LOVE CHAOS

.

.

Chapter 1

.

"Pagi hari ini kita akan membahas mengenai promosi untuk produk susu terbaru kita, bagaimana Mark-shi? Apakah tim anda sudah siap dengan workplan untuk ke depannya?" tanyaJunho—Direktur perusahaan JYP yang memimpin rapat pagi itu

Mark Tuan, pria berusia 25 tahun berprofesi sebagai Manajer Marketing perusahaan terbesar nomor 3 di Seoul, JYP, maju dengan elegan, wajah tampannya tidak menunjukan ekspresi berarti ketika mengeluarkan data yang telah disiapkan sebelumnya ke dalam layak proyektor

"Produk susu "Moonlight" khusus ibu hamil, akan mulai kita pasarkan setelah tim kami selesai mengumpulkan kusioner mengenai apa rasa yang diinginkan para calon ibu dan juga data mengenai kompetitor kita sehingga dengan itu kita bisa memasuki pasar lebih akurat" Mark memulai presentasi sangat lancar tidak heran para BOD (Board of Director) atau para pimpinan berdecak kagum melihat Mark, keputusan mereka tidak salah ketika memilih Mark Tuan menjadi Manajer hanya dalam waktu 2 tahun

"Mengenai iklannya? Apakah tim kalian sudah berembuk untuk ide iklan yang ditayangkan?" tanya Park Jinyoung—CEO sekaligus komisaris pemilik perusahaan JYP

Semua peserta rapat menoleh ke arah pemimpin mereka sambil menunggu jawaban Mark

Mark berdeham kecil sambil menatap lurus ke arah Park Jinyoung, "Kami sudah memikirkan mengenai hal itu dan kami pastikan iklan yang akan ditayangkan berbeda dengan iklan lain yang beredar" jawab Mark mantap

.

.

.

.

"Mati aku"

"Yeah, anda dalam masalah besar" sahut Bambam sambil memutar kedua bola matanya

"Aishh kau seharusnya bantu berpikir bukan malah menambah masalahku" tegur Mark sambil memijit kepalanya pelan, "Kenapa aku bisa menjawab begitu? Tidak heran mereka semua puas dan berharap besar, bagaimana ini…" keluh Mark sekali lagi

Bambam yang berdiri di samping tempat duduk Mark, hanya bisa menatap atasannya dengan simpati

"Mungkin aku harus mulai berpikir lagi" cara duduk Mark kembali tegak sambil mulai menyalakan Macbook di atas meja, kedua tangannya meraup tumpukan kertas tentang contoh beberapa iklan

"Bos" panggil Bambam sepelan mungkin, "Menciptakan iklan butuh kreatifitas, kalau tim kita sudah mentok, lebih baik kita minta bantuan—"

"Siapa? Artis? Seniman?" balas Mark sinis, "Mereka mungkin butuh waktu berbulan bulan untuk menciptakan satu iklan saja! Padahal ini adalah produk susu terbaru kita dan aku sudah dipercaya untuk mempromosikannya" Mark kembali bersandar ke kursi nyamannya dengan perasaan kacau

"Kita masih punya waktu 2 bulan" Bambam mengingatkan

"Para seniman tidak mengenal produk kita" balas Mark kesal, "Kalau minta bantuan luar, seharusnya ibu yang sedang hamil kalau bisa"

"Mereka tidak akan mau jadi bahan percobaan, apalagi sedang hamil, bos"

"Itu kau tahu!" gerutu Mark nyaris hilang kesabaran, "Jadi sekarang kau tahu kan kenapa aku sangat putus asa?" Mark benar benar tidak tahu harus berbuat apa lagi, timnya yang terdiri dari 4 orang sudah mengumpulkan kuisioner, mengenal pesaing dan masalah mereka hanya tinggal satu

Iklan

Membuat iklan mungkin mudah jika yang akan diiklankan adalah produk sudah punya nama dipasaran

Tapi untuk produk baru? Iklan pertama bisa menjadi malapetaka atau keberuntungan

Pilihan Mark hanya ada dua dan karirnya menjadi taruhan

"Sudahlah hyung" Bambam memijat pundak Mark sebentar—terkadang jika Mark sedang punya masalah berat seperti sekarang, Bambam berusaha menghilangkan posisi bos dan sekretarisnya, "Kalau terlalu stress kau tidak bisa berpikir apa apa, ah! Hyung! Bagaimana kubantu untuk menghilangkan stressmu? Siapa tahu dengan begitu, ide untuk iklan kita bisa tiba tiba muncul!" usul Bambam tiba tiba bersemangat

Mark mendongak agak sangsi pada Bambam, ide sekretarisnya itu kadang kadang terlalu ajaib

"Apa? Jangan bilang kita pergi ke taman bermain! Karena ide terakhirmu itu membuatku mual naik wahana aneh aneh!" elak Mark dengan cepat

"Tidak! Kujamin tidak!" sanggah Bambam agak merenggut, padahal kemarin itu niatnya sangat tulus membantu Mark menghilangkan stress akibat pekerjaan, mana Bambam tahu kalau Mark tidak bisa naik wahana yang memicu adrenalin, alhasil Mark pulang dengan perut mual mual sambil marah pada Bambam

"Kau tahu tidak hyung mengenai tren para remaja menemani om om jalan jalan?" tanya Bambam dengan mata berbinar binar

Mark mendelik tidak suka, "Aku bukan om om! Umurku baru 25 tahun! Dan apa maksudmu dengan menemani?" Mark mendengus keras—sakit hati, "Meski aku jarang berkencan bukan berarti—"

"Pacar terakhirmu 2 tahun yang lalu hyung" potong Bambam dengan tegas

Bibir Mark langsung terkatup rapat

"Dan semenjak itu kau malah gila kerja lalu tidak pernah mengajak pergi seorangpun! Padahal hampir seisi kantor berusaha mendekatimu tapi yang kau lihat selalu kertas dan kertas" olokan Bambam membuat Mark kalah telak

"Baiklah, kau mau aku melakukan apa? Pergi ditemani oleh para remaja begitu?" Mark tertawa ironis, "Kau tidak takut aku ditangkap oleh polisi sebagai pedophil?"

"Tidak" Bambam memberi isyarat dengan tangannya, "Kebetulan teman dari temanku punya kenalan seorang mahasiswa berusia 20 tahun, kau tidak akan dicap pedophil hyung, tenang saja" tambah Bambam tiba tiba sambil mengambil handphone dari saku lalu melihat lihat sebentar, "Kau mau tidak pergi sabtu ini dengannya hyung? Tarifnya 300.000 won seharian"

Mark memutar kedua bola matanya, ia lelah sungguh lelah. Sekarang Mark hanya butuh kasur untuk tidur seharian lalu bangun untuk berpikir mengenai ide iklan, tapi—

"Mau ya hyung? Hitung hitung kau mulai membuka diri lagi" bujukan Bambam menohok pikiran Mark

Yeah, kapan dia pernah berpikir membangun hubungan lagi dengan seseorang? Sepertinya kehidupan Mark penuh dengan pekerjaan, tidak ada tempat lagi untuk romance…

"Hanya jalan jalan? Ini bukan caramu menjadi mak comblang untukku kan?" sindir Mark yang dibalas dengan tatapan geram Bambam

"Aku janji tidak! Lagipula mahasiswa ini bukan orang yang biasa menemani om om—maksudku orang lebih tua" ralat Bambam langsung begitu melihat tatapan tajam dari Mark, "Dia butuh uang hyung untuk semester akhirnya"

"Mahasiswa" eja Mark sambil geleng geleng kepala

"Mau ya hyung? Ayolahhhh? Kujamin pikiranmu langsung fresh begitu masuk kerja"

Sekali lagi Mark mendelik, melipat kedua tangannya lalu menatap Bambam yang melemparkan pandangan seperti anak anjing minta dikasihani

Mark mendesah panjang, tidak ada salahnya, pikir Mark sekali lagi

"Baiklah, aku mau pergi" kata Mark pasrah

"Yes!" Bambam berteriak kegirangan kemudian mengetik dalam handphonenya, "Aku akan memberitahu teman dari temanku itu hyung untuk memberi kabar pada teman kencanmu"

.

.

.

.

"Jam 9.30 pas" gumam Mark sambil berdiri diluar café Magic depan persimpangan tak jauh dari gedung JYP, tempat Mark dan Bambam bekerja

Mereka berdua janjian bertemu di depan café pagi ini, Mark tidak gugup—hatinya lebih banyak menggerutu, menyesali keputusannya karena malah menuruti saran ajaib Bambam

Setelah berpikiran semalaman, Mark baru sadar, bukankah aneh jika kita bisa jalan berdua dengan orang asing? Orang yang tidak kita kenal?

"Apanya penghilang stress, kurasa sakit kepalaku akan bertambah" kata Mark sambil melihat ke sekelilingnya

Tiba tiba kedua mata Mark tertuju pada sosok namja setinggi dirinya—oke, sedikit lebih tinggi tapi tidak terlalu terlihat, mungkin hanya satu atau dua senti kata Mark dalam hati berusaha menghibur diri, memakai sweeter biru berkerah, berambut hitam, kedua matanya menatap Mark malu malu—lebih ke rasa bersalah dan memakai jeans dan sepatu kets

Tidak mungkin, Bambam! Akan kupecat anak itu besok! Teriak Mark dari dalam hati

Jangan katakan kalau teman kencan Mark adalah—

"Hi, kau Mark-shi?" sapa namja itu saat sampai di depan Mark

Yeah, namja

Berlatih di kantor untuk tidak menunjukkan emosi apapun, Mark mengangguk singkat

"Aku Park Jinyoung" sapa namja itu agak malu sambil meringis kecil saat melihat raut wajah kaku Mark berubah terkejut, "Park Jinyoung?" ulangnya tak percaya

Namja bernama Park Jinyoung itu mengangguk lagi, "Memang namaku, ada apa?"

Mark mendengus keras sebelum tertawa pelan, "Tidak—hanya kebetulan namamu sama seperti pemilik perusahaan JYP, kau tahu, Park Jinyoung"

Jinyoung tertawa pelan sambil menutup mulutnya, "Aku tahu, bahkan teman temanku sengaja memanggilku Junior karena mereka kira aku anak kolongmerat dari Park Jinyoung-shi"

"Junior? Nama panggilan yang bagus" puji Mark

Senyum Jinyoung mengembang lebar—ia sudah sangat takut tadi, mengira kencannya hari akan batal karena melihat reaksi Mark, tampaknya pria itu tidak tahu bahwa yang datang adalah namja tapi sekarang Jinyoung bisa bernapas lega

Suasana kaku diantara mereka mulai mencair

"Kau sudah sarapan?" ajak Mark sambil membuka pintu masuk café

"Sudah, tapi aku tidak menolak sepotong cake cokelat" canda Jinyoung

"Memang enak?" tanya Mark

"Kau belum pernah kemari?" Jinyoung balik bertanya

"Sering—kantorku tidak jauh dari sini, tapi yang biasa kupesan hanyalah kopi hitam" beritahu Mark sambil mengarahkan Jinyoung duduk di dekat jendela pada bagian kanan café, tempat favorit Mark setiap berkunjung

"Jangan terlalu sering minum kopi, tidak sehat" sifat peduli Jinyoung keluar begitu saja meski di hadapan orang asing seperti Mark, Jinyoung sempat terkesiap sambil menutup bibirnya, tapi saat mendengar suara tawa Mark, Jinyoung lagi lagi bernapas lega

"Sekretarisku juga bilang begitu, tapi kau tahu—kopi hitam membuatku tetap terjaga"

Pramusaji mendatangi mereka, Mark segera memesan kopi hitam seperti biasa sementara Jinyoung memesan satu cake cokelat dan milkshake strowberry

Alis Mark naik sebelah mendengar pesanan Jinyoung, untuk pertama kali—Mark menatap Jinyoung lebih seksama, sikap sopan Jinyoung saat menyapa Mark, belum lagi namja di hadapannya ini kelihatan pemalu untuk ukuran teman kencan

"Kau baru pertama kali melakukan ini" tebak Mark tiba tiba

Jinyoung yang sibuk melirik seisi café langsung menatap Mark yang duduk di depannya, beberapa kali mata Jinyoung mengerjap

"Ngg itu—aku—"

"Terus terang saja, tidak masalah buatku" kata Mark dengan enteng sambil bersandar nyaman pada kursinya

Jinyoung menggaruk belakang lehernya dengan perasaan gugup, "Kau mungkin sudah tahu tentang…"

"Kau butuh uang"

"Yeah seperti itu" Jinyoung meringis minta maaf, "Aku harus mengulang satu mata kuliah sebagai syarat skripsi dan jika aku meminta dari Ummaku, aku merasa tidak enak" jelasnya

Mark mengangguk paham

Tidak ada pembicaraan diantara mereka, untung saja pramusaji menyelamatkan kekakuan tersebut dengan datang membawa nampan berisi pesanan Mark dan Jinyoung

Jinyoung menerima cakenya dengan senang hati, Mark yang melihat itu hanya tertawa geli lalu ikut menyesap kopinya perlahan lahan

"Hei, makanmu berantakan" tegur Mark saat Jinyoung menyuapkan potongan cake besar ke dalam mulutnya

"Apa?" tanya Jinyoung dengan mulut penuh dan kedua matanya membulat polos

"Aishh" Tubuh Mark condong ke depan, menjulurkan tangan kanannya dan tanpa Jinyoung bisa duga, jemari Mark membersihkan pinggir bibir Jinyoung yang penuh cokelat

Mark membersihkan jarinya dengan tisu dari atas meja sementara Jinyoung…

Tubuhnya mendadak kaku sambil kedua matanya menatap Mark tidak percaya

"Kenapa? Ada yang salah?" Mark tertawa geli sebelum kembali membawa dirinya mendekat ke depan Jinyoung

Insting Jinyoung menyuruhnya bergerak menjauh—memberi jarak dari wajah Mark yang semakin dekat

"Kita ini berkencan Jinyoung, tentu tidak masalah bukan?" tukas Mark dengan mudah

Meski Mark berkata begitu, sikap Jinyoung tidak serta merta kembali semula, Mark yang melihat tingkah aneh Jinyoung jadi menerka nerka, jangan katakan anak ini belum pernah berkencan!

"A—aku ta—hu" jawab Jinyoung gugup sambil kembali makan cakenya lebih hati hati

"Benar… dia—" Mark semakin tertarik saat pipi Jinyoung merah merona tidak ketinggalan kedua matanya yang seperti bulan sabit, sesekali menatap Mark takut takut sekaligus malu

Mark menahan senyum sambil mendekap bibirnya rapat rapat

"Apa?!" tantang Jinyoung sok galak yang membuat Mark makin ingin tertawa karena sekarang dipikirannya, Jinyoung seperti anak anjing yang baru dikasih mainan tapi pura pura tidak suka

"Kau belum pernah berkencan" Lagi lagi nada suara Mark seperti pernyataan bukan pertanyaan

"Apa itu masalah?" balas Jinyoung defensif

"Tidak" Mark menimbang nimbang, tampaknya dibanding menghilangkan stress, Mark punya ide ingin mengajarkan cara berkencan untuk Jinyoung

"Kau sudah selesai?" tanya Mark tiba tiba, Jinyoung mengangguk cepat—cake cokelatnya sudah habis tak bersisa, Mark menaruh beberapa lembar won ke atas meja sebelum bangkit berdiri, "Ayo kita pergi"

"Mau kemana?" Jinyoung mengikuti Mark dari belakang yang membuat langkah Mark malah tiba tiba terhenti, "Mwo, ada apa?"

Tanpa menjawab pertanyaan Jinyoung, Mark menarik tangan Jinyoung lalu menyilangkan jemari mereka berdua

Tindakan Mark kembali membuat Jinyoung terdiam, pipinya semakin merah

"Aku akan mengajarkan cara berkencan padamu" bisik Mark ditelinga Jinyoung yang membuat pria berambut hitam ini bergidik pelan

Mereka berdua keluar dari café, sepanjang jalan—Jinyoung terdiam sementara Mark melihat sekeliling jalan, tangan mereka berdua masih bertautan yang membuat gugup Jinyoung semakin menjadi jadi

"Ayo kita masuk" ajakan Mark memutuskan lamunan Jinyoung yang mulai merasa aneh dengan tindakan pria teman kencannya, mereka berdua masuk ke dalam game center yang tidak jauh dari café magic berada

Di dalam, Jinyoung yang tidak asing dengan permainan game, mulai mendekati balapan mobil sementara Mark mengambil tempat di samping Jinyoung

"Mau main ini?"

Jinyoung mengangguk cepat

"Ayo kita bertaruh" Mark duduk di sebelah Jinyoung yang sudah siap memulai permainan

"Apa taruhannya?" tanya Jinyoung bersemangat

Mark memiringkan kepalanya ke samping, menatap wajah Jinyoung yang tampak—berbeda dari jarak dekat, oke, Mark tidak dapat membantah Jinyoung termasuk pria menarik, tapi ia tidak menyangka—Jinyoung bisa membuat Mark sedikit terpesona

"Aku akan mencium pipimu" jawab Mark spontan

"Eh?"

Mark menggelengkan kepalanya tidak percaya tapi saat ia melihat rona wajah Jinyoung kembali memerah, Mark semakin senang menggodanya

"Kenapa kau takut?"

Jinyoung menggeleng gugup, "La—lalu kalau kau yang kalah?"

"Kau boleh mencium pipiku"

Sikap gugup Jinyoung berubah jengkel, "Kenapa taruhan kita harus mengenai ciuman?" sindirinya

"Karena kau belum pernah berkencan, lagipula satu atau dua ciuman bukan masalah" tutur Mark sedikit tidak yakin, Bambam tidak mengatakan sejauh mana skinship yang boleh ia lakukan, tapi kalau hanya berkencan, bukankah ciuman adalah hal biasa

"Hanya dipipi—tidak lebih" gumam Mark mulai memilih avatarnya

Jinyoung mendelik ke arah Mark, ia tidak mengelak atau menolak usul Mark—karena bagaimanapun dalam bayangan Jinyoung, Mark bukan seperti laki laki mesum yang mengambil kesempatan

Sepertinya…

"Aku menang!" teriakan Mark beradu keras dengan bunyi game yang membahana ke seluruh tempat, game center siang itu mulai penuh, Jinyoung dan Mark yang selesai satu perlombaan langsung menyingkir, berganti dengan orang lain

"Aku menang Jinyoung" ulang Mark sambil tersenyum sangat lebar—salah itu bukan senyuman, tapi seringaian lebar yang membuat sikap gugup dan pemalu Jinyoung timbul

Melihat itu, Mark tersenyum geli, tanpa permisi ia menarik pinggang Jinyoung mendekat lalu mencium singkat pipi Jinyoung dari samping

Jinyoung menoleh—sorot matanya tampak tenggelam dalam tatapan Mark

"Lebih baik kita ke tempat lain, ayo" kata Mark langsung mengalihkan pandangan ke depan sambil menggandeng Jinyoung keluar dari Game Center

Sepanjang perempatan, para pedangang memenuhi badan jalan, tidak heran jika Mark mengajak Jinyoung melihat beberapa baju kasual yang dijual murah atau pernak pernik unik yang sedang booming akhir akhir ini

Secara perlahan, sikap mereka berdua berubah satu sama lain.

Mark dengan leluasa sesekali memeluk pinggang Jinyoung saat melihat lihat atau jika tidak membisikan beberapa joke ke telinga Jinyoung yang membuat mahasiswa ini tertawa sambil membalas ucapan Mark

Di depan orang lain, Mark dan Jinyoung tampak seperti seorang kekasih, tidak ada lagi kekakuan atau rasa gugup. Jinyoung bahkan tersenyum saat Mark entah untuk berapa kali mencuri ciuman dari pipinya

Mark pun merasakan hal yang sama. Tubuh Jinyoung tidak asing dalam pelukannya dan ia suka dengan cara Jinyoung berbicara hal hal remeh yang biasanya suka dilupakan Mark

Selama ini Mark lupa dengan kehidupannya—itupun kalau dia punya kehidupan diluar dunia kerja, tapi saat Jinyoung bicara mengenai bagaimana ia membantu Ibunya membuat kimchi, keluarga Jinyoung yang tinggal hanya berdua dengan ibunya, Jinyoung punya sahabat karib di kampus bernama Kim Yugyeom dan Jinyoung sangat suka membaca buku

Mark menatap Jinyoung kagum, senyum selalu tampak di wajahnya setiap kali Jinyoung bicara sampai sampai Mark tidak sadar jika Jinyoung tiba tiba berhenti lalu balik menatapnya

"Kalau kau? Apa kau tinggal sendiri?" tanya Jinyoung mendadak tertarik dengan latar belakang Mark

"Bisa dikatakan begitu" jawab Mark sambil menuntun Jinyoung jalan menjauhi para pedagang, "Kedua orangtuaku diluar negeri"

"Wow" kedua mata Jinyoung berbinar binar, "Aku belum pernah keluar negeri"

Kapan kapan aku akan mengajakmu. Hampir saja Mark mengatakan itu jika bibirnya tidak langsung mengatup rapat

Ia baru ingat jika hubungannya dengan Jinyoung tidak lebih dari sekedar kencan berbayar

Mengingat itu membuat Mark sedikit menjaga jarak sambil berdeham pelan, "Kau mau menonton? Aku tahu tempat enak untuk kita nonton berdua"

"Boleh" jawab Jinyoung antusias

.

.

Mereka tiba disebuah tempat elegan yang berada di sudut jalan, Home theater

Gedung dinamis berlantai dua ini memang dikhususkan untuk para pasangan menikmati tontonan secara eksklusif, Jinyoung pun tahu hal itu

"Sudah lama aku ingin masuk ke dalam sini, cuma kau tahu—" Jinyoung mengedikkan bahunya, "Mahasiswa, kami harus berhemat untuk tugas akhir" jelasnya selagi salah satu pelayan membawa mereka berdua melewati lorong panjang menuju kamar 209

"Yeah bisa kutebak" balas Mark bercanda, mereka masuk ke satu ruangan luas dimana terdapat satu sofa bed lengkap dengan bantal panjang dan selimut tebal, satu layar TV super besar yang tidak pernah dilihat Jinyoung dan audio system lengkap hampir mengelilingi segala sudut ruangan

"Silahkan menikmati" ujar pelayan itu mohon diri, "Jika butuh apa apa, anda bisa menekan tombol dekat pintu masuk" tambahnya lalu menutup pintu rapat rapat

"Kau mau menonton film apa?" tanya Mark dengan santai membuka sepatunya lalu naik ke atas sofa bed, dari arah seberang Jinyoung ikut berbaring di sebelah Mark sambil melihat satu buku tebal yang berisi judul judul film

Jinyoung membuka halaman demi halaman sebelum berhenti pada satu film kesukaannya sepanjang masa, Pretty Woman

"Serius?" Mark menaikkan sebelah alisnya, "Ini film kuno yang sudah ada sebelum kita lahir" sindirnya memberi tatapan menilai ke arah Jinyoung

"Tapi aku mau nonton ini" bujuk Jinyoung sambil memberi tatapan puppy eyes pada Mark yang bisa ditebak—hanya bisa menghela napas kemudian memencet remote TV

"Baiklah kau menang" kata Mark datar

"Yes!" Jinyoung menyamankan duduknya sambil bersandar, mungkin ia akan fokus menatap layar TV yang menampilkan adegan pembuka kalau tangan kiri Mark tidak bergerak, menyusup ke belakang punggungnya untuk memeluk pinggang Jinyoung

Jinyoung berusaha bersikap rileks kemudian kembali fokus menonton film

Mark dan Jinyoung larut adegan demi adegan dimana, Mark mulai menyeringitkan dahi ketika menampilkan Julia Roberts yang dibayar sebagai pendamping wanita untuk Richard Gere

Adegan ini sangat familiar dengan keadaan kedua orang ini sekarang

Dan Mark menyadari hal itu

Apalagi ketika Richard Gere mulai membelikan Julia Roberts gaun mahal, mengajari table manner dan bahkan mengajaknya kencan berdua membuat Mark sedikit berdeham sambil mencuri pandang pada Jinyoung

Sialnya, Jinyoung juga menyadari apa yang Mark pikirkan

Jinyoung menudukkan kepala—menghindari tatapan tajam Mark yang begitu terasa

"Hmm… kalau kau mau menonton film lain—" kata Jinyoung sambil menoleh ke samping—gerakannya ternyata sangat salah karena dengan begitu, Jinyoung malah bisa melihat wajah Mark lebih dekat

Mark menatap Jinyoung dalam dalam sebelum tatapannya turun ke bibir Jinyoung, Jinyoung tidak dapat berkata apapun, rasanya sapuan napas Mark yang semakin dekat membuat ia lupa segalanya

Lupa jika mereka tidak lebih dari kencan sehari atau lupa bahwa mereka bukanlah kekasih sungguhan

"Jinyoung" bisik Mark terhanyut saat mendengar dentingan piano yang dimainkan oleh Richard Gere untuk Julia Robert terdengar memenuhi ruangan mereka

Dan seperti yang di duga Jinyoung, Mark menciumnya

Menciumnya di bibir, bukan di pipi seperti yang tadi Mark lakukan

Ciuman itu terasa penuh, membuat kepala Jinyoung pusing dan kosong secara bersamaan

Jinyoung tidak bisa berpikir apapun

"Tarik napas…" bisik Mark ketika bergerak menjauh dan benar saja, Jinyoung menarik oksigen panjang seperti baru keluar dari air, "Kau belum pernah ciuman" tambah Mark lagi, sekarang bibirnya bergerak mencium seluruh wajah Jinyoung, kedua mata, hidung, pipi dan dagu mahasiswa ini

Jinyoung menggeleng gugup, pikirannya entah kemana dan nafasnya memburu saat ciuman Mark pindah ke lehernya lalu tanpa henti, ciuman itu pindah ke belakang telinga Jinyoung yang membuatnya tiba tiba mendesah tertahan

"Ah.." Jinyoung langsung menutup bibirnya, ia malu sekali—tidak menyangka bisa mengeluarkan suara seperti itu apalagi wajahnya yang penuh rona merah tidak membantu

Tatapan Mark berubah menggelap kemudian menggeram tertahan, dalam hati nuraninya, Mark menyalahkan Bambam karena mengusulkan kencan buta yang membuat Mark lupa diri, menyalahkan dirinya yang sudah lama tidak berkencan serta menyalahkan Jinyoung yang polos

Yang membuat Mark hilang kendali

Sekali lagi, Mark mencium Jinyoung—lebih kasar dan buru buru, Jinyoung sesekali menarik napas dari sela sela ciuman sambil memejamkan kedua matanya

Hmm? Suara Jinyoung hilang ditelan dalam ciuman Mark, tubuh Jinyoung melemah ketika ia merasakan lidah Mark bergerak memasuki bibirnya. Jinyoung tidak punya kuasa terhadap dirinya sendiri, kedua tangannya malah meremas kemeja Mark sambil berusaha mengimbangi ciuman pria itu

Tanpa aba aba, Mark melepaskan ciuman mereka kemudian kedua matanya bergerak memandangi wajah merah Jinyoung, bekas biru di lehernya dan jangan lupa kedua bibir Jinyoung yang membengkak

Shit! Umpat Mark dalam hati

"A—aku"

"Kau mau pindah ke hotel?" tawar Mark masa bodoh dengan akal sehat, ia menyeka ujung bibir Jinyoung yang sedikit berbalur air liurnya

Jinyoung menarik napas panjang, menatap Mark sangsi

Hotel? Dia tidak bodoh apa yang akan mereka lakukan disana, masalahnya apakah Jinyoung siap?

Sejenak pikiran Jinyoung tersentak, ia sudah mau menolak ajakan Mark jika saja pria tampan itu tidak kembali mencium lehernya

"Ah…" Jinyoung mendesah panjang, ia mengutuk hormonnya yang mulai membuat nafsu Jinyoung mengambil alih

Dengan pelan, Jinyoung mengangguk

Mark tidak membuang waktu, ia menarik tangan Jinyoung keluar ruangan kemudian berjalan cepat menuju arah seberang jalan

Hari semakin gelap—Jinyoung tidak memperhatikan dengan seksama, pikirannya mengambang tak tentu ketika Mark membooking satu kamar untuk mereka.

Sebagian dari diri Jinyoung ingin memberontak dan kabur dari lobby hotel secepat mungkin tapi sebagian yang lain… malah membiarkan Mark yang menarik Jinyoung masuk ke dalam lift kemudian saat pintu lift tertutup, Mark kembali mencium Jinyoung

"Kau membuatku gila…" bisikan Mark tidak membantu karena sekarang Jinyoung merasa darahnya mengalir deras, menciptakan perasaan membutuhkan yang sangat besar

Ia menatap mata Mark yang penuh nafsu dan bibirnya yang memerah sama seperti milik Jinyoung

Semua itu lebih dari cukup untuk memukul jauh pikiran sehat mereka berdua

Baik Mark maupun Jinyoung semakin tidak sabaran saat bunyi lift menunjukkan lantai 5, masih menciumi Jinyoung dengan brutal, sebelah tangan Mark yang bebas bergerak serampangan membuka pintu kamar mereka

Dan ketika kamar terbuka, Mark tidak menahan diri lagi, ia mendorong tubuh Jinyoung ke atas kasur, kembali mencium kasar Jinyoung sambil kedua tangan Mark mulai menggerayangi sweeter Jinyoung

Jinyoung melenguh, mendesah dan memanggil nama Mark sesekali—persetan dengan kencan sehari, persetan dengan pertemuan pertama mereka

Yang ada dipikiran Jinyoung sekarang hanyalah ia butuh pelampiasan

"Mark… pelan pelan—aku—ARGH!" Jinyoung membanting kepalanya ke belakang saat rasa sakit itu muncul

Wajahnya memucat dan nyaris pingsan karena Mark memasukinya dengan kasar. Pria di depannya ini penuh nafsu sehingga tidak tahan untuk tidak melakukannya cepat pada Jinyoung

Kedua mata Mark terpejam penuh rasa puas. Pertama ia tidak bergerak terlebih dahulu, Mark sengaja merendahkan tubuh hingga menyentuh wajah Jinyoung lalu menciuminya lagi, rasanya Mark merasa tidak bosan mencium Jinyoung terus menerus

Saat terdengar nafas Jinyoung rileks, Mark menyeringai kemudian mulai bergerak cepat masuk ke dalam Jinyoung

Jinyoung mengerang panjang, rasa sakit itu datang lagi—ia ingin berhenti namun tidak ada suara yang keluar kecuali desahan tertahan

"Mark… aku—Ah…" Tubuh Jinyoung melengkung di atas tempat tidur, kedua matanya terpejam saat merasakan kenikmatan yang tiba tiba muncul akibat gerakan Mark

"See? Kau menyukainya Jinyoung" bisik Mark setelah itu kembali menegakkan diri sambil memegangi kedua paha Jinyoung kemudian mempercepat gerakan tubuhnya

Jinyoung mengerang lebih kuat lagi, rasa nikmat itu mengambil alih segalanya. Ia tidak merasa kesakitan lagi dan meski kasar, Mark membawa Jinyoung ke dalam level lebih tinggi daripada yang pernah ia bayangkan

Mark sendiri menyalahkan diri karena sudah tidak lama berkencan sehingga dengan mudah jatuh pada pesona seorang Jinyoung

Apalagi Mark bisa merasakan Jinyoung masih virgin ketika pertama kali ia memasukinya

Ini semua lebih dari yang ia bayangkan, Mark keluar tidak lama setelah Jinyoung dan bahkan setelah itu, Mark masih mencium leher Jinyoung dari belakang, terus menuruni hingga ke punggung Jinyoung yang membuat namja manis itu melenguh lagi

Aura dominan Mark membuat Jinyoung melemas dalam pelukan namja yang lebih tua tersebut, Jinyoung hanya bisa pasrah ketika Mark, memeluk Jinyoung dari belakang sambil memulai permainan mereka untuk yang kedua kali

.

.

.

.

"Nggg…" Jinyoung menyipitkan matanya saat cahaya matahari masuk lewat jendela hotel yang terbuka lebar

Jinyoung langsung bangun sempurna, ia mengerjap beberapa kali sebelum melihat ke sekeliling kamar

Kosong

"Eh? Dia kemana?" kepala Jinyoung mengitari sekitar tempat tidur hingga tatapannya menangkap sebuah amplop putih di dekat lampu tidur

"Uang?" Jinyoung menggumam pelan lalu mulai menghitung sejumlah uang tebal yang terdapat dari dalam amplop, "2 juta" ia mendesah panjang, tanpa bisa diduga, Jinyoung merasakan hatinya sedikit terluka melihat tindakan Mark

Oke, katakanlah Jinyoung tidur dengan Mark karena ia juga menyukainya bukan sekedar uang, apa Mark memandang Jinyoung seperti pria panggilan?

Tapi bukan hanya uang yang ada di amplop tersebut tetapi juga secarik kertas yang ditulis singkat oleh Mark

Thanks Jinyoung untuk seharian kemarin, aku sangat menikmatinya, maaf sudah bertindak kelewatan batas, terimalah uang ini sebagai permintaan maafku

Mark

Bibir Jinyoung sedikit tertarik yang membentuk sebuah senyuman, ia memasukkan uang kembali ke dalam amplop sambil berjalan tertatih tatih ke dalam kamar mandi

"Sudah berapa kali ia melakukannya, sakit sekali…" gumam Jinyoung bersiap mandi dan membersihkan diri

Jujur, ia tidak menyesal melakukan semalam bersama Mark karena meski itu adalah pengalaman pertama Jinyoung, tapi paling tidak ia melakukannya dengan keinginan sendiri lagipula Jinyoung merasakan kepuasan tidak terkatakan dengan Mark

Yang membuat Jinyoung berpikir, apakah mungkin ia bertemu dengan Mark lagi?

"Aishh apa yang kau pikirkan, urusan kalian sudah selesai! Sebaiknya kau pikirkan masalah skripsimu" tegur Jinyoung pada dirinya

.

.

.

.

Seharian itu Mark mengabaikan pertanyaan Bambam mengenai acara kencannya dengan Jinyoung

"Bagaimana hyung? Dia maniskan? Kau tidak marah bukan meski dia namja? Hyung? Kenapa aku tidak menjawab pertanyaanku?"

Mark terus berjalan ke dalam ruang kerja kemudian mulai mengetik sebuah rangkuman penelitian kuisioner yang baru terkumpul

"Kau mengindahkanku? Oke" Bambam menyeringai lebar sambil bersiul pelan

Mark masih mengacuhkannya

"Tapi wajahmu memerah hyung, hoaa jangan katakan kau menyukai Jinyoung-shi!" tebakan Bambam membuat jemari Mark berhenti mengetik, ia menoleh sambil berusaha mengusir bayangan hotel ketika ia dan Jinyoung melakukan—

"Stop bambam! Lebih baik kau tanya tim kita apakah mereka sudah punya bahan untuk iklan kita bulan depan?" tukas Mark bernada tegas

Bambam berhenti tersenyum lalu menunduk kecil, "Baik bos" jawabnya formal

Bambam mengerti ada kalanya Mark bersikap seperti kakak dan ada kalanya Mark bersikap seperti bos sehingga Bambam sekarang langsung berlalu keluar ruangan

Setelah Bambam menghilang, Mark mendesah panjang—ia memijit kepalanya, bayangan Jinyoung yang tampak lemah dan pasrah di bawahnya terus menerus berputar bagai rol film dalam ingatan Mark

"Lupakan dia Mark, kau harus bekerja lagi"

Kedua orang itu, di tempat yang berbeda dan dalam kegiatan berbeda, mulai kembali menjalani aktivitas tanpa berusaha mengingat lagi kejadian di hotel tersebut

.

.

.

.

"Ada yang aneh denganmu hyung"

"Apa?" balas Jinyoung defensif sambil mengunyah buah naga yang ia beli di supermarket

Yugyeom mengajak rambutnya frustasi, "Kau tidak suka makan buah buahan hyung! Bahkan slide strawberry di atas blackfroset saja kau berikan padaku! Kurasa kau sakit hyung" tambah Yugyeom merasa khawatir, kedua matanya menyelidiki wajah Jinyoung yang malah sibuk menyuapkan potongan demi potongan ke dalam mulutnya

"Mungkin sekarang tiba tiba aku jadi suka" jawab Jinyoung cuek, "Atau aku frustasi karena Dosen Fei menolak judul skripsiku untuk yang ke empat kali!"

"Tapi sudah hampir seminggu sikapmu jadi aneh hyung" jelas Yugyeom sabar, untung karena mereka sudah tingkat akhir sehingga Yugyeom dan Jinyoung datang ke kampus hanya mengurusi skripsi selebihnya? Mereka berdua nongkrong di kantin untuk bersantai

"Anehnya?"

"Kau tidak tahan dengan parfumku padahal aku sudah memakainya dari semester pertama dan kau tidak pernah protes, lalu kau jadi emosional tentang hal hal kecil" Yugyeom menghitung dengan jarinya, "Melihat anjing dimarahi saja kau ikut menangis hyung, belum lagi selera makanmu bertambah banyak—kau menghabiskan satu porsi dumpling sendirian hyung"

Dahi Jinyoung berkerut, "Kan hanya satu porsi!" teriaknya tidak terima

"Satu porsi dumpling ukuran keluarga" tambah Yugyeom berwajah datar

Jinyoung meringis pelan, "Memang separah itu? Ya! Kurasa itu hanya perubahan karakter, aku tidak merasa pusing atau—" Wajah Jinyoung memucat dan ada rasa sakit tak terkatakan disana sebelum ia menutup mulut lalu berlari secepatnya menuju toilet

"Hoeeee" Jinyoung memuntahkan semua yang baru ia makannya namun itu belum cukup—rasa mual Jinyoung tidak berhenti sampai muntah Jinyoung berupa cairan

Kepala Jinyoung mulai pusing, rasa mual ini aneh—sebenarnya tanpa Yugyeom sadari, Jinyoung pun sudah menyadari ada yang tidak beres dengan tubuhnya

Beberapa hari ini Jinyoung selalu mual setiap pagi yang membuat ibunya sempat khawatir dan menyuruh Jinyoung pergi ke dokter

Tapi Jinyoung yang keras kepala malah pergi ke kampus seolah tidak terjadi apa apa, dan memang benar, rasa mual tidak lagi mendatangi Jinyoung

Jinyoung tampak baik baik saja seharian

Namun ia keliru keesokan harinya

Karena begitu bangun tidur yang Jinyoung cari adalah wastafel, ia muntah lagi sampai kepalanya terasa pusing

"Pergilah ke dokter Jinyoung, jangan memaksakan diri terlalu keras" bujuk Ibunya sambil datang membawakan air hangat untuk Jinyoung, "Kau seperti orang hamil, muntah di pagi hari" kelakar Ibunya sebelum balik keluar kamar

Jinyoung tertegun—membeku di tempat

"Tidak" Jinyoung tertawa kecil, "Aku namja mana mungkin hamil, lagipula aku hanya melakukannya dengan Mark dan itu sebulan yang lalu—"

"Hoeekkkk" Belum sempat Jinyoung menyelesaikan kalimatnya, rasa mual itu datang lagi, nyaris 15 menit Jinyoung memuntahkan seluruh isi perutnya hingga tinggal cairan bening yang membuat ia terbatuk batuk

Ada yang salah, tapi apa?

Dan tanpa alasan jelas, mendadak Jinyoung takut ke dokter.

Jadi seperti sekaranglah Jinyoung

Keanehan dalam dirinya bertambah dengan memakan makanan yang ia benci, memarahi Yugyeom karena memakai parfum kemudian yang terakhir, yang lebih absurd, Jinyoung menangis melihat tetangga rumahnya memarahi sang anjing karena kabur dari rumah

"Kalau kau bukan namja hyung, aku akan bilang kau hamil sekarang—karena ciri cirimu sama persis seperti bibiku ketika hamil muda" ledek Yugyeom

DEG

Hamil?

Tidak mungkin! Jangan katakan—

Tapi…

Apa bisa?

.

.

.

.

Selepas pulang bersama Yugyeom, Jinyoung balik melewati rumahnya untuk pergi ke apotik terdekat

Ia penasaran, sungguh penasaran, tapi bahkan 5 menit sebelum berpisah dengan Yugyeom, Jinyoung masih tidak yakin dan merasa lucu

Ayolah dia namja, tidak mungkin dia hamil bukan?

Tapi melihat tanda tanda dalam dirinya membuat rasa ragu Jinyoung semakin kuat, yang dia alami sama persis seperti ibu hamil umumnya lagipula…

"Tidak ada salahnya memastikan" gumam Jinyoung langsung masuk ke dalam, untung saja apotik waktu itu sepi sehingga Jinyoung biarkan ketika salah satu apoteker melemparkan tatapan tajam saat Jinyoung bilang ingin membeli test pack

Setelah membayar, Jinyoung buru buru pulang ke rumah, masuk ke dalam toilet di lantai atas dekat kamarnya kemudian mulai memuji kebenaran alat test pack

"Tidak benar, jangan takut Jinyoung—itu tidak benar" Jemari Jinyoung gemetar saat mencelupkan test pack ke dalam wadah yang berisi air seni Jinyoung

Kedua matanya terus mengawasi perubahan garis dalam test pack

Satu garis merah

"Tuh benar bukan! Aku tidak mungkin ham—"

Satu garis lagi muncul yang membuat dua garis itu tampak jelas

Positif hamil

"Mwo!" Jinyoung berteriak keras hingga terdengar ke bawah, dimana Ibunya sedang duduk santai

"Ada apa Jinyoung?" Ibunya balas berteriak sambil buru buru menaiki anak tangga, Jinyoung yang tersadar dari rasa shock, jadi panik karena sadar Ibunya akan segera kemari

"Tidak Umma, tidak ada apa apa"

BRAK

Terlambat, Ibu Jinyoung sudah masuk ke dalam kamar mandi yang lupa dikunci, Jinyoung mengumpat diri, ia yang belum bisa menenangkan diri hanya bisa menyikut sikunya hingga wadah berisi air seni itu tumpah sebelum bisa dilihat Ibunya

"Kenapa kau berteriak, apa yang terjadi?" tanya Ibunya lembut

"Tidak Um—umma" jawab Jinyoung gugup, kedua tangannya bergerak menyembunyikan test pack ke balik punggung tapi kalah cepat karena Ibunya yang mendelik langsung berbicara tegas

"Apa yang kau sembunyikan?"

"Ti—tidak ada apa—apa apa Umma"

"Suaramu gugup setiap kali kau merasa bersalah, katakan Jinyoung!"

"Umma aku hanya—"

'Hamil'

Apa Jinyoung bisa berkata seperti itu?

Srett

Dengan cepat tangan Ibu Jinyoung bergerak meraih apapun yang ada di balik punggung Jinyoung

"Apa ini—" raut wajah Ibu Jinyoung berubah drastis, ada rasa tidak percaya, marah sedih dan terluka secara bersamaan membuat Jinyoung nyaris menangis, memohon maaf kalau perlu dia akan berlutut menyembah Ibunya supaya diampuni

"Kau?! Park Jinyoung!"

"Maaf Umma, aku hanya ceroboh waktu itu, sungguh maafkanku!" Jinyoung benar benar berlutut dan air mata mulai membasahi pipinya

"Tidak! Aku tidak akan memaafkanmu! Kau?!" nafas Ibu Jinyoung naik turun saat ia berteriak kencang, "KAU MENGHAMILI ANAK ORANG!"

"Eh?" Jinyoung mendongak tak percaya

"Katakan! Anak gadis siapa yang kau hamili!" tuntut Ibunya sambil berkacak pinggang

"Begini umma, ini semua tidak seperti umma pikirkan, jadi aku…" Jinyoung bangkit berdiri sambil berusaha menjelaskan, tapi percuma saja, ia juga tidak menemukan kata kata yang tepat bahwa test pack itu miliknya, bukan milik orang lain

"Pergi sana anak durhaka! Aku tidak sudi punya anak seperti kau! Pergi bawa barang barangmu!" usir Ibu Jinyoung tanpa pamrih, kedua tangannya yang kasar bergerak mendorong tubuh Jinyoung hingga ke bawah anak tangga

Hampir saja Jinyoung terjatuh kalau ia tidak berpegang pada tembok. Dengan refleks tangan Jinyoung bergerak melindungi perutnya, ia menatap nanar ke bawah

Ia sekarang hamil dan diusir pula

Apa yang lebih buruk dari ini

"Jangan kembali sampai kau mengaku yeoja mana yang kau hamili!" teriak Ibunya untuk terakhir kali sebelum menutup rapat pintu rumahnya

Jinyoung bergeming di tempat, menghela napas dalam dalam sebelum tangis mulai memenuhi wajahnya

Dalam kebingungan, Jinyoung hanya bisa menghubungi satu orang

"Halo?"

"Yugyeom? Boleh aku tinggal apartementmu untuk sementara waktu?" cecar Jinyoung lewat handphone

"Mwo?!"

.

.

.

.

"Kau bercanda hyung!" elak Yugyeom setelah Jinyoung menceritakan segalanya

"Tidak! Menurutmu aku bercanda ketika test pack menunjukkan dua garis merah?" balas Jinyoung frustasi, ia tidak ada tenaga untuk bertengkar atau berdebat lagi ketika tubuhnya lemas tak berdaya. Jinyoung tidak membawa apapun dari rumah ibunya, ia hanya punya Yugyeom sebagai harapan dan jika sahabatnya ini tidak membawa Jinyoung sekarang ke apartement entah bagaimana nasib Jinyoung luntang lantung di jalanan

Yugyeom menggeram tertahan, "Besok kau harus ke dokter kandungan untuk memastikan lagi dan jika benar…" Sahabat Jinyoung itu meremas kedua tangannya kuat kuat sambil menggertak, "Aku akan mencari orang bernama Mark Tuan lalu menghajarnya!" ancam Yugyeom

"Ya! Kau tidak punya hak menghajar dia!"

"Kenapa? Aku tidak tahu kau bisa terbawa suasana sampai mau diajak ke hotel dengan pria itu tapi! Sekarang kau hamil dan dia harus tanggung jawab!"

"Dia mana tahu jika pria bisa hamil" jawab Jinyoung sambil memutar kedua bola mata, "Aku saja tidak tahu aku bisa hamil, kau tidak bisa menyalahkan dirinya" tambah Jinyoung bergumam pelan, ia tidak mau menambah masalah—lagipula hampir sebulan Mark Tuan tidak berusaha menghubungi atau mencari Jinyoung, bukankah itu berarti Mark tidak tertarik padanya?

Mark hanya butuh one night stand dan bodohnya, Jinyoung mengiyakan ajakan Mark

"Lalu kau sekarang mau bagaimana hyung?" tanya Yugyeom balik

Jinyoung menghela napas lagi sambil menyadarkan diri ke belakang sofa, "Aku harus ke dokter kandungan dulu untuk memastikan"

.

.

.

.

Keesokan harinya, setelah setengah mati membujuk Yugyeom yang mau ikut bersama Jinyoung ke rumah sakit bersalin agar pergi ke kampus, kini Jinyoung duduk di depan dokter, Cho Kyuhyun—Dokter kandungan dan anak

Cho Kyuhyun memeriksa data Jinyoung sambil menulis beberapa resep, "Bagaimana perasaan anda?" tanya Dokter Kyuhyun ramah

Jinyoung menatap Kyuhyun lebih dekat, garis wajah itu dan tatapan matanya—mengingatkan Jinyoung pada seseorang tapi buru buru Jinyoung menggeleng sambil menarik napas agar lebih rileks

"Begitu, bagus" puji Kyuhyun melihat gerak gerik Jinyoung, "Anda harus lebih rileks—karena keadaan anda ini sangat jarang terjadi" tambah Kyuhyun sambil tersenyum simpati

Kali ini Jinyoung menyerah untuk mengelak lagi dari kenyataan

"Bagaimana bisa—" tanya Jinyoung putus asa

"Yah seperti anda ketahui ada beberapa kelainan dalam tubuh manusia, bawaan sejak lahir yang tidak bisa dijelaskan" Kyuhyun mengingat ingat sebentar, "Kalau anda ingat mengenai biologi, sebenarnya semua manusia diciptakan terlebih dahulu sebagai wanita dalam kromosom—"

"Oke, cukup Dokter" potong Jinyoung yang tiba tiba merasa pusing—mendapat kuliah biologi singkat dari Kyuhyun

Kyuhyun tertawa kecil, "Intinya kenapa anda bisa hamil padahal anda berjenis kelamin pria, saya bisa katakan itu sebuah kelainan sejak lahir, seperti hingga saat ini tidak ada satupun dokter di dunia yang bisa memecahkan misteri bagaimana semua jaringan dalam otak bisa bekerja"

"Aku tahu tentang itu" kata Jinyoung sambil tersenyum kecil

"Nah sebaiknya—"

TOK TOK

"Masuk" ujar Kyuhyun sambil menulis panjang di secarik kertas

Pintu terbuka dan masuklah suster membawa nampan penuh gelas gelas plastik kecil transparan yang berisi cairan susu

"Dokter ada titipan dari sepupu anda" Suster memberitahu sambil menaruh nampan di samping meja besar Kyuhyun

Kyuhyun mendengus tidak suka, "Anak itu" gerutunya sambil menengadah menatap suster, "Dia ada dibawah?"

"Ada Dok"

"Suruh dia ke atas menemuiku"

"Baik Dok" Suster keluar dari ruangan menyisakan Jinyoung yang menatap bingung dengan kejadian barusan, tapi ia tidak mau ambil pusing toh bukan urusannya

"Nah Jinyoung-shi, kau boleh tunggu diluar terlebih dahulu, aku akan menuliskan beberapa keterangan di buku calon ibu untukmu" Kyuhyun mengangkat sebuah buku saku kecil yang berlogo rumah sakit "Super Junior" lengkap dengan nama "Park Jinyoung" di bawahnya beserta umur Jinyoung, 20 tahun

"Baik Dok" Jinyoung keluar dari ruangan sambil menghela napas panjang

Sungguh, rasanya bagaikan mimpi mendengar Dokter Kyuhyun dengan mudah memberitahu "Kabar gembira" pada Jinyoung bahwa ia sudah mengandung selama sebulan penuh

"4 minggu kehamilan, selamat!" kata Kyuhyun sambil tersenyum lebar seolah tidak melihat jika Jinyoung seorang lelaki

"Atau jangan jangan aku bukan pasien namja pertama yang hamil disini?" gumam Jinyoung sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa, ia mencari kenyamanan karena entah kenapa tubuh Jinyoung mendadak lebih panas

Ia jadi tidak tahan gerah beberapa hari ini, jangan tanya bagaimana Yugyeom protes karena Jinyoung menurunkan suhu AC di ruang kamar

"Kau bisa sakit hyung" ucap Yugyeom bermaksud baik

"Tapi aku benar benar kepanasan" balas Jinyoung lemas

Dan benar saja, Dokter Kyuhyun juga berkata hal itu wajar bagi orang hamil, "Suhu tubuh akan meningkat seiring dengan perubahan hormon, andaikan saja seperti kau menangkat beban berat—kau pasti berkeringat bukan?"

Jinyoung mengangguk dalam diam sambil menatap bagian perutnya, setengah tidak percaya setengah takjub

Ada kehidupan di dalam perutnya

Mengenyampingkan rasa khawatir, rasa takut dan rasa bersalah pada Ibunya, ada sekelebat rasa bahagia yang memasuki perasaan Jinyoung

"Aku akan melindungimu, apapun yang terjadi—meski dunia menentang, meski…" Jinyoung menelan ludah susah payah—malas mengucapkan satu nama yang ia hindari sebisa mungkin

"Meski Appamu tidak akan pernah tahu tentangmu—"

"Jinyoung?" Panggil suara berat yang berasal dari depan Jinyoung

Jinyoung terkesiap sambil mendongak dengan cepat, kedua matanya melebar mendapati sosok Mark—memakai tuxedo hitam, berdiri dengan tampan di depannya

"M—Mark?" bisik Jinyoung tidak percaya secara naluri, kedua tangan Jinyoung memegang bagian perutnya sambil terus menatap ngeri ke depan

Siapa yang menyangka jika pertemuan Mark dan Jinyoung kembali terjadi begitu cepat

Tepat disaat Jinyoung mendapati dirinya positif hamil anak dari seorang Mark Tuan

.

.

.

TBC

Bagaimana reader? lanjut atau tidak? XD

Ditunggu komennya, thank you *muach