All My Love Is For You

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate T

Story always mine


Previous Chapt

"Semuanya nampak mudah ketika aku bersamanya. Namun untuk sulit untuk bisa bersama dengannya saat ini"

Langit biru siang itu dan kulihat sepasang netra saphire tertuju padaku dengan sinar yang lemah

"Kenapa kalian tidak pernah memberi tahu ayah"

Illusion

Terkadang hidup nampak begitu subjektif. Rasa bangga muncul karena sebuah usaha yang ternyata tidak nampak dan terindera sama sekali oleh orang lain, meskipun pengorbanan yang dilakukan cukup besar, meskipun upaya yang dilakukan habis-habisan.

Ketika standar diri disandarkan pada subjektifitas pandangan diri yang lain. Maka hal yang pasti adalah rasa lelah karena tak bisa menjadi diri sendiri dan rasa akut berlebihan akan pandangan orang lain.

.

.

Hari ini sosok dingin Sasuke yang biasanya menyilaukan tak cukup kentara ketika sosok lain muncul dengan kilauan aura yang lebih. Uchiha Itachi, sosok gila kerja yang tak pulang bahkan ketika Sasuke wisuda akhirnya menginjakan kakinya lagi di rumah dimana separuh hidup ia habiskan disana.

"Aku pulaaaaaang" gema suara itachi membuat tiga orang uchiha geger karenanya. Di pintu masuk utama kediaman Uchiha mereka bertiga berdiri.

"Kupikir kau tak akan pernah pulang aniki. Meh"

"Ah, Itachi"

"Anak pertamaku. Yatuhan berkah menyertai keluarga kita hari ini. Kaa-san senang sekali melihatmu pulang Itachi"

Meskipun dengan respon yang berbeda-beda namun yakinlah satu hal, mereka bertiga lari terburu menuju pintu masuk ketika sadar sosok yang hadir adalah sosok yang selama ini mereka rindukan. Itachi tahu itu, sangat tahu. Dan sebuah senyuman hangat nampak muncul dari wajah lelah Uchiha Itachi.

.

.

Di ruang keluarga Uchiha

"Kaa-san aku rindu kaa-san." posisi itachi sekarang duduk di sofa, bersandar pada bahu yang selama ini selalu dia rindukan

Biasanya Fugaku sebagai kepala keluarga berdeham ketika melihat istrinya diboikot oleh putranya, namun tidak sekarang. Dia hanya melihatnya kemudian fokus pada buku kedokteran Sasuke yang menemaninya hari ini. Mikoto yang collaps seperti kemarin membuat ketakutan berlebih dan berujung ketertarikan pada hal medis.

"Apa kau makan dengan baik disana itachi? Kau terlihat kurus" Uchiha Mikoto memperhatikan dengan seksama kenampakan itachi hari ini. Lengan anak sulung Uchiha diusap perlahan, seperti memeriksa apakah masih ada otot yang tersisa dari tubuh anaknya.

"Aku tidak akan pernah makan dengan baik kaa-san" Perkataan yang menggantung, wajah mikoto berubah khawatir

"Kecuali aku makan masakan kaa-sanku yang terbaik" itachi memang selalu seperti ini ketika berada di sekitar keluarganya. Sosok manja yang mengekor dimanapun Mikoto berada. Itachi bergerak memastikan ekspresi ibunya, wajah teduh dengan senyuman.

"Aaaaah, andai saja aku bisa bawa kaa-san ke US" keluarga memang bagian penting kehidupan Itachi

Ketika anak sulungnya masih menempel pada wanita yang ia cintai, Fugaku menutup buku medis yang sedari tadi menjadi fokus perhatiannya, menyimpannya di atas meja.

"Anata. Mulai hari ini kau tidak boleh kelelahan" fugaku mengatakannya dengan wajah serius, juga khawatir yang kentara.

Wajah Fugaku tersembunyi karena menunduk, Mikoto tidak bisa melihat ekspresi suaminya dengan jelas. Tapi Mikoto sangat tahu, Fugaku sangat mencintainya begitupun dirinya sendiri.

"Baiklah" Mikoto tak ingin membuat keluarganya menderita karena kekhawatiran, dia tidak punya pilihan lain selain terseyum mengiyakan.

Ketika senyum mikoto mengembang, wajah fugaku berubah hangat.

"Ano, lalu bagaimana dengan pekerjaan rumah. Memasak, menyapu, mengepel, mencuci. Aku pasti kelelahan jika masih harus mengerjakan semuanya"

Suasana hangat yang sebelumnya menyeruak dari ruang keluarga Uchiha tiba-tiba berubah hening. Itachi yang awalnya bersandar tiba-tiba pergi menuju kamar, Fugaku yang duduk di kursi baca mendadak menghilang entah kemana, sementara Sasuke membeku di depan lemari pendingin.

"Ara. Kalian memang membingungkan"

"Yasudah. Mungkin aku akan mengerjakannya perlahan"

Keluarga ini memang seperti ini, pekerjaan rumah nampaknya terlalu berat untuk mereka.

.

.

Pada dasarnya manusia penuh dengan kontradiksi. Ketika hujan mereka mengatakan hah kenapa hujan. Kemudian ketika matahari terik terasa mereka mengeluh karena panas. Begitu juga ketika mereka merassakan sakit segala macam upaya dilakukan untuk bisa sembuh pada keadaan semula. Ketika sembuh, apa yang mereka lakukan? Mereka menyianyiakan kesehatan mereka.

"Tou san. Maafkan aku. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir. Itu saja"

"Tidak ingin membuatku khawatir? Kau membuat tou-san mati perlahan Naru."

"Bukan begitu tou-san. Aaaah aku tidak suka begini. Baiklah aku pulang. Tunggu di rumah seperti biasa"

Naruto melemparkan smartphone ke atas kasur. Berdebat dengan ayahnya memang buruk, ditambah berdebat via telepon. Itu mimpi buruk. Pasti berujung kesalahpahaman yang parah.

Semuanya memang jelas kesalahannya, tapi berkata mati. Naruto tak habis pikir ayahnya berpikiran kesana.

Pengobatan yang Naruto lakukan sekarang atas saran dari Jiraya sensei. Naruto mengatakannya dengan jelas pada ayahnya. Tapi tak ada pertanyaan apapun lagi saat itu, selain mengatakan "Ganba putri bungsuku"

"Dasar tou-san aho" naruto mengumpat karena kesal. Kekesalannya hari ini bukan hanya pada ayahnya, beberapa hal buruk terjadi pada Naruto hari ini secara tidak langsung.

.

.

Flash back beberapa jam yang lalu

Pukul sembilan malam, naruto biasanya masih berkeliaran di taman rumah sakit, entah untuk menatap langit sembari merenung atau mengamati lalu lalang di lorong menuju bangsal. Tapi tidak untuk malam ini, naruto bergegas masuk ke ruang inapnya, berbaring tanpa ada niatan tidur cepat.

Kondisi fisik naruto pada dasarnya tak nampak perubahan signifikan selain kulit yang semakin pucat dan masa otot yang menurun, secara keseluruhan tak akan ada yang menyangka Naruto menderita penyakit yang sewaktu-waktu bisa saja merenggut posisinya di dunia. Tapi lain halnya dengan kondisi psikologisnya, hasil pemeriksaan psikologisnya tadi sore menjelaskan semuanya. Naruto memikirkan kejadian tadi sore. Dimulai dari kegiatan konseling rutin

.

.

"Naruto. Apa akhir-akhir ini kau merasa hidupmu tidak adil?"

"Hehe"

"Itu bukan jawaban naru."

"Aku hanya merasa kenapa mereka menyianyiakan hidup mereka. Sementara banyak orang di luar sana yang berjuang hanya untuk bisa hidup esok hari." Naruto menjawab dengan suara pelan

"Mereka?"

"Maksudku orang-orang di luar sana sensei."

Dokter tersebut tersenyum, kemudian melihat lebaran kertas di tangannya

"Memangnya mereka itu hidup seperti apa? Apa itu mengganggumu?"

Naruto menunduk, jemarinya sibuk dengan kain celananya, meremasnya seperti sebuah pengalihan diri.

"Kau tahu naruto. Manusia itu bukan esper yang bisa membaca pikiran seseorang. Manusia tak akan mengerti hanya dengan mengamati seseorang. Manusia perlu mendengar apa yang ingin dikatakan manusia lain agar bisa memahami"

Remasan jemari naruto terhenti. Tangannya sekarang terkepal. Tapi menunduk masih menjadi posisinya sekarang

"Kau bisa menjelaskannya dengan perlahan naru"

"Aku _ aku hanya kesal pada lelaki yang kutemui tadi siang di taman. Aku ingat dia satu universitas denganku dulu, aku sering melihatnya." Kalimat yang menggantung, naruto menegakan wajahnya, menatap dokter di hadapannya

"Dia terlihat sangat sehat dulu. Pernah suatu hari ketika aku dan sasuke pulang dari perpustakaan dia sedang duduk di pinggir jalan bersama teman-temannya, merokok dan meminum minuman berbau aneh. Aku tahu minuman itu mengandung alkohol." Naruto kembali menunduk

"Kau tahu sensei. Dia disini untuk pengobatan, lambungnya rusak dan beberapa hari lagi lambungnya harus di angkat. Dan semua itu karena minuman berbau aneh saat itu." naruto menyeringai, namun ekspresinya tak terlihat oleh dokter karena posisinya masih menunduk

"Itu setimpal untuknya. Dia mendapatkan hal buruk karena perilaku buruknya. Kausalitas yang jelas. Tapi kenapa aku. Padahal aku tak pernah berperilaku buruk, aku merawat diriku dengan baik, aku hidup dengan baik." suara naruto bergetar, hampir serak.

"Kenapa aku mendapatkan penyakit ini sensei?" basah, air mata membuat wajahnya basah.

Naruto tak pernah mengeluh sebelumnya, dia menjalani kehidupannya dengan sangat baik meskipun dengan penjagaan dan penggobatan yang harus dia jalani dengan rutin. Kehidupannya merupakan pengorbanan sosok ibunya yang berharga, naruto tahu itu. Tapi untuk kali ini, setelah semuanya semakin memburuk.

"Kaa-san. Kaa-sanku bahkan kehilangan nyawanya demi aku. Tapi kenapa hidupku seperti ini sensei?"

Tangis naruto pecah dalam diam. Dia menahan semuanya, bahkan suara tangisannya sendiri. Dokter yang awalnya duduk di hadapan naruto, kini memeluknya, mengusap surai naruto.

"Menangislah naruto. Keluarkan emosimu. Tak perlu kau tahan dan kau pendam."

Naruto seorang dokter, dia tahu dokter dihadapannya hanya ingin naruto merasa semuanya akan baik-baik saja.

Kertas hasil instrumen uji yang sebelumnya berada di tangan dokter kini tergeletak begitu saja di atas meja. Naruto sebenarnya tidak pernah tahu hasil yang tertulis disana, dokter tak pernah memberitahunya, tapi dari sikap dan arahan dokter tadi naruto tahu jika dia tidak baik-baik saja.

.

.

Psikologisnya tidak baik. Naruto tidak bodoh, dia tahu emosi yang selama ini dia pendam perlahan membuat tekanan yang berefek pada prilaku naruto, dimana sewaktu-waktu emosi itu akan mencapai tekanan maksimalnya dan meledak. Ledakannya bisa jadi berakhir sangat buruk untuk kondisi naruto sekarang.

Merenungkan segalanya, sembari berbaring naruto memikirkan semua yang telah dia lalui selama hidup. Matanya tertutup, tapi pikirannya tidak diam. Selama dua jam dia seperti itu, hening dan senyap. Hingga tiba-tiba dering smartphonenya mengiterupsi dan berakhir dengan keputusan bodoh.

.

.

Di rumah sakit

Sepi adalah hal yang tidak mungkin terjadi di rumah sakit. Setiap hari suara tangisan menggema mengantarkan kedatangan pasien, juga menghilangnya satu jiwa menjemput takdirnya. Setiap jam dokter berlari menuju keberadaan pasien, suster dengan teliti mengecek setiap kebutuhan dan keadaan pasien, dan pasien silih berganti datang juga pergi. Setiap menit juga detik menjadi penentu keberlangsungan hidup seseorang.

Rumah sakit bukan mengharapkan seseorang sakit kemudian datang, melainkan menjadi harapan setiap orang yang sakit untuk bisa kembali sehat. Disini, setiap orang berjuang untuk kehidupan.

"Ada apa?" Kakashi sensei berjalan cepat menuju UGD

"Terjadi kecelakaan antara truk dan bis. Kudengar banyak korban jiwa" seorang dokter koas menjelaskan situasi dengan tergesa

"Lantas kenapa mereka memanggil kita semua? Aku berlari secepat yang aku bisa kesini" sasuke baru datang, bahkan belum mengenakan snelinya.

"Semua orang sedang menghadiri simposium. Dan hanya departemen kita yang tersisa" suster kepala menjelaskan kemudian berlari menuju pintu keluar. Ambulance pertama telah sampai.

"Ah kenapa harus hari ini." Sasuke bergerak mengikuti suster kepala

"Berapa banyak pasiennya?" Kakashi sensei berlari mendahului sasuke

"Kurang lebih 10 orang. Ini pasien pertama kita" jawab suster kepala sembari mengeluarkan pasien pertama.

Semua orang bergegas, menuju pintu utama dimana ambulance datang.

"Tapi kita hanya berdua sensei. Dua koas dan empat suster tak akan membantu banyak" sasuke menjelaskan kondisi dengan wajah khawatir

"Fokus sasuke. Kau sudah ribuan kali menangani hal seperti ini. Kita berdua bisa menghandle beberapa orang dalam waktu cepat . Para suster jaga juga sudah punya keterampilan dasar untuk pertolongan pertama. Dan kalian, apakah kalian siap dan bisa menangani pasien?" Kakashi berbalik menuju dua dokter koas

"Siap" ucap mereka berbarengan

"Tapi itu tak akan cukup sensei" sasuke meyakinkan lagi

"Aku akan membantumu Sasuke" suara familiar yang sudah lama tidak Sasuke dengar.

"Naruto?!" sasuke membeku beberapa saat kemudian kembali fokus pada pasien yang dibawa oleh suster kepala

"Kuharap anda tidak keberatan kakashi sensei."

"Dengan senang hati Naruto. Rumah sakit ini selalu terbuka untuk bantuan dari seorang dokter hebat"

Rambut naruto yang awalnya terurai diikatnya cepat. Beruntung pakaiannya sekarang hanya kaus oblong, noda darah cukup sulit dihilangkan dan dia tidak membawa sneli. Setidaknya kaos bisa mudah dibuang ketika nodanya sulit hilang. Kini naruto turut bergabung

"Apa mereka sudah sampai?" naruto bertanya pada beberapa suster yang terlihat panik

"Mereka akan sampai 2-3 m3nit lagi" ujar salah satu suster

"Baiklah tenangkan diri kalian. Kita harus gesit dan terkendali. Siapkan tempat tidur sebanyak mungkin dan bawa semua kantong darah yang tersedia untuk transfusi. Beri tahu bagian rontgen, ortopedi dan bedah saraf." Naruto memberi arahan pada para suster.

"Baik sensei" semua suster menyebar mempersiapkan kedatangan pasien selanjutnya.

Kakashi sensei tersenyum mendengarnya, Sasuke terpaku kemudian ikut tersenyum sekilas. Naruto memang bukan dokter di rumah sakit ini, tapi kemampuannya tak pernah diragukan disini.

.

.

Beberapa menit kemudian beberapav ambulance datang bersamaan.

"Dia mengalami patah tulang dan dia juga kehilangan kesadarannya" satu petugas ambulance menjelaskan sembari mendorong kasur portable dari dalam ambulance

"Tuan, tuan. Siapa nama anda? Tuan?" Sasuke menyentuh tepian leher pasien, memastikan detak jantungnya

"Cardiac Arrest! Lakukan CPR" ujar sasuke, salah satu dokter koas kemudian naik ke atas kasur dan menekan dadanya stimultan

"Ambilkan satu ampul epinefrin" Naruto mengikuti sembari menuju pasien lainnya

"Lakukan rontgen dulu" Kakashi sensei juga memberi arahan pada suster untuk pasien dengan luka kepala

"Tekanan darahnya 40/80. Denyut jantungnya 115. Dia bilang baik-baik saja tapi..." petugas ambulance lain menjelaskan kondisi pasien pada naruto. Naruto mengecek luka pada kaki yang tertutup kasa

"periksa apakah ada kerusakan pada femoral vein" ujar naruto pada dokter koas yang tersisa

"Apakah dia sadar?" Kakashi sensei dengan sigap berganti pada pasien selanjutnya

"Tidak" ujar salah satu petugas ambulance lainnya. Dengan cekatan Kakashi sensei memeriksa refleks pupil pasien, juga luka menganga pada tulang keringnya. Kenampakannya tidak baik. Kakashi sensei menariknya menuju bangsal UGD

"Irigation!" teriak sasuke sembari mengambil peralatannya sendiri

"CPR! CPR!" Naruto bergegas naik pada salah satu kasur pasien kemudian memberikan tekanan teratur di dadanya.

"Siapkan OR. Bersiap untuk operasi pasien amputasi" suster kepala bergegas mengikuti arahan kakashi sensei.

.

.

Beberapa jam berlalu. Beberapa operasi selesai. Bersyukur dengan kemampuan tenaga medis yang tersedia semua pasien ditangani dengan baik.

Semuanya mengerahkan kemampuan mereka seoptimal mungkin, dan lelah menarik mereka dengan cepat. Semuanya, baik naruto, sasuke, kakashi sensei maupun yang lainnya sekarang terduduk lemas bersandar pada dinding di ruang UGD.

"Kerja yang bagus!" teriak kakashi sensei mengapresiasi semuanya

Semuanya merespon dengan tersenyum puas.

"Aku bersyukur kau datang Naru" tambah kakashi sembari melirik pada muridnya yang sedang terbaring dengan lengan terbuka di hadapannya

"hehehe" tak salah lagi, itu respon andalan naruto. Kakashi hapal gelagat muridnya yang satu ini

"Kau tidak berubah naru!" kakashi hanya tak menyangka dengan kondisinya naruto masih sehebat ini

"Tentu saja sensei. Sasuke tak akan mau menjadi temanku jika aku payah hehe" sasuke tersenyum mendengar ucapan naruto.

"Aku tadi tak sempat menanyakannya. Tapi sedang apa kau disini? Bukannya kau sedang di US untuk pengobatanmu Dobe?!" sepertinya Sasuke baru teringat dengan informasi penting yang hrus dia tahu ketika melihat naruto sekarang.

"Kujelaskan nanti teme! Aku lelah"

"Baiklah" Sasuke menyerah setelah menyadari kondisi naruto sekarang. Kelelahan terukir jelas dari raut wajahnya dan.

'Apakah dia dulu sepucat ini? Dan dia lebih kurus' sembari beristirahat sasuke mengamati sosok yang selama beberapa bulan ini meninggalkannya.

.

.

Dalam hidup sebuah pengorbanan adalah hal yang mutlak untuk bisa mendapatkan sesuatu. Menjadi dokter berarti mengorbankan semuanya demi keberlangsungan hidup pasien. Naruto sangat sadar dengan kondisinya sekarang tapi dia tak bisa berdiam diri ketika melihat kepanikan yang terjadi tadi.

Kelelahan adalah hal yang tak boleh dialami Naruto sekarang. Dan dia melanggar itu.

"Dobe! Apa kau mendengarku?" ucapan sasuke sepertinya tidak terdengar oleh Naruto sekarang

"Dobe! Dobee!"

"Ah iya. Kenapa?" setelah beberapa kali guncangan naruto menyadari posisinya sekarang.

Naruto dan Sasuke sedang duduk di cafetaria rumah sakit. Dua botol minuman isotonik dan dua potong roti isi menemani waktu istirahat dan perjumpaan mereka.

"Maaf teme. Tadi aku tidak mendengarmu, hehe" naruto hanya terlalu lelah, dia fokus pada pernafasannya tadi, juga pada kesadarannya.

Sasuke tidak menjelaskan ucapan sebelumnya, melainkan diam memperhatikan kondisi naruto sekarang. Kaos oblong berwarna tosca dengan bercak darah dimana-mana, celana ripped jeans pemberiannya dua tahun lalu, rambut yang terikat berantakan, wajah pucat, mata sayu, dan nafas yang terburu

"Naru! Apakah ..." belum sempat ucapan sasuke rampung naruto tumbang jatuh dari tempat duduknya.

"Naru!" sasuke baru menyadari, kondisi Naruto sangat tidak baik. Beberapa orang menghampiri naruto setelah teriakan sasuke.

.

.

Sasuke segera menghubungi Kyuubi setelah menangani Naruto. Menjelaskan kondisinya dan menyarankannya untuk segera datang, juga untuk memberi tahu keluarganya yang lain, kakak sulungnya Naruko dan ayahnya Minato.

Naruto sekarang terbaring di UGD rumah sakit. Beberapa jam yang lalu dia bertarung juga berjuang di ruangan ini dan sekarang dia terbaring lemah tak berdaya.

"Sasuke!" kakashi datang terburu

"Sepertinya aku tahu masalahnya."

Sasuke mendengarkan sembari terus memegang tangan pucat Naruto

"Lihat perutnya" sasuke menyingkap kaos naruto,

"Ya tuhan" sasuke terbelalak

"Sepertinya dia tergores ujung kasur portabel ketika menangani pasien terakhir tadi" luka menganga cukup dalam di perut naruto, luka goresan tidak salah lagi.

Itu bukan masalah serius sebenarnya, tapi untuk naruto. Itu hal Fatal.

"Apa kau tidak menyadarinya Sasuke? Aku juga baru menyadarinya ketika kau membawanya kemari barusan. Noda darah di bajunya melebar, sepertinya dia pendarahan dari sedari tadi. Dan handuk itu, sepertinya dia hanya menahannya dengan itu" Sasuke jatuh terduduk, masih sembari menggenggam tangan Naruto.

'Bodoh bagaimana bisa aku tidak menyadarinya. Matanya sayup dan dia sedari tadi terus mempertahankan kesadarnnya.' Sasuke meraung tertahan.

Sasuke meraung ketika sadar apa yang dilakukannya.

.

.

.

TBC

Next Chapt

"Aku datang seperti janjiku sebelumnya teme"

Minato menyesali perbuatannya saat itu

"Nee-san, nii-san. Ku ingin bertemu mereka"

"Itachi. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?


Author Note

Cardiac Arrest:Sejenis serangan jantung, gw simplenya biasanya nyebut gagal jantung. Karena jantung mendadak berhenti berfungsi, penyebabnya biasanya karena sumbatan pada arteri koroner.

CPR: Cardiopulmonary Resuscitation - nafas buatan singkatnya begono, biasanya tindakan pertolongan pertama untuk seseorang berhenti bernafas karena sebab tertentu.

Epinefrin: gw sebenernya gak tahu secara spesifik ini zat apa, yang gw tau ini semacam hormon sintesis kalo di tubuh kita adrenalin. Fungsinya juga setau gw sama. mempercepat reaksi pada gerak tubuh kayak mempertinggi tekanan darah, mempercepat detak jantung dsb.

Irigation: pembersihan luka

OR: Operation Room - Ruang operasi

Di atas sedikit penjelasan beberapa istilah yang gw pake di story. Hehe maaf kalo salah penjelasannya. Gw gapernah kuliah kedokteran soalnya hehe, gw cuma sering denger dari temen gw yang sekarang lagi residen hehe. Kalo ada komentar untuk meluruskan silakan di kolom review ya.

Sedikit info cerita ini awalnya bentuk apresiasi untuk seseorang (gw pernah cerita di author note chapter 1 kalo gasalah) dan juga bentuk ketertarikan akut gw sama dunia medis. Atleast meskipun gw kuliah jurusan matematika, gw tetep tertarik buat otodidak belajar (meskipun kayaknya tetep gak ngaruh XD) dan gw harap reader juga bisa sama-sama tertarik dengan dunia medis.

Dan there it is. Selamat menikmati, dan sorry pendek. Ini potongan lain buat melengkapi chapter sebelumnya.

RnR ya jangan lupa XD

See ya