Don't Make Me a Jerk
HunHan/NC
.
.
.
Malam dingin yang dihiasi kecanggungan di antara pria itu berakhir. Acara makan malah selesai begitu cepat entah itu hanyalah perasaan Sehun saja. Para orang tua tampak masih bercengkrama dalam suasana santai ruang tamu, sementara Sehun memilih berkeliling di rumah tersebut, lebih tepatnya mencari Luhan yang menghilang sejak pengumuman dirinya menginginkan melanjutkan studi ke Amerika.
Sehun menghela napasnya mendapati Luhan tengah berdiri di balkon dengan dinginnya udara yang menyelimutinya. Ingin rasanya Sehun berlari dan memeluk punggung mungil yang terlihat begitu rentan. Perasaan yang menyakitkan mulai menggerayanginya. Perasaan yang bercampur aduk dengan rasa rindu, dan cintanya kepada Luhan.
Luhan tampak menghela napasnya, lalu membalikkan badannya menemukan Sehun disana berdiri menatapnya lirih dengan tangan terkepal. Jantungnya tiba-tiba saja merasa aneh, ada rasa hangat ketika mata Sehun menatap matanya begitu lembut. Rasanya ia ingin menangis saja dan menghambur memeluk Sehun.
"Lu.."panggil Sehun bergetar.
Luhan merasa hangat, merasa begitu senang mendengar suara Sehun memanggil namanya. Ia diam disana tak bergeming dan tetap menatap Sehun.
"B-bagaimana kabarmu?"tanya Sehun berbasa-basi.
"Baik saja"balas Luhan singkat, ia segera melangkahkan kakinya untuk kembali ke kamarnya dan menghindari Sehun, ia tidak boleh terlalu terbawa dengan perasannya.
"Aku tidak bermaksud melakukan itu!"teriak Sehun membuat Luhan menghentikan langkahnya dan tetap memunggungi Sehun. "Aku sungguh tak bermaksud Lu, ketika itu aku benar-benar tidak tahu bahwa tamu yang akan datang adalah ayahmu, aku sunggung tidak tau. Malam itu aku mencoba menghubungimu untuk mencegahmu datang, tapi ponselmu tidak bisa di hubungi sama sekali"jelas Sehun bergetar.
Luhan terdiam, tangannya mulai bergetar. Jadi semua ini tidak sepenuhnya salah Sehun, ini juga kesalahan bodohnya. Mengapa? Mengapa ia begitu bodoh? Apa yang harus di lakukannya sekarang? Meminta maaf? Lalu apa?
"Aku mohon, maafkan aku Lu... ini menyiksaku, tidakkah ini menyiksamu?"lirih Sehun.
Perasaan Luhan mulai semakin sesak dan memaksanya menangis hingha setetes air mata mulai membanjiri pipinya membuat pertahanannya runtuh begitu saja. Ia segera membalikkan badannya dan menghambur memeluk Sehun. Ia begitu bodoh untuk tidak mendengarkan Sehun terlebih dahulu dan membuat kesimpulan-kesimpulan aneh yang membuat mereka hancur dan tersiksa.
Sehun merasakan ikatan di dadanya hilang begitu saja dan membiarkannya bernafas lega. Setetes air mata ikut mengalir di pipinya, tangannya ikut melingkar di tubuh mungil Luhan, dan bibirnya mengecupi puncak kepala Luhan menyalurkan segala kerinduan dan rasa sayangnya.
.
.
.
"apakah kau mau tetap ke Amerika?"Tanya Sehun, tangannya melingkar begitu erat di pinggang Luhan seakan tidak mau melepaskannya lagi.
Luhan menghela napasnya, tangannya terangkat menangkup kedua pipi Sehun dan menatap pria itu tepat ke matanya "ya, aku akan tetap kesana" itulah jawaban Luhan, baginya ia tetap akan menyembunyikan bayi mereka untuk sementara. Jika ia mengumumkannya sekarang, orang tua mereka pasti akan memaksa mereka menikah, dan itu pasti akan membuat So eun semakin merasa sakit. Luhan bukanlah orang yang sejahat itu, ia tidak mau menyakiti Soeun lagi.
Sehun menghela napasnya lantas mencium bibir Luhan, melumatnya lembut dan merasakan kehangatan bibir Luhan yang rasanya sudah lama tak dicicipinya. Sehun melepaskan tautan bibir mereka dan menatap Luhan lembut "Kalau begitu biarkan aku mengantarmu ke bandara nantinya"
Luhan tertawa kecil dan mengangguk "tentu saja Tuan Oh"ujar Luhan lalu kembali menempelkan bibirnya dengan bibir Sehun.
.
.
.
Luhan menatap perutnya yang mulai membesar di hadapan cermin, usia kandungan sudah memasuki dua bulan. Wajahnya berseri-seri dan hatinya di penuhi kupu-kupu setiap kali ia melihat perutnya itu.
"selamat pagi Lu, dan bayi Lu"ujar yixing yang tiba-tiba muncul di belakang Luhan dan mengelus perut Luhan dengan sayang.
Luhan tertawa kecil, ia senang dengan keadaannya yang sekarang meskipun Sehun belum mengetahui keberadaan bayi mereka, setidaknya mereka berhubungan dengan baik. Ayahnya juga sudah pulang ke Cina, dan Luhan diizinkan tinggal di rumah Korea mereka bersama Yixing untuk sementara sampai hari ini.
Ya, Hari ini adalah hari dimana Luhan akan ke America, ia juga sudah sibuk selama sebulan mempersiapkan segala sesuatu untuk kepindahannya ke America. Meski merasa sedikit sedih karena akan berpisah dengan Sehun, tapi menurutnya ini adalah hal terbaik. Ia akan memberitahu Sehun jika waktunya tepat, entah ketika bayinya lahir nanti atau ketika masih dalam kandungannya. Luhan sama sekali belum tahu.
"Sehun sudah di depan, Lu."yixing tersenyum lembut.
Luhan balas tersenyum sembari menggenggam tangan Yixing "kau pasti senang bisa kembali ke Cina dan bersama Kris kan?"ujar Luhan terkekeh melihat semburat merah di pipi Yixing.
"Jaga dirimu baik-baik ya?"lanjut Luhan, Yixing menganggukkan kepalanya "kau juga"
Setelah acara peluk-memeluk keduanya keluar dengan sebuah koper ukuran besar, mendapati Sehun tengah berdiri di depan mobilnya dengan baju casual dan celana jeans hitamnya.
Luhan tersenyum lebar dan berlari memeluk Sehun "bagaimana tidurmu tadi?"tanya Luhan dengan suara teredam karena wajahnya yang menempel di dada Sehun.
Sehun tersenyum lembut "sangat nyenyak" entah mengapa Sehun merasa ada tonjolan besar di perut Luhan dan Sehun tidak tahu apa itu. Ia melepas pelukannya dengan Luhan dan menatap Luhan lembut "kupikir kau agak sedikit gemuk"
Luhan merasa tertohok, dia lupa dengan kehamilannya dan tiba-tiba merasa gugup. "Ahaha, karena aku banyak makan!"teriaknya dengan tawa kakunya.
Sehun tersenyum "baguslah kalau banyak makan, karena sebelumnya begitu kurus" Luhan menghela nafasnya lega tampaknya Yixing di belakangnya juga sedikit gugup.
"Ayo masuk ke mobil, dan Yixing biar aku yang bawakan"ujar Sehun hangat sambil mengambil koper Luhan dan memasukkannya kedalam bagasi sementara Luhan sendiri sudah masuk ke dalam mobil. Yixing tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Luhan yang tentu saja akan di balas oleh Luhan.
Selamat tinggal, Korea.
.
.
.
"Baik-baiklah disana, aku akan berkunjung jika punya waktu, dan jangan sering berjalan saat malam, itu berbahaya, ok?"oceh Sehun, dari raut wajahnya sebenarnya ia begitu khawatir melepas Luhan di kota sebesar Amerika tanpa pengawal seorang pun.
"Cerewet, aku akan baik-baik saja tuan Oh, percayalah"Luhan tersenyum lembut, sambil menatap mata Sehun untuk menenangkannya.
Sehun mengangguk dan mengecup bibir Luhan sekilas. "Sampai jumpa"
Luhan tersenyum "Sampai jum-"belum sempat Luhan menyelesaikan kata-katanya, ponsel Sehun tiba-tiba saja berdering. Sehun tampak mengerutkan kening ketika melihat layar, lalu dengan cepat mengangkat panggilan itu.
"Ada apa?"tanya Sehun datar, sementara Luhan hanya diam menunggu.
Tiba-tiba saja air muka Sehun berubah begitu drastis, matanya memerah dan tampak bergetar, punggung dan tangannya pun ikut bergetar, ia tampak tak fokus, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Ponselnya terjun begitu saja ke lantai.
"Sehun? Ada apa?"tanya Luhan khawatir.
Sehun menatap Luhan lirih dan penuh ketakutan "So eun..."ujarnya pelan, ia tampak sulit bernafas.
"Sehun tenanglah, bernafaslah dengan tenang dan katakan padaku"Luhan menangkup wajah Sehun dan menatapnya mencoba memberinya ketenangan.
Sehun memejamkan matanya, dan mengatur pernapasannya untuk mencoba tenang"Soeun dalam keadaan kritis, dan dokter bilang ini kemungkinan terakhir kalinya"jawabnya pelan dan terdengar bergetar.
Luhan mencelos, ia menatap Sehun lirih lalu menggenggam tangannya "ayo, ke rumah sakit"Luhan menatap teguh tepat ke dalam mata Sehun, memberikannya kenyamanan dan keberanian untuk melangkah.
Sehun menganggukkan kepalanya lantas bergegas menuju Rumah sakit bersama Luhan.
.
.
.
Sehun berlari kecang di hadapan Luhan, tangannya yang tadi menggenggam erat tangan Luhan tanpa sadar terlepas. Sehun tidak bisa lagi menunggu, yang ia pikirkan saat ini adalah Soeun. Istrinya yang sudah menemani dan mencintainya selama ini. Istrinya yang selalu disakiti karena menikah dengan dirinya. Istrinya yang selalu setia menyambutnya di balik pintu dengan senyum manis ketika Sehun pulang kerja. Selalu senyum yang indah meskipun ia selalu di rendahkan oleh orang tua Sehun di tambah penyakitnya yang parah, membuatnya semakin harus berjuang keras.
Sehun membuka pintu dengan cepat, tubuhnya bergetar dan matanya begitu merah menahan tangis. Disana Soeun tengah terbaring lemah dengan wajah pucatnya, sementara adiknya berdiri di sampingnya dengan berlinang air mata. Luhan menunggu diluar, meski merasa sedikit sakit ketika melihat punggung Sehun yang menjauh darinya tadi, namun ini bukan waktunya merasa sakit hati atau semacamnya, Luhan hanya tak tahu harus bagaimana.
Soeun tampak tersenyum menyambut Sehun "sayang, jangan kemari"ujar soeun serak, ia lalu memberikan tanda agar adiknya bersedia keluar ruangan. Sehun masih disana berdiri menatap Soeun bingung, mengapa ia tidak boleh kesana?
"sayang, aku tau kau sedang bingung. Tapi sebentar saja hum? Aku tau kau membawa Luhan, aku ingin berbicara kepadanya".
"T-tapi"Sehun tergagap, tubuhnya masih tak berhenti bergetar.
"Aku mohon ya?"Soeun tersenyum dengan tatapan memohon. Sehun menganggukkan kepalanya menuruti Soeun lalu melangkah keluar, ia menatap Luhan yang berada di luar, tampaknya pria mungil itu sudah mendengar permintaan Soeun.
Luhan menatap Sehun yang tampaknya sedang tak tenang dan khawatir. "Tenang saja, dia akan baik-baik saja percayalah"Luhan tersenyum sembari membelai rambut Sehun sekilas lantas masuk ke dalam ruangan Soeun, tak lupa menutup pintunya untuk menjaga perbincangan pribadi mereka.
Luhan menatap Soeun yang tampak tersenyum sejenak, lalu melanjutkan langkahnya menghampiri Soeun. Ia menggenggam tangan Soeun dan menatapnya lembut. "Bagaimana kabarmu, nyonya Oh?"tanya Luhan lembut.
Soeun tersenyum lembut "mendekatlah"ujarnya parau, Luhan menurutinya dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Soeun. Ia mengangkat tangannya membelai wajah Luhan, matanya berkaca menahan air mata "Luhan, kita semua tahu aku tidak akan bertahan hari ini"
Luhan menggelengkan kepalanya dengan cepat, matanya mulai terasa basah "t-tidak, jangan berkata seperti itu"
Soeun membelai rambut Luhan layaknya seorang kakak "namun, faktanya seperti itu dan aku sudah siap menerima takdirku" air mata mulai mengalir dari ekor mata Soeun, matanya menatap lirih ke arah Luhan "maafkan aku karena waktu itu aku menyuruhmu pergi dengan cara kotor. Tapi mengertilah, aku bersikap seperti itu karena aku terlalu mencintai Sehun, selain adikku ialah orang yang selalu berada di sampingku."
Luhan menutup matanya membuat air mata terjatuh membasahi pipinya, suara isakan mulai terdengar dari bibir mungilnya "tidak tidak, semuanya salahku, tidak seharusnya aku berada di dekat Sehun maafkan aku"lirih Luhan.
Soeun tersenyum lembut "mulai sekarang aku mohon jagalah Sehun untukku, jaga ia dan cintai ia sepenuh hatimu. Sehun sungguh mencintaimu, aku tau itu"
Luhan kembali menggelengkan kepalanya "tidak, Sehun mencintaimu"
Soeun menarik napasnya lalu membuangnya perlahan "Luhan dengarkan aku. Sehun mencintaimu, ketika kau marah di hari itu dia menjadi kacau, mabuk-mabukkan dan diam-diam sering menangis. Ia selalu pintar dalam menyembunyikan semua itu padaku, namun aku tau. Luhan, cintailah Sehun seperti dia mencintaimu karena dia sejak awal memang seharusnya menjadi milikmu"
Luhan terisak tanpa mampu membalas perkataan Soeun. "Luhan, bisa panggilkan Sehun kemari? Aku rasa sudah waktunya"pinta Soeun lembut, Luhan menganggukkan kepalanya menahan isakan lalu melangkah keluar untuk menghampiri Sehun.
Sehun tampak menatap Luhan yang baru saja keluar ruangan dengan ekspresi penuh pertanyaan dan terlihat frustasi. "Dia ingin menemuimu, Sehun"Luhan mempersilahkan Sehun masuk, pria itu menganggukkan kepalanya lantas berlari menghampiri Soeun.
Ia menggenggam tangan Soeun yang masih terbaring lemah. "Sayang, kau akan baik-baik saja, percayalah"ujar Sehun bergetar menahan tangis.
Soeun tersenyum dan menatap Sehun penuh cinta, ia lantas bangun dari tempat tidurnya secara perlahan dibantu oleh Sehun. Ia duduk menghadap Sehun dan menggenggam tangannya. Wajahnya pucat pasi rambutnya tergerai indah, matanya berkaca menatap Sehun. Sementara pria itu hanya mampu diam menenggakan kepalanya menatap wajah Soeun.
Soeun membelai rambut Sehun penuh cinta, bibirnya mulai bergetar dan air mata mulai mengaliri pipinya. Isakan demi isakan terlontar dari bibir Soeun "maafkan aku, karena tidak bisa menjadi istri yang baik"ucapnya di sela-sela isakannya.
Wajah Sehun yang tadi tampak datar kini berubah begitu drastis. Ia mulai ikut terisak dengan tubuh bergetar dan tangannya yang semakin erat menggenggam tangan Soeun. Sehun menggelengkan kepalanya sembari terus terisak "tidak sayang, aku- akulah yang selama ini mengkhianatimu, dan tidak mampu melindungimu. Akulah suami yang buruk untukmu, maafkan aku"
Keringat dingin mulai membasahi kening Soeun, ia kesakitan dan Sehun tahu akan hal itu. Soeun menggelengkan kepalanya "dulu aku hanya hidup bersama adikku, akulah yang menjadi sandarannya, dan ketika itu aku tidak punya siapa-siapa untuk bersandar. Lalu kau datang menyelamatkanku, berada di sampingku dan membuatku percaya untuk selalu bersandar padamu. Pernikahan kita, adalah hari-hari yang sangat menyenangkan untukku, dan aku sangat bahagia untuk itu. kau bukanlah suami yang buruk, sayang"
Sehun semakin terisak keras lalu menyandarkan kepalanya di dada Soeun dan memeluknya dengan erat. Ia terisak begiru keras dan tampak sulit bernapas, sementara Soeun hanya mampu menangis dalam diam dan memeluk sehun, membelai kepalanya memberinya ketenangan.
"Sehun, nyanyikan aku sebuah lagu"lirih Soeun.
isakan Sehun terdengar mereda meski ia masih tampak sulit bernapas. Tangannya masih memeluk Soeun dengan erat, matanha terpejam dan bibirnya mulai menyanyikan sebuah lagu.
" kotoba sae mo wasureyou to shite ( As long as I remember the words)
yozora ni inoru yo kimi no shiawase( My prayer for your happiness are on evening sky)
watashi no bun mo ( And mine as well
naite waratta kao o misete ( You've shown me your crying and smiling face)
sore dake de nee ureshii no ( With only that, i'm happy)"
Along with the song, Soeun took her last breath
.
.
.
Sehun dan Sojung tampak duduk berdampingan menatapi foto kakaknya yang terpajang indah. Sojung dengan hanbok hitamnya masih terisak, sementara Sehun dengan jas hitamnya mencoba menenangkannya. Tidak ada keluarga Sehun yang datang, Sehun tentu merasa marah namun sekarang bukanlah waktunya untuk marah.
Diluar tampak teman-teman kuliah berdatangan, ada yang tampak sibuk menangis, ada yang sibuk makan dan minum soju, sementara Luhan yang tidak jadi pergi ke amerika dan Yixing yang tidak jadi pulang ke china tampak sibuk berlalu lalang mengantarkan makanan kepada tamu yang datang.
Sesekali Luhan datang untuk memeriksa Sehun dan melihatnya jika ia baik-baik saja. Meski Luhan merasa lelah dan pusing, bahkan Yixing sendiri sudah mencoba membujuk Luhan untuk istirahat, setidaknya inilah yang bisa dilakukan Luhan untuk Soeun maupun Sehun.
"Lu, kau tampak pucat. Beristirahatlah"ujar Yixing terlihat khawatir, ia bisa melihat wajah Luhan yang dibasahi peluh dan bibirnya yang memucat. Luhan menggelengkan kepalanya "tidak, aku setidaknya harus melakukan ini, aku harus kuat agar Sehun juga kuat"
Yixing menghela napasnya, Luhan memanglah Luhan, pria mungil yang keras kepala "baiklah, tapi jangan terlalu memaksakan diri ya? Ingat bayimu Luhan"
Luhan tersenyum dan mengangguk, "tenang saja bayiku akan baik-baik saja"ujarnya mengelus perutnya sekilas. Ia lalu mengangkat nampan berisi makanan dan soju untuk disajikan kepada para tamu yang datang.
Luhan tiba-tiba saja merasa mual, wajahnya semakin pucat dan rasa pening mulai menggerayangi kepalanya. Ia terlihat meringis merasakan sakit di bagian perutnya. "Argh"Luhan spontan menaruh kembali nampan ke atas meja lalu berjongkong memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Ahh! Ini sakit sekali... hhh apa yang terjadi, Yi-Yixing hhh perutku sakit... bayiku... hhh"napas Luhan mulai tersendat-sendat, keringat dingin membasahi wajah dan rambut madunya.
"Luhan!"teriak Yixing, ia segera berlari menghampiri Luhan yang sudah terduduk lemas di lantai.
"Pe-perutku sakit hhh Yixing selamatkan bayiku..."lirih Luhan.
Yixing menangkup pipi Luhan yang tampak mulai hilang kesadaran "baiklah kita ke rumah sakit, bertahanlah Lu"
Yixing yang tampak panik dengan sekuat tenaganya menggendong Luhan, dan segera membawanya keluar membuat para tamu tampak menatap mereka terheran. Tak lupa mengundang sepasang mata elang yang tampaknya sedang terkejut.
"Lu-Luhan? Apa yang terjadi?"tanya Sehun khawatir, ia menjamah kening Luhan yang berada di gendongan yixing. "Ia dingin sekali, apa yang terjadi?"Sehun tampak semakin khawatir, matanya mulai bergetar.
"Aku ceritakan nanti, sekarang kita ke rumah sakit"pinta Yixing
Sehun seakan tersadar akan apa yang harus di lakukannya. Pria jangkung itu dengan segera berlari menuju mobil, dan membukakan pintu untuk yixing membaringkan Luhan di kursi belakang. Setelah posisi Luhan tampak nyaman, mereka langsung bergegas ke rumah sakit. Di dalam mobil Sehun tak bertanya sedikitpun toh Yixing bilang akan menceritakannya nanti.
.
.
.
"Apa yang terjadi padanya, Suho?"tanya Yixing khawatir, sementara Sehun ikut mendengarkan sembari menggenggam tangan Luhan dengan erat.
Suho menghela napasnya "apa tidak apa-apa kujelaskan disini? Tuan Oh sepertinya sedang ada disini"ujar Suho sekilas melihat kearah Sehun.
Sehun mengerutkan keningnya, sepertinya mereka sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Ia lalu menatap Luhan khawatir. Apa jangan-jangan Luhan punya penyakit parah, seperti Soeun? Itulah yang di pikirkan Sehun, ia lantas segera menatap Suho dengan tatapan tajamnya lalu menarik kerah bajunya tanpa babibu.
"Jelaskan padaku, apa yang terjadi padanya"ujar Sehun dengan nada menusuk namun juga terdengar goyah.
Suho tampak tenang dan menatap ke arah Yixing. "Jelaskan saja"ujar Yixing sembari menganggukkan kepalanya pada Suho.
Sehun melepaskan genggamannya pada kerah baju Suho dan mundur beberapa langkah, menunggu kata-kata Suho yang mungkin akan membuat hidupnya hancur nantinya, namun ia berdoa dalam hatinya agar Luhan tidak terkena penyakit parah seperti yang di pikirkannya.
Suho lebih memilih menghadap Yixing di bandingkan kepada Sehun yang menurutnya sedikit menyeramkan "tenang saja Yixing, Luhan tidak keguguran"ujar Suho tenang. Yixing menghela napasnya lega, setidaknya bayi Luhan baik-baik saja. Kalau terjadi apa-apa, rusa itu mungkin akan hancur.
Sementara Sehun masih diam mematung mendengar kata-kata Suho. Ia masih tidak mengerti dengan keadaannya. Keguguran? apa maksudnya?
"Dia mungkin tidak keguguran sekarang, tapi bisa saja lain kali. Berhati-hatilah mulai sekarang, ia terlalu stress dan kelelahan karena itulah perutnya sakit. Kau tahu kan Yixing kehamilan pada seorang pria lebih sulit dijaga dibanding kehamilan pada wanita"jelas Suho
Sehun semakin bingung. Hamil? Siapa yang di katakannya hamil?
"Dan kau"tunjuk Suho pada Sehun, Sehun menatap Suho dengan tatapan tajam dan wajahnya yang terlihat kebingungan. "Sebagai ayah dari bayi yang di kandung Luhan, setidaknya kau harus menjaganya. Mulai sekarang jaga Luhan baik-baik, jangan sampai kalian kehilangan bayi kalian"Suho lalu melenggang pergi entah kemana.
Sehun tiba-tiba saja terbatuk, sepertinya ia tersedak ludahnya sendiri. "Yixing... apa maksudnya semua ini?"tanya Sehun datar.
Yixing menghela napasnya dan menatap Sehun "Sebulan yang lalu kami menemukan fakta bahwa Luhan hamil. Ya tentu saja, kau ayah dari bayi yang di kandungnya. Luhan adalah seorang Male pregnant, dia bisa mengandung meskipun ia seorang laki-laki. Ketika itu dia menyembunyikan bayinya karena kesalahpahaman kalian, namun setelah itu kalian berbaikan dan alasan ia menyembunyikannya karena status pernikahanmu. Kau punya istrimu dan ia tidak mau melukai istrimu, karena itulah ia pergi ke Amerika untuk sementara."
Sehun terduduk lemas, ini kabar yang mengejutkan, membahagiakan namun juga menyedihkan karena Luhan selama ini menjaga bayi mereka sendirian, ia bahkan menahan diri untuk tidak memberitahu Sehun. Sehun mengusap matanya yang tiba-tiba sudah terasa basah lalu menggenggam tangan Luhan dengan erat. "Aku akan menjagamu Lu, selalu."ujarnya lantas mengecup kening Luhan menyalurkan seluruh cintanya pada Luhan, sesekali ia melirik pada perut Luhan dengan sedikit canggung namun juga ia juga merasa sangat bahagia. Ia akan menjadi ayah, ingin rasanya ia memberitahukannya pada seluruh dunia.
"Aku mencintaimu, Lu"
"Sehun?"panggil Luhan lemas, matanya mengerjap berusaha menyadarkan diri sepenuhnya.
Sehun tersenyum hangat dan membelai wajah Luhan "kau sudah bangun?"
"Apa yang terjadi?"Luhan menahan Sehun sedikit bingung. "Kau tadi jatuh pingsan Lu"jawab Sehun lembut.
"A-apa?!"Luhan sontak bangun dan duduk di atas tempat tidurnya "la-lalu bagaimana bay-"Luhan menutup mulutnya dengan cepat, ia hampir saja keceplosan di depan Sehun, namun saat ini ia benar-benar mengkhawatirkan bayinya.
Sehun menghela napasnya, lalu menurunkan tangan Luhan yang digunakannya untuk menutup mulutnya sendiri.
Sehun lalu menarik tengkuk Luhan dan menempelkan keningnya dengan kening Luhan. Tangan kekarnya menggenggam tangan Luhan dengan erat "bayi kita baik-baik saja Lu, tenang saja"
"S-Sehun bagaimana?"Luhan menatap Sehun bingung, matanya mulai berkaca-kaca. "Itu tidak penting, yang pasti sekarang aku sudah tau bahwa disini ada buah hati kita"Sehun mengelus perut Luhan dengan sayang lalu mencium kening Luhan dengan lembut.
Tak terasa bagi Luhan, air matanya sudah mengalir begitu saja. Kabar bahagia yang ditahannya selama ini, akhirnya mereka bisa menjaganya bersama.
"Lu, kau... maukah kau menikah denganku? A-aku belum punya cincinnya, karena ini tiba-tiba"Sehun menatap Luhan dengan semburat merah yang samar di pipinya.
Luhan menghapus air matanya, lalu menggeleng dengan cepat. "E-eh? K-kau tidak mau? Ternyata... memang benar aku belum pantas"ujar Sehun dengan nada kecewa.
Luhan menangkup wajah Sehun dan menatapnya "bukan begitu, kau lebih dari pantas. Menurutku pernikahan itu merepotkan, dan memperlambat. Jadi kupikir aku tidak memerlukan upacara pernikahan. Aku hanya ingin cepat-cepat berada di sisimu"
Sehun menatap Luhan sedikit terkejut, ia lalu tersenyum dan menganggukkan kepalanya "baiklah, kalau begitu upacara pernikahan atau semacamnya kita hilangkan saja"
"Heum!"
.
.
.
3 months later
Luhan menghela napasnya menatan sepiring toast hangus dan telur goreng yang bentuknya tak karuan "Sehun, sudah kukatakan jangan memaksa memasak, kalau makan ini tiap pagi bisa-bisa aku jatuh sakit dan apa kau pikir bayi kita menyukai toast ini?"
Sehun menatap Luhan sedikit sinis "aishh ini usahaku tahu!"
"Sudah kubilang, aku yang akan memasak"balas Luhan datar.
"Tidak boleh! Kau sedang hamil, kau ingat kata Suho? Kau tidak boleh kelelahan"omel Sehun.
Luhan kembali menghela napasnya, suaminya itu terlalu paranoid "memasak tidak akan membuatku kelelahan Sehun"
"Aish, sudah kubilang jangan panggil aku 'Sehun' tidak terdengar rasa sayangnya sama sekali, lagipula aku ini lebih tua darimu, sayang"omel Sehun lagi, juga ini caranya mengalihkan pembicaraan tentang toast hangusnya.
"Kalau begitu hyung?"
"Tidak! Itu terdengar seperti kakak adik, panggil aku sayang atau hunnie"
"Tidak mau"
"lulu sayang!"teriak Sehun.
"Tidak mauuuuuuuuu"
"Huaaaaaaaa mengapaaaaaa"
"Tidaaaak"
"Hey hey kau apakan Luhan?"tiba-tiba seseorang menyela, sepasang suami istri itu menoleh dan mendapati Kris tengah berdiri dengan menenteng paper bag yang sepertinya berisi semangkuk bubur sementara Yixing di belakang tampak hanya tersenyum canggung sambil melambai ke arah Luhan. Sepertinya mereka mulai sedikit dekat.
"Kris ge!"teriak Luhan girang "oh! Bubur! Syukurlah hari ini aku selamat dari toast hangus!"ujar Luhan dengan wajah berseri-seri.
"Hey hey darimana kau masuk?"tanya Sehun terdengar tak suka.
"Well itu mudah, ulang tahun Luhan bukanlah sesuatu yang bisa kulupakan"ujar Kris sembari tersenyum mengacak rambut Luhan dan memberikan buburnya.
Sehun mendengus, dia lupa kalau password apartemen mereka adalah ulang tahun Luhan, dan Kris pasti mengetahui seseuatu seperti itu.
"Sayang jangan dimakan, kau tidak tahu mungkin ada racun disana"sungut Sehun.
Luhan mengerutkan keningnya sembari menatap Sehun bingung, sebenarnya toast hangusnya itu lebih beracun, namun Luhan memilih diam dan tetap memakan buburnya.
"sayang! Jangan mengabaikanku!"rengek Sehun.
"well kalau kau lelah dengan toastnya kau bisa lari padaku Lu"canda Kris dan Luhan merespon dengan ibu jarinya sementara mulutnya masih sibuk memakan bubur.
"A-apa katamu?! Kau menyentuh Luhan, aku akan membunuhmu"teriak Sehun lalu keduanya beradu mulut sementara Luhan memakan buburnya dan Yixing yang hanya tertawa sembari menatap Luhan.
End
hi long time no see. Ughh sebenernya FF ini udah lama aku selesain, cuma baru sempat publish. Gomenasai TT enjoy!