Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.

.

DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO

.

RATE : T

.

Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu)

.

Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja.

.

.

.

."Hhh, kenapa kau beruntung sekali sih…"

"Beruntung? Soal apa?"

"Kau pintar dalam segala hal. Ingatanmu sangat bagus dan kau mudah memahami pelajaran. Tubuhmu juga menarik walau dadamu sama sekali tidak menarik sih…"

"Hei, sekarang ini kau memujiku atau mengejekku sih?"

"Wajahmu juga lumayan meskipun jidatmu begitu lebar."

"Ino!"

"Kau juga sangat kuat, hampir semua laki-laki takut mencari masalah denganmu yang sudah memegang sabuk hitam karate."

"Aku tidak semenyeramkan itu!"

"Memangnya tidak ada yang kau sukai?"

Kakinya kemudian mendadak berhenti melangkah.

"Apa maksudnya ada yang kusukai itu?"

"Laki-laki, tentu saja. Memangnya apalagi?"

Haruno Sakura mendadak bingung bila ditanya demikian. Bukannya tidak ada sih laki-laki yang dia sukai. Walaupun dikatakan begitu, boleh dibilang perasaan suka ini sudah lama. Semenjak upacara penerimaan siswa baru setahun lalu. Karena kini, Haruno Sakura sudah ada pada tahun kedua sekolah menengah atasnya.

Sekarang ini, berdua dengan Yamanaka Ino, teman semenjak kecilnya yang selalu bersama-sama dengannya sejak di bangku sekolah dasar, tengah menuju perpustakaan sekolah. Ada mata pelajaran yang sedikit sulit dan sudah dimengerti dari buku teks. Makanya mereka berdua bermaksud menyelesaikan masalahnya di perpustakaan sekolah saja mengingat tempat inilah yang paling aman untuk belajar.

"Hh, akhirnya sampai juga di sini," keluh Ino, gadis berambut panjang dan pirang ini memang sedikit tidak suka belajar. Menurutnya memutar otak terlalu banyak itu bisa membuat wajahnya berkerut lebih cepat. Lain halnya jika dia punya otak sepintar Sakura sih.

"Kan kau sendiri yang mau ikut denganku," gerutu Sakura yang sudah masuk ke dalam perpustakaan itu.

"Tentu saja, kalau aku belajar sendiri entah apa jadinya nanti," keluh Ino.

Sakura mulai mencari-cari bahan materi yang mereka butuhkan. Tapi entah mengapa hari ini perpustakaan sepertinya jauh lebih berantakan dari biasanya.

Ada beberapa tangga yang ditaruh di ujung rak buku dan beberapa kardus di sekitarnya. Juga beberapa buku yang menumpuk di atas rak. Ada apa memang dengan hari ini?

"Kenapa perpustakaan bisa berantakan begini?" kembali Ino mengeluh.

"Kudengar ada perbaikian di langit-langit perpustakaan, sekalian untuk menyortir buku-buku lama sih. Sudahlah jangan mengeluh saja daritadi, ayo cepat cari bukunya."

"Kau berharap aku menemukan buku terkutuk itu di tempat seperti ini? Yang benar saja!"

"Kalau begitu biar aku cari sendiri, kau cari saja tempat duduk."

"Kau sangat pengertian, terima kasih, Jidat Lebar!"

"Hei, berhenti memanggilku begitu!"

Belum sempat Sakura membalas, Ino sudah pergi lebih dulu dengan langkah riang. Entah bagaimana sebenarnya Sakura bisa berteman dengan orang seperti Ino ini. Tapi jika sudah berteman selama bertahun-tahun lebih, tentu saja tidak yang perlu dipikirkan lagi kan? Apalagi mereka memang sungguh bersahabat dan tak pernah berpisah sedikit pun.

Sakura mulai berjalan mengitari rak-rak yang ada sembari memperhatikan langkahnya. Tentu saja, ada begitu banyak kardus begini harusnya perpustakaan ditutup saja kan daripada dibuka tapi tempatnya begini menyebalkan.

Sakura akhirnya berhenti pada rak dimana buku yang dicarinya berkumpul. Ketika asyik memilih buku-buku itu, matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang tengah bersandar di dinding perpustakaan yang tepat bersebelahan dengan jendela. Siapa yang kira-kira ada di sana?

Tadinya Sakura sama sekali tidak penasaran tentang siapa yang berdiri di sana, tapi kemudian ketika matanya memperhatikan lebih detil lagi, ternyata itu adalah seorang laki-laki. Dan lebih lagi, itu…

"Hah?" gumam Sakura.

Jantungnya berdegub sangat kencang. Karena terkejut, Sakura malah menyembunyikan dirinya agak jauh supaya dirinya tak begitu terlihat. Ini sungguh aneh.

Sakura bermaksud memperhatikan lebih lama lagi. Entah mengapa wajahnya terlihat begitu sedih dan putus asa. Sakura sungguh berharap dirinya bisa mengetahui sesuatu, tapi tentu saja itu hal yang mustahil. Sakura berbeda kelas dengannya. Bagaimana bisa tahu apa yang mungkin jadi masalahnya?

Selama ini, dia memang terlihat dingin dan sepertinya sulit bersosialisasi, tapi begitu memperhatikannya lebih dalam, sosok itu hanyalah seseorang yang terlihat kesepian.

Mungkin saking lamanya Sakura memperhatikan sosok itu dengan berbagai kelebat pikiran di dalam benaknya, Sakura justru terkejut karena tak melihat sosok itu lagi. Tadi benar masih ada di sana kok, kenapa tiba-tiba—

"Apa yang kau lihat?"

Laksana terserang listrik kejut, Sakura langsung merinding hebat dan terlonjak kaget. Begitu berbalik ke belakang, ternyata sosok yang diperhatikannya sedari tadi itu sudah berada di belakangnya.

"Eh?! A-aku…"

"Kau terlihat mencurigakan," tuduhnya.

"Eh? Tidak kok! Tidak sama sekali! Aku bukan penguntit atau semacamnya! Aku hanya… hanya…"

Sakura mundur perlahan-lahan berusaha menghindari tatapan mautnya yang penuh intimidasi. Wajahnya yang tampan ini jadi tampak menyeramkan jika dia menatap seseorang seperti ini. Siapa saja pasti akan menyangka dia sangat jahat kan?

"Aku tidak suka diperhatikan seperti itu," katanya dingin.

"Aku tidak memperhatikanmu!" elak Sakura.

"Kau jelas memperhatikanku seperti seorang stalker!"

"Hah?! Apa? Stalker? Aku bahkan baru melihatmu di sini! Bagaimana mungkin aku stalker hah?!"

Orang ini… benar-benar seperti rumor yang beredar. Kalau bicara, apapun yang keluar dari mulutnya sangat menyebalkan!

Matanya yang berwarna gelap itu masih mengintimidasi Sakura. Seakan-akan dia melihat pencuri pakaian dalam saja!

"Bagaimana pun aku tidak memperhatikanmu dengan sengaja tahu!"

Sakura kemudian berbalik dengan cepat berusaha untuk segera meninggalkannya. Walaupun sebenarnya sikapnya menyebalkan begitu, tapi ada sisi lain yang sebenarnya Sakura sukai darinya. Ada banyak malah, jika saja mulutnya tidak menyebalkan begitu!

Tapi kemudian Sakura terkejut karena ternyata di depannya ada sebuah tangga yang luput dari penglihatannya. Karena melangkah dengan ceroboh, dahi Sakura membentur tangga itu dengan cukup keras. Kontan saja Sakura berteriak dengan suara rendah. Benar-benar sakit dan malu! Sialan, kenapa dirinya harus mengalami nasib begini memalukan di depan orang ini sih!

Belum sempat Sakura memaki tangga yang sudah berdiri seenaknya itu hingga membentur dahinya, tiba-tiba tangga itu bergoyang dengan sangat menyeramkan. Tentu saja Sakura terkejut bukan main. Begitu Sakura mendongak ke atas, ternyata tangga itu menyenggol beberapa kardus yang ada di atas rak itu. Sakura tak sempat menghindar karena tiba-tiba sebuah kardus langsung kehilangan keseimbangan. Sakura memejamkan matanya dan menutup kedua telinganya dengan tangannya.

Yang didengarnya adalah suara tumpukan kardus yang jatuh satu per satu menimpanya dan disusul dengan tangga yang disenggolnya tadi.

.

.

*KIN*

.

.

"… Sakura? Hei, Sakura…?"

Astaga, apa yang terjadi? Kenapa seluruh penglihatannya mendadak gelap begini?

Ah ya, dirinya belum membuka kelopak matanya.

Dan begitu kelopaknya terbuka sempurna, yang pertama kali dilihat Sakura adalah langit-langit berwarna putih. Ini jelas bukan kamarnya. Ada dimana ini?

"Sakura? Hei, kau sudah bangun kan?"

Merasa namanya dipanggil, Sakura menoleh ke sisi kanannya. Oh, Sakura bisa melihat wajah Ino walau pertamanya agak samar. Dan kemudian setelah menyesuaikan beberapa menit, akhirnya Sakura bisa melihat Ino dengan jelas. Sahabatnya itu berwajah sangat khawatir.

"Ino…"

"Astaga! Kau sudah membuat satu sekolah kacau tahu! Kupikir kau tidak akan sadar untuk beberapa tahun ke depan!"

Sakura berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Kepalanya sempat terasa sakit sih, tapi tidak begitu kentara.

"Apa yang terjadi?" gumam Sakura yang memang merasa tidak begitu mengingat apapun dengan baik.

"Apa yang terjadi kau bilang? Hei! Kau tidak tahu bencana apa yang baru saja kau ciptakan dua jam yang lalu hah?!"

"Dua jam yang lalu?" ulang Sakura.

Mendadak Sakura segera melihat pergelangan tangan kirinya. Jam tangannya menunjukkan sudah pukul dua siang. Kalau dua jam yang lalu artinya jam 12 siang, dan itu adalah jam istirahat sekolah. Apa yang dikerjakannya saat itu? Dan kenapa dirinya—"

"Bukankah kita harusnya ada di perpustakaan? Kenapa aku… ada di sini?" tanya Sakura sedikit panik.

"Itulah yang seharusnya ingin kutanyakan! Kau lupa hah? Kau itu tertimpa kardus dan tangga secara bersamaan! Karena ulahmu itu satu sekolah jadi sangat panik! Tapi karena kau tidak memiliki luka fatal dan hanya pingsan karena terkejut, makanya sekarang kau ada di sini. Tapi kau… astaga…"

Sakura kemudian mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Oh ya, benar. Sakura tidak sengaja menyenggol atau terbentur tangga ketika dirinya berbalik. Dan kemudian kejadian naas itu—

"Oh ya! Dimana dia?!"

"Kau ingat juga akhirnya…" sindir Ino.

"Aku… waktu itu aku sangat kaget dan tidak ingat bagaimana… dia… baik-baik saja kan?"

"Aku tidak tahu keadaannya sekarang, tapi… dia dibawa ke rumah sakit."

"Apa?!" tentu saja Sakura terkejut bukan main.

"Sepertinya… dia mengalami cedera… serius…"

"Heeeeee?!"

Sakura hampir menangis.

Cedera serius?!

Yang benar saja!

.

.

*KIN*

.

.

Semalaman Sakura tidak bisa tidur sama sekali. Dirinya benar-benar bingung dan merasa gelisah bukan main. Astaga, karena kesalahannya… astaga! Bagaimana ini?!

Sakura bahkan takut sekali masuk ke sekolah. Tapi tidak bisa begitu! Sakura benar-benar penasaran bukan main! Dia harus tahu…

Dan ketika pagi ini Sakura tiba di sekolah, tiba-tiba aura di sekitarnya berubah menjadi sangat menakutkan. Setiap orang yang ditemuinya pagi ini melihatnya dengan tatapan sinis dan menakutkan. Seakan-akan Sakura ini adalah penjahat kelas kakap yang kabur dari penjara saja. Sepertinya apa yang dikatakan oleh Ino tentang kekacauan yang dibuatnya kemarin sudah terbukti.

Begitu tiba di loker sepatunya, Sakura kembali kaget melihat tumpukan sampah di dalamnya. Bahkan sepatu ruangan Sakura sudah disumpal dengan berbagai macam sampah.

Ini benar-benar pagi yang luar biasa.

Sakura pun terpaksa membersihkan semua sampah itu. Mau tak mau dia yang harus membersihkannya karena tidak tahu siapa pelakunya. Dan sepertinya ini masih berhubungan dengan insiden kemarin itu…

"Apa yang kau lakukan?"

Sakura kemudian berwajah sedih begitu Ino sudah berdiri di sampingnya. Sekarang ini Sakura tengah memunguti semua sampah yang banjir di loker sepatunya.

"Akibat dari bencana yang kutimbulkan…" lirih Sakura.

"Oh, semangat!"

"Ino… memang kau tidak bisa bantu aku?"

"Hei, kau tidak tahu bencana apa yang sudah kau sebabkan kemarin huh?"

Sakura kemudian memilih diam daripada harus mendengarnya lebih detil. Sepertinya benar-benar parah…

"Kudengar hari ini dia tidak masuk. Masih dirawat katanya…"'

"Hah? Masih dirawat? Kau… serius…?"

"Memang untuk apa aku bohong? Hei, sebaiknya kau menjenguknya, nanti aku cari tahu dia dirawat dimana."

"Heh~? Aku… takut…"

"Setelah semua kekacauan yang kau ciptakan? Kau mana boleh kabur begitu saja tahu! Harus tanggungjawab!"

Baru saja Sakura akan membuka mulut, Ino sudah pergi lebih dulu setelah selesai mengganti sepatunya. Memang harusnya dia tanggungjawab sih… tapi bagaimana dia bisa tanggungjawab?

.

.

*KIN*

.

.

"Hm, sayang sekali… aku tidak bisa ikut turnamen musim panas ini."

"Di saat seperti ini… padahal banyak sekali scout yang mungkin akan merekrutmu di turnamen mendatang. Kalau begitu kau tidak bisa ikut sampai turnamen tahun depan."

"Hm, dokter juga sudah mengatakannya begitu. Tapi sebaiknya, tidak usah menungguku sampai tahun depan."

"Heh? Kenapa? Memangnya begitu parah sampai tidak bisa tahun depan?"

"Tidak, aku hanya sudah memutuskan…"

"Memutuskan apa?"

"Aku… berhenti."

Keranjang buah yang dipegang oleh Sakura mendadak jatuh ke lantai dengan begitu dramatis.

Sakura bukannya sengaja menguping. Tapi, ketika dia berdiri di depan pintu ruang rawat itu, dirinya terkejut karena tiba-tiba mendengar percakapan itu. Merasa tak enak memotong dengan kedatangannya, tadinya Sakura akan memilih pergi lebih dulu. Tapi kemudian dirinya malah mendengar sesuatu yang tidak harusnya dia dengar.

"Siapa di sana?"

Sakura terkejut dan tidak sempat melarikan diri karena tiba-tiba kakinya mendadak kaku. Harusnya dia pergi bersama Ino sekarang! Tapi Ino kemudian melarikan diri begitu saja setelah memberikan alamat dimana kemungkinan dia dirawat. Sepertinya cedera yang dialaminya cukup parah sampai harus dirawat seperti ini. Bagaimana Sakura… bisa bertanggungjawab…?

"Oh, kau rupanya?"

Sakura kembali terkejut ketika melihat Suigetsu, teman satu klub-nya sudah berdiri di depan Sakura. Sakura mengenalnya karena memang klub yang mereka ikuti ini cukup terkenal. Selain karena sering memenangkan banyak turnamen, klub mereka juga diakui nasional. Jadi kebanyakan memang yang ada di dalam klub ini adalah orang-orang terkenal yang sangat populer di sekolah.

"Selamat siang…" lirih Sakura sambil menundukkan kepalanya.

"Oi, Sasuke. Kau punya tamu," ujar Suigetsu.

"Siapa?"

"Seorang gadis yang sangat cantik di sini!" goda Suigetsu.

Tidak terdengar lagi sahutan. Suigetsu kemudian melirik Sakura dengan niatan menggoda.

"Kau pasti khawatir dengan Sasuke kan?"

"Eh, aku—"

"Karena kau, kami tidak bisa ikut turnamen musim panas ini. Dan mungkin scout yang akan merekrut kami tidak bisa menonton kehebatan klub sekolah ini. Semuanya karena kau…"

Dada Sakura merasa sesak sekali dikatakan seperti itu. Seperti dia sengaja saja menginginkan hal seperti ini!

Sakura sudah mengepalkan kedua tangannya. Emosi yang ditahannya hampir meluap. Tapi Sakura berusaha menahan diri untuk tidak mengamuk di sini. Lagipula ini memang salahnya.

"Nah, kalau begitu silahkan jenguk korban dari bencana yang kau ciptakan kemarin. Aku penasaran, apa yang akan Sasuke lakukan padamu ya karena sudah mengacaukan masa depannya?"

Suigetsu kemudian berlalu dengan senyum sinisnya. Sepertinya semua teman-teman orang itu menyebalkan!

Sakura memaksakan kakinya melangkah menuju ranjang rawat dimana pasien itu berada. Dan begitu Sakura menampakkan dirinya, jantung Sakura seakan meledak-ledak dengan dahsyat. Gugupnya bukan main.

Uchiha Sasuke, duduk di atas tempat tidurnya. Bahu dan lengan kanannya diperban begitu tebal dan sepertinya dipasang alat penyangga disana.

Ya, Sasuke adalah seorang atlit di sebuah klub yang diikutinya di sekolah. Dia adalah atlit hebat yang memiliki bakat alami sejak kecil. Sejak di tahun pertamanya berada di sekolah ini, Sasuke sering memenangkan berbagai turnamen tingkat nasional. Bukan hal mudah mencapai tingkat nasional di Jepang seperti ini. Dan kabarnya memang sudah banyak scout yang berusaha merekrut Sasuke dengan beasiswa yang begitu hebat. Bahkan ada yang sampai ke luar negeri. Selain atlit yang hebat, Sasuke juga siswa yang cerdas. Dia selalu menjadi juara umum dalam test dan ujian di angkatannya. Bisa dikatakan dia adalah laki-laki paling sempurna dengan nilai akademik dan prestasi yang memuaskan. Sakura awalnya sangat kagum dengannya karena begitu membanggakan. Tapi ternyata semua itu tidak sejalan dengan sikap dan cara bicaranya yang menyebalkan. Ya, tidak ada yang sempurna 100 persen di dunia ini kecuali tokoh khayalan.

"Kau lagi? Bagaimana kau tahu aku di sini? Jangan-jangan kau ini memang stalker!"

"Apa?! Enak saja! Bukan aku yang mencari tahu, tapi temanku!"

"Hm, jadi… apa maksud kedatanganmu kemari? Mau minta maaf?"

Sakura menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah menahan malu. Jelas saja ini kesalahannya. Apalagi dengan kata-kata Suigetsu sialan tadi! Sudah jelas Sakura akan bermasalah sekarang.

"Aku… tidak tahu harus berbuat apa untuk menebus kesalahanku kemarin. Aku mohon maaf, dan—"

"Jadi kau cuma ingin minta maaf saja kan? Kalau sudah, pergilah sana. Aku tidak mau melihatmu!"

"Sebenarnya aku sangat merasa bersalah dengan kejadian ini, aku tidak tahu kalau insiden ini… bisa berimbas pada masa depanmu. Aku hanya ingin bertanggungjawab—"

"Bertanggungjawab? Memang kau punya mesin waktu Doraemon?"

"Eh? Tentu saja… tidak…"

"Jadi bagaimana kau mau bertanggungjawab padaku? Kau tidak punya mesin waktu. Kalau kau punya mesin waktu, kau harusnya bisa kembali ke waktu dimana malapetaka itu datang padaku. Dan harusnya, kau menghalangiku untuk berbuat bodoh saat itu."

Sakura kemudian mendadak diam. Tiba-tiba dirinya ingat waktu itu.

Ya, Sakura sudah mengira dirinya akan tertimpa kardus dan tangga itu. Tapi kemudian tubuhnya diputar begitu cepat dan dirangkul seseorang dengan begitu erat dan menjaganya dari bencana yang mungkin akan mencelakakannya itu.

Oh, benar.

Ya, itu adalah perbuatan bodoh. Membuat dirinya berada dalam masalah karena Sakura.

Dia mungkin bisa saja kehilangan masa depannya jika terus begini.

"Apakah cederamu benar-benar parah sampai kau harus memutuskan ingin berhenti dari klub-mu?" kata Sakura akhirnya.

Sasuke diam tak menjawabnya. Sasuke hanya merasa tidak memiliki kepentingan apapun dengan gadis malapetaka ini.

"Ini bukan urusanmu!"

"Tentu saja urusanku! Kau mendapat cedera itu karena aku kan? Jadi harusnya kau memberitahuku separah apa cedera-mu itu…"

"Keluar sekarang."

"Apakah kau ingin membuatku merasa bersalah padamu seperti ini? Aku tahu ini memang kesalahanku. Kalau aku bisa bertanggungjawab… aku akan lakukan apapun untuk itu. Makanya, bisakah kau katakan padaku… cedera-mu itu—"

"Jangan pernah datang lagi kemari! Bahkan jangan pernah tunjukkan wajahmu di hadapanku kalau kau ingin bertanggungjawab tentang cederaku! Memangnya kau siapa sok ikut campur masalahku hah?!"

Laki-laki ini… benar-benar menyebalkan!

"Baiklah! Ini memang bukan urusanku sama sekali! Bahkan kalau sampai tanganmu patah pun sebenarnya bukan masalahku sama sekali! Kalau kau merasa begitu tidak ingin orang lain terlibat dalam masalahmu harusnya kau hidup di hutan saja sendirian! Dan lagi, sebenarnya ini bukan salahku jika kau sampai cedera! Itu salahmu sendiri! Kenapa kau datang menolongku? Harusnya kau membiarkanku tertimpa kardus dan tangga itu kalau kau tidak mau orang lain peduli padamu!"

Sasuke tercengang mendengar semua luapan emosi gadis berambut pink ini. Napasnya bahkan tersengal begitu. Tunggu, kenapa jadi Sasuke yang kena marah?

"Sasuke… ada apa ini?"

Nah, muncul lagi yang sama menyebalkannya!

"Karin, suruh keluar gadis menyebalkan ini!"

Seorang gadis berkacamata dan berambut merah itu tampak terkejut melihat kehadiran Sakura di sini.

"Tidak perlu menyuruh orang lain! Aku bisa keluar sendiri! Dasar menyebalkan! Kuharap cederamu itu benar-benar parah sampai kau tidak bisa bergerak sedikit pun lagi!"

Sakura segera melangkahkan kakinya lebar-lebar dan nyaris membanting pintu di ruang rawat itu ketika keluar.

"Siapa itu?" tanya Karin yang sedikit bingung dengan gadis pink itu. Dia datang kemari dan marah-marah?

"Gadis malapetaka yang menyebabkan cedera-ku."

"Hah?! Gara-gara dia?! Hei, harusnya kau memberitahuku segera supaya dapat memberi pelajaran padanya karena berani membuatmu cedera seperti ini."

"Sudahlah. Itu sudah tidak perlu."

.

.

*KIN*

.

.

Kyaaaa! Bukan begitu! Bukan begitu!

Kenapa Sakura jadi marah-marah padanya kemarin itu?!

Sakura tidak bermaksud marah-marah seperti itu padanya. Tapi karena dia begitu menyebalkan makanya Sakura jadi terbawa emosi. Astaga… bagaimana ini…

"Hei, ada apa denganmu pagi begini?"

Ino sudah muncul di depannya pagi ini. Sakura segera berdiri dan mencubit pipi Ino dengan kedua tangannya dengan sedikit keras.

"Kyaaa! Sakura, sakit tahu! Lepaskan!" pekik Ino.

"Semua ini gara-gara kau tahu! Seharusnya aku tidak muncul di sana kemarin! Dia benar-benar menyebalkan!"

"Apa maksudmu ini?! Hei, lepaskan! Pipiku bisa melar tahu!"

.

.

*KIN*

.

.

"Sasuke mau mengundurkan diri dari klub?!"

"Ya, dia mengatakannya seperti itu kemarin…"

"Heee? Tapi, kenapa? Bukankah cederanya tidak begitu parah kan? Kenapa mendadak—tunggu… apa ini ada hubungannya dengan gadis pink itu?!"

"Hah? Gadis pink mana maksudmu?"

"Tidak, tunggu dulu. Masa sih hanya karena seorang gadis Sasuke mau mengundurkan diri. Rasanya tidak begitu… lalu bagaimana dengan mimpinya? Bukankah dia berada sejauh ini karena mimpinya kan? Masa… hanya karena cedera seperti ini saja dia mau berhenti begitu saja?"

"Nah, aku juga tidak tahu. Sepertinya terjadi sesuatu ketika dia pergi selama seminggu kemarin itu. Dia juga belum bercerita kemana dia pergi waktu itu…"

Suigetsu kemudian memandang jendela yang berada di ruang klub mereka. Karin juga bersedekap dada karena bingung yang luar biasa. Karena prestasi yang luar biasa ini, anggota klub mereka sangat banyak. Bahkan perekrutan anggota klub bisa dilakukan sampai tiga gelombang. Tentu saja mereka benar-benar ingin mencari anggota yang penuh bakat kan? Suigetsu sebenarnya atlit yang cukup hebat, tapi tidak bisa dibandingkan dengan Sasuke sih. Karin sendiri adalah manajer di klub yang menaungi mereka.

Dan masih banyak anggota lain lagi yang ada.

.

.

*KIN*

.

.

"Hee? Dia mau berhenti dari klub? Serius?"

Setelah istirahat siang, Sakura dan Ino memutuskan duduk di atas atap sekolah sembari menikmati bekal mereka. Sakura juga kemudian menceritakan apa yang terjadi kemarin di rumah sakit itu. Benar-benar tidak bisa dipercaya sih memang. Tapi mau bagaimana lagi, itulah yang terjadi.

"Mungkin dia hanya asal bicara saja sih," sahut Sakura.

"Tapi gawat kalau sampai dia benar-benar berhenti. Kau pasti akan berada dalam masalah besar, Sakura."

"Huh? Kenapa aku?"

"Tentu saja. Kaulah penyebab cedera-nya. Dan jika dia benar-benar sampai berhenti, kau bisa dicakar hidup-hidup oleh semua fans-nya. Kau tahu kan sebrutal apa gadis-gadis yang menyukai laki-laki menyebalkan itu!"

"Hah?! Kenapa harus aku yang bertanggungjawab sih! Aku kan… oh baiklah! Memang aku yang menyebabkannya mengalami cedera itu… tapi kan…"

"Sekarang ini, kau harus menyelamatkan dirimu lebih dulu dengan mencegahnya berhenti dari klub. Kalau sampai kabar mengenai dia ingin berhenti terdengar oleh para fans-nya, bisa dipastikan kau akan mengalami masa paling mengenaskan selama di sini. Tapi kalau kau memutuskan pindah sekarang sebelum itu, mungkin kau bisa selamat…"

"Jangan bercanda! Alasan apa yang harus kugunakan untuk pindah sekolah seperti itu… yang ada aku bisa dibunuh orangtuaku!"

Sakura memang adalah gadis kuat yang tangguh. Tapi tetap saja kalau menghadapi fans mengerikan seperti itu sama saja cari mati. Jumlah mereka banyak dan pasti mereka nantinya akan mengeroyok Sakura. Brr! Yang benar saja!

"Kalau begitu kau harus membuatnya membatalkan niatnya untuk berhenti dari klub-nya."

"Lalu aku harus melakukan apa?"

"Apa saja. Bila perlu kau harus mengorbankan dirimu sendiri untuk membuatnya mengubah pikirannya!"

"Hah?! Kau sama saja ingin membunuhku, Ino!"

"Jadi kau mau dihajar sampai mati oleh fans-nya?"

"Itu juga…"

"Makanya, kau harus melakukan sesuatu untuk mencegah datangnya kiamat pada dirimu sendiri. Yah, paling tidak membujuknya untuk tidak berhenti saja sudah lebih baik kok."

"Kau enak saja bicara begitu… bagaimana dengan nasibku mendatang…"

Baru kemarin Sakura menyumpahnya seperti itu, masa Sakura harus menariknya kembali dan menjilat ludahnya sendiri karena tidak ingin berada dalam situasi mengerikan seperti yang diramalkan Ino sih?

Oh, kejamnya dunia ini!

.

.

*KIN*

.

.

TBC

.

.

Hola minna hehehe, tadinya rencana ini mau oneshoot, tapi ternyata malah jadi multichap hehehe

Dapet inspirasi setelah nonton anime olahraga sih heheh, ada yang bisa nebak di klub mana Sasuke berasal?

Saya tunggu tebakannya hehehe,

Makasih yang udah ngeluangin waktu buat fic saya.

Jaa Nee!