warning: OOC, ngaco, garing maksimal.

a/n: AU kampung Indonesia. Cross-posting dari tumblr kami, giringnijimura. Ini dibikin dua tahun yang lalu dan sudah lama ditinggalkan. Karena ditulis sebelum chapter dengan Akashi Shiori keluar secara ofisial, maka karakter mama Akashi di sini ya begitulah. Calon ke-delete, kayaknya.

.

.

.

Dilihat sekilas, Kampung Sukabasket terlihat seperti kampung biasa yang sejahtera. Seperti Kampung Sukamaju, Kampung Sukabersih, dan segenap kampung yang biasa nongol di bacaan untuk pelajaran Bahasa Indonesia.

Namun di bumi Kampung Sukabasket yang gemah ripah loh jinawi ini, ada—

"MALING!"

"Kak Hyuga datang!"

"KABUR!"

Sekumpulan bocah berambut warna-warni seperti pelangi lari tunggang-langgang dari halaman rumah Hyuga, membawa lari kelengkeng pemuda itu. Sungguh sebuah jalan keluar standar yang menjadi lagu wajib semua film aksi klasik.

"Seharusnya memang tidak mencuri, gituloh. Kan minta baik-baik bisa, gituloh," gerutu bocah berkacamata.

"Ah, bawel kamu! Kayak ibu-ibu nawar di pasar aja!" tukas temannya yang berambut biru tua.

"Lho, Tetsuya mana?" Yang berambut merah—ketua mereka—bertanya.

"Tunggu Techuya!" Bocah berambut biru muda—yang bertubuh paling kecil—tertatih-tatih mengikuti langkah kamerad-kameradnya.

"Atsushi, gendong Tetsuya," perintah si rambut merah kepada bocah berbadan paling besar. Yang disuruh mengangguk dan membiarkan bocah berambut biru muda memanjat punggungnya.

Di tempat kejadian perkara, Hyuga hanya bisa menyumpahi bocah-bocah badung itu dengan penuh dendam kesumat: "DASAR MALING KELENGKENG! GUA SUMPAHIN PAS KULIAH SKRIPSI LU KAGAK KELAR-KELAR!"

— di Kampung Sukabasket, ada Laskar Pelangi.

Bukan, mereka bukan fans tetraloginya Andrea Hirata, ataupun lagunya Nidji dengan judul yang sama. Mereka adalah sebuah komplotan dengan ambisi menguasai dunia—

—nggak sih. Terlepas dari tendensi megalomania komandan mereka, Akashi Seijuro, sebenarnya mereka cuma sekumpulan anak TK iseng yang kadang mengganggu ketenangan penduduk Kampung Sukabasket. Nama asli geng ini adalah Kiseki no Sedai alias Generasi Mukjizat, nama pemberian Akashi yang percaya kalau mereka bukan bocah lima tahun biasa. Namun, nama Generasi Mukjizat 1) terlalu panjang, dan 2) terdengar terlalu tempo doeloe. Maka mereka lebih dikenal dengan julukan gaul mereka di kampung: Laskar Pelangi, yang mengejawantah karena kepala mereka terlihat seperti pelangi jika dijejerkan. Lagipula, Laskar Pelangi lebih gampang diingat. Lebih kekinian. Dalam cas-cis-cus à la bule-bule pelahap baguette: le dernier cri.

Kakek Kiyoshi yang tinggal di rumah sebelah Hyuga hanya tertawa-tawa menonton drama siang mini itu.

"Sudahlah Hyuga, mereka kan masih anak-anak." Sungguh kesabaran Kakek Kiyoshi sebesar semesta, mengingat mangganya juga pernah jadi korban keisengan oknum yang sama. "Ngomong-ngomong, skripsi kamu sendiri gimana?"

Mendengar Kakek Kiyoshi menyebut kata tabu, emosi Hyuga langsung tersulut dan meledak seperti mercon Tahun Baru. Urat amarah berbentuk perempatan langsung bermunculan di pelipisnya.

"KAKEK BAU TANAH DIEM AJA!"

Selaku penganut mazhab Mahasiswa Abadi lantaran skripsi yang tak kunjung selesai, Kak Hyuga selalu uring-uringan. Konon kata kabar burung, entah burung siapa, terlalu sering cekcok dengan dosbing tercinta. Mbak Reo, waria pemilik salon langganan ibu-ibu kampung (yang terkadang menggoda Hyuga, entah kenapa), mengistilahi kondisi Hyuga: PMS. Penyakit Masa Skripsi. Salah satu gejalanya yaitu alergi pada kata skripsi, sidang, dan wisuda. Terlebih lagi, Hyuga diputuskan pacarnya, Riko, karena tak kunjung lulus. Hyuga kian durjana.

Pencurian kelengkeng tersebut pula disaksikan Izuki, hansip keliling kampung yang setia memantau suasana dan suasini dengan jurus Mata Elang™-nya yang sakti mandraguna—menurut kabar kabari yang beredar di kampung, ia mampu mengidentifikasi maling dari radius 5 km. Namun bukannya mengejar komplotan maling cilik kita yang sudah lama kabur, Kang Juki malahan bersabda dengan wajah sedatar pantat wajan:

"Hyuga menderita karena skripsinya tidak kelar-kelar. Maka Hyugalau dan Hyugamang. Kitakore. Azek dah."

"HEH IZUKI! GA USAH BACOT LO! JONES DIEM AJA!"

Touché.

Hyuga 1 – 0 Izuki.

Izuki langsung nelangsa, berasa ingin makan pentungan hansipnya sendiri sambil meratap dan meraung dalam lautan luka dalam. Cuma berasa, tidak dilakukan. Izuki masih ingin menjaga imej cool-nya.

Imej boleh saja cool laiknya cool-kas, wajah bisa jadi seganteng bintang telenovela Mandarin jadul Meteor Garden. Tapi plesetan jayusnya yang melegenda senantiasa sukses membuat ibu-ibu dan cewek-cewek di kampung yang sebelumnya (meminjam istilah fans Jeketi Empat Delapan) meng-oshi-kan Kang Juki langsung balik kanan bubar jalan tanpa holopis kuntul baris. Hyuga boleh saja diputuskan pacar, tapi Izuki pacaran saja belum pernah. Hyuga 2 – 0 Izuki.

Kakek Kiyoshi selaku juri mengibarkan sarung tanda kemenangan jatuh kepada Hyuga—yang sudah angkat kaki untuk kembali ke ribaan skripsi.

Sementara Izuki terpuruk, Laskar Pelangi tengah berpesta kelengkeng di markas besar mereka yang terletak di taman mansion keluarga Akashi.

"Sebenarnya aku tidak setuju dengan perbuatan ini, nanodayo—gituloh," keluh Midorima Shintarou, bocah berambut hijau dengan bulu mata lentik yang dipagari kacamata setebal pantat botol. Di antara semua anggota gengnya, Midorima-lah yang paling rajin. Selain rajin belajar, rajin menabung, dan rajin mengakhiri kalimatnya dengan nanodayo alias "gituloh", ia juga rajin komplain.

"Kenapa, Shintarou?" tanya Akashi sembari tersenyum, sementara tangannya membelai gunting merah kesayangannya. Midorima langsung keder.

"Ti-tidak kenapa-napa, gituloh."

Akashi Seijuro, sang generalisimo, tersenyum manis tapi sadis.

"Ih, protes begitu juga tetap saja kamu makan kelengkengnya," ledek Aomine Daiki, sang tukang tindas. "Dasar belai! Sok alim!"

"Dai-chan, yang benar itu lebay, bukan belai," koreksi Momoi. Momoi Satsuki adalah satu-satunya cewek di Laskar Pelangi sekaligus sohib Aomine. Mereka sudah saling kenal sejak masih orok.

"Ah, sama saja," Aomine menggerutu.

"B-bukannya aku setuju dengan pencurian ini!" Kris kris, bernyanyi gunting Akashi. Midorima diam lagi. Kemudian tergagap menawarkan kompromi, "t-tapi, sebagai anggota aku harus setuju, gituloh!"

"Techuya juga mau kelengkeng," Kuroko Tetsuya, anggota paling muda Laskar Pelangi dan satu-satunya yang masih cadel, nimbrung.

Ralat, sebenarnya Kuroko sudah tidak cadel. Tapi demi menjaga statusnya sebagai anggota paling imut dan paling disayangi, dicadel-cadelkan. Terbukti jurusnya berhasil karena Akashi tersenyum sabar kepada Kuroko. (Midorima hanya bisa manyun melihat perbedaan kasta yang tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan itu.)

"Sini, Tetsuya. Kelengkengnya masih, kok."

"Biar aku yang kupasin buat Kurokocchi-ssu!" Kise menawarkan diri dengan penuh semangat.

Selain berperan sebagai tokoh paling ter-bully (biasanya oleh Aomine) dan pemuja keimutan Kuroko (yang cuek bebek padanya) dalam komplotan ini, Kise Ryouta adalah seorang model cilik ternama yang memulai debutnya pada usia 6 bulan sebagai model iklan popok. Hanya dengan modal pantat mulus saja padahal.

Trivia saja sih, tidak penting. Kembali ke TKP.

Momoi yang tidak pernah mau kalah dengan Kise soal memperebutkan perhatian Kuroko langsung menukas, "Nggak! Aku saja!"

"Aku-ssu!"

"Aku!"

"Sudah, jangan berkelamin!" teriak Aomine. Kalau mereka berdua sudah bersaing soal Kuroko, nggak bakalan ada ujungnya. Kayak rapat anggota DPR, kalau kata Bapak Aomine (walau sebenarnya Aomine kecil tidak paham apa itu De Pe eR).

"Dai-chan, yang benar berkelahi!" Momoi masih sempat-sempatnya membenahi tata bahasa Aomine yang memang tidak pernah baik dan juga tidak pernah benar.

"Terserahlah! Kalau ribut terus kelengkengnya keburu dihabiskan Murasakibara, lho! Nanti Tetsu malah nggak kebagian!"

"Aominecchi berisik-ssu!"

"Nggak seberisik kamu, cengeng!"

"Aominecchi jahat!" teriak Kise, suaranya melengking seperti kucing yang ekornya kejepit pintu garasi. "Aominecchi jelek! Item! Dakian!"

"INI BUKAN DAKI!" Aomine naik pitam, volume suaranya bertambah puluhan desibel. "DASAR BANCI! KULIT PUTIHMU JUGA PASTI KARENA PANU KAN!"

Ngomong-ngomong, sebagaimana layaknya skripsi adalah kata terlarang bagi Kak Hyuga, warna kulit adalah topik sensitif untuk Aomine. Maklum, dirinya korban perilaku menjurus apartheid warga Kampung Sukabasket ("Dasar item!", "Dasar item dakian!", dll.). Padahal kulitnya saja yang sudah dari sononya hitam! Buktinya, walaupun Aomine dan Momoi sering menangkap belut, serangga, dan lobster bersama, cuma Aomine yang hitam, sedangkan Momoi tetap seputih bintang iklan Wardah.

Pada umur sebelia lima tahun, Aomine Daiki sudah mendapatkan suatu pelajaran hidup yang juga inti daripada semua asam dan garam dalam kehidupan:

Hidup memang tidak adil.

Aomine memberang, Kise meraung, Momoi menjelma adjudicator debat kusir. Murasakibara—yang sudah dengan semena-mena Aomine tuduh bakal menghabiskan kelengkeng—malahan menjadi satu-satunya orang yang membantu Kuroko mengupas buah-buah itu.

"Enak nggak, Kuro-chin?"

"Enyaaak," Kuroko mengacungkan jempol. "Manits."

Murasakibara sang raksasa mengangguk-angguk dan menepuk-nepuk kepala Kuroko.

Badan dan nafsu makannya paling besar, tapi mental age seorang Murasakibara Atsushi adalah yang paling kecil di antara mereka. Tuduhan Aomine sebenarnya tak beralasan karena walaupun rakus, Murasakibara hanya suka snack. Terutama Momogi. Di hadapan kelengkeng, Murasakibara sama tak tergoyahkannya dengan bapak-bapak yang didemo anaknya minta kenaikan uang jajan

"WOI! BOCAH-BOCAH TENGIL!"

"Halo, Bang Niji," sapa Akashi polos kepada sosok yang baru saja menerjang masuk markas Laskar Pelangi itu.

"KALIAN NYOLONG KELENGKENG KAK HYUGA YA!"

Namanya Nijimura Shuzo. Julukan kesayangannya: Bang Niji.

Bang Niji adalah baby sitter Laskar Pelangi yang duduk di bangku kelas 2 SMAN Teikou. Sebagai tetangga sebelah rumah Akashi, ia sudah mengenal sang Tuan Muda dari zaman masih imut-imut sampai sudah amit-amit seperti sekarang.

Padahal awalnya Mama Akashi hanya meminta Nijimura menjaga Seijuro kecil ketika ditinggal kondangan (dengan iming-iming duit). Namun lama kelamaan, karena terlalu sering disuruh kerja paksa—coret, dimintai menjadi baby sitter Seijuro, otomatis Bang Niji menjadi baby sitter tidak resmi segenap personil Laskar Pelangi. (Tanpa dibayar, dan ini membuat Nijimura sering merasa dikhianati.) Bahkan julukan Laskar Pelangi diberikan dan dimasyarakatkan oleh Kang Juki karena kepala-kepala kecil mereka seperti pelangi dan mereka akrab dengan Nidji(mura).

(Kitakore. Azek dah.)

"Iya," jawab Akashi tanpa ekspresi.

"SUDAH AKU BILANG MENCURI ITU DOSA! KENAPA MASIH DIULANGI?!"

Pembaca yang budiman tentunya ingat, pohon mangga Kakek Kiyoshi juga pernah menjadi korban tindak kriminal sindikat bocah-bocah ini. Tapi, Kakek Kiyoshi hanya tertawa-tawa melihatnya. Toh cedera dengkulnya yang sering kumat tak memungkinkannya memetik buah-buah jingga yang ranum itu, dan Hyuga akan mengamuk kalau disuruh memprioritaskan memetik mangga di atas skripsi tersayang. Daripada busuk, lebih baik diikhlaskan. Orang sabar pantatnya lebar—salah, orang sabar pahalanya besar.

Kembali ke TKP.

"Untuk pengalaman, Bang. Kan di film-film biasanya jagoan kampung nyolong buah." Wajah Akashi masih sama polosnya.

Teman-temannya tidak acuh. Di latar belakang, Wasit Momoi menyatakan pertengkaran Kise dan Aomine memasuki Ronde 2, sedangkan Kuroko dan Murasakibara memamah biak sisa-sisa pampasan perang mereka dengan tenang.

"…"

Nijimura yang sudah lelah jiwa raga menghadapi aksi-aksi nista Laskar Pelangi lantas berhipotesa: Akashi yang kaya raya hanya penasaran bagaimana rupa kehidupan rakyat jelata. Ingin mengecap citarasa kehidupan bopung tengil biasa tak bergelimang harta.

Lagipula, Nijimura teringat masa kecilnya sendiri. Dahulu kala, Nijimura juga seorang bopung tengil. Pernah—sering—adu jotos dengan sesama preman kelas teri (dan selalu menang). Pernah menyembunyikan sepeda Pak Ustadz—ups.

Tentu ini azab karena sudah menyembunyikan sepeda. Ceramah Pak Ustadz satu dekade silam kembali terngiang di telinga: Sesungguhnya, walaupun Tuhan maha pemaaf, namun Tuhan juga maha melihat, maha kuasa, dan tentunya maha adil.

"Ya sudah! Tapi nanti minta maaf sama Kak Hyuga lho!" titahnya sambil manyun dan menggaruk-garuk dengkul karena gagal paham dengan kehidupan. Niatnya mau menggaruk kepala, tapi entah mengapa yang gatal dengkul, maka dengkul menjadi pelampiasan.

"Beres, Bang," Akashi mengangguk.

"Oke-ssu!" / "Yoa, Bang!" / "Siap!" Kise, Aomine dan Momoi berjanji sambil lalu, kemudian kembali memusatkan fokus kepada Ronde 3 Aomine vs. Kise. (Skor sementara: Aomine 2 – 0 Kise, Aomine dijagokan juara.)

"Kami akan minta maaf, gituloh," Midorima menyumbangkan suara.

Kuroko dan Murasakibara mengangguk-angguk dengan mulut penuh kelengkeng.

"Eh, Shuzo-kun!" Seorang wanita berambut merah melongok dari dalam kediaman Akashi yang megah. "Main sama Seijuro lagi ya?"

Nggak Tante! Lagi menceramahi anak Tante yang tadi nyolong kelengkeng orang! Namun, mengingat derajatnya di hadapan Mama Akashi,Nijimura yang masih sayang nyawa memilih solusi diplomatis, "Eh, iya, Tante."

Mama Akashi manggut-manggut senang. "Oh iya! Besok kamu sibuk, nggak? Tante ada kondangan. Kamu jaga Sei-chan ya!"

Nijimura hanya mampu menjerit pilu dalam hati: TIDAAAKKK!

Sungguh, azab ustadz kampung sama mengerikannya dengan azab ibu.

.

.

.

Kriuk kriuk kriuk. Duh garing.

Awalnya sih cuma mau bikin AU bernuansa film anak zaman dulu. Segenap insan generasi '90an – awal 2000-an yang beruntung masa kecilnya tidak diazab Manusia Har*mau atau Ganteng Ganteng Seringgalak, pasti tahu bahagianya nonton Joshua oh Joshua, Petualangan Sherina, atau Eneng dan Kaos Kaki Ajaib. Tapi ujungnya AU ini malah terbengkalai karena kami sibuk hahaha orz.

Btw, chapter 2 cuma drabbles dari Laskar Pelangi AU, dan chapter 3 isinya semacam intro. Semua cross-posting dari tumblr kami karena percuma dibiarkan. Entahlah mau di-update atau tidak. Beginilah kalau sudah dua tahun tidak aktif di FFn.