.

Trouble Maker

Naruto © Masasshi kisimoto

High School DxD © Ichie Ishibumi

WARNING : AU, OOC, OC, Typo (yang selalu ngikut), Semi-Canon, dan sebagainya.

Pair : [ Naruto Uzumaki X Sona Sitri ]

.

Chapter 29 : Ketenangan Yang Hilang Dalam Sekejab.

.

Perang dunia ketiga yang tidak begitu lama terjadi itu kini sudah mereda. Meskipun dibilang mereda, tapi itu tidak sepenuhnya selesai. Pasalnya keduanya kini hanya saling diam dan hanya sesekali bersuara, dan itu juga hanya untuk saling sindir satu sama lain.

Naruto yang sesekali merasakan bulu kuduknya merinding berusaha sekuat mungkin untuk tidak menengok ke belakang. Pasalnya dia tahu, jika dia pasti tidak akan selamat jika dia nekat melakukan itu.

"Naruto, bukannya ini arah ke pemakaman? Apa akhirnya kau setuju untuk mengubur sapi betina ini hidup-hidup?"

"Ahaha... jangan membuatku tertawa, alasan kenapa naruto membawamu ke sini adalah untuk membuat papan cucian sepertimu sebagai salah satu pengganti batu nisan di sini,"

"Apa maksudmu barusan huh!?"

"Seharusnya aku yang bilang begitu,"

"Ngajak berantem kau ya!?"

"Siapa takut,"

Dan perdebatan seperti itu terus terjadi sejak tadi kini mulai beranjak pada saling serang secara fisik. Yang sukses membuat perempatan di kepala Naruto terus bertambah.

"Jika kalian tidak mau diam maka pulanglah,"

Kalimat itu memang tidaklah terdengar kasar maupun keras, akan tetapi tekanan dingin yang mereka rasakan ikut keluar dari perkataan itu sukses membuat keduanya tutup mulut.

Melihat keduanya yang sudah tenang, naruto kembali berjalan tanpa mengabaikan keduanya yang hanya mampu saling adu pelototan satu sama lain.

Naruto yang ditemani oleh Sona dan Lilith kini telah berada di distrik selatan dari kota Kuoh, tempat yang hendak dituju oleh Naruto adalah sebuah pemakaman umum yang berada tidak jauh dari salah satu panti asuhan di daerah itu.

Di tangan kanannya terdapat sebuket bunga yang biasa di bawa orang saat mengunjungi makam sanak saudara atau mungkin kenalan mereka.

Tempat yang ingin dituju Naruto adalah ujung paling timur dari pemakaman itu. Sesampainya di sana, Naruto berjongkok di depan tulisan dari nama pemilik makam itu dengan sebuah senyum tipis.

"Yo apa bagaimana kabarmu?"

Mata Lilith terbuka lebar saat dia melihat nama dari pemilik makam itu, nama yang tertulis di atas batu itu adalah nama yang sama dengan nama dari orang yang dia cari-cari selama ini. Dan juga nama dari satu-satunya orang yang Naruto anggap sebagai sahabatnya, sahabat yang bahkan sudah seperti saudaranya sendiri.

Kurokami Kin.

Bagi Sona yang selaku ketua dewan mahasiswa dari Kuoh akademi, tidak mungkin jika dia tidak mengenal nama itu, pemuda itu adalah salah satu dari atlet terbaik dalam sejarah Kuoh akademi.

"Aku tahu apa yang mau katakan, tapi mau bagaimana lagi, kau tahu sendiri dengan tingginya tingkat kesialan yang selalu mengikutiku,"

Banyak hal yang terjadi semenjak pemuda itu pergi. Entah itu baik maupun buruk. Pada akhir karirnya dalam dunia olahraga, Kurokami Kin telah mengumumkan tentang pengunduran dirinya dari dunia olahraga. Dan tepat sehari sebelum laga finalnya di Olimpic dia terbaring di ranjang rumah sakit akibat tubuhnya mengalami overdosis obat-obatan.

Dan itu juga merupakan pertama dan terakhir kalinya Naruto menyamar sebagai Kin guna meraih kemenangan. Naruto tahu sebagaimana pentingnya pertandingan itu bagi Kin, karena pertandingan itu juga merupakan satu-satunya cara agar panti asuhan tempatnya dibesarkan tidak akan di gusur.

Dia tidak ingin adik-adiknya merasakan kerasnya hidup di jalanan sepertinya. Dan dengan cara apapun dia harus bisa menyelamatkan rumah mereka meskipun harus mengorbankan tubuhnya sendiri.

Dan saat Naruto menemukan Kin yang mencoba kabur dari rumah sakit, dia menghadiahi Kin dengan sebuah pukulan keras di wajahnya dan mengatakan "sisanya biar aku yang urus". Naruto dan Kin dapat dikatakan sangat mirip dari segi apa pun, entah itu tinggi badan, postur tubuh bahkan bentuk wajahnya pun mirip. Yang membedakannya keduanya adalah warna rambut Kin yang hampir seluruhnya hitam kecuali beberapa helai rambut bagian depannya yang berwarna pirang. Serta tidak adanya tanda lahir berupa guratan mirip kumis kucing selayaknya Naruto, dan selebihnya sama persis seperti Naruto layaknya Doppelganger.

Dengan itu, dunia olahraga melihat sosok monster yang benar-benar berbeda dari partisipan jepang yang mereka tahu. Mereka tahu jika seorang kurokami Kin adalah seorang pemuda berbakat dalam berbagai bidang, tapi yang mereka saksikan adalah monster bahkan kata berbakat itu sendiri merupakan sebuah hinaan.

Kemenangan sempurna dia capai pada setiap cabang yang diikutinya. Terlebih Kin yang mengikuti empat cabang olahraga sekaligus membantai habis seluruh kompetitor dan bahkan seniornya sendiri. Cabang yang seharusnya diikuti oleh Kin adalah panahan, judo, anggar dan menembak.

Terlebih, kehebohan terbesar berada di cabang anggar yang membuatnya mendapatkan julukan Untouchable. Memenangkan seluruh pertandingan tanpa menerima satu pun serangan dari musuhnya.

Sifat, ekspresi, dan kemampuan keduanya terlihat benar-benar berbeda dari apa yang seluruh dunia tahu. Dan sosok itu telah mengumumkan bahwa setelah Olimpiade berakhir karirnya di dunia olahraga juga berakhir.

Menanggapi hal itu. Berbagai macam ekspresi muncul dalam orang-orang yang ada di dunia olahraga, lega, bersyukur, marah, benci dan tidak mengerti.

Lega bagi mereka yang mengerti bagaimana mengerikannya sosok itu. Bersyukur karena mereka tidak akan bertemu lagi dengannya di pertandingan yang akan datang. Marah karena seseorang dengan kemampuan seperti itu dengan begitu mudahnya membuang semuanya dan memilih menghilang dari mata dunia. Benci karena kenapa tidak mereka yang memiliki bakat itu. Dan tidak mengerti kenapa monster itu memilih menghilang dari mata dunia.

Yang mengetahui identitas sosok Kurokami Kin pada Olimpiade remaja tahun itu hanyalah petinggi Kuoh akademi, Anggota lama dewan mahasiswa termasuk Sona, serta sang pelaku itu sendiri yang tidak lain adalah Uzumaki Naruto.

"Maaf telah egois menggantikan tempatmu, tapi aku berhasil melindunginya... rumahmu, dan juga adik-adikmu... jadi biar aku katakan satu hal, Usahamu tidaklah sia-sia. Seluruh kerja kerasmu yang kau bangun mulai dari nol tidak berhenti di saat kau berbaring di ranjangmu saat itu, meskipun yang mengeksekusi bukanlah dirimu, tapi tidak ada yang membantah jika itu semua adalah hasil dari jerih payahmu,"

Lilith dan Sona masih tetap diam di belakang Naruto yang terus bermonolog pada nisan sahabatnya itu hingga Naruto berdiri dari posisinya yang berjongkok dan menunjukan sebuah senyum tipis di wajahnya.

"Dan sekali lagi maaf karena sudah terlambat berkunjung, sobat."

Naruto berbalik menatap Lilith yang menunjukan raut wajah yang sulit diartikan. Dia tahu jika tatapan Naruto barusan mengatakan jika aku akan menjawab apapun yang kau katakan. Naruto tahu jika saat ini beribu macam pertanyaan tengah berkecamuk dalam diri Lilith, dan Naruto siap menjawab semua itu.

"Satu hal, penyakit yang diderita oleh Kurokami Kin, bisa kau beritahu aku soal itu?"

"Complex Regional Pain Syndrome, sebuah penyakit yang membuatmu merasakan rasa sakit luar biasa pada bagian tubuhmu, dengan kata lain sebuah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan di syaraf otaknya,"

"Dengan kata lain, itu sama dengan penyakit yang kau idap, bukan?"

Pandangan Lilith lurus tertuju pada mata Naruto. Jika dalam kondisi biasa Sona pasti akan langsung terjun atau mungkin memukul Lilith seketika, tapi dia menyadari ekspresi serius dari gadis itu hanya diam di tempat dengan tenang tanpa mengalihkan pandangannya. Perihal penyakit Naruto dia sudah tahu tepat sebelum Naruto pergi ke amerika dulu, jadi dia tidak begitu kaget dengan kesimpulan yang didapatkan oleh gadis pirang itu.

"... Benar,"

Sebuah desahan singkat keluar dari mulut Lilith sebelum dia meniru Naruto berjongkok di depan makam itu.

"Hey, seseorang yang tidak kukenal, kalau boleh jujur aku sedikit kecewa karena ternyata orang yang selama ini aku cari sudah tiada, tapi sepertinya itu bukanlah sebuah usaha yang sia-sia, pasalnya dengan datang ke sini aku mengetahui jika monster yang aku lawan di final kejuaraan menembak itu bukanlah Kurokami Kin yang sesungguhnya, melainkan atlet gadungan dengan kemampuan yang bahkan membuat juri dan penonton menganga hingga rahang mereka sakit,"

Naruto hanya mampu mengalihkan pandangannya ke sisi lain sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mungkin agaknya ini terdengar kasar, dan aku tidak masalah jika kau menganggapku sebagai wanita berhati dingin, tapi aku berterima kasih karena dengan kematianmu, aku dapat bertemu dengan Naruto, dan merasakan perasaan yang tidak pernah aku aku rasakan maupun bayangkan sebelumnya,"

Dengan sebuah senyum lebar Lilith berbalik dan menghadap Naruto dengan sebuah senyum, senyum yang biasa muncul di wajah gadis yang sedang jatuh cinta.

.

-0o0-

.

Setelah meninggalkan area pemakaman, Naruto menceritakan segala hal tentang pertemuan dan keseharian yang dulu dia lakukan dengan Kin, kepada Sona dan Lilith, untuk Sona dia agaknya mengetahui secara garis besar hubungan kedua pemuda itu yang terlihat selalu bersama saat berada di sekolah.

Bahkan terbesit sekilas pemikiran jika Naruto atau Kin itu seorang gay. Dan Naruto yang mendengar hal itu langsung membantahnya dengan sangat keras, tentu saja dia langsung tidak terima jika dia dianggap gay.

Cukup kakaknya saja gay yang Naruto dengan berat hati dia akui sebagai kenalannya.

Dikarenakan mereka bercakap-cakap tanpa henti, atau lebih tepatnya Sona dan Lilith yang tidak berhenti cek-cok, dan Naruto yang tidak ingin masuk ke medan perang, mereka berdua tidak sadar jika mereka kini telah berada di salah satu gereja tua yang berada tak jauh dari area pemakaman.

Gereja itu juga merupakan panti asuhan dimana Kin dulu tinggal, Naruto setidaknya selalu mengunjungi gereja ini paling tidak satu kali dalam sebulan, tapi karena akhir-akhir ini banyak sekali hal yang terjadi, hingga dia sudah tidak mengunjungi panti asuhan itu hampir 3 bulan lamanya.

"Ara... Naruto-kun, lama tidak berjumpa. Habis mengunjungi Kin?"

"Nee-san, maaf karena hampir tidak pernah mampir lagi ke sini,"

Seorang perempuan yang terlihat berada di akhir duapuluhan itu menghampiri dari samping halaman panti asuhan, tampaknya dia baru saja selesai menjemur cucian, dan karena dia mendengar suara gaduh dari depan gerbang jadi dia memilih untuk melihatnya.

"Oh ayolah, kenapa kau masih bersikap kaku seperti itu? Lagipula akan aneh malah kalau kau selalu datang kesini setiap bulannya, bahkan para tetangga sekitar berpikir jika ada hubungan khusus antara kita, ahahaha..." perempuan itu tertawa lepas mengabaikan dua gadis di belakang Naruto yang entah sejak kapan mengeluarkan aura hitam dengan tatapan seolah mengutuk perempuan dengan pakaian sister yang sedang tertawa lepas itu.

Akan tetapi sang pelaku hanya mengabaikan itu.

"Oh ayolah..."

"Ahahaha... aku tahu... aku tahu... dibandingkan dengan perempuan tua sepertiku ini, gadis-gadis muda dan cantik seperti mereka itu adalah tipemu bukan?" dengan seringai jahil perempuan yang Naruto panggil neesan itu sambil kearah Naruto dan para gadis.

"Kurasa neesan itu masih cukup muda dan cantik bagiku?"

Jregg! Jregg!

"Ittaiii! Kenapa kalian menendang kakiku hah!?"

Tidak menyadari dengan apa yang dia katakan barusan itu adalah sesuatu yang dapat dikatakan taboo untuk dikatakan Naruto di situasi seperti ini, dua buah tendangan serempak sukses menghantam masing-masing tulang kering Naruto.

"Naruto-kun, sejak kapan kau menjadi seorang 'buaya'!?"

"Oy!"

Meskipun dia selalu saja bercanda, mengatakan sesuatu yang nyeleneh dan sifatnya yang ceria membuatnya dapat dengan mudah menutupi perasaan aslinya. Meskipun dia tidak mengatakannya namun perempuan berpakaian biarawati itu menyadari bahwa aura yang ditunjukan Naruto telah berubah dari apa yang dia tahu beberapa bulan terakhir.

Posturnya yang tegak dengan jelas menunjukan jika dia sering melakukan aktifitas yang membuat entah itu otot maupun mentalnya berubah dan membuat tubuh secara tidak sadar membiasakan posisi di mana dia mampu mengantisipasi keadaan yang tidak terduga, dan merespon keadaan dengan sigap.

Biasanya itu hanya muncul bagi mereka yang sudah lama masuk dalam militer. Dan bahkan dalam kesatuan militer, hanya 4 dari 10 orang yang bisa mempraktekannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi untuk seorang pemuda yang masih duduk di bangku sekolah adalah sesuatu yang mustahil.

"Naruto-kun... kau kembali melakukannya bukan?"

"Melakukan apa?"

"Kenjutsu,"

Hanya dengan satu kata, dan Naruto sukses memahami seluruh maksud darinya. Ya, dia tahu jika Naruto sangat-sangat membenci kenjutsu, bahkan dia tidak pernah mau mengajari Kin yang sudah memohon dengan sangat padanya.

Dan dia tahu itu. Ekspresi yang ditunjukan Naruto pada saat mendengar kata kenjutsu saat itu adalah rasa sakit. Dia sering melihat ekspresi itu pada rekan kerjanya yang baru pertama kali melakukan pembunuhan.

Sebagai mantan anggota JDF, seorang prajurit harus menyiapkan mentalnya dengan sangat matang. Dan menyiapkan dirinya jika dia terpaksa harus mengakhiri hidup seseorang. Termasuk dirinya sendiri.

Dan Naruto menunjukan ekspresi itu.

Untuk remaja berusia tidak lebih dari 16 tahun, itu sangatlah sulit di percaya jika dia harus melalui hal itu. Dia juga tidak ingin kembali mengungkit luka lama dari pemuda itu dengan menanyakannya langsung.

Jadi dia meminta mantan anggota regunya yang ahli dalam mencari informasi untuk menyelidiki nama Uzumaki Naruto, dan hasilnya. Nihil.

Tidak satupun data tentang Uzumaki Naruto. Setidaknya tidak ada sejak 5 tahun yang lalu, pada saat itu nama Uzumaki Naruto tidaklah ada, yang ada hanyalah nama Namikaze Naruto.

Anak kedua dari kepala keluarga Namikaze. Yang merupakan satu dari beberapa keturunan Omnyouji tertua di Kyoto. Dan juga merupakan satu-satunya anggota keluarga Namikaze yang tersisa.

Meskipun dari data itu seharusnya ada 3 anggota keluarga Namikaze yang masih hidup, akan tetapi dua di antaranya tidak diketahui keberadaannya.

Dan tampaknya semenjak insiden itu pemuda pirang itu sama sekali tidak memiliki keinginan dalam segala jenis beladiri berpedang.

"...Ah... ceritanya panjang,"

"Hah~ kau tidak perlu menceritakannya jika tidak ingin, aku juga tidak akan memaksamu. Yang lebih penting, apa kau tidak mau memperkenalkan mereka padaku?" meskipun menunjukan sedikit raut lelah, wajah dari perempuan seketika berubah menjadi sebuah seringai jahil saat melihat raut wajah dua gadis di belakang Naruto.

"Dia adalah nee-san? Aku tidak tahu siapa namanya karena sejak dulu aku selalu memanggilnya neesan, dan jika aku tanyapun dia juga tidak mau menjawabnya, dan juga dia adalah mantan anggota pasukan khusus JDF,"

""A-Aah,""

Sona maupun Lilith hanya mampu mengangguk kaku saat mendengar perkenalan aneh seperti itu.

"Naruto... kesini sebentar,"

"H-hah.. Kenap—Wadoh! Kenapa kau memukulku!?" protes Naruto sembari memegangi kepalanya yang benjol akibat kepalan tangan yang barusan menghantam puncak kepalanya.

"Apa-apaan dengan caramu mengenalkan seseorang itu,"

"Mau bagaimana lagi kan, aku tidak tahu nama neesan yang sebenarnya,"

"Meskipun saat pertama kali kau kesini dulu aku memberitahukannya? Haah... cukup panggil aku Shino-neesan,"

Sambil memegangi kepalanya Shino-neesan melepaskan Naruto dan menghadap ke arah dua orang gadis yang bersama Naruto.

"Sona Sitri, senang bertemu denganmu, Shino-san,"

"Lilith Bristol, salam kenal,"

Shino-neesan menatap kedua gadis itu dengan seksama sembari memegang dagunya dan kembali menelisik mereka dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga akhirnya dia tersenyum dan mengangguk-angguk puas.

"Yosh ladies, ayo kita kebelakang!"

Sambil tersenyum lebar, shino-neesan mengangkat kedua kerah belakang para gadis dan membawanya ke arah belakang gereja.

"Whawa..."

"T-tunggu apa yang kau lakukan!?"

"Maa...maa.. tidak perlu berontak begitu, dan diamlah seperti sorang anak(anjing) yang baik, dan biarkan neesan yang urus semuanya,"

Sesampainya mereka di belakang gedung, mereka disambut oleh lapangan yang cukup luas serta beberapa anak-anak yang bermain.

"Naruto Niichan,"

"Naru-nii,"

"Nii-chan datang!"

Anak-anak dengan seketika mengerubungi Naruto dengan begitu semangat saat mereka tahu kalau dia mampir ke panti. Dilihat dari reaksi mereka Sona maupun Lilith tahu jika mereka sangat menyukai Naruto.

Dengan tawa riang mereka memeluk dan menaiki tubuh tinggi Naruto dan sukses membuat Naruto tidak punya pilihan lain selain meladeni mereka dan ikut bermain, serta mengangkat salah seorang anak dan menaikannya di pundaknya.

Melihat raut wajah Naruto yang tertawa lebar bersama anak-anak itu membuat Sona dengan spontan membentuk sebuah senyuman, dia rasa ini adalah pertama kalinya dia melihat Naruto yang tertawa lebar seperti itu. Dan hal itu membuatnya tenang.

Begitupun bagi Lilith, dia memang sering melihat ekspresi jahil, seringai atau bahkan kesal dari Naruto. Tapi ini adalah kali pertamanya dia melihatnya tertawa lebar seperti itu.

"Apa kalian mengerti sekarang?"

""!?""

Perkataan dari Shino-neesan barusan langsung membuat keduanya serentak kaget dan keluar dari dunianya.

"Dia adalah kakak dari anak-anak itu dan juga seseorang yang sudah seperti adikku sendiri. Dan jika kalian berani mempermainkannya..."

Brukk!

Shino-neesan menjatuhkan kedua gadis itu ketanah dan menatap keduanya yang terduduk di tanah itu dengan tatapan tajam dan aura membunuh yang keluar secara perlahan dari tubuhnya.

"Aku tidak akan membiarkan kalian hidup dengan tenang,"

"A-aku tidak akan pernah melakukan itu!"

"A-apapun yang terjadi, hal itu adalah hal yang paling mustahil aku lakukan!"

Keduanya menjawab dengan mantab, dan tatapan mereka yang tegas sukses membuat ujung bibir Shino-neesan naik dan membentuk sebuah senyum tipis.

"Kalau begitu tunjukan tekad kalian, kalian bukan manusia biasa bukan?" Kata Shino-neesan sembari mengeluarkan sebuah pisau bayoret dari balik seragam biarawatinya.

Mereka tahu jika tidak ada orang normal di sekitar pemuda bernama Uzumaki Naruto, tapi jangan katakan jika bahkan seorang biarawati dapat mempermainkan iblis tingkat atas dan prodigi polisi sekaligus.

.

-0o0-

.

Kabooomm~ Kabooomm~ Kabooomm~ Kabooomm~ Kabooomm~

Getaran demi getaran terus mengguncang sebuah area yang bahkan memiliki luas lebih setengah lapangan sepak bola itu.

Sebuah tempat yang cukup luas dan dapat membuat orang kehabisan nafas dengan hanya mengitarinya sepuluh kali. Tidak, bahkan hanya dengan lima kali putaran pun orang biasa sudah jatuh terengah-engah karena kehabisan nafas.

Dan di tempat yang cukup luas itu, terdapat sekumpulan remaja yang tengah berdiskusi tentang sesuatu yang tidak didiskusikan oleh remaja-remaja normal.

Strategi perang, teknik membunuh. Bahkan rencana penyergapan, orang normal pasti menganggap mereka adalah sekumpulan otaku dengan sindom chuunibyou akut yang sedang membicarakan khayalan mereka.

Tapi nyatanya tidak, semuanya ini adalah latihan yang mereka usulkan untuk menyambut rating game milik iblis yang akan datang, serta mempersiapkan diri untuk kejadian-kejadian yang tidak mereka inginkan.

Dan selain para iblis, sebagai tamu undangan atau dapat di katakan pelatih bayaran, Naruto juga termasuk dalam salah satu dari dua manusia yang ada di sana selain Lilith yang saat ini tengah berlatih bersama dengan Sona di sebuah ruangan khusus di ujung tempat itu.

"senpai... apa ini tidak sedikit berlebihan?"

Perkataan saji itu mungkin ada benarnya saat melihat bagaimana Issei yang langsung diterbangkan oleh Naruto sesaat setelah dia berdiri, dan diterbangkan lagi bahkan saat dia tengah melayang di udara hingga tubuhnya mengahantam dinding.

Sepertinya mereka tahu alasan kenapa Sona tampak begitu enggan menceritakan tentang latihan apa yang dia alami hingga dia dapat menguasai Namikaze ryu kenjutsu hingga tahap dua.

"... Saji, jika kau menghitung itu sebagai sesuatu yang berlebihan, lalu yang mereka lakukan itu disebut apa?"

Tunjuk Tsubaki ke arah di mana dua orang gadis SMA saling baku tembak dengan senapa semi otomatis dan sebuah senapan antik dengan daya hancur terbesar dalam jarak dekat.

"... daripada membahas itu, lebih baik kita lihat apa yang akan Hyoudou lakukan dalam situasi seperti ini," saji lebih memilih mundur dari topik Sona dan Lilith dan lebih memilih melihat latihan Naruto dan Issei.

.

"Jangan bengong begitu saja, perhatikan gerakan musuhmu, Bego!" sambil membentak Naruto bergerak ke kiri dan kanan dalam kecepatan tinggi dan menghantamkan kembali katana di tangannya kearah sisi kiri Issei dengan sangan kuat.

Dalam detik-detik terakhir Issei berhasil menghalau serangan itu, akan tetapi akibat kurangnya persiapan, dia langsung terhempas dari tempatnya berdiri, dan kembali harus siap menerima serangan dari kanan ke kiri dan seterusnya.

"Jangan hanya menerima serangan saja tolol! Memangnya kau ini apa Masocist!?"

"J-jangan asal ngomong bangsat! I-ini juga sedang aku usahakan!" Jawab Issei disela-sela keputus asaannya dalam menghadapi serangan Naruto.

"Usaha seperti itu, masih belum cukup!"

Kali ini Issei berhasil menghindari tebasan horizontal Naruto dengan mengambil sebuah langkah mundur, dan sesaat setelah serangan itu lewat dia melesat maju sambil mempererat pegangannya pada gagang pedang di tangannya dan dengan sekuat tenaga mengayunkannya kebawah.

DING!

Mata Issei tidak ayalnya terlebar saat melihat katana yang seharusnya masih ter ayun itu kini sudah berada di depannya dan menghalau serangan yang dia lancarkan.

"Hou... pemikiran yang bagus tapi..."

"Whaa..."

Dengan seketika Issei kembali terkaget saat katana yang menahan tekanan dari pedangnya tiba-tiba menghilang dan sukses membuatnya hilang keseimbangan, sebelum sebuah tekanan yang sangat kuat menghantam perutnya.

"... masih terlalu... NAIF!"

DASHH!

BLAAAARRRR!

Dan dia dihempaskan oleh sisi tumpul dari katana Naruto dan menghantam tembok dengan sangat keras.

"Istirahat dan renungkan kembali kesalahanmu."

"T-terimakasih banyak..."

"Fuuh.."

Sambil menepuk-nepukkan sisi belakang katana miliknya Naruto menatap kaki kanannya dan mengetuk-ngetukkannya ke tanah beberapa kali.

"Meskipun sudah dibiasakan, kaki buatan ini masih terasa aneh,"

Sejak dulu, Namikaze ryu adalah sebuah aliran beladiri yang mengandalkan kekuatan sebagai nilai ukurnya, dan dengan bantuan kekuatan khusus yang mereka miliki, mereka dapat meningkatkan kekuatan itu pada tingkat yang lebih tinggi lagi.

Dan kini dia memodifikasinya dengan menggunakan kecepatan sebagai pondasi utamanya, dengan kata lain merombak ulang tanpa mengubah struktur gerakan awalnya. Dan bagi Naruto yang kembali memegang katana dalam selang beberapa bulan terakhir ini menjadi faktor perasaan aneh yang selalu dia rasakan ketika menyerang dan menerima serangan.

Saat dia termenung dalam pikirannya, dia tidak sadar jika salah seorang sudah berdiri di hadapannya sambil menenteng sebuah naginata di tangannya. Ekspresinya yang tegas sangat cocok untuk penampilannya saat ini, lengkap dengan kacamata berbingkai biru muda yang menutupi dua buah manik beda warna itu.

"Mohon bimbingannya, Uzumaki-kun?"

"Ah.. maaf, akub tidak sadar jika senpai yang selanjutnya, kalau begitu..."

Naruto yang menyadari Tsubaki, sudah berada di sana langsung meminta maaf karena tidak sadar akan kehadirannya dan malah memikirkan hal lain, dan setelah meminta maaf dia berjalan kepinggir arena dan sukses membuat Tsubaki menaikan sebelah alis bingung.

Dan kembali lagi dengan sebuah halberd sepanjang satu setengah meter.

"Apa maksudnya ini, Uzumaki-kun?"

Meskipun kalimat itu terdengar kalem dan lembut, namun sorot mata dari perempuan yang menjabat sebagai wakil ketua dewan mahasiswa uoh akademi itu menunjukan raut tersinggung saat Naruto mengambil sebuah halberd dari rak senjata di pinggir area.

Tsubaki merasa sedikit tersinggung saat Naruto tampak seperti merendahkannya dengan melepaskan senjata andalannya dan menggantinya dengan sebuah senjata sejenis dengan miliknya hanya karena kini giliran dia yang meminta latih tanding.

Akan tetapi dengan lihai dan santai Naruto memutar-mutar halberd di tangannya ke iri kanan sambil tersenyum tipis.

"Hmm... maaf, tapi sepertinya senpai harus tahu, senjata yang paling aku kuasai setelah pedang adalah tongkat, entah itu tombak, naginata, maupun halberd seperti ini. Dan aku harap senpai tidak lengah bahkan satu detik saja karena..."

Wuuussss!

Reflek. Tsubaki memiringkan kepalanya saat pemuda pirang yang berdiri tak terlalu jauh di depannya itu tanpa pikir panjang langsung melemparkan halberd di tangannya dengan seketika dan tepat mengincar wajahnya.

Tidak berhenti di situ, nafas Tsubaki terpaksa berhenti saat dia melihat siluet seorang pemuda yang dengan seketika menangkap kembali halberd yang dia lemparkan ke arahya dengan sangat mantap dan menebaskan bilah kapak dari halberd itu secara vertikal dari bawah ke atas.

"...kau bisa kehilangan nyawamu tanpa kau sadari, dan tidak perlu menahan diri jika kau ingin berkembang, jadi lawan aku dengan semua yang kau miliki!"

Meskipun Tsubaki berhasil menghindari serangan dadakan itu, tubuhnya menjadi kaku tak bisa bergerak saat mendengar nada dingin dan sebuah senyum keji yang muncul di bibir Naruto.

Namun dengan seketika ekspresi kaget di wajah Tsubaki menghilang di gantikan oleh sebuah senyuman. Jantungnya berdebar-debar tidak terkontrol, keringat dingin tak kunjung berhenti mengalir dari seluruh pori-porinya, serta kedua tangan yang bergetar tiada henti.

Takut? Tidak bukan itu. Dia tidak ingat kapan terakhir kalinya dia merasakan sensasi seperti ini, dia tidak ingat saat dimana adrenalinnya di dorong hingga ujung seperti ini, sepertinya pemuda di depannya ini memang bukanlah pemuda normal yang kebetulan memiliki kekuatan istimewa seperti yang dia pikirkan.

Sosok pemuda pirang di depannya adalah seoran monster dari darah, daging dan tulangnya.

Naruto sendiri tidak peduli jika dalam latih tanding ini akan ada yang terluka, karena baginya pengalaman itu lebih baik dari pada sebuah teori, dan daripada menjelaskannya satu per satu, Naruto lebih senang membuat mereka merasakannya secara langsung, dan mematri dalam ingatan mereka dalam sebuah trauma mental. Itu adalah cara mengajar Naruto, yang dia pelajari dari Azazel.

Hening yang terasa cukup lama itu sebenarnya hanyalah waktu singkat yang bahkan akan habis hanya dengan sebuah tarikan nafas, dan diiringi sebuah teriakan keras, keduanya melesat kedepan dengan senjata di masing-masing tangan mereka.

Blaaasshh!

Kedua tongat itu saling berhantaman mengakibatkan sebuah gelombang kejut yang cukup kuat diantaranya. Merasa jika adu kekuatan sama sekali tidak menghasilkan apapun, keduanya secara mengejutkan menarik mundur kedua senjata masing-masing, dan menyiapkan kembali serangan berikutnya.

Belum sempat Naruto mengambil posisi menyerang, dia harus dipaksa mengambil sebuah langkah mundur menghindari sebuah sabitan horizontal yang sukses menggores bajunya sepanjang lima senti meter, dan tidak berhenti di situ, Naruto dipaksa berdansa dalam tempo cepat saat rentetan serangan bertubi-tubu dari Tsubaki menhujaninya seakan tiada jeda itu.

Tusukan, sabitan, hantaman, serta ayunan diagonal dengan minimalis berhasil dihindari Naruto, dan saat Naruto melihat celah terbentuk ketika sebuah tusukan terang-terangan dari Tsubaki berada di depan matanya, Naruto dengan sigap menghantam naginata itu dengan kuat ke atas, lalu memutarkan tombaknya 360 derajat di samping kiri tubuhnya guna mengumpulkan momentum dari berat mata kapak yang ada di ujung halberd hingga maksimal, dan mengayunkannya dengan sekuat tenaga kebawah.

"Namikaze Ryu Sento Jutsu : Ryūsei!"

Dingg!

"Kuh!?"

'Oi..oi..oi... apa-apaan kekuatan gila ini!? Apa dia benar-benar manusia!?'

Tsubaki dengan frustasi menahan sebuah sabitan frontal Naruto dari depan harus rela merasakan sebuah kekuatan gila yang mampu membuat lantai di kakinya retak karena satu buah serangan.

Mengerahkan kekuatannya sebagai iblis hingga batas maksimal. Dengan raungan keras Tsubaki menghempaskan Naruto dengan naginatanya, menekannya dengan fisik superior dari seorang iblis dia berhasil memukul mundur Naruto, dan melancarkan serangan balasan berupa tiga tusukan beruntun yang semuanya dihalau dengan lihai oleh Naruto.

'Tidak ada celah, sedikit pun. Dan kau masih bilang jika ini hanya senjata sekundermu!?'

Dalam kategori iblis, Tsubaki dapat dikatakan adalah sebuah sosok langka dengan bakat yang dapat dikatakan luar biasa entah itu di bidang sihir maupun martial art, terlebih dia memiliki Sacred Gear yang tidak biasa seperti Mirror Alice.

Akan tetapi jika dia di hadapkan dengan seorang master dari martial art seperti Naruto, dia sadar jika saat ini dia sudah terlalu bangga akan kekuataanya yang saat ini. Dan itu membuat sebuah perasaan aneh keluar dari dalam diri Tsubaki.

Keinginan untuk menjadi kuat, tidak mau kalah.

Amati.

Amati.

Amati.

Dalam setiap serangan yang dia lancarkan, manik beda warna itu terus berkeliaran memperhatikan setiap inci dari serangan Naruto.

Setiap detik dari reaksi yang ditunjukannya.

Setiap keputusan yang dia ambil.

Tsubaki terus mengamatinya. Amati dan curi.

Sebuah senyum tipis muncul di wajah Naruto saat melihat ekspresi dan pergerakan Tsubaki yang mulai berubah. Seperti seorang ayah yang senang saat melihat anaknya mengerti apa yang dia maksud.

"Hyaaahhh!"

"Uryaaa!"

Hingga keduanya saling hantam untuk kesekian kalinya. Saat kedua senjata itu saling berhantaman tiada satupun dari yang melihat tidak menahan nafasnya.

Ya. Kekuatan dari serangan barusan tidak akan bisa tercipta oleh dua orang yang tidak ahli dalam bidang itu. Kekuatan, teknik, dan strategi. Semuanya berada di tingkat yang berbeda dari remaja normal seumuran mereka.

Setiap kali seragannya dipatahkan, Tsubaki langsung memikirkan kembali serangan berikutnya dengan menyabitkan bilah tajam naginatanya diagonal ke atas akan tetapi Naruto langsung menghentikannya dengan menyilangkan halberdnya secara horisontal untuk menahan serangan Tsubaki.

Merasa jika beradu kekuatan hanya akan membuang-buang tenaga, Tsubaki langsung menarik naginatanya kebelakang dan dengan kecepatan yang mustahil untuk diikuti oleh manusia. Setidaknya jika bukan Naruto.

Cepat, dan semakin cepat, setiap orang yang melihatnya pasti menyadari jika pergerakan Tsubaki makin lama makin cepat dan tajam.

"Uoo...too... hampir saja,"

Akan tetapi Naruto masih santai menghindari serangan-serangan itu, meski beberapa detik yang lalu wajahnya hampir terbelah oleh sebuah serangan yang jujur, tidak dia duga.

"Oi... menggunakan kekuatan sihir itu curang kau tahu!"

Naruto berteriak kesal saat dia menyadari pendar biru keputihan yang keluar dari naginata Tsubaki. Rupanya begitu, alasan kenapa kecepatan, kekuatan, dan tajamnya serangan Tsubaki barusan adalah pengaruh dari sihir itu, sihir yang masuk kategori enchancement itu menambahkan kekuatan dan kecepatan pada seluruh tubuh Tsubaki, serta menaikan instingnya untuk menyadari celah sekecil apapun.

"Bukannya kau sendiri yang mengatakan jika tidak perlu menahan diri jika mau berkembang? Jadi apa salahnya aku menggunakan semua yang kupunya?"

Perempatan dengan sukses lahir di jidat Naruto saat mendengar kalimat menjengkelkan dari Tsubaki, memang benar jika dia bilang seperti itu tadi, tapikan... tapikan itu curang! Ingin Naruto berteriak seperti itu, tapi dia pendam karena itu akan membuatnya seperti anak kecil yang tidak mau kalah.

"...!?"

Sebuah seringai keji tiba-tiba muncul di wajah Naruto yan matanya tertutup oleh bayangan dari rambutnya.

Semua orang yang menyadari itu langsung melangkah mundur dengan reflek. Termasuk Tsubaki yang merasa merinding menyadari itu. Mereka tahu, jika Naruto sudah menunukan seringai itu, dia pasti merencanakan sesuatu yang buruk. Dalam artian lain.

"Ahahaha... begitu ya, kalau begitu aku menggunakan ini tidak ada masalah bukan?"

Dengan sekejab 3 buah bola cahaya muncul di sekitar Naruto dan, satu demi satu bola cahaya itu berubah menjadi senjata yang membuat raut kehidupan diwajah Tsubaki menghilang.

Satu berubah menjadi sledgehammer yang bahkan mampu bersaing dengan senjutsu dari rook gremory. Satu menjadi sebuah greatsword yang sangat familiar bagi mereka, salah satu pedang suci terkuar, Durandal. Dan yang terakhir membuat semua yang melihatnya menahan nafasnya serentak.

Sama seperti halberd yang sejak awal dia gunakan, akan tetapi mata kapaknya kini jauh lebih besar dari itu. Sebuah senjata brutal yang hanya muncul dalam film maupun game. Battle Axe.

Mereka tidak tahu, apakah benda-benda itu benar-benar bisa di angkat bahkan jika mereka adalah iblis.

Dan saat mereka melihat Naruto mengangkat battle axe di tangan kanannya dan sledgehammer di tangan kirinya dengan mudah pekikan "Hiiii!" muncul di semua penjuru ruang latihan bawah tanah itu.

"A-ano Uzumaki-kun, maaf karena telah terbawa suasana, dan besar kepala. Maaf juga karena menjadi senpai yang tidak patut di contoh, j-jadi... eto... bisa kita akhiri di sini saja,"

Degan panik Tsubaki mencari-cari alasan untuk menghentikan latihan ini karena dia merasakan sebuah perasaan buruk yang dapat dikatakan paling buruk dalam sejarah kisah hidupnya.

"Are... kenapa begitu? Padahal sudah mulai pada bagian menariknya... hah, mau bagaimana lagi..."

Melihat Naruto yang menurunkan kedua senjata mengerikan itu, Tsubaki melepaskan sebuah desahan lega. Akhirnya semuanya berakhir—

"... Mari kita akhiri dengan serangan penuh kita masing-masing," ujar Naruto dengan sebuah senyum cerah yang bahkan membuatnya tampak begitu "salah" jika melihat kedua senjata brutal di kedua tangannya.

"""Sudah kuduga akan seperti ini,"""

"Ikemasuyo... Sen-pa-i!"

"T-tidak tunggu dulu..."

Dang!

Naruto menendang durandal yang menancap di tanah dengan kekuatan penuh kearah Tsubaki, dan diikutinya dengan melesat kedepan membawa kedua senjata brutal di tangannya.

Blaaaa! Buuummm! Gyaaaaa!

Neraka. Siapapun yang melihat kejadian di depannya harus dipaksa berpikiran seperti itu, melihat bagaimana sosok iblis ber status ratu dari sebuah keluarga iblis besar di hajar habis-habisan oleh seorang malaikat mau— maksudnya manusia.

.

Latihan gabungan itu berakhir dengan beberapa anggota iblis dari kedua belah pihak mendapatkan sebuah trauma baru.

Sebuah peraturan tidak tertulis yang berisi.

"Jika kalian melihat seorang Uzumaki Naruto menyeringai, menjauhlah sebisa mungkin. Atau kau akan merasakan sebuah mimpi buruk yang lebih buruk dari pada mimpi terburuk yang pernah kau alami,"

"Ngomong-ngomong, sejak tadi aku tidak melihat asia dan shido,"

Sembari menegak seluruh isi dari botol air mineral yang dia genggam Naruto menanyakan sesuatu yang sejak tadi terbesit di pikirannya.

"Ah jika kau mencari Asia dan Irina, dia tadi pergi ke minimarket untuk membeli beberapa minuman dingin dan snack,"

Ah... kalau di lihat memang jumlah minuman yang ada di kotak pendingin tinggal 2 botol saja, dan jelas sekali itu tidak cukup jika mereka ingin melanjutkan latihan.

Sambil menunggu irina dan asia kembali, mereka kembali mendiskusikan kekurangan mereka serta cara mengatasinya. Seperti yang Naruto sadari, kekuatan iblis dari dua keluarga ini dapat dia katakan lebih dari sekedar kuat, semuanya adalah para makhluk pilihan.

Dapat dengan cepat mempelajari apa yang dia ajarkan, selayaknya sebuah cheat. Dan kalau boleh jujur, Naruto merasa jika dia di sini seakan jauh tertinggal jika dia tidak kembali bekerja keras.

Dia sama sekali tidak memiliki bakat dalam hal sihir maupun kekuatan supranatural, bahkan void weapon yang ditinggalkan Index hanya masuk kategori bisa dia gunakan. Dan jika dibandingkan dengan kemampuan dari Sacred Gear milik Kiba yang hampir mirip, kemampuan kontrol dan kreatifitasnya jauh berada di belakang knight Gremory itu.

Satu-satunya yang dia miliki hanyalah pengalamannya dalam seni beladiri bersenjata, yang telah dia asah sejak belia.

Untuk urusan kecepatan, dia rasa dia mampu mengimbangi kiba. Dan kemampuan berpedangnya tidak mungkin berada di bawahnya.

'Kurasa aku memang harus mencoba Battoujutsu..'

Diskusi yang tenang dan tentram itu tampaknya tidak berlangsung lama saat pintu masuk tempat latihan itu terdobrak dengan keras dan menampilkan sosok Irina yang tubuhnya penuh dengan luka, entah itu luka memar, sabetan benda tajam, serta luka bakar.

Dengan panik mereka yang melihat langsung menghampiri Irina, dengan membawa kotak P3K.

"Hey Irina, sebenarnya apa yang terjadi!?"

Issei yang melihat keadaan irina yang seperti itu serta dengan ketidak hadiran asia di sisinya membuatnya merasakan perasaan tidak enak.

"A-asia diculik oleh Diodora... Astaroth.."

Mendengar nama yang paling tidak ingin mereka dengar pada saat ini sudah membuat semua iblis yang ada di sana serta Naruto mengerti garis besar kejadiannya. Tapi tampaknya itu tidak semuanya, saat mereka melihat Irina tampak masih ingin memberitahukan sesuatu yang lain.

"D-dan yang lebih parah adalah dia... D-diodora menggunakan... Imagine... Break...er.." kata terakhir dari Irina tepat sebelum dia kehilangan kesadaran itu membuat seluruh ruangan terdiam.

Sementara pemilik kekuatan asli yang disebutkan itu kini menunjukan sebuah raut wajah yang tidak dapat di deskripsikan.

Marah, bingung, serta ekspresi yang tidak dapat mereka pahami. Dan dengan seketika, sebuah tekanan niat membunuh keluar dengan begitu kuat dari tubuh Naruto dan membuat tubuhnya seperti pusat gempa yang menghempaskan barang-barang di sekitarnya.

"JANGAN BERCANDA!"

.

To Be Continue...

.

Yo! DiwarX disini dan lama tak jumpa, tak kusangka jika akan membutuhkan waktu selama ini untuk menyelesaikan satu chapter saja.

Alasan kenapa perlu waktu satu bulan lebih untuk menyelesaikan satu chapter karena kini aku sedang tengah dapat mood untuk ngerjain project story originalku. Yang kurasa akan aku upload di dunia Orange. Sebagai bocoran saja, ini bercerita tentang VRMMORPG. Untuk judulnya akan aku kasih tahu di chapter depan.

Oke seperti yang kalian sadari jika alur dari arc terakhir ini sudah mulai berjalan dengan peristiwa ini. Dan dari mereka akan bergerak secara terpisah. Naruto dengan dirinya sendiri serta para iblis yang mengambil cara yang berbeda.

Dan yang paling penting adalah bayangan yang sudah mulai mengambil tindakan.

Sepertinya cukup sampai di sini dan jangan lupa tulis pendapat kalian di kolom review tentang chapter 29 ini.

Sampai jumpa lagi di chapter depan.

.

Keep Calm & Find Your Talent.

.

Ciao!