oOo

Main Cast : Luhan, Sehun, Chris/Ziyu, Minguk.

Rate : M.

Genre : Hurt, Drama, Romance.

Length : Chapter.

PS : FF ini adalah GS untuk para UKE dan seperti sebelumnya, main cast lain akan muncul dengan bertambahnya Chapter. FF ini hasil inspirasiku sendiri. Jadi aku mohon dukungan reviewnya^^ menerima saran ataupun keritikan tapi menolak bash! Happy reading^^

.

.

.

.

.

Hari itu, saat Si Ren bersama Yifan datang aku masih sangat mengingat bagaimana Yifan menatapku. Dia tidak lagi memandangku selayaknya seorang kakak pada adiknya namun dia mamandangku bagai seorang pria yang ingin membunuh pria lainnya karena telah melukai wanita yang dicintainya. Aku paham dengan reaksi itu, bahkan aku berjanji tidak akan membalas jika dia memang ingin memukulku sampai mati sekalipun, tapi dia tidak melakukan itu.. disaat Si Ren memelukku dengan berbagai kata penenang dia hanya diam duduk di samping Wu Yen, walau sejujurnya aku ingin menegur namun aku merasa tidak memiliki nyali untuk melakukan itu.

Sejak saat itu hubunganku dan Yifan merenggang, sangat bertolak jauh dengan hubunganku dan Wu Yen yang semakin dekat. Kami terlalu banyak saling mengunci mulut jika tengah berkumpul bersama dan tidak ada diantara kami berempat yang pernah membuka pembahasaan tentang Luhan. Mungkin Wu Yen dan Si Ren melakukan itu karena ingin menjaga perasaanku namun aku tidak tau dengan Yifan. Bukankah seharusnya dia mengintrogasiku tentang hal ini? Selayaknya hakim pada sang tersangka. Tapi lagi-lagi dia tidak melakukan itu.. walau begitu dalam seribu diamnya Yifan, aku tau kalau sesungguhnya dia masih menganggapku sebagai adik. Ketika aku mengambil keputusan untuk keluar dari Agency lalu memilih berhenti menjadi actor, aku mengalami banyak kesulitan dari berbagai pihak termasuk fansku dan diam-diam dia membantuku dari belakang menggunakan nama besarnya di dunia bisnis. Dia juga yang menyarankanku untuk mencoba memegang perusahaan mendiang ayah di Korea -karena sekarang Yifan lebih terfokus pada sekolah miliknya yang mulai berkembang- walau itu dia katakan melalui Wu Yen.

Dan kini, setelah tiga tahun berlalu aku bukan lagi menjadi Oh Sehun sang actor panas yang dieluh-eluhkan namun kini aku menjabat sebagai direktur utama di perusahaan yang sempat Yifan pegang sebelumnya. Aku melewati masa tiga tahun seperti janjiku pada diriku sendiri untuk hidup sebagaimana manusia hidup. Walau tidak terpungkiri jika ada waktu dimana aku merasa kembali terpuruk karena merindukan sosok Luhan juga Chris dan si bungsu yang mungkin kini telah tumbuh besar dengan menggemaskan, tapi sekarang aku merasa luka itu sedikit tidak terlalu sakit lagi berkat keberadaan Wu Yen juga Si Ren di rumahku.

Terlebih, Yifan pun telah menikah satu setengah tahun silam dan aku menyambut bahagia keluarga kecil Yifan. Bukan karena aku tidak lagi memiliki lawan untuk mendapatkan Luhan namun aku benar-benar turut bahagia sebagai seorang adik untuk kakaknya.

"Sehun."

Dan sekarang yang memanggilku adalah wanita yang menjabat sebagai nyonya Wu, dia Huang Zi Tao. Wanita kelahiran Qingdao yang berhasil mengalihkan hati Yifan dari Luhan.

Sehun mengangkat kepalanya, mengalihkan matanya dari laptop yang menyala kepada wanita jangkung, berwajah cantik dengan tubuh yang cukup sexy. Oh, apa yang membuat kakak iparnya ini datang ke perusahaan saat siang hari seperti ini? Dan apa yang berada di kereta kecil itu Kevin? "Apa Yifan mengizinkanmu membawa Kevin keluar dalam cuaca seperti ini?" Kevin adalah anak dari Yifan juga Tao dan usainya masih empat bulan. Sehun amat yakin jika Yifan tidak tau kelakukan istrinya yang membawa Kevin keluar saat matahari berada di atas kepala.

"Tidak apa-apa. Kevin tidur dengan nyenyak." Tao menjawab dengan kelewat tenang hingga membuat Sehun memutar bola matanya malas. "Temani aku makan siang ya."

"Aku sibuk."

"Oh, ayolah adik iparku yang tampan." Pantat sintalnya Tao nyamankan di kursi empuk yang ada di ruangan kerja sang direktur utama. "Sekarang sudah masuk jam makan siang dan kakak iparmu yang cantik ini datang secara khusus untuk mengajakmu makan siang."

"Berhentilah membuat kencan buta untukku."

Tao mencibir kesal karena Sehun sudah menebak lebih dulu tujuannya mengajak pergi makan siang. Memang sejak mengetahui bagaimana peliknya keluarga suaminya, diantara Wu Yen juga Si Ren, Tao lah yang sangat sering mengenalkan teman perempuan single-nya kepada Sehun. Menurutnya pria sesempurna Sehun itu sangat disayangkan jika tidak memiliki pasangan, apalagi Sehun masih terus menunggu Luhan dengan setia yang tidak pernah menghubungi untuk memberi kabar dan tidak tau pastinya apa akan kembali atau tidak. Jika Sehun terus seperti ini maka Sehun akan dinobatkan sebagai pria single paling tampan di dunia dan tentu Tao tidak akan membiarkan itu terjadi! "Sampai kapan kau akan menunggu wanita itu? Belum tentu dia masih mencintaimu dan belum memiliki penggantimu, Sehun. Kau seperti pria bodoh.." Sedikit mencibir Tao berujar. Jika sudah seperti ini maka jalan kedua harus diambil. "Pergi denganku atau Kevin akan aku buat terbangun agar menangis." Dan Tao selalu memiliki cara untuk bagaimana memaksa Sehun pergi, salah satunya memanfaatkan si kecil Kevin yang kini berada di salah satu peringkat atas sebagai sosok yang Sehun sayangi.

"Kau gila?" Sehun memandang Tao tidak suka sekaligus heran. Kenapa Yifan bisa menikahi wanita semacam ini?

"Kalau seperti itu, ayo ikut." Dengan tidak berdosanya Tao menatap Sehun penuh permohonan. "Atau kau benar-benar mau Kevin aku buat bangun?" Menyeringai licik sembari berpura-pura akan mengusik tidur si kecil di dalam kereta dorongnya.

Melihat itu Sehun hanya bisa mendesah malas lalu beranjak dari kursinya guna mengikuti keinginan istri Yifan yang sangat menyebalkan ini. Andai bukan karena kasihan kepada Kevin, Sehun tidak akan menuruti keinginan Tao.

.

.

Sosok wanita yang memperkenalkan namanya sebagai Rose terus tersenyum penuh keterpesonaan kepada Sehun sementara Sehun hanya balik menatapnya tanpa minat walau cukup Sehun akui jika Rose memiliki daya pikat yang sangat besar.

"Sebenarnya aku baru pulang dari rumah sakit untuk memberi vaksin kepada Kevin dan karena kalian sudah bertemu aku ingin pulang." Secara sengaja Tao beranjak dari kursi restoran, tempat dimana kini mereka berada. "Aku tidak tega kepada Kevin dan nikmati makan siang kalian." Berujar girang lalu berlalu dari sana dengan seribu keyakinan kalau kencan buta yang dia atur kali ini tidak akan gagal seperti sebelumnya.

Selepas Tao pergi Rose tidak berhenti menatap Sehun. "Kau ingin memesan sesuatu?" Bertanya ramah kepada Sehun, mencoba untuk membuat kesan yang baik di mata Sehun.

"Aku tidak lapar dan sepertinya aku harus pergi sekarang."

"Pergi? Kemana?" Rose sedikit terkejut karena ucapan Sehun. Mereka bahkan baru datang lima menit lalu. "Kenapa terburu-buru?"

"Maaf." Sehun balik menatap Rose. "Kau wanita yang cantik dan aku yakin kau bisa mendapatkan pria lain di luar sana karena pria itu bukanlah aku.. aku sudah memiliki seorang istri dan dua anak jadi aku tidak bisa melakukan kencan buta denganmu." Lalu mengatakan kalimat yang sudah ia hafal di lidah karena selalu dia katakan pada teman-teman Tao sebelumnya.

"Istri?" Mata Rose membulat terkejut. "Tapi Tao bilang kau single."

"Tao mungkin hanya bergurau karena aku benar-benar sudah memiliki istri." Secara acuh Sehun mengedikkan bahu. "Aku pergi." Berujar enteng tanpa memperdulikan Rose yang kini hampir menangis di kursinya.

.

.

"Kau sudah pulang?" Wu Yen meyambut kedatangan Sehun yang baru datang dari kantor dengan senyuman hangat sebagaimana seorang ibu tersenyum kepada anaknya. "Ada Baekhyun yang menunggu di atas." Berkata lembut sembari melepas jas yang Sehun kenakan.

"Baekhyun?"

"Ya, dia sudah menunggumu sejak tadi."

"Baiklah, aku akan menemuinya." Sehun tersenyum kepada Wu Yen dan berlalu menaiki tangga untuk menuju lantai dua, tepatnya menghampiri Baekhyun yang berada di ruang keluarga. "Apa Girl band-mu tidak sibuk?" Sembari menyindir Sehun mengambil tempat duduk di sofa yang berhadapan dengan Baekhyun.

Melihat kehadiran sosok yang sudah dinantikannya sejak tadi Baekhyun justru mendengus sebal karena perkataan Sehun. Selepas Sehun keluar dia memang berganti menjadi manager Girl band yang lebih menyebalkan juga merepotkan daripada Sehun. "Kau tau? Aku membencimu sejak kau keluar." Dengan kesal Baaekhyun berucap sembari meletakan sebuah undangan di atas meja.

"Pernikahnmu?"

"Ya."

"Untuk apa? Aku bahkan sudah hafal kapan kalian menikah." Sehun mendecih namun tetap undangan berwarna biru muda itu ia ambil dari atas meja. "Apa kau berniat memamerkan pernikahanmu?" Lalu membuka tali pita undangan itu dengan pasti.

"Luhan akan datang."

Namun pergerakan Sehun terhenti tiba-tiba karena perkataan mengejutkan Baekhyun yang dapat membuat jantungnya terasa melamban. Apa tadi Baekhyun benar-benar menyebutkan nama Luhan?

"Dia selama ini tinggal di Jepang." Baekhyun melanjutkan sembari memperhatikan bagaimana reaksi Sehun secara lekat. "Bersama Donghae." Menelan ludahnya karena ucapan ini pasti akan menyakiti Sehun. "Walau kami terkadang berbalas email tapi Luhan baru mau memberitahuku dimana dia tinggal juga baru memberi kontak ponselnya kepadaku jadi aku tidak bermaksud menyembunyikan apapun darimu, Sehun." Menjelaskan situasinya agar tidak dikira telah menyembunyikan Luhan.

Undangan pernikahan Baekhyun dan Chanyeol yang sudah sedikit ia buka kembali Sehun tutup. Dia mendengar penjelasan Baekhyun dan menangkap jika Luhan benar-benar tidak ingin keberadaannya terendus oleh siapapun terutama dirinya dan mungkin memang benar apa yang Tao katakan jika Luhan telah memiliki pengganti dirinya di sana. Menyedihkan! "Dia temanmu, tentu dia akan datang." Sebisa mungkin Sehun menutupi raut kekecewaanya dengan senyuman tipis. "Aku ingin istrirahat." Berkata seringan biasanya lalu pergi dari hadapan Baekhyun yang menatap sendu kepada dirinya.

Itu hanya topeng, Baekhyun tau kalau sesungguhnya Sehun sedang mencoba menahan kesedihannya sendiri agar tidak terlihat oleh siapapun, agar tidak dianggap sebagai pria malang yang harus dikasihani.

.

.

Dalam kesunyian malam Sehun hanya berdiri di balik balkon rumahnya sembari menatap apapun yang berada di bawah. Udara dingin yang menusuk ia abaikan karena Sehun sedang mencoba untuk meluruskan hatinya yang bercabang, merasakan berbagai perasaan karena apa yang Baekhyun katakan. Disatu sisi dia merasa tidak terkendali, ingin secepatnya melihat Luhan juga anak-anaknya namun di sisi lain dia ingin mencoba tidak peduli karena toh cintanya sudah tidak diharapkan. Mengetahui Luhan selama ini hidup bersama Donghae bagai menghancurkan segala penantian dalam kurun waktu tiga tahun yang dia lakukan.

"Kau belum tidur?"

Sehun menoleh pada kehadiran Wu Yen di sampingnya. "Kau pun belum tidur."

"Bagaimana aku bisa tidur saat putraku ada dalam keadaan kalut." Wu Yen menatap mata Sehun yang langsung kembali memfokuskan pandangan ke depan. "Baekhyun sudah memberitahumu?" Dan Wu Yen pun mengikuti arah yang Sehun lihat.

"Tentang?"

"Luhan."

"Kau mengetahuinya?"

"Apa yang akan kau lakukan, Sehun?"

"Dia sudah bersama pria lain." Dengan miris Sehun mengeluarkan kalimat pahit yang tercetak di lidahnya.

"Ini bukan hanya tentang kau dan Luhan, Sehun." Wu Yen membalikkan badan untuk menghadap Sehun yang juga berbalik menghadapnya. "Tapi jangan lupakan dengan anak kalian.. walau mungkin Luhan sudah memiliki pria lain tapi kau harus lebih dulu menegurnya, entah dia membalas atau diam yang terpenting kau sudah mencoba. Kau harus menjalin hubungan baik dengannya demi anak-anak kalian."

"Ya, aku akan melakukannya." Sehun tersenyum simpul lalu meraih jemari Wu Yen. "Terima kasih bu." Berujar lembut dan membiarkan Wu Yen untuk memeluk dirinya karena saat inipun dia membutuhkan ketenangan dari sosok wanita yang kini menjadi ibunya.

.

.

Korea.. terasa seperti mimpi ketika Luhan kembali menginjak Negara ini. Dalam benaknya Luhan masih ingat saat dia berada di Gimpo airport untuk menuju ke Jepang tiga tahun silam dan kini dia berada lagi di sini selepas kembali dari Jepang. Semuanya masih sama, tidak ada yang berubah. Luhan bahkan tidak melupakan setiap jalan dari tempat-tempat yang ia ketahui sama seperti segala kenangan yang masih terukir jelas dalam ingatan.

Apa kabarmu, Sehun? Aku kembali setelah menyerah untuk mencoba.. aku datang, datang bersama kedua anak kita yang telah tumbuh menjadi besar.

.

.

Hari membahagiakan bagi Baekhyun dan Chanyeol datang.. setelah sekian lama menunggu waktu yang tepat akhirnya hari pemberkatan dua insan itu tiba di salah satu hari cerah di musim panas. Menggunakan gaun panjang yang juga mengembang, Baekhyun amat terlihat cantik juga mempesona ketika menyalami para teman di ruangan yang disediakan untuk pengantin wanita menunggu pemberkatan dimulai dan senyuman manis penuh kebahagiaan itu kian melebar kala melihat sahabat yang telah lama tidak ia temui masuk bersama dua jagoan kecilnya yang salah satunya langsung memeluk Baekhyun erat. "Oh, Tuhan.. B Baek merindukanmu sayang." Sedikit terharu Baekhyun mengusak rambut si sulung dari keturunan Oh Sehun. "Kau sudah tinggi sekarang." Terkekeh kecil lalu baralih menatap sosok lainnya yang berdiri di samping Luhan. "Lu, apa dia-"

"Ya, dia anakku." Luhan menyela karena sudah tau siapa yang Baekhyun maksud. "Dia Minguk, Baek."

"Dia sangat mirip dengan-" Ucapan Baekhyun terpotong karena sadar dia hampir menyebut nama Sehun. Dalam moment bahagia ini tentu Baekhyun tidak ingin merusaknya.

"Dia anaknya tentu Minguk mirip dengan Sehun."

Namun kening Baekhyun berkerut ketika Luhan justru menyambung kalimatnya dengan senyuman tipis.

"Bagaimana kabarmu, Baek? Aku senang karena akhirnya kalian menikah." Luhan berkata dengan gembira lalu saling balas pelukan dengan Baekhyun. "Selamat untukmu, Baek."

"Kau jahat, Luhan." Berbeda dengan ekspresi Luhan, Baekhyun justru menampilkan ukiran bibir yang mengkerut kesal sekaligus tatapan sedih ketika pelukan itu mereka lepas. "Kenapa tidak pernah mengizinkanku untuk menjengukmu? Apa kau tidak merindukanku?"

"Maaf, Baek. Tapi saat di Jepang aku benar-benar ingin menjalani hidup baru."

"Jadi maksudmu aku sudah tidak kau butuhkan?"

Luhan tertawa karena pertanyaan Baekhyun. "Tidak, bukan begitu.. tapi aku hanya ingin melepas semua beban masa laluku di sana dan sekarang saat aku kembali, aku sudah merasa lebih baik dibanding saat aku pergi dulu."

"Aku senang jika memang seperti itu." Secara tulus Baekhyun menggenggam tangan Luhan. "Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, Lu." Berujar sungguh-sungguh karena dia pun ingin melihat Luhan bahagia bersama Sehun jika memang Tuhan menghendaki.

"Terima kasih, Baek."

"Jadi kau tinggal di mana?"

"Apartemen milik Donghae.. dia akan menyusul untuk datang nanti."

Namun sepertinya doa serta harapan Baekhyun akan terhalang karena keberadaan Donghae. Memang sudah sejauh mana hubungan mereka? "Lu sebenarnya apa hubunganmu dengan Do-"

"Baek, sudah waktunya pemberkatan." Sosok wanita yang bersetatus sebagai ibu Baekhyun muncul, memotong kalimat Baekhyun. "Astaga, Luhan!" Berseru terkejut ketika melihat sahabat anaknya lalu segera memeluk Luhan dengan senang. "Apa kabarmu, Lu?"

"Bibi bisa menanyakan itu nanti karena sepertinya pengantin wanita kita sudah tidak sabar untuk melihat pengantin prianya." Sembari terkekeh Luhan melirik Baekhyun jahil yang disambut pipi merona oleh sang pengantin wanita.

Betapa bahagianya melihat Baekhyun dan Luhan merasa senang karena bisa ada di hari bersejarah sahabatnya namun dia juga merasa iri karena seharunya dulu ia pun bisa ada di posisi ini jika saja tidak ada kendala yang terjadi. Memikirkan itu membuat Luhan mengingat Sehun.

Apa pria itu akan datang di pemberkatan nanti?

.

.

Bersama Kyungsoo dan Jongin yang kini telah dikaruniani sepasang anak kembar tidak identik bernama Taeri, Taeoh Juga bersama Minseok yang sudah menikah dengan Jongdae satu tahun silam, Luhan berdiri menyaksikkan moment sakral antara Baekhyun bersama Chanyeol. Namun sepanjang pemberkatan berlangsung Luhan tidak terlalu dapat fokus karena tanpa sadar matanya setiap menit selalu melirik pada segala arah demi mencari tau apa pria itu datang atau tidak. Namun sepertinya rasa penasaran Luhan terbayar dengan jawaban tidak karena sampai Chanyeol dan Baekhyun selesai meresmikan hubungan mereka pria itu tidak terlihat keberadaannya dan jangankan Sehun, Yifan maupun Se Rin tidak terlihat berada di sini. Entah harus merasa lega atau kecewa tapi kenyatannya Luhan mengharapkan pria itu datang.

.

.

"Sehun, mau kemana?" Wu Yen bertanya ketika melihat Sehun keluar dari kamar dengan terburu-buru.

"Menghadiri resepsi pernikahan Baekhyun, bu. Tadi siang aku tidak bisa datang ke pemberkatan karena ada meeting jadi sekarang aku harus ke sana."

"Ah, ya.. sampaikan salam ibu kepadanya. Ibu tidak bisa datang karena harus menjaga nenek."

"Baik, akan aku sampaikan." Tanpa canggung Sehun mencium pelipis Wu Yen. "Jaga nenek. Aku pergi." Mengambil langkah cepat karena bisa dibilang kalau sekarangpun dia sudah sedikit terlambat. Bahkan ponselnya sudah mendapat puluhan pesan dari Baekhyun yang berisi ancaman karena berpikir dia tidak akan hadir. Gila! Dia tidak sepengecut itu untuk tidak menghadiri pernikahan Baekhyun hanya karena Luhan.. apapun yang akan terjadi di sana Sehun tidak mau memusingkannya secara berlebihan.

.

.

Setelah beberapa menit memacu kendaraannya Sehun kini sudah sampai di hotel tempat resepsi Baekhyun dan Chanyeol dilaksanakan. Sedikit merapikan jasnya, Sehun pun berjalan untuk menuju tempat pesta diadakan. Dia memasuki ruangan besar yang ramai penuh oleh orang tanpa keraguan sedikitpun. Dari kejauhan Sehun melihat Baekhyun juga Chanyeol lalu menghampiri sepasang pengantin yang tengah berbahagia itu.

"Maaf, aku terlambat."

"Aku pikir kau tidak akan datang." Baekhyun mencibir kesal.

"Aku sedikit ada urusan dan selamat untuk kalian."

Walau begitu Baekhyun tetap menyambut baik ucapan selamat dari Sehun. "Jangan lupakan hadiahku Mr. Oh." Sedikit bergumam Baekhyun mencoba mengingatkan dengan sengaja.

"Dua tiket menuju perancis sudah aku siapkan." Dan Sehun tidak melupakan dengan hadiah yang sudah dia janjikan kepada Baekhyun. "Kalian cukup mempersiapkan diri untuk berangkat."

"Minguk! Kau tidak boleh berlari-lari."

Sehun menoleh ke bawah ketika kakinya ditabrak oleh sesuatu dan dirinya mendapati sosok anak kecil yang menatapnya dalam diam. Bagai terhipnotis Sehun tidak dapat berkedip memandang wajah anak kecil yang berpakaian rapi dengan setelan jas putih seukurannya juga wajah itu, wajah itu terlihat mirip dengan wajahnya. Tidak tau kenapa tapi Sehun bagai terpaku tanpa alasan saat mata mereka saling beradu pandang.

"Ayah!"

Suara itu! suara yang tidak asing lagi di telinganya mampu mengambalikan kesadaran alam bawah sadar Sehun lalu kepalanya dengan cepat mendongak, beralih pada sosok lainnya yang berpakaian serupa dengan anak kecil yang menabraknya beberapa menit lalu, namun berbeda dengan anak kecil itu yang tidak Sehun ketahui siapa karena Sehun amat mengenali sosok yang berdiri sedikit jauh darinya walau kini sudah banyak yang berubah dari dia. "Chris." Bibir itu mengguman tanpa tercegah dan saat melihat Chris berlari menuju arahnya Sehun tanpa keraguannya menyambutnya dengan bahagia.

Baekhyun dan Chanyeol tersenyum kala melihat anak dan ayah yang telah lama terpisah kini kembali dapat saling memeluk. Inilah kenapa Baekhyun sangat khawatir jika Sehun tidak datang karena mungkin kesempatan Sehun bertemu dengan anaknya tidak akan ada lagi jika Sehun melewatkan moment ini.

"Ayah sangat merindukanmu, Chris." Memeluk erat putra yang selama ini hanya bisa ia mimpikan dan bayangkan terasa bagai sebuah berkah yang melebihi kebahagiaan apapun yang pernah dia rasakan. Tanpa tersadar airmata Sehun yang selama ini terpendampun menetes kala hatinya berucap bahwa ini adalah anaknya. Terasa sudah sangat lama Sehun tidak merasakan perasaan setenang ini, bahkan karena terlalu lama tidak merasakannya, ketenangan ini bagai menjadi asing untuk dirinya rasakan. "Kau masih mengingat ayah?" Pelukan itu Sehun lepas namun dia tetap berlutut di depan Chris sembari mengamati wajah Chris yang sedikit banyak telah berubah, seolah ingin menghafal bagaimana rupa anaknya saat ini.

"Jangan panggil aku Chris, ayah. Namaku Oh Ziyu sekarang."

"Aku ingin merubah nama Chris menjadi Oh Ziyu karena aku ingin dia memakai margaku." Ingatan Sehun berputar, kembali saat dia mengatakan kalimat itu kepada Luhan. "Ziyu?" Dia mengulang tidak yakin namun putranya ini menjawab dengan anggukan pasti.

"Ibu bilang ayah yang memberikannya."

Sedikit tersenyum Sehun lalu mengelus rambut Ziyu. "Ya, ayah yang memberikannya." Merasa tidak menyangka karena Luhan menuruti keinginannya. "Ayah sangat merindukanmu."

"Aku juga merindukan ayah.." Sembari balas tersenyum lebar Ziyu berucap. "Sekarang aku sudah ada di sekolah dasar, ayah.. dan semua nilaiku selalu sempurna." Secara bangga Ziyu memberitahukan prestasinya yang disambut Sehun dengan genangan airmata.

Sedikit mengecewakan karena dia melewatkan moment untuk mengantar Ziyu saat memasuki sekolah dasar pertama kali, namun Sehun tau kalau Luhan pastilah selalu melakukan yang terbaik untuk anak mereka.

"Ibu."

Sosok kecil yang menabrak Sehun bersuara membuat kepala Sehun menoleh padanya dan memperhatikan kemana anak itu berjalan yang membawa pandangannya jatuh beradu dengan mata rusa milik wanita yang dicintainya. Tidak tau sejak kapan Luhan ada di depannya tapi kini hati Sehun bagai bergemuruh katika melihat wajah wanita yang sangat dia rindukan, terlebih anak kecil itu berhambur dalam gendongan Luhan dan itu cucup membuat Sehun tercengang karena pemikirannya sendiri yang mulai bertanya-tanya. Apa mungkin anak kecil itu adalah..

"Dia Minguk, ayah.." Seolah mengerti kebingungan Sehun, Ziyu tanpa diminta memberitahukan. "Dia adik bayi yang dulu ada di dalam perut ibu." Dan pertanyaan Sehun pun terjawab berkat Ziyu.

Dengan nanar Sehun menatap Minguk yang ada dalam gendongan Luhan. Matanya menyiratkan sebuah keinginan besar untuk dapat memeluk anaknya yang baru bisa dia lihat sejak si bungsu lahir. Bibir Sehun tersungging dengan kagum saat memperhatikan kalau Minguk begitu banyak mewarisi wajahnya. Bagaimana bentuk mata itu juga bibir itu, benar-benar sangat menyerupai dirinya dan pipi temban yang dihiasi seburat merah alami bagai membuat Sehun merasa begitu gemas hingga tanpa sadar dia memajukan langkah untuk mendekat.

"Kalian ada di sini?"

Namun baru dua langkah Sehun ambil sosok pria yang tidak asing datang, menghampiri Luhan tanpa segan. Dia Donghae.. Sehun tidak perlu meragukan itu karena saat mata mereka saling beradu, Sehun pun dapat menangkap ada keterkejutan dari sana.

"Ayah."

Tidak itu bukan untuk dirinya tapi Minguk memanggil Donghae dengan panggilan ayah. Apa hubungan mereka sudah sejauh itu?

"Sebaiknya aku pergi lebih dulu." Donghae berujar sembari mengambil Minguk dari gendongan Luhan.

"Tidak, aku ikut denganmu." Namun Luhan menolak dan berganti menatap kepada Ziyu. "Ziyu, kau ikut dengan ibu atau tetap mau ada di sini?"

Ziyu melirik Sehun sebentar kemudian dia mendekati Luhan. "Ayah, Ziyu pergi ya.." Berpamitan kepada Sehun lalu mengekor di belakang Luhan yang sudah lebih dulu berjalan beriringan bersama Donghae.

Mulutnya bagai terkunci rapat. Sehun tidak bisa mencegah Ziyu untuk pergi ataupun menghadang Luhan agar berhenti. Pemandangan di depannya terlalu menyakitkan untuk tidak membuat Sehun kehilangan jiwanya sendiri, karena apa yang baru saja dia saksikan bagai sebuah mata pisau yang tidak hanya mengoyak hatinya namun juga membunuh dirinya dengan keji.

Baekhyun mendekati Sehun lalu mengusap bahu Sehun dengan tatapan sedih sebagaiman yang kini tengah Sehun rasakan. "Kautkan dirimu, Sehun." Berpesan singkat lalu kembali kepada Chanyeol untuk mulai menyalami para tamu yang datang.

Udara di sekitarnya Sehun hirup dengan paksa demi mengisi pasokan oksigennya yang tersendat. Matanya terasa memanas secara tiba-tiba dan Sehun pun memutuskan untuk pergi mencari tempat yang sedikit lebih sepi. Dia tidak tau kalau sejak tadi ada Yifan yang berdiri bersama Tao sembari menyaksikan semuanya dalam diam.

"Jadi itu wanita yang bernama Luhan?"

Mata elang Yifan teralih kepada Tao yang berkata sembari menganggukkan kepala. "Jangan lekukan sesuatu yang aneh nyonya Huang." Memperingatkan lalu dia pun berjalan menuju arah yang sama dengan Sehun.

"Aneh apanya?" Tao bergumam dengan malas. Yifan terkadang bersikap berlebihan.

.

.

Luhan merapikan selimut yang melindungi Ziyu juga Minguk dari mesin pendingin ruangan. Kedua putranya yang telah terlelap Luhan berikan sebuah kecupan sayang di kening sebelum dia turun dari atas ranjang hotel yang Baekhyun siapkan di tempat yang sama dengan resepsi diadakan.

"Kenapa kau menghindar?"

Perhatian Luhan teralih kepada Donghae yang duduk di sofa. "Aku tidak menghindar." Dan menampik tuduhan Donghae dengan tenang.

"Jika kau tidak menghindar seharusnya kau bicara padanya, Luhan."

"Aku hanya merasa masih sedikit canggung."

"Jangan membuang-buang waktu karena mungkin dia akan salah paham dengan keberadaanku di sampingmu." Sedikit jengah Donghae beranjak dari sofa. "Cepat selesaikan semuanya agar kau bisa hidup lebih bahagia. Aku akan kembali ke tempat resepsi." Memberitahukan lalu keluar dari sana.

Bahu Luhan jatuh dengan lemas. Yang Donghae katakan benar.. dia harus cepat menyelesaikan semuanya agar tidak ada lagi luka yang tersisa di hatinya maupun di hati Sehun.

.

.

"Apa kau sudah menjadi pria pengecut?"

Gelas berisikan wine yang ada dalam genggamannya tiba-tiba direbut oleh tangan lain yang secara tidak terduga muncul. Sehun menoleh dan sedikit dibuat terkejut ketika melihat Yifan sudah duduk di kursi yang tepat berada di sampingnya.

"Kau seharusnya menghadang Luhan, Sehun."

"Hyung.."

"Bukannya terdiam hanya karena melihat kedatangan Donghae."

Sehun tidak bisa lagi menjawab karena ini pertama kalinya ia mendengar Yifan kembali menyebut nama Luhan dan ini pula pertama kalinya Yifan berkata cukup panjang dengan tatapan penuh perhatian kepada dirinya.

"Kenapa?" Dengan bingung Yifan menatap Sehun. "Apa tenggorokanmu sudah tidak bisa lagi mengeluarkan suara?" Sedikit bergurau yang mampu memancing senyuman tipis di bibir adiknya.

"Tidak, aku hanya sedikit tidak menduga karena kau lebih dulu berbicara padaku. Aku pikir kau sudah tidak akan lagi mengatakan apapun untukku."

Yifan mengangguk maklum pada ucapan Sehun karena selama ini dia memang tidak pernah lebih dulu menyapa Sehun dan hanya berbicara ketika Sehun bertanya, itupun hanya sebatas tentang pekerjaan. "Itu yang akan Luhan rasakan jika kau menyapanya lebih dulu. Persis seperti apa yang kau rasakan sekarang saat aku menegurmu lebih dulu."

Sehun terdiam, tidak berniat menjawab perkataan Yifan. Dia hanya terus menerus mengulang kalimat Yifan di dalam pikiran.

"Diam hanya akan menimbulkan perasangka dan bicara akan membuatmu mengetahui semuanya. Temui dia dan cobalah beranikan diri untuk mendekat. Aku akan sangat merasa senang jika Luhan bersamamu karena aku pun dapat mengawasi kalian berdua dengan baik."

"Tapi sudah ada Donghae di dalam hidupnya.."

"Kau ayah untuk Ziyu dan Minguk. Apa yang membuatmu menakutkan hal semacam itu? Belum tentu Donghae benar adalah suami Luhan hanya karena Minguk memanggilnya ayah. Kau adalah satu-satunya pria yang memiliki alasan terbesar untuk menjadi suami Luhan." Yifan mencoba membangkitkan kembali semangat Sehun yang ia lihat telah pupus seperti asap. "Dapatkan dia kembali, Sehun.. karena aku yakin Luhan pun masih mencintaimu. Aku melihatnya saat dia menatapmu."

Bagai ada sebuah cahaya yang muncul di dalam kegelapan yang mengurung jiwa Sehun. Satu pintu terbuka saat pintu lainnya telah terkunci rapat dan Sehun menyambut ucapan Yifan dengan anggukan pasti. "Ya, aku akan mencoba untuk kembali mendapatkannya dan terima kasih karena sudah kembali menjadi kakak terbaik untukku."

"Bukan masalah. Selama ini aku diam hanya untuk memberimu pelajaran dan saat ini adalah waktunya kau memperbaiki semuanya karena hukumanmu telah terlewatkan dengan baik. Kau tetap setia dan mencintai Luhan.. aku salut padamu karena belum tentu aku bisa seperti dirimu." Usakan sayang, Yifan berikan di rambut Sehun. "Kau tetap adik kecil untukku yang akan selalu aku jaga." Berujar tulus kepada Sehun yang terseyum tipis kepadanya.

"Terima kasih hyung."

Di sisi lain tak jauh dari Yifan dan Sehun, ada Tao yang berdiri berhadapan dengan Luhan. "Jadi kau yang bernama Luhan?" Mata panda Tao mengamati Luhan dari atas kepala sampai ujung kaki. "Tidak buruk, pantas Sehun menolak semua teman wanitaku hanya untuk mempertahankan wanita sepertimu."

"Ya?" Luhan melihat Tao dengan aneh. Wanita ini baru saja datang dan kenapa mengatakan kalimat yang membingungkan. "Maaf, tapi kau siapa?" Seramah mungkin Luhan pun mencoba bertanya.

"Aku Huang Zi Tao. Istri Wu Yifan dan ibu dari Kevin."

"Yifan?" Bibir Luhan bergumam dengan setengah terkejut. Jadi ini istri Yifan yang dulu sempat Baekhyun ceritakan melalui email? "Ah, senang bertemu denganmu."

"Aku kakak iparmu tapi kau tidak perlu memanggilku dengan formal, panggil saja aku Tao karena usiaku masih sangat muda dan apa bisa aku melihat anak-anak Sehun? Aku merasa cukup penasaran pada mereka."

Luhan tersenyum simpul. "Maaf, tapi Ziyu dan Minguk sudah tidur di dalam kamar."

"Ah, benarkah?" Tao berkata dengan kecewa. "Baiklah, bagaimana jika kita mengobrol?" Namun detik selanjutnya dia menunjukan keantusiasan kepada Luhan. "Ada yang banyak ingin aku tanyakan juga ceritakan seberapa bodohnya Oh Sehun yang menolak seluruh kencan buta yang aku buat."

Tidak menolak Luhan pun membiarkan Tao yang langsung menariknya menuju sebuah kursi. Dengan tenang Luhan mendengarkan apapun yang Tao ceritakan tentang Sehun selama tiga tahun ini dan sesekali menanggapinya dengan tawa kecil saat Tao mengatakannya secara dramatis. Tao sosok wanita yang menyenangkan dan sekarang Luhan tau kenapa Yifan menikhi wanita ini, karena walaupun baru satu kali bertemu tapi Luhan dapat merasa cepat dekat dengan Tao. Mereka hanyut dalam obrolan yang bisa dengan mudah mencair sampai tidak menyadari kehadiran dua pria yang menghampiri mereka.

"Kau ada di sini?"

Ketika Yifan bersuara tidak hanya membuat Tao yang menoleh namun Luhan pun menoleh kepadanya, tepatnya pada sosok Sehun yang ada di samping Yifan.

"Kau sudah bertemu Luhan?"

Tao mengangguk untuk menjawab pertanyaan Yifan. "Ya, aku sedikit mengobrol dengannya."

"Apa kabarmu, Luhan?" Yifan mengulurkan tangannya yang Luhan sambut tanpa keraguan. "Aku merasa kesal karena kau tidak ada di pernikahanku." Dengan jahil Yifan sedikit menyindir yang berhasil membuat Luhan merasa tidak enak hati.

"Maaf." Tidak memiliki alasan hanya sepenggal kata itu yang Luhan katakan. "Tapi aku merasa senang karena kau sudah menemukan wanita sebaik Tao."

"Ya, aku pun merasa senang karena kau kembali dan sepertinya kita harus pulang sekarang karena kami tidak bisa meninggalkan Kevin terlalu lama."

"Yang Yifan ge katakan benar. Kami harus pulang.. nikmati pestanya dan mengobrollah dengan nyaman bersama Sehun." Sedikit menggoda Tao menyenggol lengan Sehun yang langsung mengumpat di dalam hati. Kakak iparnya ini memang masih memiliki naluri remaja yang kadang menyebalkan. "Aku pergi." Tanpa beban Tao berujar girang lalu pergi bersama Yifan.

Menyisakan Sehun dan Luhan dalam kecanggungan. Tapi sudah sampai berdiri di depan Luhan.. apa dia pantas jika kembali mundur hanya karena keraguan? "Bisakah kau luangkan waktu? Aku ingin bicara denganmu." Jawabannya tentu tidak. Karena itulah Sehun membulatkan tekad dan memberanikan diri untuk berucap walau kini dirinya merasa takut untuk mendengarkan jawaban Luhan.

.

.

Sepatutnya Sehun besyukur sekarang karena Luhan tidak menolak ajakannya. Sedikit menjauh dari tempat resepsi Sehun bersama Luhan memutuskan untuk mengobrol di sebuah taman yang terletak di samping hotel. Tidak terlalu banyak orang di sini hanya ada delapan orang termasuk Luhan juga Sehun yang duduk bersebelahan di sebuah kursi besi panjang dengan posisi saling berjauhan.

Sedikit alot untuk mereka membuka obrolan hingga keheningan itu tercipta dalam hitungan beberapa menit. "Di mana anak-anak?" Sampai akhirnya Sehun yang lebih dulu mengeluarkan suara.

"Mereka sudah tidur di kamar yang Baekhyun siapkan."

Suara ini kembali terdengar seperti mampu menyejukkan hati Sehun yang telah menjadi gersang. Sudah sangat lama dia tidak mendengar suara Luhan memasuki telinganya walau setiap malam selalu terngiang bagai lagu peneman sepi. "Mereka tumbuh dengan sangat cepat. Apa aku bisa tahu kapan Minguk lahir?"

Kepala Luhan menunduk kala Sehun menanyakan itu karena tidak bisa dipungkiri kalau Luhan merasa sedikit bersalah karena tidak melibatkan Sehun dalam proses kelahiran Minguk. "Dia lahir tanggal empat belas desember tiga tahun lalu di salah satu rumah sakit Jepang. Dia lahir dengan sehat dan juga normal."

"Bagaimana rasanya jika aku berada di sana ? Menyaksikan sendiri proses kelahiran Minguk." Sehun sedikit mengutarakan angan-angan di dalam benaknya. Dia hanya selalu membayangkan bagaimana jika ada di saat moment seperti itu. "Maaf, karena kau hanya berjuang sendirian untuk melahirkan dua anak kita."

Luhan menoleh kepada Sehun saat didengarnya suara Sehun mulai mengecil.

"Pastilah tidak mudah untuk ada dalam posisimu dan sebagai seorang pria aku akui jika tidak bisa berbuat banyak untuk dirimu." Kepalanya ikut menoleh menatap Luhan. "Kau ibu yang sempurna untuk mereka dan mungkin aku tidak terlalu baik bagi mereka. Tapi apa kau mengizinkan jika aku ingin mengajak mereka menginap di rumahku? Hanya satu atau dua malam. Aku benar-benar ingin bersama mereka." Sehun menatap penuh harap kepada Luhan yang terdiam.

Sedikit meremas gaunnya sendiri Luhan pun tersenyum singkat. "Kau ayah mereka dan tentu aku mengizinkannya." Menjawab tenang tanpa memperlihatkan raut kecewa karena yang menjadi pembahasan mereka adalah Ziyu juga Minguk. Tapi Luhan memahaminya karena pastilah yang menjadi pusat utama Sehun sekarang bukan lagi dirinya melainkan kedua anak mereka.

Menggelikan.. memang apa yang kau harapkan untuk keluar dari mulut Sehun, Luhan? Sebuah ajakan untuk kembali? Katakanlah itu sendiri wanita bodoh. Kau yang sudah meninggalkannya bukan dia yang meninggalkanmu.

"Terima kasih.. aku akan menjemput mereka besok."

Umpatan hati kecilnya berakhir ketika Sehun mengatakan itu dengan rasa syukur di dalam hati karena Luhan tidak lagi bertindak seperti saat tiga tahun lalu yang ingin menjauhkannya dari Ziyu. Berbagai perasangka buruk akan tindakan apa yang akan Luhan lakukan hilang, ketakutan di dalam benaknya yang selalu memikirkan segala kemungkinanpun perlahan sirna karena Luhan bersikap biasa kepada dirinya. Semoga dengan awal ini Sehun bisa membawa keluarga kecilnya untuk kembali.

.

.

"Ayah!" Ziyu adalah sosok yang tidak mampu memendam kebahagiaannya ketika Luhan membuka pintu apartemen dan melihat Sehun ada di sana, berdiri dengan senyuman senang. "Ayah datang?" Memberi Sehun pelukan singkat lalu menatap berbinar kepada sang ayah.

"Ya.. ayah datang untuk menjemputmu dan Minguk."

"Kita akan pergi?"

"Menemui nenek juga paman Yifan. Kau merindukan mereka bukan?"

"Ya, aku merindukan nenek." Ziyu mengangguk pasti lalu berbalik kepada Luhan membuat Sehun pun ikut menatap Luhan. "Ibu, apa aku boleh ikut ayah?"

"Pergilah.. ibu akan menjemputmu nanti."

"Yey! Aku akan memanggil Minguk." Saking bersemangatnya Ziyu berlari cepat untuk masuk semakin dalam ke apartemen guna mencari adik kecilnya di sana.

Tersisalah Sehun bersama Luhan yang masih berdiri saling berhadapan. "Terima kasih.. aku berjanji akan mengantar mereka jika kau mau." Dengan senyuman singkat Sehun menatap Luhan.

"Berhentilah mengatakan terima kasih. Kau ayah mereka dan aku tidak pernah menutupi itu dari Ziyu ataupun Minguk.. kau memiliki hak atas mereka." Luhan berkata dengan sedikit kesal. Kata terima kasih yang Sehun katakan hanya membuatnya merasa seperti wanita jahat karena selama ini sudah memisahkan Sehun dari kedua anak mereka.

Tapi saat itu dia memang benar-benar tidak memiliki pilihan.

"Ziyu, kau mau membawaku kemana?" Donghae yang tengah menggendong Minguk muncul karena Ziyu yang menariknya dari dalam kamar ke hadapan Sehun. "Ah, kau ada di sini?" Sedikit terkejut Donghae menatap Sehun. "Apa kabarmu, Sehun?"

Uluran tangan Donghae hanya Sehun abaikan, dia bahkan tidak menatap Donghae sedikitpun. "Minguk.. apa kau mengenal ayah?" Lebih memilih untuk mencoba mengambil Minguk dari gendongan Donghae namun yang terjadi Minguk menangis saat sudah ada dalam dekapannya.

"Ibu.. ayah.." Minguk meronta dari gendongan Sehun. Tangan kecilnya terus ingin menggapai Luhan ataupun Donghae. Sehun mencoba membujuknya dengan berbagai cara namun tangisan Minguk tidak mereda dan itu membuat hati Sehun terasa sakit dengan sendirinya. "Ibu."

Anak sulungnya bahkan tidak mengenali siapa dirinya.

Tidak mungkin memaksa Sehun membiarkan Donghae kembali menggendong Minguk. Kesedihannya yang tercipa oleh dua hal coba Sehun sembunyikan dan dia pun hanya bisa menggenggam tangan Ziyu untuk sementara.

"Dia hanya belum mengenalimu." Luhan mencoba memberi pengertian. "Dia akan mau jika sudah cukup mengenal."

"Ya, aku mengerti itu."

Kesedihan juga kekecewaan dengan jelas terlihat di mata Sehun. Saat pria itu pergi bersama Ziyu, Luhan hanya bisa menatapnya dari kejauhan.

"Sudah aku katakan.. dia pasti salah menduga hubungan kita, Luhan." Donghae mendecak lalu kembali masuk ke dalam bersama Minguk.

.

.

Walau tingkah Minguk berhasil membuat Sehun terpuruk tapi dia tidak ingin memperlihatkan itu di depan Ziyu. Dengan memasang senyuman lebar, Sehun membawa Ziyu untuk makan bersama juga bermain bersama di dalam Mall yang mereka datangi. Kebersamaan mereka tidak Sehun sia-siakan. Dari siang sampai menjelang sore Sehun menuruti apapun yang Ziyu inginkan dan menyingkirkan segala urusan kantor demi membuat sang buah hati tertawa dengan senang.

"Nenek!" Ziyu berlari menghampiri Si Ren saat mereka memasuki rumah Sehun, rumah yang masih sangat Ziyu ingat.

"Cucuku." Tubuh Si Ren yang telah semakin renta memaksakan dia untuk duduk di kursi roda dan hanya mampu menunggu Ziyu untuk berhambur dalam pelukannya. "Kau sudah besar, ya Tuhan." Berkata dengan terharu sembari mengusap rambut hitam Ziyu. "Nenek merindukanmu, sayang."

"Apa nenek sakit?" Ziyu menjauhkan diri lalu menatap Si Ren dengan lekat.

"Ya, sayang… nenek sudah semakin tua tapi setelah melihatmu nenek merasa lebih sehat sekarang."

"Aku akan menemani nenek. Nenek jangan menangis." Jemarinya mengusap airmata Si Ren yang dihadiahi kecupan sayang dari Si Ren.

"Hai jagoan kecil?" Giliran Yifan yang menyapa Ziyu. "Apa kau tidak merindukan paman?" Berujar jahil dan langsung menyambut pelukan Ziyu yang menghampirinya tanpa sungkan.

Seketika aura baik yang terasa hangat muncul karena kehadiran Ziyu. Semua orang merasakan itu termasuk Wu Yen dan juga Tao yang baru pertama kali melihat Ziyu. Sehun tersenyum saat semua orang merasa senang akan kedatangan Ziyu, bahkan Ziyu terlihat gemas ketika melihat Kevin yang ada dalam gendongan Tao dan berusaha untuk mencubit pipi Kevin yang tentu tidak Tao biarkan hingga Ziyu terus mengikuti kemana Tao berjalan.

Andai Luhan dan Minguk ada bersamanya, kebahagiaannya ini akan menjadi lengkap namun sayang.. Luhan kini telah benar-benar menjadi milik Donghae. Sehun kira dengan bersama anak-anaknya ia bisa membuat jalan baru bagi dirinya untuk mendekati Luhan, tapi belum juga jalan itu terbentuk kenyataan sudah lebih dulu menghancurkan pondasinya.

.

.

Setelah makan malam Sehun bersama Ziyu berbaring di atas ranjang yang sama, tentu setelah sebelumnya mereka membersihkan diri. Besok Ziyu akan Luhan jemput dan Sehun ingin menghabiskan malamnnya tanpa memeluk Ziyu secara erat.

"Kau masih menyukai Iron man?"

Mata Ziyu melirik seluruh kamar yang berisikan Iron man. Ini bukan kamar milik Minguk tapi kamarnya sendiri yang sudah Sehun dekorasi sejak dua tahun silam. "Ya, aku masih menyukai Iron man. Tapi apa ayah tau Naruto? Dia sangat hebat, ayah."

Sedikit terkekeh Sehun melirik Ziyu yang berbantal lengannya. "Tentu ayah tau." Menjawab antusias hingga membuat Ziyu terpancing semangat untuk menceritakan hal baru yang dia dapat di jepang.

Bagaimana sekolahnya, teman-temannya juga tingkhah lucu Minguk tanpa lelah Ziyu ceritakan. "Ibu bilang suatu saat aku akan bertemu kembali dengan ayah." Tak tertinggal pula tentang ucapan yang selalu Luhan katakan setiap kali dia merindukan Sehun. "Dan aku senang karena sekarang ada bersama ayah."

Sehun merasa sedih pada semua hal yang baru ia ketahui dari cerita Ziyu namun dia pula merasa senang karena ternyata Ziyu pun sama merindukan dirinya dan tidak pernah melupakan siapa dia. "Maaf karena ayah tidak bersamamu untuk mendengarkan semua ceritamu setiap malam. Kau berkembang dengan pesat namun ayah tidak ada di sisimu untuk memberikan dukungan. Selama ini kau pasti merasa sedikit kesepian juga kecewa."

Ziyu mendongak, menatap mata bening Sehun yang digenangi penyesalan. Tubuh ayahnya Ziyu peluk erat yang Sehun balas dengan usapan lembut penuh ketenangan bagi Ziyu. "Ayah, kau tidak akan lagi meninggalkan aku, ibu juga Minguk kan?"

Tersenyum tipis Sehun pun mencium keninga Ziyu. "Tidak.. ayah tidak akan lagi meninggalkan kalian." Berucap pasti walau dia tidak tau apa itu akan benar-benar terjadi atau hanya sebuah harapan kosong yang diukir di atas awan.

.

.

Paginya Sehun dengan terpaksa meninggalkan Ziyu di rumah bersama Si Ren juga Wu Yen karena dirinya memiliki jadwal meeting bersama rekan bisnis yang datang dari luar Korea sehingga tidak dapat ia mundurkan, terlebih semua pekerjaannya kemarinpun tidak dia tanganni sehingga kini menumpuk di atas meja kerja. Saat lembaran dokumen terakhir Sehun tutup jam sudah menunjukan pukul sembilan malam dan Sehun pikir mungkin Luhan sudah menjemput Ziyu di rumah sejak beberapa jam lalu namun dugaannya salah karena ketika dia memasuki rumah, dirinya justru melihat wanita itu bersama kedua anaknya tengah bercengkrama bersama Si Ren juga Wu Yen.

Senyuman Luhan tidak lagi terukir ketika matanya tanpa sengaja beradu dengan manik hitam milik Sehun. Demi mengurangi rasa gugupnya Luhan menundukan kepala karena tidak tau Sehun akan bereaksi apa ketika melihatnya berada di sini.

"Kau datang?" Wu Yen menyambut Sehun dengan senang. "Ada Luhan, Ziyu juga Minguk bersama kami. Tadinya Luhan akan pulang tapi mobil yang dia bawa tiba-tiba saja mati dan aku meminta Luhan untuk menginap sampai besok karena sekarang sudah cukup malam. Tidak apa-apa, kan?" Tanpa diminta Wu Yen memberitahukan alasan keberadaan Luhan di rumah mereka.

Hanya tersenyum tipis Sehun menggeleng sebagai jawaban lalu menghampiri Ziyu. "Kau belum tidur?" Mencoba bersikap biasa saja di depan Luhan, Sehun pun mencium pipi Ziyu dan mengusak rambut Minguk yang hanya menatapnya. "Siapa namamu?" Sembari berlutut Sehun bertanya kepada Minguk yang tidak mau manjawab. "Apa kau menyukai coklat? Aku akan memberikanmu coklat jika kau mau memberitahu namamu pada ayah."

"Minguk tidak suka coklat, ayah. Dia suka susu pisang." Ziyu meralat senjata yang Sehun gunakan untuk membujuk Minguk.

"Benarkah? Sepertinya ayah harus bertanya banyak kepadamu." Dia berdiri kemudian mengusak rambut Ziyu tanpa memperdulikan keberadaan Luhan.

Sehun hanya tidak tau harus berbuat apa pada wanita milik pria lain yang akan tinggal di rumahnya. Setidaknya walaupun dulu ia sering meniduri banyak wanita tapi Sehun tidak pernah meniduri wanita yang sudah terikat.

"Sebaiknya kita tidur." Si Ren menyela karena merasa jengah melihat keterdiaman antara Sehun juga Luhan. "Selesaikan masalah kalian dengan dewasa. Situasi seperti ini juga tidak nyaman bagi orang lain." Menyindir telak lalu menggerakkan kursi rodanya sendiri untuk pergi dari sana bersama Ziyu juga Minguk yang sudah berada dalam gendongan Si Ren.

Saat kini hanya tinggal mereka berdua dan Sehun pun menghela napas. Yang Si Ren katakan benar, kalau kecanggungan ini tidak segera berakhir itu sama saja seperti membuat seluruh orang tidak nyaman dan Sehun pun lelah dengan situasi semacam ini. "Apa kabarmu?" Walau sulit tapi Sehun tetap mencoba.

Tidak memiliki Luhan sebagai istri tapi mereka tetap harus menjadi teman, kan? Demi anak-anak.

"Aku baik."

"Ya, aku melihatnya." Sofa lain di samping Luhan, Sehun duduki. "Kau sudah hidup lebih baik sekarang. Jepang sepertinya sangat berpengaruh untukmu."

"Sedikit banyak.. karena di sana aku memulai hidup yang baru."

Mendengar itu Sehun mendecih. Apa hidup baru yang Luhan maksud adalah Donghae? Shit! Hatinya terasa kesal secara tiba-tiba. Karena satu hal inilah yang membuat Sehun merasa sungkan untuk mengobrol bersama Luhan karena dia belum siap untuk mendengar Luhan mengatakan apapun tentang Donghae.

"Bagaimana denganmu? Apa kau hidup baik?" Secara hati-hati Luhan bertanya.

"Menurutmu apa aku bisa hidup baik setelah kau pergi seperti itu?"

Namun jawaban Sehun terdengar sangat mengejutkan bagi Luhan.

"Aku bahkan tidak berhenti memuji diriku sendiri karena masih bisa hidup sampai sekarang." Napasnya sedikit Sehun hela, guna menormalkan perasaannya sendiri yang bercampur aduk. "Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama tapi itu menjadi terasa sangat panjang juga menyesakkan saat aku sadar kalau kau bersama Ziyu telah pergi meninggalkanku. Apa sedikitpun kau tidak memikirkanku? Aku selalu memikirkan kalian seperti orang gila dan mengumpati diriku sendiri untuk semua kesalahan yang ku perbuat."

Luhan hanya diam, dia menatap tanpa terputus kepada Sehun yang berujar cukup panjang untuk mengeluarkan segala keluhan di hatinya.

"Aku menyimpan penyesalan dengan beribu kata maaf untukmu, berharap suatu saat kau akan kembali aku miliki namun kenyataannya kau datang setelah kau terikat dengan pria lain." Sedikit frustasi Sehun beranjak dari sofa. "Aku tidak tau harus berbuat apa, Luhan. Tapi aku pikir kau memang pantas bahagia walau itu bukan denganku." Berujar lirih lalu melangkahkan kakinya untuk menuju kamar.

"Donghae bukan suamiku."

Namun langkah Sehun terhenti karena ucapan Luhan yang terdengar.

"Dia hanya seorang kakak yang bersedia menolong wanita sepertiku tiga tahun lalu. Tanpa pemrih dia memberiku tempat tinggal dan suasana hidup yang lain yang aku rasakan kian lama menjadi semakin membosankan. Kadang pilihan yang kita ambil tidaklah memiliki hasil sesuai dengan yang kita harapkan Sehun dan itulah yang terjadi kepadaku."

Tanpa tercegah Sehun berbalik menatap Luhan yang juga telah berdiri dari kursinya.

"Bukan kehidupan baru seperti itu yang aku maksudkan. Di Jepang aku menempuh pendidikan kuliah yang belum sempat aku lakukan dan di sana pula aku menemukan keinginanku untuk menjadi seorang perancang." Luhan menjelaskan secara jujur kepada Sehun. "Walau begitu aku tetap teringat padamu yang aku tinggalkan. Karena aku sadar, bagaimana aku bisa melupakanmu saat aku hanya bahagia ketika ada bersamamu? Maaf, tiga tahun lalu aku bersikap egois hingga membuatmu jauh dari Ziyu juga Minguk, tapi sekarang aku datang setelah berhasil melepas luka ma-"

Sepenggal kalimat Luhan terputus ketika Sehun tanpa terduga membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman tanpa lumatan. Luhan sedikit tercengang karena hal ini namun tubuhnya yang menegang berangsur melemas saat merasa sesuatu yang basah terjatuh menyentuh pipinya. Itu adalah airmata Sehun.

"Maafkan aku, Luhan." Ciuman itu berubah menjadi pelukan. "Aku akan selamanya bersalah dan teringat dengan kesalahanku. Tapi tolong, bisakah kau kembali kepadaku?" Tidak lagi membuang waktu Sehun mengungkapkan isi hatinya. "Aku mencintaimu, masih sangat mencintaimu."

"Sehun itu sangat mencintaimu, Luhan. Saat aku mengenalkan dia pada seorang wanita di kencan buta dia akan selalu tanpa ragu mengatakan kalau sudah memiliki seorang istri dan dua anak."

Perkataan Tao di pesta resepsi Baekhyun teringat di benak Luhan hingga membuat Luhan tersenyum kecil ketika mendengar sendiri Sehun yang mengatakan hal semacam itu lagi kepada dirinya. Bagaimana mungkin aku bisa meragukan cintamu saat kau mau tetap menungguku tanpa kepastikan selama tiga tahun, Sehun?

"Tidak ada apapun yang bisa aku lakukan untuk merubah malam itu tapi beri aku kesempatan untuk menebusnya dengan membahagiakanmu."

Pelukan Sehun, ia lepaskan dan dengan lembut Luhan mengusap bahu tegap Sehun. "Di dalam sebuah rumah tangga tidak hanya dibutuhkan ibu yang sempurna.. untuk menjadikannya lengkap harus ada ayah yang sempurna Sehun dan bagi Ziyu juga Minguk, ayah yang sempurna adalah dirimu." Tersenyum tipis lalu menghapus jejak airmata Sehun. "Lupakan semuanya Sehun.. jangan kita ingat lagi dengan apa yang sudah terjadi dulu. Aku ingin kita bisa bersama untuk memulai hidup yang baru dan aku pun meminta maaf atas tiga tahun hidup yang sudah kau lalui karena keegoisanku."

Sehun mayakinkan diri dengan apa yang sudah ia dengar. Sedikit terenyuh Sehun menatap mata Luhan secara lekat. "Tanpa tiga tahun itu kau mungkin tidak akan bisa memaafkan aku sekarang. Terima kasih, Luhan.." Penuh ketulusan juga rasa bahagia yang membumbung Sehun berujar. "Aku tidak lagi ingin terpisah denganmu dan juga anak-anak kita. Aku ingin selamanya bersama kalian, karena itu mau kah kau hidup denganku kembali?"

Tanpa ada keraguan karena sejujurnya semuanya masihlah sama Luhan tersenyum sebagai jawaban dan Sehun tidak membutuhkan kalimat untuk mengartikan itu semua karena kini hatinya sudah terlebih dulu tertimbun dengan kegembiraan. Tiga tahun yang dia lalui dengan susah payah memberikan hasil yang lebih dari sekedar kata pantas. Dia mendapatkan Luhan kembali untuk berada di sampingnya juga memiliki dua anaknya di depan matanya. Tidak ada lagi hal terindah yang dia dapat selain ini dan tidak ada lagi kata yang bisa Sehun utarakan selain terima kasih sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. "Aku mencintaimu, selamanya." Dan Sehun bersumpah akan menjaga keluarganya dengan segenap kasih sayang serta ketulusan.

Luhan dengan perasaan bahagia yang sama berhambur memeluk Sehun. Dengan nyaman dia memejamkan mata sembari mendengar detak jantung Sehun di dalam sana. Betapa ia merindukan kehangatan dari pelukan Sehun dan Luhan tidak akan lagi menjadi wanita bodoh yang akan bertindak meninggalkan pria ini. Cukup satu kali dia berusaha dengan hasil sia-sia untuk melupakan Sehun, karena rupanya cintanya kepada Sehun lebihlah besar dari saat dia mencintai Yifan dan selanjutnya Luhan akan tetap mencintai pria ini untuk seterusnya bahkan untuk selamanya.

.

.

Luhan menyamankan posisinya untuk berbaring di samping Ziyu ketika pintu kamar terbuka. Dengan kening berkerut Luhan menatap Sehun yang berdiri di sana. "Ada apa?"

"Bolehkah aku tidur bersama kalian?"

Mendecih geli Luhan pun mengangguk sebagai jawaban dan meletakan satu batal di samping Minguk. Mereka berbaring bersama dalam satu ranjang dengan urutan, Sehun, Minguk, Ziyu dan Luhan. Cukup hati-hati Sehun mengelus pipi Minguk dan Luhan yang berbaring menyamping menghadapnya pun dibuat tersenyum kecil dengan maklum. "Minguk sangat mirip denganmu tapi dia tidak seaktiv Ziyu.. Minguk sedikit lebih pendiam."

Pandangan Sehun beralih kepada Luhan karena dia pun berbaring menyamping menghadap Luhan. "Kenapa kau merubah nama Chris dan tetap memberikan nama Minguk untuk anak kita?" Bertanya penasaran karena sebelumnya dia sempat pesimis jika Luhan akan tetap menamakan anak kedua mereka sebagai Minguk.

"Karena itu keinginanmu. Aku tidak ingin sepenuhnya melepaskan mereka dari bayang-bayangmu karena itulah aku memberikan nama yang kau inginkan untuk mereka."

"Lalu kenapa Minguk memanggil Donghae ayah?" Untuk pertanyaan ini ada sedikit nada malas yang kentara dari suara Sehun. "Apa kau juga yang mengajarinya?" Dan ia hanya ingin tau tetang hal ini.

"Tidak." Luhan menggeleng. "Aku tidak mengajari Minguk untuk memanggil Donghae ayah tapi mungkin Minguk mengira kalau Donghae adalah ayahnya dan Donghae pun tidak merasa keberatan dengan hal itu jadi aku biarkan saja.."

"Itu karena Donghae ingin benar-benar menjadi ayah untuk Minguk."

Luhan tertawa karena ucapan Sehun yang terkesan menuduh. "Donghae sudah memiliki kekasihnya sendiri, Sehun." Sedikit terkekeh Luhan memberitahukan. "Kecemburuanmu tidak beralasan."

"Tapi kenapa kau tinggal bersama dia dan kenapa dia ada di apartemenmu?"

"Kau menjadi seperti wartawan."

"Itu karena kau yang menghilang bukan aku."

"Aku di Jepang tidak hanya tinggal bersama Donghae tapi juga bersama keluarga Donghae dan kedua orang tuaku."

"Orang tuamu?" Sehun mengulang guna memastikan ucapan Luhan. "Jadi selama ini kau bersama mereka?"

"Heum.. mereka memutuskan ikut denganku saat aku memberitahu semuanya dan karena Donghae tidak mengizinkan aku juga kedua orang tuaku pergi jadi kami tinggal di rumah Donghae dan kenapa ada Donghae di apartemenku itu karena aku yang menampungnya selama di Korea. Bagaimana, apa sudah jelas?"

Napasnya Sehun hela lalu meraih tangan Luhan yang ada di atas perut Ziyu. "Lalu bagaimana dengan kedua orang tuamu?" Kini yang ada di pikiran Sehun bukan lagi tentang Donghae. "Apa mereka akan mengizinkan kita untuk menikah?" Melainkan tentang bagaimana tanggapan kedua orang tua Luhan.

"Kau mengkhawatirkan itu?"

Dengan raut cemas Sehun mengangguk. Bagaimana mungkin dia tidak khawatir kalau kedua orang tua Luhan pun selama ini menghilang, terkesan ikut bersembunyi seperti apa yang Luhan lakukan.

Tangan Sehun balik Luhan genggam lalu mengelusnya dengan lembut. "Mereka adalah seseorang yang selalu menyuruhku kembali kepadamu, Sehun." Tersenyum kecil, untuk memberitahukan kalau tidak ada apapun yang harus Sehun cemaskan. "Kenapa mereka pun ikut menghilangkan jejak itu karena permintaanku. Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya sendirian."

Mendengar itu kecemasan Sehun lenyap, hatinya pun terasa lega karena itu bertanda jika sudah tidak ada apapun yang akan menghalangi mereka untuk menikah. Sehun mencondongkan tubuh dan mencium punggung tangan Luhan dengan segenap cinta yang tersalur di sana. Luhan tersenyum melihat itu dan saat Sehun mendekatkan kepalanya Luhan tidak menghindar sedikitpun karena dia tau kalau Sehun akan beralih mencium bibirnya.

"Ibu."

Namun panggilan Minguk membuat keduanya segera menjauh dengan cepat dan Sehun pun hanya bisa menelan ludah karena gagal mencium Luhan.

"Ada apa sayang?" Luhan menyibak selimutnya lalu mengelus kening Minguk yang terbangun.

"Minguk mau ke kamar mandi."

"Biar aku saja." Sehun menawarkan diri dengan cepat.

"Tidak mau." Namun Minguk menolaknya dengan cepat pula. "Bersama ibu."

"Baik, ayo kita ke kamar mandi." Luhan turun dari ranjang lalu menggendong Minguk dan membawanya menuju kamar mandi.

Sehun yang melihat itu mendengus kesal namun dia tidak tinggal diam. Dia mengikuti dari belakang sembari membuat ekspresi konyol guna menjahili Minguk yang selalu menatapnya dengan datar, seolah apa yang Sehun lakukan bukanlah sesuatu yang menarik.

"Kenapa dia begitu menyebalkan?" Merasa usahanya gagal Sehun bergumam dengan kesal tanpa ia pikirkan jika Minguk adalah jelmaan dari dirinya sendiri yang juga kadang bersikap menyebalkan.

Luhan hanya bisa tertawa melihat Minguk yang selalu mengacuhkan Sehun sementara Sehun terus berusaha dengan gila untuk mendapatkan perhatian Minguk. Di dalam kamar mandi kecil itu terdengar rengekakan Minguk yang tidak mau berdekatan dengan Sehun dan Ziyu yang berada di atas ranjang terusik karena kebisingan ayah juga adiknya hingga ia terbangun, berteriak memanggil Luhan yang langsung melirik tajam kepada Sehun.

"Ya, sayang.. jaga Minguk." Luhan keluar dari kamar mandi untuk menghampiri Ziyu. Berpesan singkat kepada Sehun yang berdiri jauh dari sosok Minguk yang duduk di atas toilet.

Pandangan mereka saling beradu namun Minguk memalingkan wajah membuat Sehun memutar bola matanya malas. Apa Minguk benar-benar anaknya? Yah, dia anakmu dia sama persisi denganmu, Oh Sehun.

Menjadi seorang suami juga ayah itu tidak mudah. Ini hanya awal, di hari esok kau akan mendapat banyak kejutan dari keluarga kecilmu yang kadang bisa membuatmu senang ataupun justru membuatmu pusing tujuh keliling. Nikmati apa yang kau harapkan setiap malam karena mereka adalah keluargamu, keluarga kecilmu..

Sehun tersenyum simpul. Ya.. ini adalah keluagaku..

.

.

.

.

.

The End!

Tamat! Sungguhan, beneran tamat loh.. no squel ya dan jangan pada review Thor ini belum sampai nikah, jangan modus hohoho Happy end itu ga harus di saat mereka nikah karena itu terlalu pasaran /ditabok/ pas kemarin aku post chap 24 aku dapat banyak banget teror(?) lewat media sosialku lol dan sesuai yang kalian harapkan aku bawa chap 25 sebagai akhir yang bahagia padahal menurutku end di chap 24 itu ok banget!

Tapi karena aku tidak sekejam itu jadi aku bawa ini untuk kalian^^ anggap sebagai bentuk rasa terima kasihku ke kalian semua^^ Pokoknya aku benar-benar berterima kasih untuk dukungan kalian sampai FF ini bisa tamat. Aku terhura TT mulai dari review, favorit juga follow pokoknya aku benar-benar berterima kasih.

Kita ketemu di FF ku yang lainnya ya, itu pun kalo kalian baca. Buat yang kangen TW coming soon dan yang minta WSL nanti ya^^ satu lagi, HunHan di kehidupan nyata itu ga pisah, mereka Cuma jauhan.. mereka itu selalu bersama jadi ga usah baper kalo ada FF HunHan yang sad end lol

Ini semuanya udah bahagia, jadi apa kalian juga bahagia ma ending FF ini? Ayo, review^^ review terakhir untuk TSP.

Kita ketemu di lain FF ya.. jump! Jump! Jump! Jump! We Are HHS^^ See you, I love you all..