The Death Fourth Part II

.

.

.

Main Cast : Oh Sehun , Xi Luhan, Kim Jongin, and Park Chanyeol

Main Pair : HunHan

Genre : Romance, Action, Friendship, Hurt/Comfort

Rate : T-M

Length : Chapter

YAOI. Typo (s)

HUNHAN STORY!

.

.

.

.

Enam bulan kemudian…

"Tidak-...kita tidak akan berhutang lagi… aku sudah bilang dari awal kalau cara ini adalah tanggung jawabku sepenuhnya."

Terlihat pria cantik yang tampak kelelahan memimpin sebuah rapat yang menentukan bagaimana perusahaanya akan berakhir nantinya. Dia sangat menyayangkan karena hampir seluruh yang hadir di ruang rapat sama sekali tak menyukainya dari awal kedatangannya ke Cina.

"Tapi darimana kita mendapatkan dana yang begitu besar? Angka dari saham di Hongkong terlalu mustahil untuk kita miliki." sebuah suara menginterupsi dengan menggebu.

"Kalau begitu gunakan ini dan jadikan itu mungkin!" desis Luhan melemparkan selembar cek dengan angka yang cukup fantastis kepada seluruh dewan direksi yang hadir.

"Da-darimana kau dapatkan uang sebanyak ini?"

Luhan menyeringai dan berdiri dari kursinya "Gunakan sebanyak yang kalian mau." ujarnya meninggalkan ruang rapat menuju pintu keluar. Namun saat dirinya pengurus Lee membukakan pintu untuknya Luhan kembali menoleh menatap tajam seluruh jajaran direksinya.

"Ah… aku hanya mengingatkan ini kesempatan terakhir kalian bermain-main dengan uang ayahku. Aku tidak ingin mendengar kata gagal lagi minggu depan. Aku sudah muak dengan cara kerja kalian!" geramnya mengepalkan tangan erat.

"umhh…." Luhan kembali mendekati meja rapat dan mengetukan jarinya marah.

"Aku yakin kalian semua tahu pekerjaanku sebelum aku datang kesini.' matanya menyalang menatap satu persatu dewan direksi.

"Aku bisa menembak dengan baik, aku bisa menusuk di organ vital dan aku bahkan bisa membuat seseorang memohon untuk segera dibunuh daripada harus aku paksa dan aku siksa… Jadi bekerjalah dengan benar kali ini." ujarnya menyeringai dengan aura menyeramkan membuat semua dewan direksi hanya memucat tak berani berbicara.

"Aku pergi…!"

Dan tanpa berbasa basi lagi Luhan meninggalkan tempat yang seperti neraka untuknya.

Enam bulan sudah Luhan berada di tanah kelahirannya sendiri, namun enam bulan pula dirinya sangat merasa asing di tempat yang pernah ia tinggali sewaktu kecil.

Luhan sendiri tinggal di hotel tak jauh dari perusahaan milik ayahnya berada. Dia menolak tinggal di rumah miliknya di Cina dengan alasan terlalu jauh…. Tentu saja itu hanya alasan karena sesungguhnya Luhan sendiri yang menolak untuk tinggal di tempat yang merupakan rumah pertama ayah dan ibunya karena takut untuk mempunyai alasan agar dirinya tak kembali ke Korea bersama ketiga temannya.

..

..

..

"Saya rasa anda perlu istirahat tuan muda."

Pengurus Lee yang sengaja ditugaskan ayahnya untuk menemani Luhan selama Luhan berada di Cina, tampak khawatir pada tuan mudanya yang terlihat kelelahan dan sangat pucat.

"Hmm.."

"Apa kau mau kembali ke hotel sekarang?"

"Hmm.."

Luhan hanya merespon seperlunya, menolak berbicara lebih banyak karena sedang merasa sangat lelah, sangat muak dan sangat….merindukan ketiga pria tampannya.

"Baiklah anda memang harus beristirahat." Pengurus Lee menoleh kea rah Luhan dengan cemas , lalu menjalankan mobilnya agar sampai dengan cepat di hotel tempat Luhan menginap.

Guk..Guk..

Luhan dengan tak rela meninggalkan pemandangannya yang sedang melihat ke jalan untuk berbalik arah dan memberi perhatian untuk kedua anjingnya yang tampak kesal karena seharian ini Luhan tak mengajak mereka berbicara.

"Kenapa anjing manja." Gumam Luhan yang langsung menggendong Janggu dan Monggu ke pelukannya.

Guk..Guk..

Seolah mengerti dengan ucapan Luhan, kedua anjing milik Kai ini terus merespon jika Luhan selesai berbicara.

"Aigoo kenapa kalian lucu sekali." Gemas Luhan menciumi kedua anjingnya bergantian.

"Tuan muda.." paman Lee kembali memanggil Luhan yang moodnya tampak sudah membaik.

"Kenapa?" katanya masih sibuk bermain dengan kedua anjing milik Kai.

"Aku lupa memberitahu jadwalmu untuk lusa."

"Katakan" balas Luhan yang sebenarnya sudah sangat mual dengan semua kegiatan yang harus ia jalani.

"Anda akan melakukan penerbangan ke luar negri untuk memantau aset dan kerja sama kita dengan beberapa klien."

"Lagi? Aku bahkan baru pulang dari Hongkong." Protesnya membuat paman Lee merasa tak enak hati.

"Tapi saya berani bertaruh kalau kali ini anda akan merasa senang dengan perjalanan anda."

"Paman..! aku tidak mau. Kau tahu aku sangat membenci terbang. Batalkan!"

"Seoul…"

"Eh?" Luhan mengernyit mendengar negara yang sangat ia rindukan enam bulan belakangan ini

"Anda harus menghadiri rapat di Seoul tuan muda. Tapi jika anda tidak mau saya bisa membatal-.."

"AKU MAU! ASTAGAA…..TENTU SAJA AKU MAU!."

Luhan yang tidak lebih dari setengah jam yang lalu memimpin rapat dengan emosi kini tak bisa lagi menyembunyikan kebahagiannya saat paman Lee mengatakan kemana dirinya akan berada dua hari mendatang.

"Kita pulang Jangguya…Monggu kita pulang..!" katanya memekik sangat senang membuat paman Lee mau tak mau ikut tersenyum melihat Luhan yang tertawa begitu lepas setelah enam bulan lamanya hanya diam tak banyak bicara.

..

..

..

Sementara di tempat lain, tepatnya di negara yang terkenal dengan keindahan bunga sakura dan gunung fuji nya terlihat seorang pria bertampang dingin sedang berkutat dengan dokumen yang harus ia pelajari dan ia tanda tangani berharap semua pekerjaan yang menyebabkan dirinya harus terpisah dari pria cantiknya bisa segera berakhir karena semua kerinduan yang dia rasakan untuk kekasihnya sudah memasuki batas kesabarannya sendiri.

Cklek!

Perhatian pria yang akrab disapa Sehun itu pun teralihkan saat melihat seorang pria tak berbeda jauh darinya memasuki ruangannya. Dari pakaiannya terlihat kalau pria tersebut merupakan seseorang yang disewa Sehun untuk mencari tahu apa yang sedang kekasihnya lakukan tanpa melewatkan sedikitpun kabar tentang pria cantiknya.

"Bagaimana dia hari ini?"

"Seperti biasa hanya melakukan meeting dan kembali ke hotel."

Sehun mendesah pelan dan tetap melanjutkan pekerjaannya. "Dia pasti bosan." gumamnya merasa sangat ingin menjemput pria cantiknya yang selama enam bulan dia perhatikan hanya melakukan kegiatan yang sangat membosankan untuk dirinya.

"Lalu apa saja kegiatannya untuk besok? Apa dia akan ke Hongkong lagi?"

"Tidak tuan."

"Baguslah….dia sangat membenci berpergian jauh"

"Luhan tidak ke Hongkong esok hari. Tapi dijadwalkan meeting di tempat lain."

Sehun yang masih menandatangani dokumennya merasa kesal dengan berita yang dibawa oleh mata-mata sewaannya yang terdengar menggantung.

"Kemana?"

"Seoul."

Sehun yang awalnya sangat geram mengerutkan keningnya memandang mata-mata yang ia sewa dan tak lama dia menyunggingkan senyumnya, dia kemudian berdiri dan menghampiri mata-mata sewaannya.

"Kerja bagus." ujarnya menuju pintu keluar dan bergegas pergi ke hotelnya.

"Direktur anda mau kemana? Anda ada rapat pukul 2 siang ini." sekertaris Sehun tampak panik melihat Sehun yang sepertinya terburu-buru.

"Aku hanya ingin bersiap, kau tenang saja." katanya memberitahu sekretarisnya dan kemudian kembali berjalan menjauh.

Dan sebelum memasuki lift, Sehun kembali menoleh menatap sekertarisnya "Carikan tiket ke Seoul penerbangan besok malam untukku."

"Mengerti kan?" Sehun mengulang pertanyaannya.

"Baik direktur.!"

"Bagus.!" katanya tersenyum kepada sekertarisnya dan memasuki lift dengan perasaan luar biasa leganya karena akan bertemu dengan pria cantikmya yang sudah tidak ia temui enam bulan belakangan ini.

..

..

..

"Astagaaaa…..akhirnya aku sampai di Seoul. Kita sampai dirumah kita sayang-sayangku." gumam Luhan yang sedari tadi saat berada di bandara terus tersenyum dan sedang meluapkannya di mobil dengan menciumi telak kedua anjing milik Kai.

"Paman antarkan aku ke-..."

"Rapat anda dimulai pukul 11 tuan muda. Jadi anda hanya mempunyai waktu untuk bersiap di hotel kemudian saya akan mengantar anda ke perusahaan tempat meeting anda berlangsung."

"Eh-..?"

Luhan kembali tak bersemangat saat semua harinya akan dipenuhi dengan pertemuan memualkan bersama orang-orang gila harta.

"Sampai jam berapa?" katanya benar-benar merasa hidupnya sangat membosankan.

"Jam 2 siang anda ada pertemuan dengan Han grup kemudian Jam 5 sore ada pembukaan hotel baru oleh direktur Song dan terakhir jam 8 malam anda dijamu makan malam di restaurant mewah oleh pemegang saham terbesar di perusahaan ayah anda."

"oh." Luhan hanya merespon seperlunya sambil menikmati bangunan-bangunan di Seoul yang sepertinya banyak berubah.

"Maafkan saya karena jadwal anda begitu padat tuan muda."

"Tidak perlu meminta maaf. Aku senang kita berada dirumah." gumamnya tersenyum dipaksakan.

"Apa aku akan bertemu ayahku hari ini?" tanyanya kepada pengurus Lee.

"Aku rasa tidak tuan muda. Tuan besar sedang berada di Busan dengan keluarganya untuk menghadiri jamuan penting dari klient."

Luhan mendesis dan memijat asal kepalanya "Berharap apa aku pada pria tua itu." geramnya terdengar sangat kecewa.

"Maaf tuan muda."

"Aku merindukan kalian." lirih Luhan yang kemudian beralih memandang walpaper ponselnya dan mengusap wajah ketiga pria tampannya bergantian.

"Benar-benar merindukan kalian." gumamnya mengulang berharap bisa bertemu dengan ketiganya. Tapi Luhan tak punya keberanian menghubungi ketiga prianya karena takut waktunya di Seoul terbatas dan harus mengalami perpisahan yang kedua kalinya dengan ketiga prianya.

..

..

..

Dan setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan Luhan akhirnya bisa sedikit bernafas karena akhirnya dia berada di mobil dan sedang dalam perjalanan menuju ke hotelnya dengan tubuh yang rasanya remuk redam dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

"Tuan muda apa anda ingin langsung istirahat di hotel?"

Pengurus Lee sedikit menoleh ke belakang dan menemukan Luhan yang sudah bersandar di kepala Janggu dan sudah sedikit tertidur dengan nyaman.

"Umh…Sehun." Gumam Luhan memeluk erat Janggu dan memanggil nama Sehun berkali-kali.

"Tuan muda."

Merasa tak mendapat respon dari Luhan, pengurus Lee terus memanggil Luhan kali ini sedikit kencang agar Luhan terbangun.

"Tuan muda!"

"Eh? Kenapa berteriak?" katanya mengusak pelan matanya dan memandang mengedar ke pemandangan Seoul dimalam hari.

"Maaf mengganggu tidur anda tuan muda. Tapi anda terus mengigau, apa anda demam?"

"Demam? Aku ras tidak." Gumam Luhan memegang dahinya sendiri dan memang dirinya baik-baik saja.

"Jangan khawatirkan aku. Aku ini kuat paman." Katanya terkekeh membuat pengurus Lee mendesah lega mendengar jawaban Luhan.

"Apa anda ingin makan malam lagi?"

"Tidak perlu. Kita ke hotel saja, aku ingin tidur." Balasnya melihat ke jendela dan lagi-lagi melamun karena merasa terlalu lelah memikirkan pekerjaan yang masih harus ia hadapi esok hari.

"Baik tuan muda."

Dan Luhan pun bersender di jendela kaca mobilnya, mengabsen satu persatu mobil yang berlalu lalang berharap melihat salah satu mobil Kai atau Chanyeol terlihat oleh matanya, dia tidak berharap banyak dengan kehadiran Sehun karena dirinya tahu benar kalau kekasihnya saat ini sedang berada di Jepang.

Lamunan Luhan terganggu saat mobilnya berhenti karena lampu merah, dia melihat segerombolan pria sedang mengusik seorang wanita tua dan putrinya terlihat dari cara mereka menggertak, sepertinya gerombolan preman itu sedang menagih hutang pada wanita tua tersebut, Luhan mengernyit dan tanpa sadar mengepalkan tangannya marah dan merasa sangat marah saat mobilnya kembali berjalan memasuki parkiran hotel.

Ckit….!

Terdengar pengurus Lee menghentikan mobilnya di lobi dan bergegas membukakan pintu mobil untuk Luhan.

"Silakan tuan muda."

Luhan pun tanpa membawa Janggu dan Monggu keluar dari mobilnya membuat pengurus Lee sedikit mengernyit.

"Omo! Itu apa?!" Luhan memekik membuat pengurus Lee melihat ke arah yang Luhan tunjuk dan sedetik kemudian

Sret…!

"Tuan muda!" kali ini pengurus Lee yang memekik karena Luhan dengan cepat mengambil kunci mobilnya dan berlari ke bangku pengemudi.

"Aku ada urusan sebentar. Paman beristirahatlah. Aku akan kembali. Dah"

Luhan membuka kaca mobilnya sekilas dan kembali menutupnya lalu kemudian

Brrmmmmm…..!

Dia melajukan cepat mobilnya ke tempat dimana dirinya merasa sangat marah melihat segerombolan pria berbadan besar mengganggu wanita tua dan putrinya tak jauh dari hotelnya menginap.

Ckit…!

"Anak-anak. Kalian tunggu disini, oke!"

Luhan mengerling Janggu dan Monggu kemudian dengan cepat berlari ke gang kecil tempat dimana dia melihat segerombolan pria mengganggu wanita tua.

Menjauh dari putriku! Jangan sentuh dia

"Astaga! Mereka benar-benar sampah." Geram Luhan yang semakin memasuki gang gelap tersebut dan kemudian menyeringai saat melihat para gerombolan didekatnya terlihat oleh matanya.

Lepaskan aku! Eommaaaaa!

"Ehem!"

Luhan berdeham keras membuat para gerombolan itu mengalihkan pemandangan ke arahnya.

"Hey nona cantik, apa kau tersesat?"

"Ck. Siapa yang kau panggil nona cantik?"

"Kau tentu saja." Kata salah satu pria tertinggi menghampiri Luhan yang tampak menyeringai.

"Ah ya benar, aku nona cantik. Jadi lepaskan wanita-wanita di belakangmu sialan." Desis Luhan terdengar mengerikan namun hanya dibalas dengan gelak tawa dari para gerombolan didepannya.

"Kalau kami bisa mendapatkan lebih kenapa harus dilepaskan?" katanya semakin mendekati Luhan dengan seringai di wajahnya.

"Karena aku bilang lepaskan mereka." balas Luhan tak kalah menyeringai.

"Lalu kalau kami tak lepaskan kau mau apa?" katanya mengejek Luhan membuat Luhan semakin menyeringai menang.

"Umhh…sudah berapa lama aku tidak membunuh orang? Ah..aku pikir hampir enam bulan. Jadi jika kau masih mau melihat wajah menjijikanmu di cermin lebih baik turuti ucapanku."

"Nona cantik sepertimu pernah membunuh orang? Apa aku tidak salah dengar. Hey kalian dengar itu?" katanya bertanya pada anak buahnya dan disambut gelak tawa yang membuat Luhan semakin menggeram.

"Ada tiga kesalahanmu malam ini." Luhan menyatukan kedua tangannya dan membuat gerakan pemanasan sambil menatap tajam pria yang terus meremehkannya.

"Benarkah? Uuu aku takut." Katanya mengejek Luhan membuat Luhan benar-benar kehabisan kesabaranya.

"Ya. Kau memang harus takut bajingan."

Luhan berjalan cepat mendekati pria dengan badan paling besar itu dan tak lama

BUGH!

Pria tersebut secara memalukan tersungkur ke tanah hanya dengan pukulan telak dari Luhan yang belum menggunakan seluruh tenanganya.

"Pertama, kau tidak mendengarkan aku."

Luhan kembali mencengkram kerah pria berbadan besar itu dan

BUGH!

Dia kembali memukul kencang wajah si pria yang masih terlihat syok karena tak menyangka Luhan akan memukulnya dengan sangat kencang sampai membuatnya tersungku

"Sialan. KENAPA KALIAN DIAM SAJA? CEPAT HABISI DIA." Teriak si pria yang mulai merasa kewalahan menghadapi Luhan yang tampaknya semakin tak main-main karena kemarahannya.

Luhan pun merasa empat orang berbadan besar yang harus di hadapinya hanya persoalan kecil, karena dirinya pernah menghadapi yang lebih buruk dari ini dan jujur saja, dia merindukan pekerjaan lamanya.

BUGH!

Luhan sedikit lengah membuatnya terkena pukulan dan terjatuh karena terlalu fokus pada pria yang dari awal mengejeknya.

"MATI KAUUUUUU!"

Luhan hampir saja celaka kalau saja dirinya tak segera menghindar dari pria yang membawa balok kayu yang hendak memukul kepalanya.

"Astaga…Aku benar-benar merindukan ini." gumamnya sedikit menghapus darah yang ada di sudut bibirnya.

"Kalian cepat pergi. Aku mengurus mereka." katanya mendekati wanita tua dan putrinya yang tampak meringkuk ketakutan.

"Tapi kau terluka nak." Kata wanita tua tersebut memandang Luhan.

"Cepat pergi!" Luhan sedikit membentak karena merasa tak punya banyak waktu untuk menjelaskan apapun pada kedua wanita didepannya.

"Ba-baik. Terimakasih oppa."

Dan si wanita muda itu pun membawa pergi ibunya membuat para gerombolan dibuat semakin geram karenanya.

"BERANINYA KAU!"

Luhan mengambil cepat balok kayu yang berada tak jauh darinya dan

BUGH!

"Kalian yang berani-beraninya padaku." Geramnya yang selalu lebih cepat bergerak daripada keempat pria yang kelebihan bobot didepannya ini.

Dan tak berlama-lama semua kekacauan kecil di gang gelap itu pun terlihat semakin memanas, Luhan cukup kelelahan karena tiga orang pria yang kini tersungkur cukup membuat dirinya kehabisan tenaga, sampai akhirnya dia berhadapan dengan pimpinan gerombolan tersebut yang tampak menegang melihat Luhan karena membabi buta menghajar anak buahnya/

"SIAPA KAU? LAWAN AKU DENGAN TANGAN KOSONG JIKA BERANI!"

Dan teriakan ketakutan pria berbadan besar itu pun mau tak mau membuat Luhan tertawa terbahak "Pria besar sepertimu takut pada balok seperti ini? cih memalukan." Desis Luhan mengejek pria didepannya ini.

"Baiklah, ayo kita selesaikan ini bayi besar."

Dan ejekan Luhan pun berhasil memancing kemarahan pria besar didepannya yang kini berlari ke arah Luhan hendak menghajarnya.

BUGH!

Luhan juga memiliki gerakan menghindar yang cepat dan tentu saja tak tertandingi karena dirinya memang sudah sangat terbiasa dengan pecundang seperti pria didepannya ini.

"Bangun kau!"

"Arghhhhh." Si pria memekik saat Luhan menginjak jari tangannya sehingga terdengar bunyi patah dari jari tangan kanannya.

"Aigoo bayi besar menangis." Ejek Luhan dan kemudian mencengkram jemari yang patah pria besar didepannya.

"Kedua….jangan pernah mengganggu wanita tua itu lagi atau wanita-wanita tua lainnya. Jika aku melihatnya lagi, aku akan memotong tangan besarmu bayi besar. MENGERTI?"

"Arghhh…." Terdengar si pria besar kembali memekik karena saat ini Luhan sedang mencengkram jarinya yang patah menjadi semakin patah karena cengkraman Luhan yang sangat kencang dan kasar.

"Dan ketiga….Aku bukan nona cantik sialan." Geram Luhan mengangkat kerah si pria besar dengan tatapan sengit lalu

BUGH!

Luhan memukulkan kepalanya ke kepala si pria besar itu yang langsung pingsan karena Luhan membenturkan kepala mereka cukup kencang.

"Pecundang sialan." Geram Luhan sedikit memijat keningnya yang sakit karena benturan yang sengaja ia lakukan sambil berjalan menuju mobilnya.

BRAK…!

Guk…Guk…

Luhan disambut gonggongan khawatir dari Janggu dan Monggu di kursi belakang.

"Aku tidak apa, jangan berisik." Katanya terkekeh menatap sebal ke arah Janggu dan Monggu seolah anjingnya mengerti apa yang dia katakan.

Guk..Guk..

Janggu dan Monggu pun menggongong tak kalah marah dengan Luhan.

"Araseo…araseo.. aku tidak akan mengulanginya lagi. Ayo kita pulang."

Luhan sudah menyalakan mobilnya namun kedua anjingnya terus menggonggong membuatnya sebal dan menatap kedua anjingnya dengan galak.

"Kenapa kalian terus menggongong? Ayo kita pu….Ah-..aku tahu mau kalian. Kalian mau pulang kan? Ayo kita pulang." Gumam Luhan yang entah kenapa menjadi berdebar hebat memikirkan dirinya akan segera pulang.

Ya…entah karena Janggu Monggu atau karena pikirannya sendiri, tapi saat ini Luhan sedang melajukan mobilnya menuju ke rumahnya. Rumah yang sangat ia rindukan dan penuh kenangannya bersama ketiga pria tampannya.

"Aku pulang…" gumam Luhan menghapus cepat air matanya yang entah kenapa turun tanpa persetujuannya. Karena saat ini dirinya benar-benar sangat bahagia dan tak bisa menyembunyikan rasa rindunya lagi.

..

..

..

Blam…..!

Terdengar suara pintu mobil ditutup dengan cepat dan menampilkan pengemudinya yang menggndong dua anjing kesayangannya yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Pria yang kecantikannya melebihi seorang wanita itu hanya terpaku memandang tempat tinggal yang menjadi tempat yang paling nyaman untuknya mengalahkan hotel-hotel kelas atas yang ia tempati beberapa bulan belakangan ini.

"Aku benar-benar pulang." Gumam Luhan merasa sangat berdebar saat dirinya berdiri tepat didepan rumahnya yang sudah enam bulan ini sangat rindukan.

"Yak…!"

Luhan berteriak saat Janggu dan Monggu meronta dari pelukannya dan berlari masuk kedalam rumahnya.

"Kalian bahkan terlihat sangat bahagia aku bawa kesini." Gumamnya maklum dan membiarkan Janggu dan Monggu memasuki rumahnya terlebih dulu.

Luhan kemudian menghela pelan nafasnya dan perlahan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah yang sama sekali tak berubah dari terakhir ia tinggalkan, hanya sedikit berantakan namun sama sekali tak berubah.

Cklek…!

Dia membuka pintu utamanya dan lagi-lagi menghela nafasnya pelan mencegah air matanya kembali jatuh. Karena saat ini bukan rumahnya lagi yang ia rindukan, ia benar-benar merindukan ketiga temannya dan tak mempunyai keberanian sama sekali untuk menghubungi salah satu dari mereka karena takut akan berulah dan membuat mereka bertiga khawatir.

Kakinya terus melangkah semakin dalam, dia membuka kamar Kai dan tersenyum membayangkan kehadiran sang pemilik kamar yang selalu menjahilinya dan selalu mengekorinya jika sedang dalam mode manjanya, Luhan melihat foto mereka berempat yang berada di meja samping tempat tidur Kai. Dirinya meniup foto tersebut karena debu yang mulai mengotori bingkai kesayangan milik pria hitamnya. Setelah merasa bersih, Luhan menciumi bingkai foto Kai dan tersenyum lirih memandangnya "Kalian sedang apa?" gumamnya memandangi satu persatu wajah ketiga pria tampannya.

Setelah merasa cukup puas bermain dikamar Kai, Luhan kembali melangkah dan kali ini membuka kamar Chanyeol, dia merasa tak berbeda jauh dari kamar Kai, kamar Chanyeol juga terasa hangat dan menyenangkan. Luhan membersihkan boneka kesayangannya yang berada di kamar Chanyeol karena terakhir kali Luhan mimpi buruk dia bergegas pindah kekamar Chanyeol membawa boneka rusanya dan tidur mengusir Chanyeol dari kamarnya.

Dia kemudian selesai membersihkan kamar Chanyeol sekilas dan memutuskan untuk melihat kamarnya dan kamar Sehun, sebelum menaiki tangga dia melihat Monggu dan Janggu yang sudah tertidur pulas di rumah kecil mereka membuat Luhan merasa bersalah pada kedua peliharannya yang ternyata juga menderita sama seperti dirinya. "Mimpi indah Mongguya…Jangguya." Gumamnya dan perlahan menaiki tangga.

Luhan hanya sekilas memasuki kamarnya yang sudah sangat ia hafal dan tak pernah ia lupakan, karena sedari tadi pikirannya tertuju pada kamar yang berada di sebelah kamarnya. kamar yang selalu ia jadikan tempat favorit dirumah ini, karena dikamar itu dia dan Sehun menghabiskan waktu mereka bersama, kadang hanya mengobrol sepanjang malan, bercerita banyak hal dan melakukan hal yang membuat keduanya semakin saling mencintai setiap harinya.

Setelah menutup kamarnya dia kemudian beralih ke kamar dengan pintu berwarna hitam di sebelah kamarnya, perlahan ia membuka pintu kamar milik Sehun dan berjalan ke arah tempat tidur yang biasa menjadi tempatnya yang paling nyaman dan tempat yang selalu membuatnya bermimpi indah.

Dan tanpa berfikir panjang, Luhan sedikit berlari dan segera merebahkan tubuhnya di ranjang milik Sehun "Ah…..Nyamannya." gumam Luhan berguling guling tak mau berpisah lagi dengan tempat favoritnya.

Dia kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi pengurus Lee untuk tidak menunggu kedatangannya.

"Paman…Aku tidur di tempatku, jangan menungguku."

"Ah…Kau tenang saja aku pasti akan datang rapat besok pagi. Sampai jumpa."

Klik….!

Luhan menutup dan mematikan ponselnya dan kembali berguling-guling di tempat tidur Sehun, sampai dia meringis merasakan memar di wajahnya yang mulai terasa nyeri.

"Baiklah.. aku memang merindukan pekerjaanku tapi tidak merindukan luka sialan ini." geram Luhan yang mau tak mau harus membersihkan wajahnya dengan sekotak alat kesehatan yang selalu disiapkan Chanyeol di ruang santai di lantai bawah.

Luhan membuka kemejanya asal dan hanya mengenakan singlet putihnya dan kembali menuruni tangga, dia kemudian mencium Janggu dan Monggu yang sudah beristirahat dan mengambil peralatan kesehatannya kemudian kembali berjalan ke arah dapur untuk mengambil waslap dan sedikit air.

"Ish….aku mana bisa membersihkan luka-luka ini." gerutunya yang kini berada di halaman belakang rumahnya dan sambil membawa cermin untuk membersihkan memarnya.

"Ah….sudahlah, biar saja bengkak. Aku tidak peduli." Luhan yang semakin kesal kini membuang kotak P3K nya dan bersandar di balkon halaman mendongak ke atas menatap langit yang dipenuhi bintang yang terang malam ini.

Dia kemudian tersenyum sambil mengangkat tangannya seolah ingin menggapai bintang-bintang kecil itu "Disini indah."

Bukan hanya Luhan yang bergumam seperti itu, karena saat ini ketiga pria yang sedari tadi Luhan rindukan juga sedang mendongak menatap langit yang sama dengan Luhan dan bergumam hal yang sama persis dengan yang Luhan katakan.

Prang….!

Luhan sedikit berjengit saat mendengar suara pecahan didalam rumahnya, dia kemudian segera memasuki rumahnya terburu-buru dan menemukan Janggu yang entah kenapa berlari-lari dan memecahkan vas bunga kesayangan Chanyeol.

"Anjing nakal. Aku pikir kau sudah tidur, kenapa berlari-lari hah?" gemas Luhan menangkap Janggu dan menciumi habis wajah anjing lucunya.

"Kau akan dimarahi Chanyeol jika ia disini." Katanya menakuti Janggu yang kini menatapnya memelas.

"Tidak mempan! Jangan menatapku seperti itu." Geramnya kembali menciumi seluruh wajah anjing lucunya, membuat Janggu semakin berakting menatapnya memelas.

"Araseo..araseo..aku akan membersihkannya untukmu." Gumam Luhan dan membiarkan Janggu kembali berlarian sementara dirinya membersihkan pecahan vas bunga.

Prang….!

Luhan yang sedang membersihkan pecahan vas, mendengus sebal dan

"JANGGUYA…CEPAT TIDUR DAN BERHENTI MEMECAHKAN BA-…"

"Tidak-….tidak mungkin."

Pekikan Luhan menjadi gumaman tertahan karena kali ini bukan Janggu yang memecahkan barang, melainkan pemilik Janggu yang sedang menatapnya sama seperti dirinya yang membeku ditempatnya.

"LUHAN?"

Jantung Luhan semakin berdebar karena dia sangat meyakini tidak hanya mendengar satu suara melainkan tiga suara yang berasal dari ruang santai, pintu masuk dan dapur yang membuatnya benar-benar hampir jatuh lemas karena terlalu bahagia.

"Kalian disini? Astaga-….SEHUN..! KAI…! YEOLIE…!"

Luhan memekik dan berlari ke arah pintu masuk karena disanalah pria yang paling ia cintai sedang berdiri dan tersenyum sangat lembut ke arahnya.

"Sehun…Sehunnie…Sehun aku rindu." Isaknya memeluk Sehun erat dan menangis sejadinya di pelukan pria yang kini juga memeluknya erat.

"Kau benar Sehun kan? Sehunnieku?" katanya melepas pelukan Sehun dan memeriksa wajah pucat Sehun memastikan kalau dirinya tak bermimpi.

"Ini aku sayang. Ini aku." Katanya mengulangi pertanyaan Luhan membuat Luhan kembali mendekap erat kekasihnya tak mau melepaskan.

"Bahkan setelah enam bulan hanya Sehun yang kau rindukan? Menyebalkan sekali..!"

Dan suara menyindir yang sangat familiar di telinga Luhan itu pun, membuat Luhan segera menoleh dan beralih memeluk pria yang selalu menjahilinya.

"Bagaimana bisa kau disini? Aku-…aku tidak menyangka akan melihatmu disini Kai." Katanya semakin terisak bahagia karena bisa memeluk Kai secara nyata.

"Aku disini karena kau disini." Gumam Kai menciumi pucuk kepala Luhan dan memeluk sayang pria cantiknya dengan perasaan sangat bahagia.

"Aku tidak mau bangun kalau ini mimpi. Tidak mau..!" katanya bergumam di pelukan Kai.

"Ini bukan mimpi lulu sayang. Kau dan kami-…kita benar-benar disini saat ini."

Chanyeol mengambil alih Luhan dari pelukan Kai, dan ikut membagi rasa rindunya yang tak kalah hebat dengan yang Luhan rasakan.

"Syukurlah kau sehat Lu.." gumam ketiganya mendekati Luhan dan saling membagi rasa hangat yang sudah lama tak mereka rasakan karena jarak yang harus mereka jalani.

"Tapi bagaimana bisa kalian disini? Maksudku…aku bahkan tidak berniat kesini hari ini." Luhan menatap satu persatu pria tampannya mencari jawaban dan ketiganya tampak mengernyit melihat memar di wajahnya.

"Serius Lu? Kau bahkan sudah mempunyai memar di wajahmu." Sehun mengerang dan sedikit menarik paksa Luhan untuk segera membersihkan lukanya.

"Kau bahkan baru sehari berada di Seoul dan kau sudah berulah." Sindir Kai memberikan sekotak peralatan kesehatan pada Sehun yang sudah mulai melihat dan meneliti wajah Luhan

"Siapa yang melakukannya?" katanya bertanya dan mulai mengompres luka Luhan

"Eh? Darimana kalian tahu aku pulang hari i-…. Aghh…Pelan-pelan." Gerutunya membuat Sehun mendelik sebal pada pria cantiknya yang sama sekali tak bisa menjaga dirinya sendiri.

"Tahan sedikit." Kini Chanyeol yang mengambil alih membersihkan memar Luhan, membuat Luhan sedikit lega karena tak perlu bertatapan dengan wajah seram Sehun lagi

"Selesai….Kenapa kau tak bisa menjaga dirimu hmm." Chanyeol sedikit menggeram saat memasangakan plester di pipi Luhan

"Aku hanya melakukan yang harus aku lakukan." Balas Luhan membela diri.

"Lagipula mana aku tahu akan bertemu kalian. Dan darimana kalian tahu aku pulang?" katanya sedikit menuntut karena sangat penasaran.

"Sehun yang memberitahu kami kalau kau sedang berada di Seoul dan secara kebetulan pula dia bilang dia juga berada di Seoul. Kami tidak mencari keberadaanmu kami hanya menebak kalau kau pasti disini dan tebakan kami benar." Kai memberitahu Luhan yang kini menatap curiga pada Sehun.

"Jangan bilang kau memata-mataiku?" katanya mendekat ke arah Sehun yang masih memandangnya tak berkedip.

"Bagaimana kalau aku bilang aku memang memat-mataimu?"

"AGHHHHH…AKU SENANG KALAU BEGITU, BERARTI KAU TAKUT AKU SELINGKUH KAN?" Luhan memekik memeluk kencang Sehun yang kali ini benar-benar terkekeh.

"Astaga kenapa kau tak berubah sama sekali hmmm.." gemas Sehun mencium seluruh wajah Luhan.

"Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padamu, aku hanya berjaga-jaga." Katanya memberitahu Luhan yang tampak merona merah.

"Demi Tuhan Lu, jangan wajah itu."

Kai yang tak bisa menahan diri langsung membawa Luhan ke dalam gendongannya menuju sofa terdekat membuat Luhan memekik tak suka dan dalam sekejap rumah yang awalnya sepi itu kembali menjadi ramai dan hangat karena mereka semua malam ini berkumpul bersama.

Sehun kemudian menatap Chanyeol dan tersenyum maklum melihat Kai yang sepertinya sangat rindu menggoda Luhan dan membuat Luhan memekik seperti sekarang.

"Kau terlihat baik." Ujarnya berkata pada Chanyeol

"Entahlah. Aku merasa benar-benar baik saat bertemu kalian." Gumamnya dan ikut menyusul Kai menggoda Luhan membuat Luhan semakin memekik meminta tolong pada Sehun yang hanya menatap ketiganya dengan tatapan sangat rindu dan ingin selalu seperti ini.

..

..

..

Dan tanpa terasa sinar mentari pagi pun dengan cepatnya menyinar masuk kedalam rumah yang kembali terasa hangat dengan kehadiran empat penghuninya. Dan secara enggan pun keempatnya membuka paksa mata mereka menyadari kalau hari ini harus mereka jalani seperti hari-hari sebelumnya.

Setelah semalam mereka membagi semua cerita yang terasa begitu membosankan, menyampaikan semua rasa rindu yang sama besarnya, akhirnya mereka tertidur di lantai yang dingin namun terasa hangat karena mereka berbagi selimut yang sama setelah enam bulan lamanya tak bertemu.

"Kenapa waktu cepat sekali." Gumam Sehun terdengar oleh Luhan yang berada disampingnya

"Kalau begitu tinggal disini."

Sehun merengkuh tubuh mungil Luhan dan memeluknya erat, tak rela harus kembali melepaskan Luhan, "Kau tahu itu mustahil kan? Kita belum menepati janji kita."

"Argh..! persetan dengan janji itu, aku sudah muak!"

Geram Luhan membuat ketiga pasang mata disampingnya bersiaga karena tahu benar pria cantik mereka benar-benar sudah muak.

"Kai..! bisakah kau tidak pergi?" katanya menatap Kai yang masih berbaring disamping Sehun

"Entahlah Lu, terlalu banyak hal yang masih harus aku urus. Aku takut belum bisa meninggalkannya." Gumam Kai menatap menyesal pada Luhan.

Luhan menatap Chanyeol mencari jawaban namun sepertinya Chanyeol juga memiliki jawaban dan keputusan yang sama dengan Sehun dan Kai

"Sehun bisakah kau tidak pergi?" katanya memohon menatap Sehun berharap.

Sehun tersenyum lirih mendengarnya, dia kemudian mengecup bibir Luhan dan menatap kekasihnya agak lama "Bersabarlah sebentar lagi. Kita akan bersama setelah ini." gumamnya menguatkan Luhan yang tampak semakin tak mau mendengar.

"Kenapa kita harus menjalani kehidupan gila ini? Aku hanya ingin kalian. Hidup bersama kalian? Tidak bisakah?" katanya tiba-tiba bangun dari tidurnya dan berjalan menjauh dari tempatnya berbaring.

"Lu… kau mau kemana?" Kai bertanya panik melihat Luhan yang sepertinya bersiap pergi.

"Malam ini pukul 9 aku akan menunggu kalian di markas pertama kita. Jika sampai pukul 12 kalian tak datang. Aku rasa kalian memang sudah tak berniat kembali padaku." katanya sedikit terisak memberitahu ketiga pria tampannya.

"Aku akan benar-benar pergi jika kalian tak datang. AKU MUAK DENGAN HIDUP YANG KITA JALANI."

Luhan memekik hebat dan tak lama

BLAM…!

Dia menutup kencang pintu rumahnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan ketiga prianya yang tampak memucat karena sadar telah membuat pria cantik mereka marah dan pergi begitu saja.

"Kau mau kemana?" Kai bertanya pada Sehun yang terlihat bersiap.

Sehun tidak menjawab dan tak lama ikut pergi dari rumahnya meninggalkan Kai dan Chanyeol yang hanya bisa tersenyum miris.

"Kau juga bersiaplah menyelesaikan urusanmu yeol." gumam Kai menggendong Monggu dan Janggu yang ditinggalkan Luhan begitu saja.

"Kau juga Kai. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Dia akan mengerti."

Chanyeol pun melangkah ke luar rumah dan tak lama ikut meninggalkan rumah mereka.

"Perasaanku saja atau memang rumah ini kembali menjadi dingin?" Kai bertanya kepada kedua anjingnya yang terlihat sudah merindukan Luhan.

"Kenapa seperti ini. Sebentar sekali." gumam Kai frustasi dan tak bisa berbicara banyak hal lagi.

..

..

..

"Ayah bangga dengan kerja kerasmu nak. Semuanya membuahkan hasil karena aset dan saham mendiang ibumu sudah kembali atas namamu dan itu artinya mereka sama sekali tak memiliki hak atas milikmu"

Luhan sedikit terdiam saat seseorang memeluknya tiba-tiba dab baru menyadari ayahnya berada di ruangannya dengan wajah berbinar dan terlihat sangat sehat

"Kau disini? Aku pikir kau masih bersama keluargamu." Gumam Luhan membalas pelukan ayahnya sekilas dan berjalan menuju kursinya dan duduk menyamankan dirinya.

"Ayah hanya ingin mengucapkan selamat untukmu. Dan terimakasih karena sudah membantuku dan perusahaan kita yang berada di China. Kondisi perusahaan kita sudah stabil sekarang."

"Baguslah kalau begitu." Gumam Luhan merasa tak tertarik karena dari awal dia sudah yakin akan bisa mendapatkan semua yang menjadi miliknya.

Dan setelahnya hanya hening yang dirasakan kedua anak dan ayah itu dengan pengurus Lee yang selalu berjaga dan berada didekat Luhan

"Ayah.." panggilnya melihat ke arah luar jendela di ruangan yang dipinjamkan untuknya

"Ada apa nak." Tuan Xi mendekati Luhan dan menyadari kalau mata putranya sudah basah menandakan kalau dirinya sedang benar-benar merasa kelelahan.

"Aku lelah." Gumamnya masih tak menatap ayahnya.

"Baiklah nak ini sudah sore, kau beristirahatlah paman Lee akan mengantarmu ke hotel."

Luhan menggeleng dan tersenyum miris "Maksudku aku benar-benar lelah."

Tak ada jawaban dari ayah Luhan yang memang tak mengerti dengan ucapan Luhan.

"Aku ingin mengakhiri semuanya. Bisakah?" lirihnya merasa frustasi.

"Luhan…" gumam tuan Xi yang sangat merasa bersalah dengan hidup keras yang harus Luhan jalani karena dirinya.

"Aku lelah…benar-benar lelah-…Aku tidak mau kembali lagi ke Cina, aku ingin menetap disini, kembali ke hidupku yang lama… Appa-..aku muak" Katanya kini menatap ayahnya dengan suara bergetar.

"Bisakah?."

Kini Luhan menyembunyikan wajahnya di balik meja dan terisak pelan berharap dia benar-benar bisa mengakhiri hidupnya yang terasa sangat memuakkan ini.

Luhan bisa mendengar langkah kaki ayahnya yang berjalan mendekat ke arahnya, dia juga tahu kalau ayahnya akan memintanya untuk bertahan dan terus melakukan semua hal yang membuatnya hampir gila belakangan ini.

Dia kemudian merasa tangan ayahnya berada di bahunya yang entah terus bergetar, "Tentu saja kau bisa nak."

Luhan mendongak cepat mendengar jawaban ayahnya mencari kebenaran dari ucapan ayahnya yang kini sedang tersenyum ke arahnya.

"Maaf membuatmu harus menanggung kesalahanku nak. Maaf membuatmu harus kelelahan dan kehilangan kehidupanmu. Aku rasa cukup nak-…kau boleh pergi. Maaf untuk sega-.."

Grep..!

"Gomawo appa..gomawo…"

Katanya memeluk erat sosok paruh baya yang terlihat sangat merasa bersalah pada dirinya, dan Luhan tak membuat ayahnya merasa lebih bersalah lagi daripada ini.

..

..

..

Dan disinilah dirinya, di markas pertamanya bersama ketiga pria tampannya dan keenam temannya yang lain saat pertama kali mereka bertemu. Luhan memang diijinkan untuk kembali ke kehidupan lamanya. Namun dia tidak sepenuhnya melepas tanggung jawabnya pada satu-satunya pria yang merupakan keluargan dan sosok ayah yang sangat ia sayangi. Luhan sudah berjanji akan membantu ayahnya jika ayahnya memerlukan bantuannya. Apapun itu akan Luhan lakukan agar bisa mengurangi rasa bersalah ayahnya.

Dan saat ini dirinya terus melirik ke arloji yang ia kenakan, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun belum ada tanda-tanda kehadiran Sehun, Kai maupun Chanyeol. Hal itu membuatnya kembali tersenyum miris dan merasa seperti orang bodoh karena berfikir kalau mereka semua tersiksa dengan hidup mereka, karena saat ini kenyataan yang bisa Luhan simpulkan bahwa hanya dirinyalah yang tak bisa beradaptasi dengan kehidupan barunya karena sepertinya ketiga temannya hidup dengan baik dengan kehidupan baru mereka.

"Apa aku terlalu berlebihan?" gumamnya merasa tak enak hati karena tadi pagi dirinya secara tak langsung dirinya mengancam ketiga prianya.

Luhan kemudian memasuki markas yang terlihat sangat berantakan, mengenang betapa dulu dirinya dan Thunder menyusun rencana sementara yang lainnya menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.

Mengenang bahwa di tempat ini dirinya dan Jungkook pernah berada di satu tempat yang sama, minum bahkan tertawa bersama dengan Taecyeon yang berada di tengah-tengah mereka.

Luhan tertawa pahit menyadari betapa kejam takdir mempermainkan mereka dengan begitu kejamnya, awalnya mereka dibuat bersama sebagai teman lalu berakhir saling membunuh sebagai musuh yang saling membenci.

Ding…Ding…Ding…!

Luhan tersadar dari lamunannya saat waktu tepat menunjukkan pukul dua belas tengah malam, dia juga mengecek arlojinya dan sedikit meremat dadanya merasa bodoh karena terlalu banyak berharap dan memaksakan kehendaknya.

"Kalau begitu aku akan memulai semuanya dari awal….sendiri." lirihnya menghapus cepatr air matanya dan berjalan menuju ke mobilnya yang terparkir didepan markas mereka.

Luhan berdiri agak lama didekat mobilnya berharap salah satu dari ketiga pria nya datang, namun lagi-lagi dia harus menghela nafasnya karena tak ada satupun tanda yang menunjukkan kehadiran Sehun, Kai maupun Chanyeol.

"Baiklah kalian sudah membuat keputusan, begitu pula denganku." Lirihnya membuka pintu mobilnya dan segera masuk kedalam mobil miliknya.

Guk…..guk…!

Luhan baru saja ingin menutup pintu mobilnya sampai suara gonggongan yang sangat ia kenal membuatnya kembali keluar dari mobilnya dan mencari asal suara.

"Hey anak-anakku.." Luhan menyambut kedatangan Janggu dan Monggu yang berlari ke arahnya dengan cepat

"Bagaimana bisa kau meninggalkan kedua anjing nakal itu bersamaku. Mereka jelas-jelas lebih memilihmu daripada aku."

Luhan yang masih memeluk erat Janggu dan Monggu kembali mencari asal suara dan cukup berbinar mendapati Kai berdiri didepannya

"Kai.."

Luhan berdiri mematung di tempatnya sementara Kai terus berjalan mendekati dirinya "Maaf membuatmu menunggu lama, banyak hal yang harus aku selesaikan, dan semuanya barus selesai beberapa jam yang lalu." Katanya mengacingkan jaket Luhan yang terbuka.

"Apa kau…"

"Aku kembali padamu Lu…aku sudah membuat keputusan." Katanya mengecup kening Luhan sekilas membuat Luhan tak bisa menyembunyikan perasaan harunya dan mendekap pria yang sangat suka menjahilinya ini dengan erat.

"Terimakasih Kai…terimakasih." Katanya bergumam bersungguh-sungguh memeluk Kai dengan erat.

"Apa aku sudah terlambat?"

Suara yang lain terdengar Luhan, dia kemudian membelalak melihat Chanyeol yang sepertinya terengah dan sedang mengatur nafasnya yang tak beraturan.

"Kau tahu mobil sialanku mogok, dan aku harus berlari menuju hutan siala-…"

Grep…!

"Yeolie…!" Luhan memekik dan langsung menghambur memeluk Chanyeol yang tampak terkejut.

"Hey Lu, kenapa menangis?"

"Kau datang-…aku hanya sangat bahagia karena kau datang. Terimakasih Yeol.. terimakasih"

Luhan semakin terisak memeluk Chanyeol yang terlihat tersenyum menyadari Luhan memang benar-benar membutuhkan mereka dan ingin kembali seperti dulu.

"Sstttt…aku kembali padamu Lu-…kita semua akan kembali bersama."

Luhan tersenyum lega mendengarnya dan saat berada di pelukan Chanyeol, dia menyadari kalau sosok yang paling ia harapkan ternyata juga sudah berada disana dan sedang berdiri memandangnya dengan lembut.

"Sehun…." Gumam Luhan tak percaya.

"Kenapa rusaku suka sekali menangis?" ujarnya berjalan mendekati Luhan yang juga berjalan menghampirinya.

"Kau datang?"

"Tentu aku datang. Aku tidak peduli bagaimana nantinya dengan hidup sialan kita. Aku hanya ingin kembali padamu dan menjagamu dengan mataku." Katanya menghapus air mata Luhan yang terus mengalir.

"Berhenti menangis sayang. Maaf aku terlambat dan membuatmu menunggu." Gumam Sehun memeluk erat Luhan yang tak berkata apa-apa lagi karena merasa semuanya seperti mimpi indah.

"Apa-..apa ini artinya kita akan tinggal bersama-sama lagi?" katanya berharap menatap Sehun, Kai dan Chanyeol bergantian.

"Tentu.."

Dan ketiga pria itu pun langsung merengkuh tubuh terkecil di antara mereka dengan sayang, menyampaikan rasa terimakasih karena telah membuat keputusan untuk kembali hidup dan tinggal bersama, memutuskan untuk kembali menghadapi semua permasalahan mereka bersama-sama tanpa harus terpisah lagi.

.

.

.

.

tobecontinued….

See you soon for the next chap