WHO THE LAST LAUGH?

chap 9

original story by Rei Lawliet

Don't Like and Don't Read

sudah saya peringatkan!

.

.

.

.

Sebuah mobil sport putih dengan mulus memasuki kediaman megah kediaman Hyuuga. Sang pemilik dengan tanpa sabar menuruni mobilnya dengan gesit. Sesekali senyuman tipis tergores di bibir pink nya. Awalnya hanya langkah lebar yang ia gunakan, namun karena luasnya ruangan-ruangan kediaman itu, membuat langkah kakinya tak juga kunjung sampai ke kamarnya. Akhirnya ia berlari kecil. Para pelayan yang menyapanya hingga dibuat bingung oleh tingkahnya. Pasalnya, sang nona sudah sangat lama tak bersikap seperti itu.

Pintu putih itu terbuka, memperlihatkan besar dan luasnya ruangan yang di dominasi warna ungu. terlihat sangat rapi dan menenangkan. Membuat si pemilik tak sabar untuk menggantungkan tasnya dan berhambur di balik selimut dengan memeluk sebuah guling besar bermotif lavender kesayangannya.

Jantungnya berdetag kencang. rasa senang kini tengah menyeruak memenuhi hatinya, bukan tanpa alasan, setelah menerima saran dari seorang pria keturunan Sabaku itu, ia merasa saran dari Gaara memang cukup benar dan efektif. Dia rasa, mungkin nanti ia akan meminta maaf dengan kakak nya dan bisa kembali akur lagi dengan sang kakak. Mengingat sang kakak juga orang yang baik dan sangat menyayanginya.

Senyumnya perlahan mulai luntur, ia teringat akan ekspresi Haruno Sakura tadi. Ya, ini belum selesai. Seringai mengerikan dengan tanpa sadar terukir di bibir tipisnya. Masih banyak hal yang belum ia lakukan. Untuk sekarang, ia tidak bisa tidur dengan santai.

Who The Last Laugh?

Story by Rei Lawliet

"Bagaimana?"

"Apanya?"

"Kemarin."

"Apa? Kau baru datang dan bertanya tak jelas."

"Jangan bercanda."

"Kau yang bercanda."

Gaara menghela nafas kesal, di tatapnya gadis bersurai indigo itu dengan wajah masam. Ia mencoba mengulangi pertanyaanya, kali ini dengan kalimat yang lumayan panjang, "Bagaimana tentang kau dan kakak mu itu? apa kau sudah minta maaf? Apa diterima permintaan maafmu?"

Hinata tertawa kecil, "ah, itu. hhh… sepertinya…" jawab Hinata dengan nada menggantung, tawanya mendadak reda dengan wajahnya yang terlihat murung.

Gaara mentapnya penasaran, ia mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Hinata.

"Hahahahah."

Tawa Hinata membuat Gaara seketika terkejut dengan ekspresi yang sulit di artikan.

"Tentu saja. Kakak ku kan orang baik." Ujar Hinata di selingi dengan tawa.

Ctak

Aww

Hinata mengaduh kesakitan sambil memegangi dahinya yang memerah akibat jitakan ringan Gaara. Ia mengerucutkan bibirnya sebal.

"Apa yang kau lakukan, Gaara?!"

Gaara tertawa pelan, ia mengusap dahi Hinata kasar seraya terus tertawa, mengesampingkan bahwa Hinata malah tambah kesakitan akibat usapannya. Ugh, biarlah. Dia memang sengaja melakukannya, hitung-hitunh memberi Hinata pelajaran karena telah membuatnya seperti orang bodoh yang penasaran akan urusan gadis di hadapannya. Ya walau itu bukan seutuhnya kesalahan Hinata.

"aw aw aw, aduh. Apa yang kau lakukan? Sakit tahu."

"Makanya, jangan pernah mempermainkan seorang Gaara." Ujar Gaara santai.

Who The Last Laugh?

Story by Rei Lawliet

"Bagaimana kencan mu kemarin?" tanya Karin dengan ekspresi penuh tanya.

Sakura memasang senyum lebar dengan wajah angkuh yang biasa ia pasang, "Dia lumayan. Ada sedikit respon, dan itu menyenangkan."

"Kalian belum pacaran, mana mungkin kau sebut itu kencan." Ujar Shion yang tiba-tiba saja muncul dengan sekantong plastic makanan ringan.

"Iya, tapi sebentar lagi, kita akan pacaran." Balas Sakura dengan tawa mengejek.

"Hei. Bagaimana bisa?" ujar Karin dan Shion kompak.

"Aku tidak tahu sih, tapi mungkin saja. Kalian tahu kan? Hanya Sakura Haruno seorang yang berhasil mendekati Uchiha Sasuke?"

"Kalau belum terjadi. Jangan percaya diri dulu. Ah, terserah kau lah." Ujar Karin seraya mengendikkan bahunya tak perduli.

"Ngomong-ngomong, mana Ino? Sedari kemarin aku tak melihatnya." Tanya Sakura yang dibalas dengan endikan tak tahu dari kedua temannya, "dia bilang ada urusan, tapi tak tahu dimana."

Bruk

Ukh!

"Hei-"

"H-hyuuga. K-kau-"

Hinata menyeringai, "ups! Aku tidak sengaja." Ujar Hinata dengan raut mengejek.

Sakura mengepalkan tangannya erat, ia memandang Hinata tajam, "cih! Mengganggu mood orang saja."

Hinata memalingkan wajahnya menatap Sakura, ia mendekatkan wajahnya tepat pada telinga kanan Sakura dengan seringaian, "oh ya? Oh ngomong-ngomong Sakura. Kau tahu tentang perusahaan Haruno yang hampir gulung tikar bukan? Perusahaan Haruno yang bergantung pada Hyuuga? Apalagi di perparah dengan kelakuan anak pemiliknya yang suka menghambur-hamburkan uang?"

Deg

Sakura membelalak tak percaya, dan membuat Hinata melebarkan seringaiannya, "ahh, bagaimana kalau Hyuuga Company membatalkan kerjasamanya dengan Haruno Corp dan menarik semua sahamnya? Ah, kau tahu? Aku baru tahu tentang itu lho."

Deg

"K-kau, bagaiman? Bagaimana-" Ucapan Sakura terputus, seketika ia merasa kehilangan tenaganya. Bahkan ia tak mampu mengucapkan satu kalimat itu dengan benar.

Hinata melangkah selangkah, "Tapi aku bukan seorang pengecut dengan mengatas namakan perusahaan. Kau akan menerimanya, bukan perusahaan ayahmu karena itu tidak ada hubungannya dengan nama perusahaan. Tapi jika kau berani sekali saja menggunakan kekuasaan ayahmu, jangan salahkan kalau kau akan segera angkat kaki dari rumah mu dan Haruno akan hancur." Ujar Hinata dingin di sertai melangkah meninggalkan Sakura yang masih mematung.

Who The Last Laugh?

Story by Rei Lawliet

"Sepertinya berhasil. Ku dengar ia amat menyukainya, bahkan berharap menjadi pacarmu."

"Aku sudah selesai dengan kemauan mu." Ujarnya datar disertai raut tanpa ekspresi.

Gadis itu tersenyum sinis sambil menyentuh bahu pemuda di hadapnnya, ia menatap pemuda itu, "Ah, kata siapa? Kau belum selesai, pangeran."

"Lalu?" Tanya pemuda itu, ia menatap gadis dihadapnnya yang tingginya tak lebih dari dagunya.

"Buat dia terbang tinggi," telapak tangannya melengkung di atas angin. "dan BOOM!, jatuhkan dia." Ujarnya di sertai senyum meremehkan.

Onyx nya menatap gadis itu datar, siapa sangka? Mata hitam pekatnya berusaha keras menyembunyikan dan menutup rapat-rapat tetesan bening yang hendak keluar. "Kau sudah mengancamnya atas nama perusahaan."

"Ya, tapi kau tau bukan? Aku orang yang memegang teguh janjiku. Perusahaannya akan baik-baik selama dia menuruti perkataan ku."

"Seperti yang kau minta." Ujar Sasuke sambil berbalik melangkah pergi.

Who The Last Laugh?

Story by Rei Lawliet

Sepasang mata bening menatap sesosok gadis yang mirip dengannya pada sebuah kaca berukuran besar, tangannya menyentuh bagian dagunya di selingi tatapan heran saat melihat pantulan dirinya yang tengah mengenakan gaun berwarna hitam mencapai lutut.

"Wow. Kurasa, ini bukan aku." Gumamnya dengan wajah innocent.

"Tatanan rambut macam apa ini? Bagaimana orang-orang itu bisa menata sedemikian detailnya?" lagi-lagi ia bertanya entah pada siapa. Membuatnya seperti orang gila yang tengah memainkan tatanan rambutnya sendiri.

Kepangan indah yang diselingi jepit bunga berukuran mini melingkari kepalanya bagaikan sebuah bando yang dulu sering ia pakai. Di tambah lagi rambutnya yang di buat bergelombang di gelung indah di bagian sisi sebelah kiri. Terlihat imut bukan? Namun tidak dengan sifatnya yang pongah bagaikan ratu dari sebuah kerajaan iblis.

"Sudah selesai, nona?"

Seorang pelayan tiba-tiba menghampirinya dengan gaun-gaun yang masih setia tergantung di lengannya, ia tersenyum ramah. "Tuan sudah menunggu anda di depan."

Hinata mengangguk, di rapikannya gaun itu dengan menarik sebuah pita hitam besar yang berada pada dada kanannya dengan sekali tarikan, "selesai." Ia tersenyum tipis.

Who The Last Laugh?

Story by Rei Lawliet

"Kau membuatku menunggu lama, Temari!" Pria itu nampak menggeram tak suka, tubuh tegapnya menyender pada dinding di belakangnya.

"Nee-san!" sahut suara dari dalam ruangan.

"Ya, Temari-Neesan." Ralatnya dengan wajah malas.

Cklek

Pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan dewasa berambut pirang yang mengenakan gaun berwarna putih dengan belahan di bagian punggungnya.

"Lain kali kau harus lebih sopan saat memanggil kakak mu. Atau aku akan menghajarmu." Temari menatap adiknya tajam, ia menyentil dahi adiknya gemas. "Ingat itu, Gaara-chan." Tambahnya dengan senyuman jahil.

"Aduh, hei… jangan memanggilku seperti itu."

Sebuah mobil Limousin berwarna hitam mendarat mulus tepat di depan pintu masuk dengan pemandangan sekumpulan orang yang tengah berlalu lalang. Sebuah kaki putih berbalut highheal berwarna perak mulai menapakkan kakinya di atas sebuah karpet berwarna merah, di susul kakinya yang lain. Temari Nampak berdiri dengan anggunnya menunggu pasangannya yang tak lain adik tercintanya untuk keluar dari mobil yang sama dengan yang ia tumpangi.

Senyumannya perlahan luntur, senyum yang ia ukirkan seindah mungkin ia tampilkan kepada public seketika luntur saat melihat sang adik dengan gaya ogah-ogahan keluar dari mobilnya, ia menatap tajam adiknya.

Gaara menaikkan sebelah alisnya bingung, namun sedetik kemudian ia mengendikkan kepala tak acuh. Kedutan kecil mulai nampak pada sudut dahi, ingin rasanya Temari memberikan bogem mentah pada Gaara.

.

.

.

"Aku tidak percaya kau membawa calon menantu yang sangat cantik, Sasuke!" jerit Mikoto gemas.

Ibu Sasuke itu terlihat bersemangat sekali melihat Hinata, bahkan ia tak segan-segan mencubiti pipi tembem Hinata.

"Hu'um. Secara gitu ya, Sasuke kan tidak tampan-tampan sekali. Malah dia lebih tampan aku." Timpal Itachi membanggakan dirinya.

Death glare siap menyambut ucapan Itachi dari Ibu beserta adiknya. Hinata hanya tersenyum kikkuk menghadapi situasi yang sekarang terasa asing baginya.

"Kau satu sekolah dengan Sasuke ya?"

Hinata mengangguk sopan.

"Sasuke, bisa kita bicara?" tanya Itachi dengan wajah serius, Sasuke menangguk palan. Mereka pergi meninggalkan Hinata dan membiarkan ibunya asyik mewawancarai gadis itu sendirian.

"Aku tak menyangka secepat ini."

"Apa yang kau maksud? Dia?"

Itachi mengangguk.

Sasuke menghela nafas sesak. Ia mengalihkan pandangannya pada taman di hadapannya.

"Sebenarnya bukan. Dia kesini bukan atas kemauannya. Kau salah, Itachi. Dia sungguh sulit." Jawab Sasuke.

Itachi tersenyum miris, "Begitu kah? Lalu apa rencanamu? Jika memang begitu, aku yakin kau mempunyai rencana."

"Lihat saja nanti." Jawab Sasuke acuh, ia langsung pergi kembali ke tempat ia meninggalkan Hinata beserta ibunya.

tbc

hei, author gaje ini kembali dengan fic lama yang nggk rampung-rampung. author ucapkan terimakasih banyak yang masih setia menunggu fic-fic buatan rei. sebenarnya chap ini masih ada kelanjutannya, tapi karena author lagi di serang amnesia mendadak, jadi hanya sedikit. tulisan author mungkin juga nggk kyak biasanya, tapi untuk typo, masih kyak sebenarnya :v

untuk rencana author yang hanya menajdikan chap ini hanya sepuluh chap saja, mungkin akan author batalkan, soalnya untuk chap 9 ini seharusnya lebih banyak fakta yang akan di ungkapkan oleh para tokoh. lagi pula author juga mau mempersiapkan cerita di wattpad tapi dengan name yang sama dengan nama author, dan juga fic author di akun yang laen :v

btw, mungkin hyuuga amatiran dan fic2 author lainnya bakal up, udah hampir selesai nih :v

sekian dulu ya, semoga terhibur. sampai jumpa lagi.