naruto mendekatkan wajahnya ke wajah Sasuke, menyetarakan posisi mata mereka untuk menekankan perkataannya selanjutnya. "Tapi, jangan …."

"EHEM!"

Dari arah pintu toilet terdengar deham menginterupsi, meminta perhatian. Naruto dan Sasuke spontan menjauh, dan Naruto buru-buru memasukkan kalungnya ke dalam baju.

"Ah, i-iya?" Naruto berusaha menanggapi dengan sesantai mungkin. Walaupun sikapnya yang salah tingkah tak bisa disembunyikan dengan sempurna.

"Kami gak bermaksud racist, tapi … please jangan melakukan 'itu'," seorang pemuda menambah gesture mengutip, "di sini. Oke?" Pemuda itu tersenyum getir.

Naruto yang menyadari posisinya sekarang spontan memerah wajahnya karena malu. "Ah … ah … maaf!"

Dengan terburu-buru ia meraih tangan Sasuke—yang langsung terkejut—dan menyeretnya tak tentu arah mengelilingi sekolah, yang penting mereka menjauhi keramaian. Kehabisan option, Naruto membawa mereka naik ke balkon atas sekolah, tempat yang pastinya sepi karena dilarang dimasuki oleh guru.

Keduanya terengah lelah. Baik Naruto maupun Sasuke kehabisan napas dan seragam mereka basah oleh peluh.

"Kamu … ngapain, sih? Narik-narik aku," ujar Sasuke terengah sambil mengatur napasnya.

"Yah … kamu gak mau, kan … kita digosipi … pasangan gay mesum? Dan aku … juga gak mau … Ah! Gue capek!" Naruto menarik napas panjang dan menengadahkan kepala.

"Huh! Salah sendiri lari-lari." Sasuke yang sudah mulai memulih akhirnya duduk di dinding pembatas balkon. Matanya menatap jauh langit biru yang dihiasi oleh gumpalan-gumpalan putih awan dan pantulan cahaya matahari yang menyilaukan mata.

Naruto ikut duduk di sebelahnya. Ia ikut memandang langit biru tiada berbatas. Lengang sejenak, hanya bunyi engah napas masing-masing yang memenuhi udara.

"Maaf, Sas, tadi aku bentak-bentak gak jelas," ujar Naruto akhirnya.

"Hn." Sasuke membalas seadanya. Naruto menabahkan diri untuk tidak menjitak anak kurang ajar di sebelahnya.

Hening sejenak ….

"Well, gimana pun juga, kita sama-sama korban." Sasuke menambahkan, Naruto menoleh dengan tampang datar.

"Ya, korban kejahatan orang tua kita."

. . .

Mobil Porsche hitam berhenti di halaman depan rumah keluarga Uchiha. Sasuke dan Naruto langsung turun dari mobil dan memasuki rumah. Para pelayan yang berada di ruang tengah membungkuk dan memberi salam: "Selamat datang, Sasuke-sama" dan "Selamat datang, Uzumaki-sama." Naruto tersenyum lebar menawan dan menggumamkan 'terima kasih', Sasuke megacuhkan mereka.

Berbelok ke arah kanan, mereka menuju ruang tamu kediaman Uchiha. Di dalam sana, suara tawa wanita yang melengking terdengar gaduh. Bukan, bukan para kuntilanak sedang arisan, tapi kedua ibu mereka tengah mengobrol di dalam sana.

Ketika mereka tiba di dalam ruang tamu itu, tampak kedua ibu mereka tengah duduk berhadapan sambil bergosip ria layaknya ibu-ibu kebanyakan. Di hadapan mereka, terdapat gelas antik berisi teh dan mini cakes yang terdiri mulai dari kue-kue khas Jepang sampai yang dari Eropa sana.

"Sasuke-chan!"

"Naruto-kun!"

"Selamat datang kembali!"

Kedua ibu mereka menyapa serempak. Naruto tersenyum cerah dan mengecup pipi ibunya sebelum duduk di sampingnya. Sasuke hanya ber-"hn" ria langsung menghempaskan pantatnya di sebelah kakaknya. Kebetulan, di sana juga ada ayah dan kakaknya Sasuke; ayahnya duduk di sebelah ibunya.

"Nah, gimana sekolahnya hari ini, Sayang?" tanya Uzumaki Kushina kepada Naruto dan mengelus rambut rancung anaknya dengan sayang. Naruto terkekeh manja.

"Kami jadi trending topic, Kaa-san. Wow! Sekolah langsung gaduh mengetahui kami pacaran!" Walaupun seharusnya ia galau dan kesal, anehnya Naruto malah bercerita kepada ibunya dengan bersemangat. Ibunya tersenyum lembut.

"Jadi kalian senang hari ini?" tanya Kushina sambil tersenyum bahagia, langsung mengambil kesimpulan yang membuatnya puas tiada tara.

"Enggak!" Naruto dan Sasuke menjawab bersamaan. Senyum Kushina luntur seketika.

"Hentikan ini, Okaa-san, Otou-san, Kushina-san," ujar Sasuke dengan tegas sambil menatap ayah, ibu, dan Kushina bergantian. "Kami tak mau pacaran."

Uchiha Mikoto mengerutkan kening. "Kenapa, Sayang? Kau tidak senang bertunangan dengan Naruto-kun?"

"Bukannya tidak senang … eh, maksudku, iya, maksudku … oh, ayolah Kaa-san, kami berdua laki-laki! Cowok! Pria! Sesama jenis! Kaa-san mau punya anak gay? Nanti gak bisa dapet cucu, lho." Sasuke langsung mengiming-imingi dengan kata 'cucu', sesuatu yang biasanya dapat langsung meluluhkan hati para ibu yang mulai menginjak masa tua.

"Gapapa. Kan ada Itachi," Mikoto tersenyum simpul sambil mengerling Itachi. Itachi mengangkat jempol dan tersenyum semilyar euro. Seandainya bukan demi pride-nya dan menjaga agar cerita ini tidak lebih OOC lagi, Sasuke pasti sudah akan ber-'hellow?' ria dan salto sambil kayang sekarang.

Namun, Sasuke tak habis akal. "Kushina-san, gak akan punya cucu, dong?"

Kushina menumpangkan sebelah kaki dan merapikan rok merah selututnya sambil tersenyum lembut penuh sayang. "Gapapa, asalkan punya menantu Sasuke-kun, aku sudah bahagia."

Mikoto ber-'ahhh' dramatis sambil mengatupkan kedua tangan dan menatap jauh sepeti membayangkan fairy tale indah penuh cerita romansa picisan; Kushina melakukan hal yang sama. Keduanya tenggelam dalam dunia mereka masing-masing, dan Fugaku, yang sedari tadi dikacangin, hanya bisa tersenyum maklum, Itachi: no comment, dan Sasuke-Naruto: sepakat ibu mereka sakit jiwa.

"Tapi Kaa-san, aku ini cowok! Dia juga cowok!" sanggah Naruto cepat. "Gak akan ada wanita pendampingku yang akan mengurus Kaa-san nanti."

Kushina tertawa kecil. "Ya gapapa, lah. Kan malah bagus? Kaa-san jadi punya anak ganteng, dan menantu yang juga ganteng. Kaa-san jadi yang paling cantik, kan?"

"Gak gitu juga kali, Kaa-san …."

Naruto memandang Sasuke lelah, Sasuke memandangnya dengan tatapan 'I know dat feel, Bro. Tabah, ya'.

Dan di dalam dunia imajiner mereka, mereka tengah bertatapan sambil berjabat tangan layaknya pejabat-pejabat mengikat janji. Ya, mereka saling berjanji—walaupun hanya dengan bahasa mata—bahwa mereka sehati-sejiwa, berjuang bersama dan dengan sekuat tenaga, pantang menyerah, dan dilandasi iman dan taqwa, menolak pertunangan ini.

Mereka pasti, dan harus, menuntaskan pertunangan ini! Sebelum terlambat!

LANJUTKAN!

.

TBC

.

Oke. Saya menggila. Oke, UAS ini yang membuat saya gila. Hahaha. |||.O /meringkukdalamselimut/

YAK! BAIKLAH! SEKIAN DARI SAYAH! Cerita baru saya di fandom Naruto ini semoga dapat menghibur anda semua. /bow/ Kritik dan saran saya terima dengan tangan terbuka. Saya tunggu pendapat readers semua. Kalau kecewa, jangan ragu-ragu bilang, saya gak akan marah dan mengutuk kalian.

Fave & Review