BAD BEHAVIOUR © Seynee
Characters © Masashi Kishimoto
Translator : Aika Harumi
Chapter 1
I know I misbehaved and you made your mistaken
And we both still got room left to grow
And though love sometimes hurts, I still put you first
And we'll make this thing work
( Ordinary People, John Legend)
.
.
Uchiha Sasuke tidak menyukai pesta.
Alasannya sangat jelas sejelas langit, sungguh. Dia hanya tidak mengerti kenapa tidak ada seorang pun yang setuju dengannya. Tak peduli acara apapun yang dirayakan, pesta merupakan sesuatu yang berisik, menjengkelkan, berantakan, kotor, sesak, mengganggu, tidak berguna, dan setiap kata sifat lain yang dapat dimasukan ke daftarnya.
Menjadi seorang CEO di Uchiha Corporation dan menjadi pemuda tersukses di Jepang (dia pernah tampil di halaman depan Tokyo Daily), itu membuat Sasuke sering di undang di banyak pesta. Pesta pernikahan, ulangtahun, anniversary, launching produk… semua jenis pesta yang dapat dipikirkan, dia hanya datang untuk kepentingan bisnis, dengan enggan mengakui, itu diperlukan dalam dunia bisnis.
Sasuke sangat mencintai perusahaannya, tapi dia bersumpah tidak akan keberatan untuk mengabaikan hal ini –pesta.
Jadi itu masuk akal jika Sasuke berada dalam suasana hati yang cukup jelek ketika Naruto datang ke kantornya sebelum jam 8 untuk menyeretnya pergi ke pesta launching. Dia sudah berencana akan pulang ke rumah jam 9, mandi, dan setelah itu membaca buku atau tidur. Tentu saja Sasuke lebih memilih melakukan hal tersebut dibanding berdiri di pesta yang ramai dan penuh sesak dengan sebuah senyum palsu di bibirnya.
Seorang wanita tinggi dan menawan berumur empat puluhan, dalam balutan gaun emas dari atas hingga ujung kaki, lewat dan melemparkan senyum menggoda ke arahnya.
Demi Tuhan, pikir Sasuke dan bergidik. Bekerja menghadap beberapa dokumen di kantor akan lebih baik daripada ini.
"Jangan terlalu galak, Sasuke!" Sebuah lengan merangkul lehernya. "Kau membuat semua gadis cantik pergi!" Itu adalah Naruto, tentu, memegang segelas champagne dan menyengir lebar yang pasti akan menyakiti pipinya. "Kau tahu, alasanku mengajakmu untuk ikut denganku agar kau dapat bersantai dan bersenang-senang!"
"Maksudmu alasan kau menyeretku ke sini," koreksi Sasuke. "Aku tak ingat pernah setuju."
"Oh, kau melukaiku!" Naruto memegang dadanya dengan dramatis. "Senyum, bodoh, senyum! Biarkan dunia tahu bahwa kau tidak mengintimidasi seperti yang terlihat. Kau tahu bagaimana mereka menggambarkanmu di media."
"Tentu."
"Yeah," Naruto mengangguk. "Sekarang kemari, pergi ambil beberapa champagne dan berdansa atau apapun. Kau menghabiskan beberapa tahun belajar berdansa dan akan menjadi percuma jika kau tak mempraktekannya. Benar?"
"Itu bukan berarti aku melakukannya dengan sepenuh hati," respon Sasuke membela diri. "Aku hanya tak punya pilihan."
Dan itu benar. Kelas dansa, kelas musik, kelas acara minum teh, dan beberapa pelajaran tambahan untuk berbagai hal –menjadi pewaris Uchiha mempunyai beberapa keuntungan, tapi menurut Naruto, itu merupakan masalah daripada keberuntungan. Lagi pula apa hubungannya acara minum teh dengan bisnis?
Menyengir, Naruto menepuk pundak Sasuke simpati. "Itulah mengapa kau harus menggunakannya," ujarnya, menunjuk ke arah bar. "Kau lihat wanita disana?"
Sasuke secara otomatis menjulurkan lehernya dan mengikuti arah yang Naruto tunjuk. Seorang wanita duduk di bar dengan segelas cocktail di tangannya. Wanita itu mengenakan gaun yang minim dengan bagian belakang yang rendah dan rambut panjang bergelombangnya dengan lembut meluncur melewati bahunya, dan warnanya adalah pink. Pink! Pikir Sasuke. Dia belum pernah melihat rambut dengan warna seperti itu sebelumnya, dan tentu saja tidak di pesta high-class seperti ini dimana semua orang berusaha membuat diri mereka tampil rapi dan sopan.
"Pergi ajak dia berdansa denganmu," desak Naruto. "Dia terlihat cantik."
"Rambutnya pink." Komentar Sasuke.
"Semua alasan itu hanya untuk pergi menemuinya, bukankah begitu? Kau selalu bilang bahwa kau ingin seseorang satu-yang-terbaik, dan tentu, dia adalah satu yang terbaik."
"Aku bahkan tak mengenalnya!"
Naruto tertawa. "Makanya pergi kenalan dengannya! Bersenang-senanglah!"
Sasuke menyipitkan mata pada sahabatnya. "Mengapa kau begitu memaksa?" ia bertanya dengan curiga. "Apa kau melakukan suatu kesalahan? Membuat kacau kesepakatan bisnis? Kehilangan seorang klien penting?"
"Bagaimana kau bisa tahu!" Terkejut, Naruto menunduk, terlihat sedih beberapa detik sebelum ekspresi tersebut benar-benar hilang digantikan cengiran menyebalkan. "Ini karena kau harus bersenang-senang, bodoh! Karena kau tidak mempunyai pacar selama ini dan kau membuat dirimu terlalu banyak bekerja. Itu tidak sehat! Aku hanya mencoba melindungimu dari penyakit aneh–ow!" Naruto berhenti berbicara ketika Sasuke memukul kepalanya. "Apa yang kau lakukan?"
"Salah siapa sehingga aku membuat diriku terlalu banyak bekerja?" Sasuke mendelik. "Siapa yang tidak pernah melakukan apa yang harus dia lakukan?"
Naruto menyengir malu. "Aku menyerah," dia mengangkat tangan. "Bagaimana kalau, aku akan melakukan apa yang harus aku lakukan jika kau pergi mengajak seorang gadis–seorang gadis, gadis manapun–untuk berdansa denganmu?"
Tatapan Sasuke semakin tajam, dia menyilangkan lengannya. "Kau memang harus mengerjakan tugas yang diberikan kepadamu. Aku tidak akan melakukannya." Dia berhenti untuk berpikir sebentar. Tidak setiap hari dia bisa membuat kesepakatan dengan Naruto, dan Sasuke pikir ini dapat menguntungkannya. "Aku akan melakukan apa yang kau katakan jika kau menerima syaratku."
Semangat naruto menurun. "Apa itu?"
"Satu, kau tidak boleh meneleponku diatas jam sebelas," Sasuke mulai menghitung dengan jari satu per satu. "Dua, jangan meneleponku kapanpun hanya untuk memerasku untuk memberimu beberapa ramen. Tiga, kau akan menjadi wakilku secara resmi untuk menghadiri pesta seperti ini. Empat, tidak ada pemaksaan terhadapku untuk melakukan hal seperti ini lagi."
Naruto menggeram kepadanya. "Kau sangat kejam," gerutunya. "Kau pikir untuk siapa aku melakukan ini? Semua untukmu! Hanya satu pihak! Kau tidak adil!"
"Aku tidak pernah bilang aku menginginkannya," seru Sasuke, menyeringai menang. "Apa kau setuju?"
Mata biru Naruto bersinar. "Hanya jika kau bisa mendapatkan nomor telepon dan alamat rumahnya."
Sasuke menyeringai lebar. Itu mudah. "Setuju."
Mereka berjabat tangan.
o.o.o.o.o
Haruno Sakura menyukai pesta.
Dia menyukainya karena mereka sangat hidup. Dia menyukai pesta karena biasanya mereka merayakan sebuah peristiwa menyenangkan. Dia mencintainya karena ada musik dan berdansa dan lebih banyak lagi, dia selalu menikmati musik dan berdansa.
Pesta ini sebenarnya bukan jenis pesta yang dia harapkan untuk dihadiri. Cukup jauh dari itu, sebenarnya.
Duduk beberapa kaki dari Sakura, Matsuri Sagi, CEO dari salah satu perusahaan terkemuka di Jepang dan orang yang mengadakan pesta. Pria itu menggoda–tanpa malu–sorang wanita seusia Sakura, dan menyaksikan kejadian itu merupakan sebuah kesalahan. Mengambil napas dalam, Sakura mengalihkan pandangan ke arah bartender, berniat untuk memesan minuman ketika tiba-tiba seseorang menduduki tempat kosong di sebelahnya.
"Sendiri?"
Sakura tersenyum dengan paksa, sudah mengetahui maksud dari pertanyaan seperti itu. Memberanikan diri untuk mengangkat wajah, dia memaksakan diri untuk menatap pria itu. "Tidak juga," jawab Sakura dingin.
"Tidak juga?" ulang pria itu dengan hangat, sebuah senyum menghiasi bibirnya. Dia tampan, mungkin dia berusia akhir tiga puluhan, dan dia tentu jenis orang yang tidak akan menerima kata tidak sebagai sebuah jawaban. "Apa maksudnya?"
"Artinya ya, aku sendiri," Sakura kembali tersenyum dengan senyum sopan, "tapi aku punya banyak makanan di piringku malam ini." Dia mengambil dompetnya dan berdiri, tapi pria itu menangkap lengannya dengan cengkraman kuat.
"Benarkah itu?" senyum pria itu berubah menjadi senyuman mengejek. "Baiklah, sangat disayangkan. Aku tidak keberatan dengan beberapa tamu. Ini malam yang sepi, bagaimanapun juga–"
Sakura mencoba untuk melepaskan diri. "Tolong lepaskan."
Keramahan di wajah pria itu hilang tak berbekas. "Berhenti bermain sulit-untuk-didapatkan, sayang," bujuknya, genggamannya mengencang, "Kau dan aku tahu bahwa kita menginginkannya. Jadi kenapa kita tidak pergi ke suatu tempat dimana hanya ada kita berdua, huh? Katakan, kita pesan sebuah kamar dan menginap semalam? Ngomong-ngomong namaku Hiro."
Sakura sangat ingin tertawa. Ini benar-benar akan menjadi malam yang buruk. "Tolong lepaskan." Ulangnya. "Aku tidak bisa menjamin kau akan berada di kondisi yang sempurna jika kau tidak–"
"Oh, apa itu sebuah ancaman?" Hiro tertawa, suaranya melengking dan pancaran jahat terlihat di matanya, "Aku suka itu, nona. Kau terlihat mempunyai kemarahan yang berapi-api, dan aku selalu menginginkan–" dia berhenti tertawa ketika melihat seseorang muncul di belakang Sakura. "Oh–"
Sebuah tangan dengan lembut menyentuh pundak sakura dan membuat wanita itu membalikan badan, menatap seorang pria tinggi dengan rambut hitam dan mata yang gelap. "Permisi," ucap pria itu seraya memberikan sebuat senyum hangat dan sopan, dia berkata dengan lembut sambil menatap Hiro, "Ada urusan apa anda dengan teman saya?"
"Dia temanmu?" Hiro terlihat terkejut. Dia menatap sakura dengan pandangan menuduh, "Kau bilang kau sendirian!"
"Aku–"
Sang penyelamat menatap kearah Sakura "Kau kenal pria ini?"
"Tidak." Jawabnya menggelengkan kepala.
Merasa frustasi, Hiro berdiri dan pergi, menghilang diantara kerumunan. Sampai akhirnya hilang dari pandangan, pria satunya menurunkan tangannya dari pundak Sakura dan mulai beranjak.
Dengan reflek Sakura memegang lengannya, menahannya. "Tunggu!"
Pria itu berbalik lagi dan menatapnya. "Ya?"
"Aku…" Sakura terdiam sejenak. Wajah pria ini terlihat tidak asing, dan dia sangat yakin pernah melihatnya di suatu tempat-di beberapa sampul majalah, kemungkinan besar, mengingat hampir semua orang disini adalah bintang besar atau yang lainnya, tapi dia tidak bisa mengingat namanya. "Um, terima kasih."
"Sama-sama." Balasnya. Pria itu menatap tangan Sakura yang memegang lengannya dan dia membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada kata yang keluar.
"Oh! Maaf." Sakura merona dan dengan cepat menarik tangannya secepat ia menarik tangan ketika menyentuh api. "Boleh aku mentraktirmu minum? Maksudku, sebagai ucapan terima kasih?"
"Tidak perlu." ujarnya, mengamati wajah Sakura dengan hati-hati, "Aku menghargai tawaranmu, tapi kau dapat melakukannya dengan cara lain, jika kau mau."
"Tentu!" jawabnya dengan semangat.
"Bolehkah aku mengantarmu pulang malam ini?"
Sakura membuka mulutnya, terkejut. Pertanyaan ini benar-benar diluar batas, dan menyetujuinya akan sangat bodoh. Tidak, lebih dari bodoh. Dia adalah orang asing, untuk sebuah balasan kebaikan. Pria ini sudah membantunya, tapi dia bisa saja berbohong sekarang, tapi.. tapi dia sudah menolongnya.
"Sekarang?" Tanya Sakura, Menatap wajah pria itu sekali lagi, mencoba melihat jika disana terdapat sesuatu dibalik sikap tenangnya. Baiklah, kau tidak mempunyai kendaraan untuk pulang malam ini, dia berkata pada diri sendiri. Dan dia tidak terlihat berbohong.
Merasakan kebingungannya, pria itu menghela napas. "Dengar. Aku benci pesta, dan aku butuh alasan untuk keluar dari sini. Kau terlihat tidak begitu merasa nyaman disini, jadi aku pikir–" dia menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Cukup pikirkan itu sebagai balasan, jika kau ingin."
"Tentu," jawab Sakura akhirnya. "Tentu, um–?"
"Uchiha Sasuke," dia memberitahu, dan disana senyum samar tercetak disudut bibirnya. "Aku akan mengambil mobil."
.
.
.
TBC
.
.
Source
Author : Seyne
Author ID : 1594109
Story ID : 4894418