Lelaki berusia 21 tahun itu menatap dari kejauhan sosok adiknya dan juga teman perempuan sang adik. Gadis yang berdiri di samping adiknya mengenakan celana panjang berwarna hitam dan juga kemeja putih yang dibalut blazer berwarna hitam, serta kerudung berwarna hitamnya. Adik perempuan yang sangat disayanginya itu terlihat sangat ceria ketika bersama temannya itu.

Dalam hati bersyukur adiknya senang. Namun sebagai seorang kakak yang memiliki tanggung jawab terhadap adiknya, ia pun juga sangat mengawasi pergaulan adiknya. Terlebih lagi di jaman sekarang banyak sekali orang yang terlihat baik, namun sebenarnya tidak. Banyak yang kelihatannya dapat dipercaya, tapi sebenarnya hanyalah pengkhianat. Ia tak mau adiknya bergaul dengan orang yang tidak baik dan malah membawa pengaruh buruk bagi adiknya.

"Ya udah ya, Ra. Aku pulang duluan. Udah dijemput sama kakak," pamit Ino sambil tersenyum seraya melambaikan tangannya dan berlari pelan menuju sang kakak yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Sakura pun ikut melambaikan tangannya sambil tersenyum.

"Hati-hati ya, Ino!" serunya yang entah masih bisa didengar olehnya atau tidak karena suara Sakura harus bersaing dengan suara kendaraan yang berlalu-lalang.

Sakura pun berjalan menuju arah yang berlawanan dengan Ino untuk pulang, tanpa menyadari bahwa sedari tadi kakak lelaki Ino itu terus memperhatikannya dengan tatapan yang tak terartikan.

"Ayo, Kak! Lama, deh!" protes Ino ketika ia sudah duduk di belakang kakaknya.

"Iya. Sabar dikit, kek!" balas sang kakak. Keduanya pulang dengan motor yang dikendarai oleh lelaki berambut sedikit pirang itu.

Tak lama keduanya pun sampai di rumah kontrakan mereka. Karena mereka tinggal di Konoha hanya sebagai warga perantauan. Orangtua mereka berada di Iwa. Jadilah mereka tinggal berdua. Kakak Ino bekerja di sebuah perusahaan otomotif sebagai seorang IT, sedangkan Ino menjadi mahasiswi sekaligus karyawati di perusahaan yang sama dengan Sakura.

"Cewek tadi deket banget sama kamu?" tanya Yuichi. Lelaki itu sedang mengetik laporan di laptopnya, sementara Ino memainkan ponsel. Gadis berusia 19 tahun itu melirik sang kakak yang bertanya padanya tanpa sedikit pun menoleh padanya.

"Kenapa emang?" tanya Ino balik dengan nada tak suka. Ia sudah hapal betul sifat kakaknya. Sisi protektif lelaki itu sudah mulai kumat. Ino yakin itu.

"Malah balik nanya. Jawab aja apa susahnya, sih?!" sewot lelaki itu sambil menatap Ino garang. Adiknya itu malah menatapnya balik dengan tatapan menantang. Lelaki itu akhirnya menghela napasnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Susah jika harus meladeni adiknya yang masih saja kekanak-kanakan.

Untuk beberapa saat, keduanya fokus pada kegiatan masing-masing. Ino terlihat tertawa-tawa melihat ponselnya. Entah apa yang ia lihat, sang kakak tak tau. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik satu-satunya itu.

"Kak!"

"Hn."

Ino langsung menghampiri sang kakak yang terlihat malas menjawab panggilannya. Ia duduk di samping Yuichi sambil memandangi layar laptop lelaki itu. Kemudian ia tersenyum sambil melirik penuh arti kakaknya itu. Firasat buruk, batin Yuichi.

"Kak~"

"Hn."

"Ish. Kakak ini." Ino memukul lengan kakaknya.

"Aw! Apaan sih kamu?!" Yuichi mengusap-usap lengannya. Asli. Pukulan Ino itu menyakitkan

"Lagian dari tadi dipanggil jawabnya cuma 'hn', 'hn' doang."

"Ya terus kamu mau Kakak jawab apa?" tanya Yuichi dengan penuh penekanan. Ino menatapnya sebal. Yuichi menghela napas malas. Ia kembali fokus pada laptopnya sampai akhirnya Ino kembali memukulnya. Dan delikan tajam pun didapatkan Ino dari kakaknya.

"Hehehehe," cengir Ino dengan wajah tanpa dosa.

"Apa? Kamu mau ngomong apa sama Kakak?" tanya Yuichi yang pada akhirnya memberikan perhatian pada Ino.

"Besok aku boleh pergi, ya? Sama Sakura …," ijin Ino dengan wajah memelas. Yuichi menatapnya tak suka.

"Kemana? Mau ngapain?" tanya Yuichi tegas. Ino memanyunkan bibirnya mendengar pertanyaan sang kakak. Ya, kumat deh kakaknya.

"Ada acara, Kak. Pameran gitu. Sakura ngajakin," jawab Ino sambil memasang wajah sok imutnya, berharap sang kakak mengijinkan. Namun sayang, kakaknya itu malah mengabaikannya.

Yuichi kembali pada laptopnya dan mengetik laporannya.

"Kaaak~" rengek Ino. Yuichi masih diam. Ino menatapnya kesal. Ia menjauhi Yuichi dan kembali pada ponselnya, mengetikkan sesuatu pada Sakura.

To: Sakura

Ra, kayaknya besok gak jadi. Kakakku gak ngijinin :(

Send

Ino pun berbaring sambil memiringkan badannya. Ponselnya ia letakkan di depan wajahnya. Ia menatap ponselnya itu dengan wajah sedih, teringat pada Sakura. Padahal ia yang sangat bersemangat ketika Sakura memberitahunya perihal pameran mengenai kebudayaan negara-negara lain. Namun sekarang ia malah mengirimi teman dekatnya itu sesuatu yang mengecewakan.

Ia merasa bersalah. Tak lama setelahnya, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk.

From: Sakura

Ya udah, No. Gak apa-apa. Lain kali aja nanti kalo ada lagi, kita pergi kesana.

Mata Ino berkaca-kaca membaca pesan dari Sakura. Ia bangkit dari tidur-tidurannya dan kembali mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan Sakura.

To: Sakura

Maaf ya, Ra. Aku gak bermaksud ngebatalin janji.

Send

Yuichi diam-diam memperhatikan adiknya. Ia bisa melihat kesedihan di wajah sang adik yang sangat disayanginya. Sungguh itu hal yang menyakitkan untuknya. Namun apa daya, ia belum mengenal teman Ino yang bernama Sakura itu. Ia belum bisa mempercayakan adiknya pada orang yang baru beberapa bulan dikenal oleh sang adik.

.

.

.

.

.

unpredictable

naruto©masashi kishimoto

.

.

.

.

.

"Aku mau bicara serius sama kamu."

Terkejut? Iya. Jantung Sakura bahkan berdetak sangat cepat. Pikirannya sudah kemana-mana. Ia menerka-nerka maksud ucapan dari kakak sahabatnya itu.

"Tapi aku gak bisa bicara di telepon. Kita ketemuan aja di tempat biasa aku ngejemput Ino," lanjut lelaki itu. Sakura masih terdiam beberapa saat.

"Maaf, Mas. Saya gak bisa," tolak Sakura halus. Namun tak ada jawaban dari Yuichi. Sakura pun kembali melanjutan, "Kalo emang mau bicara sama saya, Mas bisa ke rumah saya. Bicaranya di depan orangtua saya."

Terdengar helaan napas dari lelaki itu. Sakura tak terlalu ambil pusing. Terserah lelaki itu berpikir apa dan bicara apa, ia akan tetap berpegang pada prinsipnya.

"Ya udah kalo gitu. Aku pikirin nanti. Sekarang kamu tidur aja. Udah malem."

Sakura jauh lebih terkejut mendengar ucapan Yuichi barusan dibandingkan yang sebelumnya. Kenapa juga lelaki itu tiba-tiba perhatian padanya?

"Baik. Assalamu'alaikum," kata Sakura memutus percakapan mereka.

"Wa'alaikumussalam." Lelaki itu pun memutuskan sambungan telepon mereka. Sakura menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut, seolah ia sedang berpikir keras. Lalu tak lama ia pun mengetikkan pesan untuk Ino.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 20.32

Ino, kakak kamu itu kenapa dah? Tiba-tiba nelpon aku terus mau ngomong serius sama aku.

Send

Ino terbangun dari acara tidur-tiduran di kamarnya ketika ponselnya berbunyi. Ada BBM dari Sakura. Dan matanya nyaris keluar membaca pesan Sakura. Kok dia gak tau kalau kakaknya barusan nelpon Sakura?

Dengan cepat ia pun membalas pesan Sakura.

Sakura
Bismillah

Kam 20.37

Lha aku gak tau sama sekali Ra. Gak kedengeran tuh kalo kakak nelpon kamu. Hehe. Tadi soalnya aku di kamar. Kakak di ruang tengah.

Send

Sakura menggaruk kepalanya yang tak gatal membaca pesan balasan dari Ino.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 20.42

Ya udah, lupain aja. Betewe, kamu kangen banget sama aku ya? Sampe BBM, WA, sms isinya sebagian besar dari kamu semua. LoL. Sampe di miscall segala.

Send

Ino tersenyum membaca itu. Dengan cepat ia pun membalas pesan tersebut.

Sakura
Bismillah

Kam 20.45

Iya, Ra. Kangen ngebully kamu. Wkwkwkwk.

Send

Sakura tertawa. Memang benar, sahabatnya itu selalu bisa menghiburnya, meski hanya dengan kata-kata sederhana.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 20.47

Aku juga kangen sama kamu masa. Kangennya pake bangeeet. Beneran kangen, No. Kangeeen pake banget.

Send

Ino mengerutkan dahinya. Agak bingung membaca balasan dari Sakura. Tumbenan gadis itu mengatakan hal seperti itu sampai berulang kali.

Sakura
Bismillah

Kam 20.49

Jiakakakakak. Baik kamu? Kebanyakan minum **** kamu.

Send

Sakura tertawa.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 20.51

Wkwkwkwk. Baik aku. Haha. Ciyusan kangen masa. Udah lama kayaknya gak nungguin kamu pas pulang.

Send

Ino memasang wajah bingung dengan tatapan seakan bertanya. 'Ini anak lagi kenapa?'

Sakura
Bismillah

Kam 20.55

Jiakakakakak. Kalem, Ra. Malah bagus kamu sampe rumahnya cepet. Kalo nungguin aku, aku malah kasian sama kamu.

Send

Sakura terdiam beberapa saat membaca pesan dari Ino. Matanya berkaca-kaca. Terharu.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 20.59

Terharu aku …. Kangen aku sama kamu. Wkwkwk.

Send

Ino tertawa pelan.

Sakura
Bismillah

Kam 21.00

Gubrak. Maafin ya kalo ada salah.

Send

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 21.00

Lha ngapa?

Send

Dengan cepat Ino mengetik balasan.

Sakura
Bismillah

Kam 21.01

Yach, Ra. Namanya umur gak ada yang tau. Minta maaf aja. Jiakakakakak.

Send

Sakura terdiam sejenak. Ia jadi ingat Sasuke. Jika memang lelaki itu jodohnya, ia akan menikah dengannya dan itu artinya ia harus berpisah dengan Ino. Dalam artian waktunya tak akan sebanyak sebelum ia menikah untuk bisa bersama dengan sahabatnya itu. Namun apapun itu, ia akan berusaha menerima.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 21.05

Hahaha. Iya, No. Aku juga minta maaf ya kalo ada salah. Kayaknya aku emang banyak salah. Maaf ya ….

Entah kapan, kita pasti akan pisah, ngejalanin hidup kita masing-masing, kerja di tempat yang berbeda, who knows … tapi makasih ya, No … aku seneng punya temen kayak kamu. Eh engga deng. Aku nganggep kamu kayak sodara aku. Makasih banyak ya…

Send

Raut wajah Ino sangat sedih membaca itu. Ia tak bisa jauh dari Sakura. Namun menyadari hal yang pasti akan terjadi, yaitu perpisahan, ia berusaha untuk menerima.

Sakura
Bismillah

Kam 21.08

Sama-sama, Ra… Aku juga. Dah aku anggep kayak sodara… Semoga silahturahmi kita gak akan putus Ra…

Duh napa jadi mellow.

Sakura nih biang keroknya.

Send

Sakura tersenyum haru sambil tertawa. Perasaannya cepat sekali berubah jika sudah ngobrol dengan Ino.

Yamanaka Ino
sibuk

Kam 21.09

Aaaah… mellow dah. Asal kamu gak nyetel musik galau aja. Gak ada tisu No. Hahaha.

Send

Sakura tertawa sendiri membaca pesan yang ia kirimkan untuk Ino. Dan jauh di sana, Ino pun tertawa. Mereka teringat akan suatu kejadian di mana mereka berpisah dengan seorang kawan dan Ino pura-pura menangis, lalu meneteskan sedikit air minumnya ke matanya dan Sakura memberikannya tisu, lalu berpura-pura menghapus airmata palsu Ino. Dan acara perpisahan yang harusnya sedih itu malah mengundang gelak tawa akibat tingkah mereka berdua. Karena bagi mereka, perpisahan tidak harus diakhiri dengan tangisan. Meski mereka berdua tidak tau apakah bisa mereka menghindari tangis jika suatu saat nanti harus berpisah.

"Gimana kesan kamu pas ketemu sama Sakura?" tanya Shikamaru pada Sasuke. Keduanya tengah makan siang di warung dekat kantor mereka. Kebetulan sedang istirahat.

Sasuke terdiam. Kesan, ya? Ia berpikir banyak tentang itu.

"Aku … aku gak tau. Tapi aku yakin sama dia. Keliatannya dia gadis yang baik dan bisa ngejaga diri," jawab Sasuke. Shikamaru meminum es teh manisnya.

"Oo. Ayah itu kenal sama ayahnya Sakura. Lumayan deket. Tapi kalo sama Sakura, gadis itu termasuk orang yang pendiam dan pemalu kalo sama laki-laki. Jadi ya jarang ngobrol juga," tutur Shikamaru. Sasuke mengiyakan dalam hati kata-kata Shikamaru itu.

Keduanya sibuk dengan makan siang masing-masing. Namun Sasuke tetap memikirkan sesuatu. Gadis itu belum memberikan keputusannya apakah akan tetap dilanjutkan atau tidak.

"Aa. Shika, apa dia … pernah ngejalin hubungan sama cowok?" tanya Sasuke. Shikamaru meliriknya. Ia tertawa pelan melihat ada kekhawatiran di mata Sasuke.

"Setau aku nggak. Ayah Sakura pernah bilang ke ayah kalo Sakura gak pernah pacaran. Deket sama cowok aja nggak," jawab Shikamaru yang membuat Sasuke menghela napas lega. "Dia itu yang aku tau, emang ngejaga banget hubungan sama laki-laki. Kalo gak ada perlu, ya sebisa mungkin dia gak komunikasi sama cowok," lanjut Shikamaru yang langsung membuat Sasuke tersenyum.

"Aa."

Shikamaru menepuk pundak Sasuke pelan. Ia tersenyum penuh arti.

"Semoga semuanya lancar dan dia jodoh kamu." Sasuke tertegun mendengar ucapan Shikamaru. Tak lama ia pun ikut tersenyum.

"Aamiin."

"Kak, gimana menurut kakak? Teman aku, si Hinata itu." Ino bertanya pada Yuichi. Kakaknya itu menatapnya sekilas, lalu melipat pakaian yang baru saja kering diangkatnya. Ino yang merasa diabaikan mendekati kakaknya dan memasang senyum manisnya.

"Kamu itu berhenti deh jodoh-jodohin kakak." Ino menjauh dari kakaknya sambil memasang wajah sebal. Yuichi kembali melanjutkan, "Yang penting itu kamu. Kapan kamu ngenalin calon adik ipar ke kakak?"

"Iiiihh~ Kakak mah ngalihin pembicaraan. Kan yang udah tua itu kakak. Aku mah masih muda. Bisa nanti-nanti aja," sahut Ino tak terima seraya menyudutkan Yuichi. Lelaki melemparkan pelan gamis Ino.

"Tuh, lipet! Masa anak cewek gak bisa ngelipet baju!" Ino cemberut sambil mengambil gamis yang dilempar oleh kakaknya itu. Setengah hati ia melipat bajunya itu. Yuichi terkekeh pelan melihat usaha adiknya untuk melipat baju yang hasilnya tidak rapi sama sekali.

"Eh, Kak," panggil Ino.

"Hn."

"Kalo kakak gak mau sama Hinata, gimana kalo sama Sakura aja?" Ino bertanya sambil mengedipkan sebelah matanya. Yuichi langsung menghentikan acara lipat-melipat baju. Ia terkejut mendengar pertanyaan adiknya. Namun sebisa mungkin ia tak memperlihatkan itu, meski Ino tak bisa dibohongi. Ia tau jika kakaknya sedikit salah tingkah.

"Udah, deh! Mendingan kamu bantuin kakak ngelipet ini baju!"

Ino tertawa. Ia pun langsung membantu Yuichi. Namun niat menggoda kakaknya tak kunjung hilang. Ia jadi teringat obrolannya dengan Sakura kemarin malam. Diam-diam ia tersenyum sambil memandangi kakaknya.

"Kakak gak usah mikirin aku," kata Ino. Yuichi menatapnya bertanya. "Yang terpenting kakak seneng. Kakak bisa bahagia, aku juga ikut bahagia. Jadi jangan karna aku, kakak ngorbanin kebahagiaan kakak," lanjutnya yang malah semakin membuat Yuichi bingung. Ia sama sekali tak mengerti arah pembicaraan adiknya itu.

"Kamu sehat?" Yuichi menempelkan telapak tangannya ke dahi Ino yang langsung ditepis oleh gadis itu.

"Sehat lah, Kak." Yuichi tertawa mendengar Ino sewot. Ia sangat menyayangi adiknya itu. Dan ia bisa melakukan apapun untuk sang adik tercinta, termasuk mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Ya, mungkin alasan dia ingin bicara dengan Sakura karena Ino. Ia baru menyadarinya kala mendengar ucapan Ino. Ia tak ingin adiknya bersedih jika kehilangan gadis itu. Dan mungkin satu-satunya cara agar mereka terus terhubung adalah menjadikan Sakura sebagai bagian dari keluarga mereka. Meski dalam hatinya ia hanya menganggap Sakura sebagai sahabat adiknya. Tidak lebih dari itu.

Karena ia mencintai orang lain. Seseorang yang tak bisa ia miliki karena orang tersebut sudah menikah dengan orang lain.

Kizashi mengendarai motornya menuju sebuah tempat yang merupakan kontrakan dari lelaki yang berniat menjadikan putrinya sebagai istrinya. Ia mendapatkan alamat kontrakan Sasuke dari Shikamaru, tentunya setelah dirinya bertanya. Ia harus tau seperti apa keseharian lelaki itu sebelum akhirnya nanti harus merelakan putrinya.

Motor yang dikendarainya berhenti di sebuah warung makan tak jauh dari kontrakan Sasuke. Ia memesan segelas es teh manis untuk menghilangkan rasa hausnya. Sesekali ia memandang kontrakan tersebut. Sepi. Ya, itu karena Sasuke sedang bekerja.

"Mbak, kontrakan di sana itu kosong atau udah ada yang ngisi, ya?" Kizashi bertanya basa-basi pada wanita yang memberikannya teh manis. Wanita itu mengikuti arah pandang Kizashi. Ia memandang kontrakan bercat hijau yang terlihat tak berpenghuni. Dua kontrakan lain di sebelahnya terlihat ada penghuninya, dikarenakan ada jemuran bayi di sana dan juga rak sepatu.

"Ooo. Itu ada yang ngisi, Pak. Belum lama sih pindahnya. Baru empat bulanan kalo gak salah," jawab wanita yang berjilbab itu. Kizashi mengangguk pelan, lalu meminum kembali es teh manisnya.

"Kirain kosong," kata Kizashi.

"Nggak, Pak. Yang nempatin itu cowok. Masih muda. Ganteng lagi," sahut wanita itu sambil tersenyum membayangkan wajah Sasuke. Kizashi menatapnya penuh arti, berpikir sebenarnya.

"Sendiri?" Kizashi mulai bertanya lagi.

"Iya. Setau aku sih, ya, Pak. Dia belum nikah. Kadang sih ada temennya yang dateng," cerocos wanita yang kira-kira berusia 27 tahunan itu.

"Temen? Anak muda jaman sekarang, yang namanya temen atau bukan susah dibedain, Mbak."

"Temennya itu cowok kok, Pak." Wanita itu terlihat tak terima dengan ucapan Kizashi. "Lagian ya, Pak. Dia itu rajin banget. Nih ya, Pak. Kalo saya pulang dari pasar tuh, jam setengah enaman lah, dia tuh baru keluar dari masjid. Abis sholat di sana. Wong kadang aku juga sering denger dia adzan di masjid," lanjut wanita itu. Kizashi mulai tertarik mendengar penuturan wanita itu.

"Alhamdulillah kalo gitu," kata Kizashi.

"Iya, Pak. Di sini kan jarang banget yang kayak gitu. Kebanyakan anak mudanya pada males ke masjid. Jadi ya itu masjid isinya pada yang tua-tua, Pak," ujar wanita itu lagi. "Tapi dia beda banget. Rajin ngaji juga. Suaranya bagus banget kalo lagi ngaji," lanjut wanita itu sambil senyum-senyum membayangkan Sasuke.

Kizashi meminum es teh nya yang tersisa. Pemikirannya tentang Sasuke mulai berubah sedikit. Informasi yang ia dapatkan, tak mungkin juga tetangga Sasuke bohong padanya. Toh, Sasuke tak tau jika Kizashi datang ke kontrakannya. Ia sudah berpesan pada Shikamaru untuk merahasiakan hal tersebut dari Sasuke dan Shikamaru pun menyetujuinya.

"Kapan ya aku punya laki kayak gitu?" gumam wanita itu yang tentu saja didengar Kizashi.

"Mbak, ini jadinya berapa?" tanya Kizashi yang langsung membuyarkan angan-angan wanita itu.

"Eh iya, Pak. 3.000 aja, Pak." Kizashi menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan ke wanita itu. Sementara wanita itu mengambil kembalian, Kizashi kembali memandang kontrakan Sasuke. Ia tersenyum tipis.

Sakura merapikan kertas-kertas berisi catatan-catatannya sejak sekolah. Semacam buku diari namun ia tulis di selembar kertas dan ia kumpulkan. Banyak hal yang membuatnya tersenyum ketika membacanya dan juga membuatnya bernostalgia. Rasanya ia jadi rindu. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah catatan yang membuat senyumannya pudar.

Cinta itu apa? Perasaan yang aku rasain ke Gaara itu apa? Dan kenapa dia kayak gitu sama aku? Aku salah apa sama dia?

Sakura terdiam membaca catatan yang ditulis di kertas kecil itu. Ia menatap tulisannya sendiri. Lalu berpikir sebuah pertanyaan yang tak pernah ia temukan jawabannya. Pertanyaan seperti yang tertulis di kertas itu.

"Astaghfirullah," gumamnya penuh rasa sesal. Lalu ia tertawa kecil. Kemudian tersenyum.

Gadis itu pun kembali merapikan kertas-kertas tersebut. Pengecualian untuk kertas yang berisi nama Gaara tersebut. Ia mengambil pulpen dan menambahkan tulisan di bawah tulisan tersebut.

Aku gak nyesel kenal sama kamu. Karena kamu membuatku belajar banyak. Aku berterimakasih, meski aku tau aku gak akan bisa ngucapin itu ke kamu. Tapi aku seneng kamu akhirnya menikah dan bertemu dengan orang yang mencintai kamu.

Sakura menghentikan tulisannya. Ia kembali membaca ulang apa yang ditulisnya. Lalu ia mencoret semua yang ia tulis barusan. Gadis itu menghembuskan napasnya. Dan di bawah tulisan yang dicoret itu, ia menulis:

Terimakasih, Gaara.

Sakura meletakkan pulpennya dan melipat kertas itu. Lalu ia masukkan ke dalam kotak tempat di mana kertas-kertas yang lainnya ia kumpulkan.

Gadis itu menaruh kotak tersebut ke dalam lemarinya. Ia menatap lama kotak tersebut. Lalu tersenyum. Karena kini ia tau apa yang harus ia lakukan. Karena kini, keyakinan itu hadir di dalam hatinya.

"Aku akan lanjutkan proses ta'aruf itu, Ayah."

Kizashi pun tersenyum mendengarnya. Begitu pun dengan Mebuki.

Sakura pun tak bisa menahan senyumnya ketika melihat raut wajah bahagia kedua orangtuanya.

Cinta itu apa? Aku tak tau. Aku hanya berharap, cinta pertama dan terakhirku hanya untuk suamiku. Aku berharap dia yang mengajariku apa itu cinta.

.

.

.

.

End - 2.997 words - 150516

.

.

Balasan Review:

kura cakun : Wa'alaikumussalam. Hehe, iya gapapa, Sayang. Gak usah minta maaf, jadi enak saya. LoL. Iya, Sasuke nantinya sama Sakura. Makasih ya…

rhemananda : Assalamu'alaikum. Bakal ngelamar atau nggak, yaaaa? Hehehee

jasmineforme : Wa'alaikumussalam. Terimakasih reviewnya. Semoga bermanfaat.

Mustika447 : Wa'alaikumussalam, Dek. Wkwk. Shikamaru klo rajin sholat wajahnya juga cerah kok. Hehehe. Makasih ya…

Madoka-chan : Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Masyaa Allah, makasih banyak atas reviewnya. Sampe speechless saya. Hehe. Eeeh? Keliatan begitukah? Wkwk. Alhamdulillah. Salam kenal, ya…

zarachan : Assalamu'alaikum. udah dilanjuuuttt….

shungami-kun : Wa'alaikumussalam. Saya udah PM ya buat kenalannya. Terimakasiiiihhhh…

Bougenville : Assalamu'alaikum. Makin pait ya? Yang ini pait gak? Hehe. Soalnya aku gak bisa buat Suspense. Makasih yaaa…

Re Srsn : Assalamu'alaikum. Ceramahnya emang telak banget ya? Bikin keinget ortu. Hehe. Yap, pas baca ulang saya juga jadinya sadar. Yang namanya perempuan itu wajiblah berilmu, perlu juga sekolah yang tinggi. Toh klo emang gk bisa diamalin di lingkungan/luar, seenggaknya bisa diamalin untuk keluarganya, untuk anak-anaknya. Oooh. Yang penting satu kewajiban dah dipenuhi. Akhlak Insyaa Allah ngikutin, hehe. Iya nih. Banyak yg gitu sh emang. Rahasia Ilahi. Makasih ya, semoga ini gak kependekan lagi.

MyEvanthe : Makasih ya mba reviewnya… hehehe.

Annisa Dewi : Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Masyaa Allah, saya keabisan kata-kata baca review kamu. Dan saya bingung balesnya. Hehehe. Kayaknya kita butuh ngobrol deh. Hehe. Tapi terima kasih banyaaaakk atas reviewnya. Mungkin kita bisa email-emailan di: mrsgendaispeaker kita ngobrol di sana nanti, ya. Karna saya bingung juga ini balesnya. Dikau gak ada akun kah? Hehe. Sekali lagi terima kasih. :)

kazehayaza : Assalamu'alaikum. Kakaknya Ino OC dek. Endingnya ya? Bentar lagi tamat mungkin. Hehehe. Terimakasih.

Azure Shine : Assalamu'alaikum. Masalah busana ya? Lupa. Hehe. Di chapter ini kayaknya lupa lagi. Hehe.

Bang Kise Ganteng : Wa'alaikumussalam. Dek, boleh gak dibales di sini gak? *dijitak* Hehe. Kita BBM-an aja yak? Okey?

Haruka Ryokusuke : Wa'alaikumussalam dek. Makasih reviewnya ya dek. Hehehe. Balesin reviewnya, kita BBM-an aja… Okey?

Bismillah.

Semoga gak ada yang kelewat ya reviewnya saya bales. Terimakasih banyak untuk semua dukungannya. Saya terharu bacanya.

Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan di sini bermanfaat. Dan mohon maaf untuk segala kekurangan yang ada. Saya juga minta koreksinya jika memang ada yang harus dikoreksi. Terima kasih banyaaaakkkk….

Semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayangnya kepada kita semua dan juga semoga Allah selalu memberikan hidayahnya kepada kita semua. Aamiin.

Dan terakhir, sebagai bahan renungan aja. Ini saya dapat di medsos.

MEMANG

Taubat … Butuh Proses

Hijrah … Butuh Proses

Berhijab … Butuh Proses

Meninggalkan yang Haram-Haram … Butuh Proses

Tapi Ingat…

Kadang MAUT GAK BUTUH PROSES

.

Termasuk yang Mana Kita?

ADA yang ke MESJID SEHARI-HARI

ADA yang ke MESJID PAS JUMATAN SAJA

ADA yang ke MESJID SAAT LEBARAN SAJA

ADA yang ke MESJID HANYA DALAM KERANDA

Jazakumullah khairan katsiran.