Dating With The Dark
Oleh: (Santhy Agatha)
Copyright © April 2013 by (Santhy Agatha)
Christopher Agnelli as Kim Jongin
Andrea / Helena Alexander as DO Kyungsoo
Demiris Paredesh as Suho
Profesor Adam as Him Self
Richard as Ravi
Disclaimer: I'M NOT OWN THIS STORY!
THIS STORY FROM SANTHY AGATHA's NOVEL "Dating With The Dark"
Tidak ada yang dirubah kecuali nama cast!
Tidak merubah alur cerita!
PS: Sebelum baca part ini, alangkah baiknya membaca kembali part sebelumnya supaya tidak kebingungan ditengah jalan(?) kkk
Karena part ini masih membahas pertemuan pertama antara Christopher aka Jongin dengan Andrea aka Kyungsoo :*
Jadi di part ini semacam flashback.
.
.
.
DATING WITH THE DARK
(The Dark Partner Series #1)
.
.
"Hai." Kyungsoo menoleh dan tersenyum lebar ketika mendapati Jongin sedang berdiri di ambang pintu dapur, bersandar di sana dan mengawasinya. Rambut lelaki itu basah sehabis mandi, "Bagaimana istirahatmu? Kuharap menyenangkan setelah melalui perjalanan panjang dari Italia?"
Jongin melangkah memasuki dapur, dan duduk di atas kursi dapur, "Aku naik pesawat jet." Gumamnya singkat. Lalu menuangkan kopi kental dan hitam dari mesin pembuat kopi ke mug putih yang sudah tersedia di sana. Lelaki itu meneguk kopi harum yang masih panas itu dan kemudian mengangkat alisnya melihat Kyungsoo yang sibuk dengan sesuatu di atas kompor, "Kau memasak?"
Kyungsoo terkekeh, "Ya. Aku memasak. Jangan menertawakanku ya, rumah ini sangat jarang kedatangan tamu, apalagi tamu menginap. Jadi untuk saat istimewa ini aku akan mempraktekkan keahlianku memasak."
"Aku bukan tamu istimewa." Jongin mengerutkan keningnya.
Tetapi rupanya Kyungsoo tidak mau di bantah, "Kau adalah tamu pertama yang menginap di sini setelah…" dahinya mengerut, berpikir, "Bahkan aku tidak ingat lagi kapan terakhir ada tamu yang menginap di rumah ini." Kyungsoo tertawa, suara tawanya begitu renyah, ceria, dan mau tak mau mempengaruhi suasana hati Jongin yang biasanya muram lelaki itu tersenyum tipis,
"Jadi kau masak apa?"
Kyungsoo mengedipkan sebelah matanya, "Rahasia." Gumamnya ceria.
.
.
.
Jongin ternyata seorang penyendiri. Kyungsoo mengamati dalam diam. Sudah hampir satu bulan lelaki itu tinggal bersama mereka. Dia memang sepertinya melaksanakan tugasnya untuk mengawal ayah Kyungsoo, karena lelaki itu hampir setiap saat berada di dekat ayah Kyungsoo, bahkan di saat ayah Kyungsoo keluar, lelaki itu ada di sisinya.
Tetapi kadangkala, Kyungsoo merasa bahwa Jongin bukanlah pengawal biasa.
Lelaki itu kadang terdengar menelepon dengan bahasa italia atau bahasa inggris kepada seseorang yang sepertinya anak buahnya. Kyungsoo tidak mengerti bahasa italia, tetapi dia mengerti bahasa inggris, dan kadang kala dia mendengar Jongin membahas tentang perkebunan dan perusahaannya.
Dari apa yang berhasil Kyungsoo dengar, lelaki ini memiliki berhektar-hektar perkebunan yang sangat luar di Italia sana, itu berarti lelaki ini lelaki kaya.
Kalau begitu, apa yang dilakukan Jongin di sini dan mengerjakan pekerjaan sebagai pengawal?
"Jangan melamun." Suara itu tiba-tiba terdengar di belakangnya, membuat Kyungsoo melonjak kaget.
Dia menoleh dan mendapati Jongin di sana, menatapnya dalam senyum misterius, dekat sekali di belakangnya. Kyungsoo membalikkan tubuhnya mendadak dan menabrak Jongin, membuatnya terhuyung, untunglah Jongin memegang kedua pundaknya untuk menyeimbangkannya. Jemari Jongin terasa kuat dan panas, di kulitnya, tiba-tiba saja membuat Kyungsoo meremang,
"Hat-hati." Jongin berbisik pelan, dengan tatapan intens dan aneh yang tidak dimengerti oleh Kyungsoo,
"Terima kasih." Tiba-tiba saja Kyungsoo merasa canggung, "Aku eh...aku akan kembali ke kamar."
Dengan langkah tergesa, Kyungsoo menuju kamarnya, diiringi oleh tatapan tajam Jongin yang berdiri diam menatapnya sampai hilang dari pandangan.
.
.
.
Jongin duduk di kamarnya. Kamar ini berada tepat di seberang kamar Kyungsoo, matanya mengawasi seluruh isi kamar. Yah, lumayanlah untuk rumah seorang profesor. Dia sebenarnya tidak terbiasa tinggal di kamar biasa seperti ini, apalagi di dalam sebuah rumah milik orang biasa. Kamar yang disiapkan bagi Jongin biasanya kamar terbaik di hotel berbintang lima.
Tetapi saat ini Jongin sedang menjalankan tugasnya. Yah. Orang seharusnya takut padanya, dia adalah seorang pembunuh bayaran yang sangat berbahaya, terkenal di dunia gelap sana sebagai pembunuh yang tak pernah gagal. Sebenarnya Jongin tidak pernah menganggap pembunuh menjadi kariernya, dulu hidupnya keras, karena dia adalah anak yang berasal dari panti asuhan dengan nama Gilardino Jongin, nama yang diberikan oleh ibu panti asuhannya karena mereka bahkan tidak tahu namanya ketika bayinya ditemukan menangis di depan pintu panti, hampir membiru karena udara luar yang dingin. Ketika remaja, Jongin meninggalkan panti asuhan, melarikan diri untuk hidup mandiri, tetapi kemudian dia terjebak di dunia gelap yang kelam, yang memberlakukan hukum rimba. Siapa yang paling kuat dia yang berkuasa.
Jongin dulu lemah, tetapi dia mempunyai semangat hidup yang kuat. Pada usia 13 tahun, dia diselamatkan dari rehabilitasi remaja oleh seorang lelaki penguasa yang sangat kejam, seorang lelaki yang sudah melihat potensinya dari kemampuan berkelahi alaminya. Lelaki itu adalah Suho.
Suho adalah seorang pengusaha setengah Yunani dan setengah amerika latin, yang sangat sukes dan menguasai dunia bisnis di Italia pada masa itu, kekuasaannya menyeluruh, sampai menjangkau ke dunia gelap yang pekat dan kejam. Suho menyelamatkannya ketika dia hampir mati, menjadi bulan-bulanan setiap hari, dihajar oleh kelompok remaja yang menguasai fasilitas rehabilitasi remaja itu, dia dibenci lebih karena sosoknya yang luar biasa tampan dan sikap angkuhnya yang mendorongnya tidak mau tunduk kepada pemimpin di dalam rehabilitasi itu, ketika Suho melihatnya dan menyadari potensinya, lelaki itu mengatur dengan segala koneksinya untuk mengeluarkan Jongin dari pusat rehabilitasi itu.
Jongin dididik oleh Suho dengan sedemikian kerasnya sampai hampir menyerah dan ingin mati saja ketika dia menjalani malam-malam penuh darah dan olah fisik yang mengerikan. Pada awalnya dia dijadikan pengawal kelas rendahan di dalam kekuasaan Suho, sebagai tameng awal kalau terjadi baku tembak atau serangan dari musuh-musuh Suho, kemudian karena kemampuannya bertahan, Jongin terus dan terus naik hingga akhirnya menjadi orang kepercayaan Suho. Sampai kemudian di suatu titik, Jongin bisa menjadi teman dan sahabat yang sangat dipercayai oleh Suho. Ada ikatan pertemanan yang janggal tetapi kuat di antara mereka berdua, Jongin tidak akan mengkhianati Suho, begitu juga sebaliknya.
Ketika itu Jongin baru tujuh belas tahun, tetapi pelatihan dan hidupnya yang keras itu telah membentuknya menjadi seperti sekarang, seorang pembunuh tangguh yang menakutkan bagi siapapun yang pembunuh misterius yang selalu dikenal dengan nama "Sang Pembunuh".
"Sang Pembunuh" sangat ditakuti karena tidak pernah gagal dalam menjalankan misinya, sesulit apapun itu. Semua orang pasti mati kalau dia dikatakan menjadi incaran "Sang Pembunuh". Meskipun begitu hampir tidak pernah ada orang yang mengetahui identitas sebenarnya, Jongin tidak pernah menemui kliennya hingga tidak ada yang pernah tahu wajah aslinya. Dalam menutupi penyamarannya, dia tetap bertugas sebagai pengawal dan orang kepercayaan Suho, salah satu orang yang tahu identitas asli "Sang Pembunuh".
Dan tak disangkanya kemudian, seorang lelaki mencarinya, lelaki itu seorang pengacara yang mengatakan bahwa dia adalah pewaris darah Kim yang hilang.
Jongin ternyata adalah anak haram yang dibuang oleh ibunya, seorang pelayan yang dihamili oleh penerus utama keluarga Kim yang berkuasa. Ayahnya, sang penerus keluarga laki-laki terakhir itu ternyata menderita sakit beberapa lama, yang menyebabkan dirinya impoten dan tentu saja tidak bisa menghasilkan keturunan.
Hanya Jonginlah satu-satunya harapannya untuk meneruskan nama besarnya. Ayahnya kemudian menyewa detektif swasta untuk melacak Jongin dari panti asuhannya. Tentu saja dia tidak menyangka bahwa anak lelaki satu-satunya, yang dia hasilkan dari kesalahannya di masa muda, tumbuh menjadi seorang lelaki yang bergelut di dunia hitam.
Setelah hasil tes DNA dipastikan, sang ayah memohon kepada Jongin untuk meninggalkan dunia gelap yang selama ini menjadi bagian hidupnya, dan masuk ke dalam keluarga Kim, menjalankan semua usaha di keluarga mereka, dan Jongin menuruti permintaan ayah kandungnya itu. Bukan karena dia menyayangi ayah kandungnya. Keberadaan ayahnya yang muncul tiba-tiba ketika dia sudah dewasa malahan memunculkan rasa pahit di hatinya, mengingatkannya betapa ibu kandungnya sendiri dulu membuangnya karena tidak mampu menanggung akibat affairnya dengan tuan muda keluarga Kim. Dari penyelidikannya, Jongin tahu bahwa ibunya bunuh diri, setelah melahirkannya, dia diusir dengan kejam karena dianggap merayu anak kesayangan keluarga Kim.
Jongin mundur dari dunia gelap lebih karena ingin beristirahat. Tangannya berlumuran darah, dan nama keluarga Kim memberinya kesempatan untuk melarikan diri dan hidup normal seperti biasa.
Pada akhirnya, dia menerima warisan nama dari ayahnya yang meninggal tak lama kemudian karena penyakitnya, berikut juga warisan seluruh hartanya. Jongin benar-benar meninggalkan dunia hitam itu, membuang nama lamanya, dan menggantinya dengan Kim Jongin yang berkuasa, sang putera mahkota keluarga Kim yang sempat hilang begitu lama. Dan dia memastikan, tidak akan ada orang yang bisa menghubungkan Kim Jongin yang kaya dan berkuasa, dengan "Sang Pembunuh", hanya Suho dan orang kepercayaannya seperti Ravi yang tahu tentang rahasia masa lalunya.
Tetapi rupanya masa tenangnya tidak berlangsung lama, Suho, salah satu sahabatnya, di mana Jongin pernah berhutang nyawanya di masa lalu, ketika dia masih muda dan bodoh, meminta tolong padanya.
Entah kenapa Suho terlah terlibat hubungan rahasia dengan sebuah organisasi ekstreem yang merencanakan sebuah kudeta terselubung. Lelaki itu meminta tolong kepadanya untuk menjalankan sebuah pekerjaan kecil, menyangkut perjanjian kerjasamanya dengan organisasi itu. Kalau Jongin mau membunuh salah satu incaran organisasi itu pada waktunya, maka ketika seluruh rencana organisasi itu berhasil dan mereka bisa menguasai negara itu dengan kudeta, maka Suho akan dengan mudah memuluskan jalan untuk memperoleh jalan untuk perizinan tambang minyak buminya di sana.
Semula Jongin menolaknya, apalagi pekerjaan ini termasuk pekerjaan yang sangat remeh, bisa dilakukan oleh siapapun dengan level lebih rendah dari dirinya. Lagipula pekerjaan ini akan memaksanya meninggalkan masa pensiunnya dari dunia kegelapan yang tenang, berkutat lagi dengan darah. Tetapi Suho memaksa, mengatakan bahwa hubungannya dengan organisasi ini adalah hubungan rahasia, yang tidak boleh diketahui siapapun selain orang yang dipercaya oleh Suho. Suho bersikeras tidak mau memakai orang lain selain Jongin, karena tidak ada orang yang lebih dipercayainya selain Jongin, tidak peduli seberapa remeh dan mudahnya pekerjaan ini.
Tugas ini sama sekali tidak ada untungnya baginya, dari segi material maupun kepuasan. Dia sudah tidak butuh uang, dan hasratnya membunuh sudah hilang. Tetapi dia punya hutang kepada Suho, hutang pertemanan kepada mentor sekaligus sahabatnya itu, hutang yang harus dibayar.
Maka berangkatlah Jongin ke sebuah negara tropis kecil yang dilalui garis khatulistiwa itu, menjalankan tugas untuk membunuh korbannya, yang seharusnya mencoreng harga dirinya, karena kapasitas korban ini sangatlah mudah, seharusnya dilakukan bukan oleh pembunuh sekelas dirinya.
Jongin mengira ini semua akan berjalan mudah. Nyatanya tidak. Yang pertama, penampilannya sangat mencolok dan berbeda di negara ini, membuatnya harus sangat berhati-hati. Dia pada akhirnya memilih menghilangkan penyamaran, karena penyamaran tidak bisa dipakai di negara ini. Secara langsung dia menemui Profesor Adam, dan mengatakan tujuannya untuk mengawal lelaki itu atas suruhan organisasi tempat lelaki itu mengadakan perjanjian kerja.
Tentu saja Jongin tidak pernah mengatakan secara langsung, bahwa sebenarnya dia menerima order untuk membunuh Sang Profesor dan puteri tunggalnya, segera setelah lelaki itu menyerahkan hasil penelitiannya yang sangat rahasia kepada organisasi itu.
Kyungsoo. Jongin mengernyit. Ketika pertama kali melihat Kyungsoo, dan senyumannya yang begitu ceria, dada Jongin terasa ditonjok, sebuah perasaan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Ada kemarahan luar biasa dari dadanya, mengutuki kenapa gadis seceria dengan senyuman seindah itu harus segera berakhir nyawanya karena kebodohan ayahnya. Dan Jongin pula yang harus mencabut nyawanya! Kadang dia merasa jengkel melihat sang Profesor yang dengan bodohnya mempertaruhkan nyawanya, menjalin kerjasama dengan organisasi yang dia tahu sangat kejam dan berbahaya, serta melibatkan Kyungsoo yang tidak tahu apa-apa.
Mungkin sang profesor mempunyai alasannya sendiri. Apapun itu...Jauh di dasar hati Jongin, dia mencemaskan Kyungsoo.
Kyungsoo...Perempuan itu selalu ada di benaknya, bahkan menghantui saat tidurnya, tubuhnya mungil dan menggairahkan, membuat Jongin merasakan gairahnya naik setiap melihatnya...ya Kyungsoo dengan senyum cerianya telah menarik perhatian Jongin, menumbuhkan suatu rasa yang tidak pernah diberikan Jongin kepada perempuan manapun.
.
.
.
Sekali lagi tampaknya ada kesibukan di dapur, membuat Jongin mengerutkan keningnya. Dia sudah hampir dua bulan tinggal di rumah mungil ini dan merasakan perasaan yang aneh, seakan dia berada di rumahnya sendiri, dan seakan Kyungsoo memang seharusnya berada dimanapun dia berada.
Jongin selalu menahan diri, meskipun kadangkala dia menatap Kyungsoo dan merasakan gairahnya tiba-tiba naik. Kadang dia bergegas mandi air dingin untuk meredakan gairahnya, tersenyum masam dan berharap ini hanyalah salah satu efek selibatnya selama beberapa lama tanpa perempuan. Jongin semula berpikir dia akan merasakan gairah ini pada wanita manapun yang cocok dengan kriterianya. Tetapi ternyat a tidak, banyak wanita cantik yang terntu saja bersedia memuaskan hasratnya, tetapi dia hanya ingin Kyungsoo, dia tidak mau yang lainnya.
Dengan langkah tenang dan memasang ekspresi datar, Jongin melangkah memasuki dapur,
"Ada apa ini?" dilihatnya Kyungsoo sedang mengiris sepotong besar kue bolu lemon berbentuk lingkaran dan meletakkannya diwadah kotak-kotak. Di kotak yang lain ada nasi, mie goreng, ayam panggang yang tampak lezat dan berkilauan karena sausnya, dan juga beberapa botol jus jeruk,
"Kita akan piknik." Kyungsoo tersenyum lebar. "Hari ini cuacanya cerah sekali dan ayah setuju untuk piknik di tengah kebun teh di pegunungan, kau pasti suka Jongin, mungkin selama ini kau kepanasan di sini, tapi aku jamin di kebun teh nanti, kau akan kedinginan."
Jongin hanya terdiam, mengamati Kyungsoo yang tampak ceria, bersenandung sambil mengatur bekal-bekal pikniknya ke dalam tas berbentuk keranjang besar yang telah di siapkannya.
Piknik di ruangan terbuka, berbahaya. Apalagi Jongin mulai menemukan petunjuk bahwa beberapa agen pemerintah yang khusus melakukan maintenance terhadap hubungan luar negeri secara rahasia, mulai mengendus perjanjian kerjasama antara profesor Adam dengan organisasi asing tersebut. Tetapi sekali lagi Jongin melirik ke arah Kyungsoo dan merasa tidak tega harus mengatakan bahwa seharusnya mereka tidak pergi piknik.
Yah... Jongin hanya harus mencoba tampil tidak mencolok, meskipun rasanya sulit mengingat penampilannya yang amat berbeda.
Dia melangkah keluar dapur, dan berpapasan dengan profesor Adam, mereka bertatapan penuh makna,
"Kenapa kau menyetujui kegiatan piknik di luar itu?" Tatapan Jongin tampak mencela, "Kau tahu bukan bahwa itu berbahaya?"
Profesor Adam tampak menyesal, "Aku tahu ini berbahaya, tetapi Kyungsoo menginginkannya dan dia tampak sangat bahagia dengan rencana itu hingga aku tidak tega untuk mencegahnya."
Jongin mengamati profesor Adam dan kemudian tersenyum pahit. Lelaki ini sama sepertinya, bersedia melakukan apapun demi mendapatkan senyum ceria Kyungsoo.
.
.
.
Mereka memilih tempat berumput rendah di tengah kebun teh yang terbuka untuk umum, udara sejuk dan berangin, membuat Jongin meragukan acara makan siang di alam terbuka seperti ini. Dia melirik ke arah Kyungsoo yang hanya mengenakan sweater tipis dan mengerutkan keningnya,
Tetapi bagaimanapun juga acara piknik ini sepadan, Kyungsoo begitu ceria hingga matanya berbinar-binar dan pipinya bersemu kemerahan, tampak amat sangat cantik,
Meskipun udara dingin dan berangin, membuat rambut mereka berantakan, tetapi mau tidak mau Jongin menyukai acara ini, makanannya sangat lezat, dibuat sendiri oleh tangan mungil Kyungsoo yang terampil.
"Ayo kita ke sungai, di belakang kebun teh ini ada sungai kecil yang mengalir, airnya bening sekali dan sedingin es." Kyungsoo beranjak dengan bersemangat ketika mereka menyelesaikan makannya.
Jongin melirik ke arah profesor Adam, lelaki tua itu tampak mengantuk dan menggelengkan kepalanya,
"Kalian saja yang ke sana, medan untuk pergi ke sungai itu terlalu berat untukku karena harus menuruni bukit yang licin. Mungkin aku akan menikmati udara dan tidur dulu."
Kyungsoo mengalihkan tatapannya ke arah Jongin,
"Apakah kau mau menemaniku?"
Jongin masih menatap profesor Adam, sambil mengernyitkan keningnya,
"Anda tidak apa-apa sendirian di sini profesor?" Sebenarnya Jongin ragu.
Bagaimana kalau lelaki tua ini melarikan diri? Tetapi kemudian dia menghapus kemungkinan itu dari benaknya. Dia memegang Kyungsoo, dan dia tahu profesor Adam tidak akan pernah meninggalkan Kyungsoo, lelaki itu terlalu mencintai puterinya.
"Aku akan baik-baik saja di sini." Profesor Adam melemparkan tatapan penuh makna, tampaknya mengerti apa yang sedang berputar di benak Jongin.
Jongin akhirnya mengikuti ajakan Kyungsoo menuruni bukit itu, menuju sungai yang katanya sangat indah.
.
.
.
Kyungsoo berdebar, tentu saja, dibalik sikap cerianya sebernarnya Kyungsoo merasa gugup kalau berada di d ekat Jongin, lelaki itu memang jarang tersenyum dan selalu memasang ekspresi datar, tetapi kalau dia ter senyum meskipun hanyalah senyuman tipis ketampana nnya makin luar biasa.
Yah, meskipun lelaki ini pada dasarnya luar biasa tampan, dengan wajah klasik ala bangsawan romawi jaman dahulu, dan mata cokelat gelap yang dalam.
Kyungsoo melirik ke arah Jongin yang berjalan dengan tenang di sisinya dan berusaha menetralkan detak jantungnya.
"Dingin?" Jongin sepertinya mengamati Kyungsoo, membuat Kyungsoo mendongakkan kepala malu.
"Tidak kok, aku senang begini." Gumam Kyungsoo dalam senyum. Dan kemudian tanpa disangkanya, lelaki itu melepaskan jaket warna cokelat gelapnya dan meletakkannya di bahu Kyungsoo.
"Eh...tapi kau yang akan kedinginan." Gumam Kyungsoo protes.
Jongin tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak, aku laki-laki aku yang lebih kuat."
Dada Kyungsoo dipenuhi oleh perasaan asing yang belum pernah dirasakannya sebelumnya, dia menatap Jongin malu-malu dan tersenyum,
"Terima kasih ya."
Jongin menganggukkan kepalanya lalu jemari kuatnya menggandeng Kyungsoo menuju sungai.
Mereka sampai di tepian tebing yang tidak terlalu dalam, dan sungai itu ada di bawah, tampak bergemericik dengan aliran bening yang menyegarkan.
Jongin mengerutkan keningnya, menuruni lembah menuju sungai tidak akan menyulitkannya, tetapi tanah yang landai itu licin dan basah dengan lumpur di ujungnya, dia meragukan kalau Kyungsoo bisa melaluinya, diliriknya Kyungsoo yang mengenakan kemeja putih, celana pendek selutut warna hitam dan sandal datar...perempuan ini akan mengotori kemejanya yang putih bersih, gumamnya dalam hati.
"Kau bisa menuruninya?" Jongin mengangkat alisnya dan menatap Kyungsoo yang tampaknya sangat bersemangat.
Kyungsoo menganggukkan kepalanya, "Aku biasanya menuruninya sendiri, meskipun beberapa kali aku terpeleset dan berguling-guling di lumpur yang empuk itu." Gumamnya lucu, membuat Jongin tidak bisa menahan diri untuk terkekeh,
"Well kalau begitu mari kita coba." Jemarinya menggandeng jemari mungil Kyungsoo, mengajaknya menuruni tanah yang landai itu dengan hati-hati.
Mereka bergerak pelan, menyadari betapa licinnya tanah itu di bawah alas kaki mereka, hingga kesalahan sedikit saja bisa membuat mereka tergelincir ke bawah.
Kyungsoo tanpa sadar mencengkeram erat-erat jemari Jongin...Tetapi tiba-tiba saja kakinya terantuk batu yang entah kenapa menyembul di balik lumpur, langkahnya terhuyung dan kemudian jatuh kehilangan keseimbangannya, membawa Jongin bersamanya.
Dengan cepat tubuh mereka berguling, dan baru berhenti setelah mencapai ujung lembah di tepi sungai. Tubuh dan pakaian mereka belepotan lumpur yang basah, bahkan ada beberapa di rambut dan wajah mereka.
Jongin yang bangun duluan duduk di atas lumpur dan mencoba membersihkan pakaian dan rambutnya, sebuah usaha yang sia-sia mengingat lumpur itu begitu banyaknya.
Sementara itu Kyungsoo masih terengah karena berguling tadi, tetapi kemudian ketika melihat keadaan Jongin yang belepotan lumpur, dia tidak bisa menahan diri untuk tertawa. Bagaimana tidak? Sungguh pemandangan yang langka menemukan Jongin yang selalu tampil sempurna sekarang benar-benar dilumuri lumpur kecokelatan.
Tawanya membuat Jongin menoleh dan menatapnya dengan tatapan memperingatkan,
"Kenapa kau tertawa?"
Tentu saja tatapan memperingatkan itu tidak mempan untuk Kyungsoo, dia terlalu geli hingga tawanya makin keras, lalu tawa itu menular, membuat Jongin tersenyum dan senyumnya melebar menjadi kekehan pelan, dia mengangkat alis dan memandang dirinya sendiri,
"Aku tidak membawa baju ganti." Gumamnya sambil melempar tatapan menuduh ke arah Kyungsoo. Matanya menatap ke arah keindahan di depannya, Kyungsoo yang cantik dan tertawa lepas, meskipun belepotan lumpur, tiba-tiba dada Jongin terasa hangat dan dia tidak bisa menahan diri.
Diraihnya Kyungsoo ke dalam pelukannya dan diciumnya lembut. Semula Kyungsoo terkesiap, matanya membelalak, tetapi Jongin sangat ahli, tahu bahwa Kyungsoo tidak berpengalaman, di kecupnya bibir Kyungsoo berkali kali dan kemudian dengan tanpa kentara dipagutnya lembut, seperti seorang kekasih yang mencoba meyakinkan pasangannya bahwa dia tidak akan menyakitinya.
Kemudian Jongin merasakan penyerahan diri Kyungsoo dari matanya yang terpejam dan tubuhnya yang lunglai pasrah dalam pelukan Jongin, lelaki itu mengerang dengan perasaan memiliki dan memperdalam ciumannya, dengan lumatan penuh gairah yang tidak tertahankan lagi, dilumatnya bibir Kyungsoo, dirasakannya kemanisan yang luar biasa dari bibir itu, dan kemudian lidahnya menelusup, menjelaja hi seluruh bibir Kyungsoo dan mengenalinya, dengan lemb ut tentu saja karena Jongin tidak mau Kyungsoo lari ketakutan akibat gairahnya yang bergejolak.
Lama kemudian, ketika Jongin merasakan Kyungsoo megap-megap akibat ciumannya yang terlalu dalam, dia melepaskan bibirnya. Kepala mereka masih beradu begitu dekat, napas mereka masih hangat dan menyatu, Jongin bisa melihat betapa bibir Kyungsoo sedikit bengkak akibat ciumannya yang kuat. Lalu mata cokelat dalamnya menatap ke arah mata Kyungsoo yang berkabut, membuat pipi Kyungsoo bersemu kemerahan,
"Aku tidak akan minta maaf karena menciummu." Suara Jongin datar dan serak, "Karena aku sudah ingin melakukannya sejak lama."
Semu kemerahan di pipi Kyungsoo makin nyata, jantungnya berdebar dengan kencangnya, oh Astaga! Jongin menciumnya! Lelaki itu menciumnya! Apakah itu hanyalah ungkapan gairah terpendamnya ataukah Jongin benar-benar tertarik kepadanya?
Mata Kyungsoo mencoba menyelami mata cokelat Jongin yang dalam dan dia tidak menemukan jawabannya, tetapi kemudian bibir Jongin tersenyum tipis, lelaki itu tiba-tiba mengecup ujung hidung Kyungsoo dengan sayang,
"Kuharap kau tidak marah padaku."
Kyungsoo tidak marah, bagaimana mungkin dia bisa marah? Perasaannya campur aduk dan tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tetapi Kyungsoo tahu pasti, marah' bukanlah salah satu di antaranya.
.
.
.
Sementara itu dari atas tebing, tanpa diketahui oleh dua sosok manusia yang berpelukan itu, profesor Adam berdiri mengamati dengan bingung campur lega. Bingung karena rasa bersalahnya menyeruak, membiarkan Kyungsoo jatuh begitu saja dalam pesona Jongin tanpa peringatan, tetapi sekaligus lega, lega karena Jongin tertarik kepada Kyungsoo, kalau perasaan itu bisa tumbuh lebih dalam, itu mungkin bisa menyelamatkan nyawa Kyungsoo, Jongin sudah pasti tidak akan membunuh perempuan yang dicintainya bukan?
Profesor Adam rela melakukan apapun. Apapun, bahkan dengan taruhan nyawanya, asalkan Kyungsoo bisa selamat.
..
.
TBC
.
..
Ah so sweet yah Jongin {} khan jadi pengen...abis guling-guling di tanah terus badannya kotor semua karena lumpur dan apa itu si Soo? dapet ciuman? u.u beruntungnya Kyungsoo -_-
Yeay~akhirnya bisa lanjutin part ini.. kalian masi setia tongkrongin ceritanya Kak Santhy ini?
Terimakasih buwanyuuuuaaaakkk yaaaaahhhhh /ketjup/
Pekan ini ada yg sudah UJIAN?
Rajin-rajin belajar yah...kalo ga bisa, silakan dikerjakan secara berjama'ah biar cepat selesai wkwk /abaikan, oke!/
And last, dadaaaaahhhh semuanya...sampai jumpa part selanjutnya kalo aku ga lupa update :* :* :*