Mom

Casts :

Oh Sehun

Lu Han

dll

Rated : M

Genre : Mature Content, Sex Scene, Drama

Warning : Typo bertebaran, EYD berantakan, dan cerita yang abal-abalan.

DON'T LIKE DON'T READ

DON'T BE SILENT READER

~Banana Sehun present~

Happy Reanding^^

Dentingan gelas yang diangkat tinggi-tinggi dan bertubrukan dengan kawan-kawannya bagaikan pembuka untuk pesta mereka. Huru-hara beserta tawa juga asap rokok semakin menambah suasana riuh pesta. Tak dipedulikan saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dimana orang-orang lebih memilih bergelung di balik selimut daripada menyemarakkan sebuah pesta.

"Lihat saja wajah si China dan teman-temannya itu hahahahaha"

"Aku bertaruh jika mereka tidak akan kembali ke arena setelah ini"

"Ya ya ya jika si brengsek China itu tak punya malu untuk datang kembali dan mengais kekalahannya di aspal"

Tawa mereka semakin merebak saat satu persatu diantara mereka mengeluarkan hinaan. Meja bundar yang terisi enam pemuda yang duduk secara melingkar dengan serpihan kulit kacang dan alkohol. Napas hangat yang mereka keluarkan sudah bergumul menjadi satu dengan bau alkohol juga aroma tembakau.

"Tak salah kau membeli motor baru Jong. Brmm staminanya benar-benar luar biasa. Ku pikir kau tak dapat mengendalikannya dengan kecematan tinggi" pemuda dengan rambut bercat oranye terang berlaga tengah mengendarai motor dan menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri menubruk bahu teman-temannya. Yang ditubruk mendesis kesal dan balas memukul.

"Jangan panggil aku Kim jika aku kalah" Jongin menepuk-nepuk dadanya sombong.

Setelahnya mereka melontarkan guyonan-guyonan lagi ditengah hingar bingar musik bar merayakan kemenangan teman mereka. Suara yang mulai parau juga tak bertenaga menandakan banyaknya alkohol yang masuk. Termasuk salah satu pemuda yang masih terlihat segar dengan beberapa gores luka yang menghiasi wajahnya. Tak bisa dibilang luka kecil jika sedari tadi wajahnya terasa nyeri juga setitik darah yang masih terus keluar.

Lagi-lagi bibirnya mendesis perih ketika bibirnya bersentuhan dengan mulut gelas. Sensasi rasa anyir yang dihasilkan dari sudut lukanya yang masih basah bercampur dengan kadar alkohol yang tak cukup tinggi membuat sensasi menyakitkan yang semakin parah. Sesekali teman-temannya yang dalam kondisi teler akan menanyai kabar lukanya.

Sudah bertahun-tahun menjadi pempalap liar dan berkali-kali terjatuh dari atas motor bukan lagi masalah baginya. Tapi jika boleh jujur saat ini tubuhnya terasa pegal-pegal setelah terperosok dalam semak-semak dan tertindih badan motor. Untung saja teman-temannya segera datang dan menyeretnya keluar walaupun dirinya tak bisa lagi mencapai garis finish.

Suara berisik yang cukup menganggu dari arah belakang membuatnya terusik. Segerombolan lelaki tua tengah mengerubungi wanita dengan gaun merah darahnya. Tangan-tangan keriput mereka dengan brutal mengelus beberapa tubuh si wanita membuat Sehun mengernyit jijik. Wajah si wanita yang tak terlihat jelas membuatnya sedikit penasaran. Karna setahunya para wanita penghibur yang bekerja disini hanya akan melayani satu pengunjung saja.

Aktivitasnya menyesap alkohol kini semakin terasa mengasikkan melihat pemandangan di depannya. Wajah-wajah penuh napsu dari lelaki-lelaki tua itu membuatnya sedikit terhibur. Biar dirinya tebak, mereka pasti meninggalkan istri dan anak cucunya di kamar yang hangat untuk mencari daun segar untuk mengecupi penis loyo mereka. Dirinya sedikit tersenyum membayangkannya.

Sudah lebih dari 3 wanita penghibur disini yang mendatanginya dan menggodanya. Tapi tak ada sekalipun yang membuatnya tertarik atau terangsang menarik mereka disudut cafe dan menghujamnya dengan penis besar miliknya. Dirinya cukup sadar untuk tak pulang dalam keadaan bau sperma yang menyengat. Atau jika tidak istri kesangan Appanya akan marah akan itu.

Istri Appanya juga pemilik hatinya lebih tepatnya.

Mungkin perempuan itu saat ini tengah tertidur di balik selimut hangat bergambar rusa natal berwarna coklat. Entah apa yang akan Luhan pikirkan saat dirinya tadi meninggalkannya begitu saja tanpa sebuah penjelasan. Salahkan otaknya yang mempunyai daya ingat kecil membuatnya harus menerima umpatan dari Jongin.

Diliriknya teman-temannya yang lain yang sudah mulai merebahkan kepala mereka masing-masing di meja bar yang terasa dingin dan bibir yang tak berhenti meracau tak jelas. Botol-botol bening sisa alkohol yang isinya telah beralih pada perut masing-masing kini tergeletak jatuh dan menggelinding di lantai.

Mungkin hanya Sehun yang masih bisa dibilang tidak dalam kondisi mabuk saat ini. Tapi mata sipitnya sudah setengah tertutup walaupun tangannya masih gemar mencekoki segelas alkohol yang tersisa. Dirinya mulai berhalusinasi ketika matanya dengan jelas dapat melihat wanita bergaun merah darah yang sedari tadi di kelilingi lelaki-lelaki tua. Otaknya terasa membeku akibat cuaca ketika matanya mengenali wajah itu dengan sangat yakin.

Dirinya tak mungkin salah lagi. Wanita yang bergaun merah darah disana adalah seseorang yang menjabat sebagai Eommanya. Seseorang yang ia tangisi ketika wanita itu memilih pergi dan meninggalkannya dengan Appanya yang gila kerja. Bagaimana bisa.. kepalanya terasa pusing ketika memikirkan sebab-sebab Eommanya bisa berakhir seperti ini.

Meninggalkan Appanya untuk selingkuhannya dan berakhir menjadi pelacur.

Kakinya mencoba menopang tubuh tegapnya dengan gemetar dan melangkah pasti kearah sang Eomma. Didorongnya dua orang lelaki yang asik menyusu pada puting sang Eomma dengan kasar menimbulkan suara yang keras. Dan dua lelaki yang lain ia pukul sudut bibirnya sebelum menarik sang Eomma keluar dari bar terkutuk ini.

Dirinya bisa melihat teman-temannya yang setahunya sudah teler kini dalam kondisi segar kembali dan menyelesaikan ulahnya pada keempat lelaki tua itu. Ingatkan dirinya untuk berterima kasih pada mereka setelah ini.

.

.

.

"Apakah ada yang ingin anda jelaskan Nyonya Oh Hayoung?"

"Se-sehun.."

"Oh.. kau masih mengingat nama bocah kecil yang dulu kau tinggalkan ternyata"

"Ka-kau Sehun? Astaga Sehun-ah! Eomma sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu? Bagaimana sekolahmu? Oh kau tumbuh dengan baik" Hayong menyentuh tubuh Sehun memastikan keadaan putranya yang telah lama tak dilihatnya tapi dengan tak berperasaannya Sehun menampik kasar tangan Eommanya seperti wanita di depannya adalah gelandangan kotor yang menjijikkan

Sehun menatap tajam kearah Hayoung "Tentu saja aku tumbuh dengan baik walaupun tanpa pelacur sepertimu. Appa yang sangat kaya juga Ma-ma baru yang sangat menyayangiku" Sehun berkata sinis dan menekan beberapa kata untuk menyindir Eommanya.

"Ma-maafkan Eomma. Tak seharusnya dulu Eomma meninggalkanmu. Eomma sangat menyesal"

"Cih.. rasa penyesalanmu tidak akan membalik keadaan Nyonya. Aku hanya tidak menyangka jika wanita yang dulu melahirkanku berakhir menjadi pelacur. Apa selingkuhanmu sudah brangkut?"

Mata Hayoung berkaca-kaca mendengar hinaan dari putra sang sangat disayanginya. Putra yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dan dilahirkannya dengan mempertaruhkan hidup matinya. Mungkin ini memang hukuman baginya yang rela meninggalkan keluarga kecilnya dan memilih bersama pria yang membuatnya hancur.

"Eomma minta maaf hmm. Kau boleh memakiku karna pernah meninggalkanmu juga Appamu. Tapi jangan pernah membenci Eomma. Eomma sangat menyayangimu. Eom-

"Persetan dengan omong kosongmu, aku tidak peduli. Aku menyesal pernah menangisi kepergianmu dulu. Dan terimakasih pernah pergi dari hidupku juga hidup Appaku hingga kami menemukan seseorang yang pantas untuk menggantikanmu"

Dan setelah itu Sehun pergi tak memperdulikan air mata yang mengalir deras dari mata Hayoung. Wajah wanita itu pun ikut memerah. Tubuhnya luruh di tanah depan bar tempatnya bekerja. Bertemu dengan putranya dalam keadaan seperti ini benar-benar mimpi buruk baginya. Rasa penyesalan juga bersalah terus menggerogoti relung hatinya membuatnya menjerit lirih merasakan nyerinya.

Bohong jika Sehun tega meninggalkan Eommanya begitu saja setelah menyimpan kerinduan selama bertahun-tahun. Ingin hatinya untuk mendekap tubuh ringkih sang Eomma. Tapi situasi yang tidak tepat membuat emosinya mengambil alih.

.

.

.

Seperti de javu Luhan menemukan Sehun yang pulang dalam keadaan luka kecil yang memolesi wajahnya. Keadaanya sangat berantakan dengan aroma alkohol yang menusuk-nusuk indra penciumannya. Sehun memang sering sekali mabuk tapi kali ini pemuda itu sepertinya dalam kondisi mabuk juga tak bernyawa. Pandangannya kosong kembuat Luhan membantunya berjalan kearah kamarnya.

"Eomma" gerakan tangan Luhan yang tengah membuka sepatu pemuda itu terhenti ketika mendengar suara Sehun.

"Eomma hiks"

Diselimutinya tubuh Sehun yang sudah berganti dengan baju tidur yang dengan susah payah ia ganti. Tapi gumaman-gumaman Sehun dalam kondisi mabuknya juga air mata yang menetas dari mata tajam yang kini menutup rapat itu membuat Luhan tak tega meninggalkannya.

"Eomma kajima"

Luhan dengan telaten mengusap peluh juga air mata Sehun dan menepuk-nepuk halus dada pemuda itu agar tidurnya bisa tenang. Hatinya ikut merasa sedih melihat keadaan Sehun yang seperti ini. Sehun yang dikenalnya adalah pemuda dingin yang tegar dan tak pernah sekalipun menunjukkan sisi lemahnya.

Tapi Sehun yang berada di depannya adalah Sehun yang berbeda. Menangis dalam tidurnya dan menyebut-nyebut nama Eommanya sama sekali suatu hal yang baru bagi Luhan. Mungkin Sehun tengah merindukan Eommanya yang telah pergi entah kemana atau apapun itu yang pasti mampu membuat Sehun dalam kondisi terpuruk seperti ini.

"Ssst tenanglah Sehun-ah" Luhan membisikkan kata-kata halus berharap Sehun segera menemui mimpinya dan tidur dengan nyenyak. Kerutan di dahi pemuda itu berangsur-angsur menghilang tergantikan dengkuran halus yang keluar dari bibir tipisnya.

Luhan mengecup bibir Sehun sekali dan merapikan selimut Sehun lalu mematikan lampu dan pergi ke kamarnya sendiri. Matanya sudah perih dan meronta-ronta ingin segera terpejam. Diliriknya jam kecil berbentuk kepala rusa yang berada di meja nakas dan menemukan jarum pendek yang menunjuk angka tiga disana.

Sepertinya hari ini dia akan sedikit bangun telat dan melewatkan membuat sarapan seperti biasa untuk Sehun.

.

.

.

Tok tok

"Sehun-ah cepat bangun! Kau tak ingin terlambat sekolah lagi kan"

Tok tok

"Aku akan mengadukan ke Appamu jika kau masih malas-malasan di dalam sana"

"..."

"Hey Oh Sehun!"

Luhan berdecak keras dari tempatnya berdiri. Sudah sepuluh menit dirinya berdiri di depan pintu kamar pewaris satu-satunya hotel Zeus tapi sang pemilik kamar tak juga merespon. Dengan gemas dibukanya pintu itu dan menemukan Sehun yang masih bergelung di balik selimutnya tanpa terusikpun dengan kedatangannya.

"Sehun-ah ayo bangun!" Luhan menggoyang-goyangkan tubuh Sehun dengan kedua tangannya secara brutal. Tapi tak berpengaruh sama sekali pada pemuda itu membuat Luhan semakin geram. Luhan menarik salah satu bantal yang tak digunakan dan memukul tubuh Sehun dengan itu.

"Cepat bangun pemalas"

"Engh"

"Bangun dan pergi ke kamar mandi sebelum aku menghubungi Appamu"

"..."

"Oh Sehuuuuu-

Bruk

Rasa kaget masih mengambil kesadaran Luhan terlihat dari matanya yang melotot juga tubuhnya yang menegang. Gerakan Sehun yang tiba-tiba menarik bantal yang sedari tadi di gunakan Luhan dengan cepat sama sekali tak bisa diantisipasi membuatnya terjatuh dan berakhir terbaring di pelukan Sehun.

"Yak!" Luhan menjerit jengkel atas sikap Sehun terhadapnya.

"Diamlah cerewet. Suara cemprengmu sudah menghancurkan mimpi indahku dan kau harus bertanggung jawab" Sehun bersuara serak dan beribu kali terdengar menggairahkan ditelinga Luhan.

Luhan melirik Sehun sinis. Tubuhnya terperangkap pada dekapan panas tangan Sehun. Bukan hangat melainkan panas seperti tersengat api kompor. "Cih.. memang apa mimpimu wahai Tuan pemalas?" Luhan memutar tubuhnya kearah Sehun dan menemukan wajah lelah pemuda itu juga warna kemerahan yang membuat dahi Luhan berkerut heran.

"Aku bermimpi bercinta denganmu di kantor milik Appa"

Bugh.. "Sialan"

Luhan memutar bola matanya jengah. Tak bisakah Sehun berhenti berpikiran kotor tentangnya. Demi Tuhan bocah ini masih menginjak bangku sekolah dan sudah pandai merayu wanita dewasa sepertinya. Luhan merapikan poni panjang Sehun yang menutupi dahinya dan secara tidak sengaja ujung jarinya menyentuh permukaan dahi Sehun.

Luhan sontak bangun dan menyentuh dahi Sehun lebih banyak juga pipinya dengan telapak tangannya. "Astaga Sehun kau demam. Pantas saja kau terasa panas. Kenapa kau diam saja saat tubuhmu merasa tidak baik. Seharusnya kau mengatakannya padaku" Luhan dengan cerewet turun dari ranjang dan mengomeli Sehun yang masih kenutup matanya. Bisa dipastikan jika mata pemuda itu terlalu perih untuk dibuka karna rasa panas yang teramat.

"Aku baik Ma"

"Buang pikiranmu tentang aku yang percaya dengan perkataanmu. Kau sedang tidak baik-baik saja Sehun-ah. Apa yang kau lakukan semalam hah? Bahkan kau pulang dengan luka-luka diwajahmu dan mabuk lalu kau masih berkata baik-baik saja" Luhan bersungut marah pada anak tirinya itu. Berbicara dengan Sehun sama saja berdebat dengan Junghan diusianya yang masih balita. Sangat kepala batu.

"Tunggu disini dan jangan banyak bergerak"

Luhan yang cerewet adalah spesies makhluk hidup yang harus dihindari di pagi hari dengan kepala yang teramat pusing. Denyutan menyebalkan yang merangsek pada otaknya semakin membuatnya tak perdaya. Entah berapa botol yang ia habiskan semalam sebelum pergi. Berdo'a saja semoga keadaannya cepat membaik.

Setelah Luhan keluar dari kamarnya Sehun membaringkan tubuhnya lagi dengan nyaman. Kelopak matanya sangat sulit terbuka ditambah napas panasnya yang masih beraroma alkohol. Kepalanya seperti terhantam batu besar ketika dirinya bergerak sedikit saja untuk memeluk gulingnya. Ditambah luka-luka ditubuhnya yang semakin terasa nyeri pagi ini.

Suara pintu kamar yang terbuka dengan Luhan yang membawa baskom berisi air dingin juga waslap. Wajahnya teramat khawatir melihat keadaan Sehun yang memerah karna demam. Dirinya memposisikan bokongnya untuk duduk ditepi ranjang Sehun dan menaruh baskom yang dibawanya pada meja nakas.

Tangannya menenggelamkan waslap berkali-kali pada air dingin dan memerasnya sedikit lalu menempelkannya pada dahi Sehun. Pemuda yang terbaring lemah di depannya mengerutkan hidungnya ketika dahinya yang panas bersentuhan benda yang sangat dingin dan basah. Wajahnya terasa menggigil seketika tapi dirinya hanya mampu diam berharap pusing dikepalanya segera berakhir.

Selang sepuluh menit sekali Luhan akan membasahi waslap itu kembali dan menempelkannya lagi pada dahi Sehun. Sehun terlihat nyenyak dalam mata terpejamnya. Mungkin dia tidur kembali untuk meringankan rasa sakitnya.

Luhan bergegas keluar menuju dapur dan memasak bubur disana. Setidaknya Sehun juga butuh makan walaupun dirinya tak yakin Sehun akan mau. Bubur sederhana yang entah bagaimana rasanya dengan sayuran yang ia potong kecil-kecil mewarnai permukaan si bubur. Tangannya terus mengaduk benda lembek berwarna putih itu sampai gelembung-gelembung kecil keluar. Dimatikannya kompor dan dituangkannya pada mangkuk putih pucat.

Menunggu buburnya dingin Luhan berinisitif menghubungi dokter pribadi keluarga Oh. Tak mungkin Sehun cepat sembuh hanya karena bantuan waslap dingin.

"Hallo Dokter Jung"

"..."

"Selamat pagi juga. Maaf mengganggu waktu anda"

"..."

"Sehun sedang sakit. Tubuhnya demam tinggi. Bisakah dokter kemari untuk memeriksanya?"

"..."

"Ah baiklah Dokter. Aku menunggumu"

Pip

.

.

.

"Bagaimana keadaannya?"

"Hanya demam biasa juga dehidrasi ringan ditambah tekanan darahnya yang turun. Aku sudah meninggalkan beberapa butir obat dan pastikan dia meminumnya setelah makan" jelas Dokter Jung kearah wajah khawatir Luhan.

"Ah terimakasih dokter" Luhan mengangguk sopan sekali pada lelaki paruh baya di depannya. "Aku bingung ketika mendapati dirinya demam pagi tadi. Untung aku bisa berpikir jernih untuk mengkompresnya"

"Kerja bagus Luhan-ssi. Aku pamit dulu. Tolong sampai kan salamku pada Sehun dan Tuan Seho"

"Pasti"

Luhan mengikuti langkah Dokter Jung yang segera pulang. Dokter itu mengangguk sekali kearahnya sebelum meninggalkan kediamannya.

.

.

.

"Sehun-ah bukalah matamu. Sekarang waktunya makan"

"Engg"

"Ayolah Oh Sehun cepat buka matamu jika kau ingin segera sembuh" Luhan memaksa Sehun yang masih dalam posisi terbaring diranjang. Warna merah yang tadi menghiasi permukaan kulitnya kini sudah memudar berganti warna putih pucat. Waslap yang tadi ia tempelkan pun juga sudah ia lepas.

"Kepalaku pusing Ma" kata Sehun lemah masih dalam posisi mata terpejam.

"Iya aku tahu. Setidaknya makanlah dulu lalu minum obatmu dan kau bisa melanjutkan tidurmu" paksa Luhan lagi. Ditepuknya pipi Sehun pelan berharap pemuda itu mau membuka matanya sejenak.

Dengan perlahan Sehun membuka matanya. Luhan yang melihatnya terpekik girang dan membantu pemuda itu untuk menyandar pada kepala ranjang. Luhan menyodorkan sendok buburnya pada Sehun dan disahut gelengan pelan. Sehun mengernyit jijik pada benda putih menggelikan yang berada pada mangkok yang dibawa Luhan. Selera makannya sungguh hilang dan tak berniat makan apapun kali ini selain mengistirahatkan kepalanya.

Tapi Luhan dengan gigih terus menyodorkan sendoknya kearah mulut Sehun. "Buka mulutmu Sehun-ah aaaaaa.."

Sehun memalingkan wajahnya dan mendorong tangan Luhan menjauh. "Kenapa kau memberiku benda menjijikan ini ugh"

"Ini bubur. Dan aku sudah berusaha membuatnya untukmu. Setidaknya makanlah lima sendok saja dan aku akan membiarkanmu istirahat setelah ini"

"Dua atau tidak sama sekali" tawar Sehun.

"Empat"

"Dua"

"Oke tiga sendok kurasa cukup"

"Baiklah" Sehun memilih menyerah daripada terus berdebat dengan Luhan yang pemaksa dan keras kepala.

Tak taukah Sehun jika dirinya juga pemaksa dan keras kepala.

"Buka mulutmu aaaaa..." Luhan menyodorkan satu sendok penuh pada Sehun setelah meniupnya beberapa kali. Dan Sehun dengan ogah-ogahan membuka mulutnya kecil dan membiarkan benda putih menggelikan itu memenuhi mulutnya yang terasa pait.

"Dua sendok lagi aaaa..." kali ini Sehun tak lagi mengecap benda itu tapi langsung menelannya dengan susah payah.

"Aaaah Sehunnie sangat pintar. Minum dulu airnya lalu minum obatnya dan kau boleh tidur" setelah menyelesaikan tiga sendok bubur dan dilanjutkan membantu Sehun meminum obatnya Luhan langsung keluar membawa bekas bubur Sehun juga gelas air putih.

.

.

.

"Kau sudah merencanakan kejutan ulang tahun Junghan?"

Luhan mengangguk semangat dalam dekapan hangat Sehun. Kini keduanya tengah menyandarkan tubuh santai dan kaki yang berselonjoran di ranjang Sehun sambil menonton acara musik. Sehun sudah bangun satu jam yang lalu dengan tubuh yang cukup segar.

"Aku berencana meminta tolong salah satu perawat untuk membawa Junghan jalan-jalan selagi kita merias ruangannya"

"Kita?"

"Iya. Kau tak mau membantuku?"

"Bercanda sayang" Sehun terkekeh kecil dan mengusap pucuk rambut Mamanya yang tengah cemberut. Mamanya persis seperti remaja usia belasan jika sedang kesal seperti itu.

"Ish kau ini" Luhan melancarkan cubitan mautnya pada perut berotot Sehun. "Jika tak mau membantuku bilang saja. Aku masih bisa meminta bantuan Kris atau Appamu"

Mendengar nama Kris disebut oleh bibir merah Luhan sontak membuat Sehun sedikit emosi. Matanya menatap tajam kearah Luhan dan dibalas tatapan bingung. "Tak bisakah kau tidak menyebut nama itu di depanku" desis Sehun tajam.

Luhan yang mendengarkan mengkerut takut dan mengangguk dengan gerak patah-patah. Sehun sangat menyeramkan saat marah. Dan dia lupa akan hal itu. "Maaf aku tak akan mem-

"Lupakan. Bagaimana dengan rencanamu selanjutnya?" Sehun mengalihkan pembicaraan cepat. Pandangannya fokus kearah tv yang tengah menampilkan beberapa penyanyi lelaki tengah menyanyikan sebuah lagu berjudul 'Mansae'. Dahi Sehun mengkerut dalam melihat jumlah lelaki yang tengah bernyanyi sambil menari di dalam benda kotak itu. Dan jika tak salah hitung mereka berjumlah 12 atau 13 entahlah.

Luhan menyamakan posisinya menyandar pada bahu Sehun sebelum menjelaskan rencananya. "Aku juga akan mengundang Halmeoni, Bibi, Paman, juga beberapa keponakanku. Junghan pasti akan senang jika semua orang memberinya kejutan"

"Kau sudah menghubungi mereka?" Tanya Sehun tanpa mengalihkan pandangannya pada televisi yang sudah berganti dengan perempuan-perempuan yang menyanyikan lagu berjudul 'Me Gusta Tu'. Judul yang cukup aneh menurut Sehun.

"Hmm. Bibi sangat setuju dan berjanji akan datang. Aku sudah tidak sabar untuk hari itu. Kau berjanji untuk membantuku kan?" Luhan mendongakkan kepalanya yang tengah bersender pada dada Sehun.

"Bagaimana ya.."

"Ayolah Sehun-ah. Kau tak mungkin membiarkan mamamu yang cantik ini untuk bekerja seorang diri kan?" Bujuk Luhan.

"Baiklah. Tapi ada syaratnya" tawar Sehun sambil menyeringai penuh arti yang tanpa disadari Luhan.

"Apa itu?" Tanya Luhan penasaran.

"Satu ronde untuk malam ini" bisik Sehun seduktif pada telinga Luhan.

Luhan sontak langsung menjauhkan tubuhkan dan menggeleng cepat. "Tidak tidak. Kau sedang sakit Sehun-ah. Pikirkan kondisimu jangan hanya memikirkan benda panjang di selangkanganmu"

"Ck. Aku juga sedang memikirkan kondisiku Ma. Penisku sudah merindu ingin dimanja oleh lubangmu"

"Sekali tidak tetap tidak. Aku tidak masalah jika lain waktu tapi tidak untuk saat ini"

"Yasudah" Sehun membalik badannya dan berbaring dalam posisi membelakangi Luhan. Selimut yang tadi hanya menutupi sebagian tubuhnya kini ia tarik sampai ujung kepalanya.

"Aigooo Sehunnie sedang merajuk" kekeh Luhan menggoda Sehun.

"Diamlah kau menganggu tidurku" sahut Sehun dingin.

Bukannya merasa takut Luhan malah terkikik. Dibaringkannya tubuhnya itu menghadap Sehun dan memeluk pinggang pemuda itu dari belakang. "Anak Mama sangat menggemaskan saat sedang marah"

"Aku sudah SMA dan aku tidak menggemaskan"

"Tapi dimataku kau tetap menggemaskan"

"Pergi sana!" Ujir Sehun galak tanpa membalikkan tubuhnya. Luhan tanpa gentar semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Sehun. Aroma tubuh Sehun yang menguar di balik kaosnya membuatnya terasa nyaman dan tak ingin beranjak. Luhan dengan berani mengusak-ngusakkan hidungnya pada punggung Sehun dan sukses membuat pemuda itu mengerang kesal.

Sehun membalikkan tubuhnya kasar dan mencekal tangan Luhan diatas kepalanya. "Beraninya kau menggodaku" Sehun berbicara dengan suara teramat dalam dan posisi yang mengungkung tubuh Luhan dibawahnya. Bahkan jarak wajah mereka hanya terpaut 3 cm.

Luhan mengerjapkan matanya dua kali lalu terkekeh kembali. "Aku tak menggodamu sayang". Dan kaki Luhan dengan berani mengelus betis Sehun berulang-ulang bermaksud menggoda. Hanya sentuhan kecil tapi cukup membuat birahi Sehun tak terkontrol.

"Shit. Seharusnya sudah sedari tadi aku mengecupi vaginamu"

"Tidak tidak tidak. Aku masih tetap tidak akan mengijinkanmu bercinta"

"Persetan aku tak peduli"

Sehun langsung melahap bibir Luhan dengan brutal dan berantakan. Nafsunya sudah menggebu-nggebu sedari tadi dan tak ada seorangpun yang berhak menghentikannya.

.

.

.

"Selamat ulang tahun Junghannie"

"Eonnie! Terimakasih. Aku.. aku benar-benar tak menyangka. Ku pikir Eonnie melupakan ulang tahunku"

"Tidak akan untuk adik Eonnie yang paling cantik ini" Junghan semakin membenamkan kepalanya pada leher Luhan yang tengah berjongkok di depannya.

"Tidak ingin memeluk Halmeoni?"

Junghan dengan malu-malu menyembunyikan wajah basahnya karna air mata dan menarik kursi rodanya kearah sang nenek yang sudah membuka tangannya bersiap memeluknya.

"Selamat ulang tahun sayang. Cucu Halmeoni sudah semakin besar dan Halmeoni sudah semakin tua. Tumbuhlah menjadi gadis yang baik Junghannie" petuah neneknya pada Junghan yang masih memeluknya.

Setelah itu Junghan bergantian memberi pelukan pada Paman dan Bibinya lalu saudara sepupunya dan yang teraktir Oppa tampan pujaan hatinya.

"Oppa datang juga?" Tanya Junghan antusias kearah Sehun.

"Tentu saja. Untuk Junghan yang paling cantik Oppa pasti datang" jawab Sehun tulus.

"Aigoo Eonnie jadi iri melihat kalian" ucap Luhan jahil dan sang adik langsung menunduk menyembunyikan rona merah dipipinya.

"Ayo Junghan cepat buka kadomu. Aku sudah tak sabar" celetuk Sora, saudara sepupu Junghan. Junghan yang mendengarnya mendengus kesal.

"Ini kan ulang tahunku terserah kapan aku membuka kado-kadoku" balas Junghan.

"Yak tapi kan dulu a-

"Sudah sudah. Kalian ini jika bertemu bertengkar saja" lerai sang Bibi dan segera membawa Sora duduk di sofa kamar rawat Junghan.

Tok tok

"Eoh siapa yang datang? Kau mengundang orang lain lagi Lu?" Tanya sang nenek menatap Luhan penuh tanda tanya dan dibalas Luhan dengan gelengan kepala.

"Mungkin salah satu perawat. Sebentar biar kulihat dulu"

Luhan melangkahkan kakinya kearah pintu berwarna biru muda khas rumah sakit. Tapi seseorang dibalik pintu yang tengah menggenggam sebuket bunga juga sekotak hadiah membuatnya kaget dan tak percaya.

"Se-seho-ssi"

"Hai sayang" Seho otomatis mencium kening Luhan mesra tak memperdulikan raut wajah Luhan yang tercengang. "Apa aku terlambat?"

"A-ah tidak. Si-silahkan masuk" Luhan dengan gugup membuka pintunya lebih lebar dan mempersilahkan Seho masuk.

Seho dengan santai berjalan kedalam dan menemukan keluarga Luhan juga Sehun yang tengah berkumpul duduk di sofa menikmati kue ulang tahun Junghan. Paman Song yang pertama kali menyadari keadaannya langsung menyapanya dan mempersilahkannya duduk.

"Ahjussi ini siapa?" Tanya Junghan kearah sang Paman.

"Dia teman Luhan. Ayo Junghan perkenalkan dirimu" Neneknya lah yang menjawab pertanyaan Luhan dengan sebuah kebohongan.

Sehun yang mendengarnya dibuat heran. Bagaimana bisa Appanya diperkenalkan sebagai teman Luhan padahal mereka adalah sepang suami istri. Sehun sangat tak mengerti permainan apa yang berjalan saat ini.

"Kenapa kau tak mengatakan padaku jika kau akan memberi kejutan untuk Junghan Lu?" Tanya Seho pada Luhan yang tengah duduk disamping neneknya.

"Ma-maaf. Kupikir Seho-ssi sedang sibuk dan aku tak ingin mengganggu" jawan Luhan gugup.

.

.

.

"Aku merindukanmu Lu" Seho memeluk sang istri dari belakang dengan mesra. Dapat dia rasakan jika Luhan tengah bergerak gelisah dalam pelukannya maka dengan itu dilepaskannya pelukannya dan membalik tubuh Luhan kearahnya. "Kenapa?"

"Ah tidak apa-apa. Aku.. aku hanya lelah saja seharian mempersiapkan kejutan ulang tahun Junghan" jawab Luhan berbohong. Dirinya sangat tahu kata 'rindu' yang dimaksud Seho barusan.

Seho yang mendengarnya hanya mendengus kecewa. "Baiklah. Istirahkan tubuhmu. Aku keluar dulu"

Luhan memandang punggung Seho yang menghilang di balik pintu. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Dirinya adalah istri Seho dan sudah seharusnya dirinya melayani Seho sebagaimana tugas seorang istri bukannya menolak dengan alasan kelelahan.

Luhan berinisiatif memberikan Seho secangkir teh hijau sebagai permintamaafan. Dirinya tau dimana Seho saat ini jika bukan di ruang kerjanya. Jadi setelah selesai mengaduk cairan itu Luhan segera melangkahkan kakinya kearah ruang kerja Seho dan menemukan suaminya tengah fokus dengan sesuatu di mejanya.

Seho yang melihatnya hanya melemparkan senyum hangat.

"Tak usah repot-repot"

"Aku tidak akan repot jika hanya untuk membuatkan suamiku segelas teh hijau" ucap Luhan sambil tersenyum lalu menaruh cangkir yang dipeganganya pada meja kerja Seho. Dirinya memutar kearah belakang tubuh Seho dan memijat pundak pria itu perlahan. "Kau sangat bekerja keras akhir-akhir ini"

"Banyak kantor cabang yang baru dibuka jadi aku akan mengahabiskan banyak waktu di luar kota"

"Tidak apa-apa aku mengerti akan itu"

"Dimana Sehun?" Tanya Seho menoleh kearah Luhan.

"Dia susah tidur. Akhir-akhir ini aku selalu menyuruhnya tidur cepat karna beberapa hari yang lalu dia sempat sakit" jawab Luhan.

"Sehun sakit? Kenapa kau tak memberitahuku?" Tanya Seho khawatir.

"Hanya demam dan dehidrasi ditambah tekanan darahnya yang turun. Dokter Jung sudah memeriksanya waktu itu"

"Syukurlah. Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Tanya Seho penasaran.

Luhan pindah kearah kursi di depan Seho dan duduk disana. "Entahlah. Tapi seingatku sebelum sakit dia sempat mabuk dan menggigau memanggil-manggil nama Eommanya. Kupikir dia sedang merindukan Eommanya. Bahkan dia sampai menangis dalam tidurnya"

"Begitukah?"

"Hmm. Sebenarnya dimana Eomma Sehun berada?"

Seho terdiam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Luhan. "Aku.. tidak tahu"

"Yasudah. Aku ke kamar dulu"

Seho menatap Luhan yang semakin menjauh dan menghilang. Entah kenapa dirinya merasakan jika dia akan kehilangan Luhan entah karena apa. Ditambah firasatnya tentang Luhan dan Sehun yang semakin dekat. Memang hal itu yang ia harapkan. Tapi entah kenapa dirinya selalu berpikiran buruk.

Dienyahkannya pikiran buruk itu pada kepalanya. Sehun tak mungkin menyukai Mama tirinya sendiri. Dilihat dari sikap Sehun yang sangat menolak Luhan diawal pertemuan mereka. Ya, itu tidak mungkin.

Tapi takdir Tuhan, tidak ada yang tahu.

TBC

Review please~

Bagimana dengan chapter ini? Sangat membosankan kan? Gw tau kok gw sadar diri hehe

Maaf udah buat kalian nunggu lama ff ini kalopun ada yg nunggu ff ini.

Makasih buat yg slalu review ff abal2 ini. Maaf gak bisa balas satu2.

Makasih juga buat yg udah follow dan fovorite. Juga makasih bgt buat yang udah baca tanpa ninggalin jejak. Kapan kalian tobat wahai sider?

Tinggal 2 chapter lagi dan ff ini akan end. Jadi untuk 2 chapter kedepan akan full konflik sebelum akhirnya hunhan berakhir dengan bahagia.

Oh ya ada yg baca ff gw yg berjudul Love or Sex gak? Menurut kalian gimana kalo author bikin sequel itu ff. Tapi mungkin entar bakal banyak pwp sebelum konflik utama. Gimana menurut kalian?

Sekian cuap2nya.

See u in next chapt.