Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rated : T
Warning : Narusasu. OOC. Twoshoot. Typos
DENDAM DALAM CINTA
.
.
.
Sasuke memasuki kamarnya dengan membanting pintu. Ia menghempaskan tubuhnya keranjang, membiarkan emosi menguasainya, ia menangis sejadinya. Tak selang berapa lama, Naruto datang memasuki kamar. Mendekap tubuhnya mencoba menenangkannya.
" Pergi! Pergi kau dari hadapanku! Untuk apa kau masih disini?. Pergi sana dengan pacar-pacarmu. Itukan yang kau inginkan?. Pergi kau brengsek!." Sasuke berkata penuh emosi sambil mendorong tubuh suaminya, namun masih menahan dirinya untuk tidak berteriak. Ia tidak ingin membangunkan anak-anaknya dan melihat pertengkaran mereka.
" Jangan bicara seperti itu, Sasuke! Aku tahu aku salah, tapi aku sangat mencintaimu. Aku mohon maafkan aku. Aku benar-benar sangat mencintaimu!." Naruto membalas dengan nada memelas, masih mencoba menenangkan 'istrinya'.
" Itu yang selalu kau katakan padaku. Tapi kau terus-terusan mengkhianatiku. Semenjak kita menikah, sudah tak terhitung kau menduakanku dibelakangmu. Sebenarnya apa kekuranganku Naruto?. Katakan padaku, apa kekuranganku?. Hiks...Hiks... Aku sudah melahirkan anak-anakmu. Selama ini kau menganggur aku juga tidak pernah protes, aku selalu berusaha menyukupi kebutuhan kalian, menyenangkan kalian, tapi apa yang kau lakukan?. Kau malah bermain api dibelakangku disaat aku lengah. Sebenarnya apa kekuranganku Naruto?. Hiks... Hiks..Hiks. Katakan padaku, apa kekuranganku?." Sasuke berkata meluapkan seluruh emosinya, ia hampir meraung. Ia benar-benar tidak habis pikir, pria yang selama ini dikasihinya, tidak pernah mencoba berhenti untuk menyakitinya.
" Aku tahu Sasuke, tapi cintaku ini benar-benar nyata. Aku benar-benar mencintaimu, aku tidak berbohong. Aku sangat mencintaimu, aku mohon maafkan aku, Sasuke. Aku mohon."
Sasuke menggelengkan kepalanya lemah, air mata masih membasahi wajahnya.
" Hiks...Hiks...Hiks...Tidak, kau tidak mencintaiku, Naruto. Kau hanya memanfaatkanu. Kau penipu yang memanfaatkanku. Hiks...Hiks...Kau penipu, Naruto. Aku membencimu... Hiks...Hiks.."
" Tidak Sasuke, kau bohong padaku. Kau mencintaiku."
" Aku mencintaimu, tapi kau yang bohong padaku. Kau tidak mencintaiku."
" Sasuke, tatap aku. Lihat kearah mataku, apakah kau melihat kebohongan dimataku?. Aku mohon tatap aku Sasuke."
Sasuke tidak membalas, ia tetap menggelengkan kepalanya, air mata semakin deras mengalir dari kedua matanya.
Naruto kalang kabut, ia berlutut dihadapan istrinya, mendekap kedua tangannya, kemudian menciumnya sayang. Ia raih kepala istrinya, ia hadapkan pada dirinya. Sekarang wajahnya ikut basah oleh air matanya sendiri, juga dari istrinya yang jatuh kewajahnya.
" Lihatlah, Sasuke. Lihatlah, pada mataku. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak berbohong. Aku berjanji padamu, ini yang terakhir. Aku tidak akan mengkhianatimu lagi. Aku akan menebus semua kesalahanku, aku berjanji. Aku mohon Sasuke, maafkan aku." Naruto masih berusaha merayu, kali ini dengan tangis yang sesenggukan. Sasuke sendiri masih tidak merespon, ia bingung harus memercayai suaminya tersebut atau tidak. Pasalnya, ia selalu saja tertipu lagi oleh janji-janji suaminya tersebut.
" Kumohon Sasuke, maafkan aku. Aku berjanji ini benar-benar yang terakhir. Tataplah mataku, Sasuke. Apa kau melihat kebohongan?."
Sasuke melihat tepat kemata suaminya tersebut, ia memang tidak bisa melihat kebohongan disana, tapi kenyataannya mata itulah yang selalu menipunya. Sudah berkali-kali ia terperangkap oleh mata itu, dan kali ini ia bertekat tidak ingin lagi jatuh dilubanga yang sama. Tapi ia menjadi bimbang saat ingin melepas kontak mata dengan suaminya, bukan karena apa, tapi ia tahu jauh dilubuk hatinya ia masih sangat mencintai pemuda bersurai blonde tersebut, dan ia tidak ingin berpisah dengannya.
" Sasuke, jawab aku!." Dan suara baritone berat tersebut semakin menghancurkan pertahanannya. Tanpa sadar ia anggukkan kepalanya, melupakan sakit hati dan amarah yang baru saja ia rasakan. Katakanlah ia bodoh, katakanlah ia naif, tapi cintanya ini begitu jujur tanpa tipuan. Mungkin dengan maaf yang ia berikan untuk kesekian kali, akan meluluhkan hati Naruto, dan air mata ini akan menjadi yang terakhir.
Pada akhirnya ia kembali memasrahkan dirinya pada mata yang selalu menjeratnya. Menyerahkan jiwanya dibawah kungkungan tubuh kekar suaminya, tanpa pertahanan bahkan sebelum air matanya yang mmengering.
.
.
.
Sasuke mengaduk susu yang ada dibotol bayi tersebut dengan tergesa. Suara tangisan anaknya yang pecah didapur tersebut semakin kencang terdengar. Semalam ia tidur larut malam, belum lagi ia harus melayani suaminya, alhasil ia jadi terlambat bangun.
Meskipun kejadian semalam masih mengguncangnya, tapi ia bertekat bangkit kembali demi anak-anaknya. Lagipula ia sudah berjanji akan kembali mempercayai Naruto, jadi ia harus lebih menguatkan hatinya. Meskipun didasar hatinya ia takut akan dikhianati lagi.
Sasuke memberikan botol berisi susu tersebut pada buah hatinya yang baru berusia lima bulan. Kemudian ia kembali sibuk membuatkan sarapan untuk anak-anak dan suaminya. Setelah ini ia juga harus bersiap-siap untuk pergi kekantor, ia tidak punya banyak waktu, jadi ia putuskan untuk membuat sandwich dan susu hangat. Tak berapa lama kemudian terdengar suara langkah kaki-kaki kecil yang menuruni anak tangga. Sasuke melihat anak pertamanya yang kembar, Boruto dan Sarada tengah berjalan kearahnya sambil menggandeng adik mereka, Menma, yang baru berusia dua tahun.
" Kalian sudah memandikan adik ya?. Terima kasih ya, sayang. Kaa-chan sangat terbantu." Sasuke berkata sambil mengelus sayang rambut anak kembarnya. Mereka juga sudah berseragam rapi. Usia mereka baru lima tahun, saat ini mereka baru duduk dibangku taman kanak-kanak. Sasuke merapikan dasi pada putra pertamanya yang miring, ia benar-benar mirip dengan suaminya. Bukan hanya fisiknya, tapi juga sifatnya yang ceroboh dan susah diatur. Namun begitu, Boruto juga adik kembarnya Sarada adalah anak-anak yang mandiri. Semenjak adik mereka lahir, mereka sudah tidak begitu bergantung pada orang tuanya. Mereka sudah mulai belajar mandi sendiri, memakai baju sendiri, makan sendiri. Bahkan semenjak anak keempatnya lahir, mereka juga ikut membantu memandikan dan memakaikan baju pada adiknya. Bagi mereka itu seperti kesenangan tersendiri.
" Kan aku sudah bilang, dasimu miring, Bolt." Sarada sang adik berkata menginterupsi kegiatan Kaa-channya.
" Memang aku biarin, soalnya Kaa-chan pasti akan membetulkan. Hee." Boruto membalas perkataan adiknya sambil nyengir lebar, membuat Sasuke tersenyum melihat interaksi kedua anaknya tersebut. Menma yang sedari tadi diam, melepaskan tangannya yang masih digandeng oleh kedua kakaknya tersebut. Balita kecil tersebut melangkahkan kakinya menuju meja makan, kemudian duduk disebelah adik bayinya yang bernama Shin. Matanya masih agak sipit, khas orang bangun tidur. Sisiran rambutnya juga masih belum rapi, wajahnya dipenuhi bedak yang berantakan. Namun Sasuke tak begitu ambil pusing, ia akan merapikannya nanti sebelum bersiap-siap menuju kantor.
" Sudah jangan ribut. Kaa-chan sudah siapkan sarapan, cepat habiskan ya. Setelah itu kaa-chan antarkan kesekolah. Kaa-chan mau mandi dulu sekarang." Sasuke berujar kalem mengarahkan anak-anaknya. Seperti inilah aktifitasnya dipagi hari. Mengurus anak, rumah. Biasanya ia bangun saat subuh, membersihkan tumah, mencuci pakaian, memasak. Tapi berhubung tadi ia bangun kesiangan ia jadi tidak sempat mengurua rumah. Dipikir nanti sajalah.
Sasuke mengangkat Shin dari kursi bayinya, menggendongnya menuju atas. Ia bermaksud mandi dengan anaknya tersebut mengingat sudah tidak ada waktu lagi.
Ia mendapati Naruto suaminya tersebut masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap tanpa sehelai benangpun dibalik selimutnya, sesaat setelah ia memasuki kamar. Tidurnya benar-benar pulas, tidak mempedulikan keadaan Sasuke yang kalang kabut mengurusi rumah dan anak-anak mereka, ia bahkan bisa mendengar dengkurannya.
Tapi Sasuke tidak mau memusingkan hal sepele seperti itu. Baginya Naruto tetap disampingnya dan anak-anak mereka saja sudah cukup. Ia goyang bahu Naruto pelan-pelan, mencoba membangungkannya. Naruto hanya menggumam tidak jelas sambil menggeliatkan badannya. Sasuke kembali menggoyang-goyang bahu suaminya, kali ini agak keras sambil memanggil namanya. Perlahan Naruto membuka mata dan menatap kearah Sasuke yang berdiri disampingnya sambil menggendong putra bungsu mereka.
" Ada apa?." Naruto berkata tidak jelas, lebih seperti gumaman.
" Aku mau mandi dulu dan bersiap-siap kekantor. Nanti kalau ada petugas pajak datang tolong kau yang urus ya. Uangnya aku taruh dilaci lemari baju." Sasuke berkata sambil beranjak menuju kamar mandi, samar-samar ia mendengar suaminya menggumam, ia benar-benar terburu-buru sekarang.
.
.
.
Sasuke hendak melajukan mobilnya meninggalkan rumah saat Naruto tiba-tiba berteriak memanggilnya dari depan pintu. Ia berlari-lari kecil kearahya yang hanya menggunakan boxer.
" Kenapa?. Aku sedang terburu-buru." Sasuke menanyai suaminya tersebut sesaat setelah Naruto berdiri didepan pintu mobilnya.
" Nanti aku mau mengunjungi temanku di Suna. Katanya dia mau membuka bisnis baru. Mungkin saja aku bisa mendapatkan pekerjaan disana." Naruto menjawab pertanyaan Sasuke, mengutarakan maksudnya.
" Tapi kan nanti petugas pajak datang. Kalau tidak ada orang bagaimana?." Sasuke membalas Naruto sangsi. Lagipula kalau ia bermaksud mencari pekerjaan di Suna kan jauh dari Konoha. Bagaimana ia dan anak-anaknya nanti.
" Aku akan pergi setelah petugas pajak datang. Biasanya kan mereka datangnya pagi. Aku juga tidak akan menginap kok. Nanti kalau urusanku sudah selesai aku akan langsung pulang."
" Baiklah terserah kau saja. Yang penting jangan lupa menunggu petugas pajaknya datang. Kalau begitu aku pergi sekarang." Sasuke hendak menjalankan mobilnya lagi saat Naruto tiba-tiba menahan pintu mobilnya yang hendak ia tutup.
" Tunggu dulu." Naruto berujar pada Sasuke mengabaikan panggilan anak-anaknya dari kursi belakang.
" Apa lagi?." Sasuke berkata tidak sabaran. Ia benar-benar terburu-buru sekarang.
" Aku minta uang saku." Naruto menjawab tanpa tahu malu. Ia sudah biasa melakukannya. Sasuke mendesah lelah mendengar jawaban suaminya.
" Kan dua hari lalu aku sudah memberimu uang. Kau tahu kan itu untuk satu minggu. Kita harus berhemat Naruto." Sasuke berkata sambil mengalihkan pandangannya kebelakang, kearah empat anaknya, memberi isyarat. Entah suaminya tersebut menangkap atau tidak.
" Aku tahu. Makanya aku minta uang lagi, agar uang yang kau berikan cukup untuk satu minggu." Sasuke ingin membenturkan kepalanya kesetir mobilnya mendengar jawaban suaminya. Tapi ia tidak punya banyak waktu untuk protes.
" Baiklah nanti akan aku transfer."
Sasuke akhirnya melajukan mobilnya menjauhi rumah setelah Naruto menciumnya sekilas, ia pandangi tubuh Naruto yang masih berdiri didepan rumah sambil melambaikan tangannya yang dibalas oleh anak-anak mereka.
Sudah tiga tahun sejak Naruto menganggur. Dulu ia bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan asing. Gajinya lumayan besar, jadi mereka putuskan untuk menyewa sebuah rumah yang meskipun tidak terlalu besar, tapi cukup mewah. Naruto yang memilihnya, ia ingin membuktikan pada ayahnya bahwa ia adalah pria yang bisa diandalkan. Ayahnya dari awal memang tidak terlalu menyukai Naruto. Meski begitu ayahnya tetap membiarkannya menikah dengan laki-laki impiannya tersebut. Ia juga tidak pernah mencampuri rumah tangganya, bahkan setelah bencana itu datang. Naruto di-phk setelah para karyawan diperusahaannya menuntut kenaikan gaji. Awalnya Naruto begitu gigih mencari pekerjaan baru. Tapi lambat laun ia jadi sering melenceng. Sasuke hanya bisa bersabar menghadapinya, ia tahu suaminya tersebut sedang mengalami masa yang sulit . Ia tidak ingin Naruto berputus asa. Awalnya Sasuke mengajak untuk pindah kerumah warisan orang tuanya untuk sementara waktu, sekalian berhemat. tapi Naruto menolak karena ia sakit hati dengan perkataan ayahnya yang mengatakan kalau ia pria yang hanya tahu cara membuat anak. Jadilah ia membesarkan gengsi. Yang demikian itu malah membuat image Naruto semakin cacat dihadapan ayahnya. Apalagi mertuanya tersebut sering mendengar tentang hobi Naruto yang suka berselingkuh dari orang-orang disekitarnya.
Sasuke mengantarkan kedua balitanya kerumah mertuanya sebelum mengantarkan Boruto dan Sarada kesekolah untuk diasuh. Sebenarnya ia sungkan jika harus menitipkan anak-anaknya pada mertuanya, tapi mau bagaimana lagi mertuanya sendiri yang memaksa. Lagipula ia juga tidak tenang jika harus menitipkan anak-anaknya kepenitipan atau membiarkan Naruto mengasuhnya sendiri dirumah.
.
.
.
Naruto sampai dirumah pukul setengah sembilan malam. Sebenarnya ia tidak pergi ke Suna untuk menemui temannya, melainkan menemui mantannya. Ia hanya mencari-cari alasan agar Sasuke tidak curiga. Mantannya tersebut sedang hamil anaknya, ia bermaksud menggugurkannya. Saat ini ia sedang membutuhkan banyak uang, tapi darimana ia dapat uang?. Cuma Sasuke satu-satunya harapannya. Naruto tahu ia begitu jahat terus-terus an menyakiti dan memanfaatkan istrinya tersebut. Ia bukannya tidak mencintainya, ia sangat mencintainya malah. Sasuke adalah satu-satunya orang yang sangat mengerti dirinya. Ia juga tak pernah menuntut banyak darinya. Tidak seperti orang tuanya yang tak pernah mempercayainya, atau mertuanya yang selalu meremehkannya. Hidup bersama Sasuke membuatnya tenang. Namun saat satu kebohongan yang ia buat berlanjut pada kebohongannya yang lain, membuat Naruto tertekan dan seperti kehilangan arah. Dan yang lebih menyedihkan ia tak mampu membujuk dirinya sendiri untuk berhenti. Ia merasa payah dan tak berdaya. Ia takut kehilangan Sasuke tapi tak mampu berbuat apa-apa. Dan sekarang ia harus melakukannya lagi. Dalam hati ia berjanji, ini adalah yang terakhir.
Naruto mendapati Sasuke sedang memakan malamnya didapur saat ia masuk kerumah. Sasuke langsung menoleh saat menyadari kehadiran suaminya tersebut.
" Kau sudah pulang Naruto?. Lebih cepat dari yang aku pikirkan." Sasuke berujar kalem sambil menatap kearah suaminya yang berjalan kearahnya.
" Iya, aku disana cuma lihat-lihat. Aku langsung pulang setelah urusanku selesai." Naruto menjawab sambil mendudukkan dirinya berhadapan dengan Sasuke. Wajahnya terlihat gusar, masih bimbang dengan apa yang akan ia perbuat. Semakin ia menatap wajah Sasuke, semakin hancur harga dirinya.
" Kau sudah makan malam?. Mau aku masakkan sesuatu?." Sasuke bertanya mencoba menawari suaminya tersebut. Ia hentikan suapan pada dirinya.
" Tidak perlu, aku sudah makan diluar kok. Dimana anak-anak?." Naruto menatap isi rumahnya, heran sendiri saat ia tidak melihat langkah-langkah kecil anak-anaknya, ataupun suara gaduh yang biasa mereka buat.
" Boruto dan Sarada memaksa tidur dirumah ayah. Menma dan Shin ikut papa dan mama kefestival. Aku rasa mereka juga akan menginap." Orang tuanya memang suka mengajak anak-anaknya jalan-jalan. Maklum dia anak tunggal, jadi cuma dari Naruto cucu-cucunya berasal. Ayah mertuanya juga terkadang mengajak anak-anaknya menginap dirumahnya, ia tinggal bersama kakak iparnya Itachi dan istrinya, sedangkan ibu Sasuke sudah meninggal sejak ia masih smp.
" Eumm...Sasuke ada yang ingin aku bicarakan." Naruto akhirnya berkata agak ragu.
" Soal apa?."
" Eumm, aku ingin minta uang." Sasuke menghela nafasnya perlahan. Uang lagi, batin Sasuke.
" Kali ini untuk apa lagi?."
" Aku bermaksud membuka usaha. Aku ingin membuka toko bahan bangunan. Kau mau kan meminjamkan uangmu. Kalau usahaku lancar, pasti aku kembalikan."
Sasuke menatap suaminya tersebut penuh keraguan. Ini bukan pertama kalinya Naruto meminta uang untuk membuka usaha. Sudah beberapa kali Naruto melakukannya, dan sampai sekarang tidak ada satu usahapun yang dikatakan Naruto tersebut yang membuahkan hasil. Sasuke bukannya pelit atau tidak mau berbagi uangnya dengan Naruto. Hanya saja keadaan ekonomi mereka semakin terpojok. Mereka harus menekan setiap pengeluaran. Syukur kalau Naruto berhasil dan tidak menipunya, tapi kalau ia cuma main-main lebih baik tidak usah saja. Mau tidak berburuk sangka juga Sasuke melihat kenyataan yang ada selama ini.
" Berapa yang kau butuhkan?." Meski ia tidak yakin ingin memberi tapi ia tetap ingin menyenangkan hati Naruto. Yah, ia hanya bisa berharap baik kali ini.
" 20 juta." Sasuke hampir tersedak air liurnya, apa Naruto bermaksud memerasnya.
" Itu terlalu banyak."
" Tapi kan matrial bahan bangunan memang mahal-mahal Sasuke." Naruto masih mencoba mempertahankan penaawarannya tanpa tahu malu.
" Kau kan bisa memulainya kecil-kecilan dulu. Nanti kalau peluangnya memang bagus kau bisa menambah modal. Uang simpanan hanya tinggal 50 juta. Aku tidak bisa memberikan nilai yang kau inginkan. Kita harus menekan pengeluaran."
" Memang berapa yang bisa kau berikan."
" 10 juta saja bagaimana."
Naruto tampak berfikir, uang segitu cukuplah untuk aborsi. Tadinya ia meminta uang 20 juta juga sebenarnya sisanya benar-benar akan ia gunakan untuk membuka usaha. Tapi kalau begini mungkin ia harus menyiapkan kebohongan lagi. Yang terpenting sekarang adalah aborsi.
" Baiklah."
.
.
.
Sudah tiga minggu semenjak aborsi mantannya, Sasuke belum menanyakan soal uang yang ia katakan akan ia gunakan untuk buka usaha. Meskipun sudah beberapa kali Sasuke menunjukkan gelagat untuk membahasnya, tapi Naruto selalu berhasil mengalihkan perhatiannya. Sejak saat itu juga Naruto bertekat untuk memulai awal yang baru. Ia berusaha keras mencari pekerjaan dan menabungkan uang jajan yang diberikan oleh Sasuke. Ia kembali bersemangat setiap kali mengingat tangisan Sasuke saat ia menyakitinya. Sekarang saatnya membahagiakan sang raven.
Siang itu Sasuke sedang tidur dengan anak-anaknya saat akhir pekan. Mereka memutuskan untuk menghabiskan week end dirumah seharian karena kondisi Sasuke yang agak drop. Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi tidak sabaran. Membuat Sasuke terusik. Ia bangun dari tidurnya, Shin yang tidur disampingnya ikut terbangun. Sedangkan Naruto tidur ditempat paling ujung sambil memeluk Menma.
Ia beranjak menuju pintu sambil menggendong Shin. Sasuke benar-benar tidak habis fikir, siapa yang memencet bel dengan tidak sabaran disiang bolong begini. Benar-benar mengganggu.
" Dimana Naruto?. Dimana bajingan itu.?" Seorang wanita paruh baya mendorong bahunya sambil berteriak dan menerebos masuk diikuti oleh seorang pria paruh baya berbadan gendut dan seorang pria muda yang menunjukkan wajah penuh amarah. Sasuke benar-benar shock dibuatnya, Shin yang berada dalam gendongannya mulai menangis ketakutan.
" Siapa kalian?. Apa yang kalian inginkan?." Sasuke bertanya dengan wajah panik, tidak paham dengan keributan yang dibuat oleh tamunya.
" Kau istrinya kan?. Dimana suamimu?. Dimana kau menyembunyikannya?. Akan kubunuh dia." Pria muda yang berwajah sangar tadi berkata penuh emosi sambil mencengkeram kerah bajunya, tidak mempedulikan Shin yang semakin keras menangis.
" Asal kau tahu ya, suamimu itu mengahamili anakku dan menyuruhnya aborsi. Sekarang anakku sekarat dirumah sakit gara-gara aborsi itu. Istri macam apa kau yang tidak bisa menyenangkan suamimu sampai-sampai ia mencari orang lain." Wanita paruh baya tadi berkata sambil menunjuk wajahnya. Jantungnya berdetak begitu cepat mendengar perkataan wanita tersebut. Tanpa sadar air mata menetes dari kedua pipinya. Tidak mungkin. Naruto?.
" Ada apa ini?" Naruto muncul dari ruang tengah diikuti anak-anak mereka yang lain. Wajahnya langsung shock saat melihat siapa tamunya yang datang.
" Ini dia biang keroknya." Wanita tadi berteriak sesaat setelah melihat Naruto datang. Ketiga orang tadi langsung melihat kearah suaminya tersebut. Pria muda tadi langsung menerjang kearah Naruto setelah mengumpatinya. Naruto berhasil menangkisnya dan menendangnya tepat diperut membuat pria tersebut tersungkur menabrak meja. Pria paruh baya ikut menyerangnya, sedangkan si wanita cuma berteriak-teriak menyumpahi Naruto. Sarada menangis keras sambil memeluk Menma yang juga sudah sesenggukan ditempatnya. Boruto yang tidak suka melihat ayahnya disakiti ikut melayangkan tinjunya kearah pria gendut tersebut tapi malah terlempar menabrak dinding akibat terjangan si pria muda yang bangkit setelah menabrak meja. Boruto langsung tak sadarkan diri setelah tubuh kecilnya menabrak dinding yang keras, darah merembes dari kepalanya. Sasuke semakin kaku ditempatnya. Tubuhnya tak mampu bergerak, namun air mata semakin membanjiri wajahnya. Nafasnya perlahan menjadi sesak. Ia abaikan jeritan anak-anaknya yang semakin kencang menangis. Atau Naruto yang semakin membabi buta memukul orang- orang yang menyerangnya saat melihat anaknya tergeletak tak berdaya. Nafas Sasuke semakin putus-putus, kakinya melemas. Ia masih bisa melihat para tetangga yang berdatangan mencoba melerai perkelahian. Perlahan tubuh Sasuke merosot menghantam lantai bersamaan dengan Shin yang terjatuh dari gendongannya. Kegelapan seketika menguasainya.
Sasuke langsung dilarikan kerumah sakit bersama anak-anaknya. Namun ia dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan karena serangan jantung.
.
.
.
To Be Continued..
Kisah ini terinspirasi dari salah satu cerita horror yang saya baca di internet. Sekarang horrornya belum ada, tapi reader pasti udah pada bisa nebak kelanjutannya kayak gimana. Dan ini cuma Twoshoot. Chapter depan horrornya baru saya masukin.
Ocelah kalo begitu, review please...:)