"Bibi Yan, kenapa Ayah dan Ibu tidak ada di rumah?" pemuda limabelas tahun itu menatap bibi pembantu dengan tatapan penuh tanya.

Bibi Yan tersenyum—kikuk dan kemudian menunduk dalam, "Tuan dan Nyonya di rumah sakit, Tuan Muda."

Pemuda itu mengernyit, terlihat bingung ketika ia melihat Bibi Yan terlihat siap untuk meneteskan air matanya. "Siapa yang sakit Bibi?"

Air mata Bibi Yan jatuh dan ia melihatnya. Pemuda dengan seragam Junior High School yang kini membawa sebuah piala kejuaraan itu mulai merasa takut, melihat perempuan yang sudah mengabdi untuk keluarganya hampir tigabelas tahun untuk Keluarga Wu itu terlihat tidak baik. Ia tahu jika ada yang sedang terjadi dan semua orang di rumah ini tidak ingin dia tahu.

"Bibi Yan! Kenapa diam? Siapa yang sakit?"

"Tuan Muda…"

"Bibi Yan! Jawab pertanyaanku. Ini perintah!"

Pemuda itu bisa melihat ketika Bibi Ya menghapus air matanya dengan tangan kirinya sebelum akhirnya dengan suara yang bergetar, "Tuan Muda Kris… Tuan Muda Kris meninggal."

Piala itu jatuh dan pecah.

Juara I, Lomba Olimpiade Matematika Nasional.

20 April, Hyung Pergi. Dengan keadaan yang mengenaskan penuh luka dan polisi menghentikan penyelidikan kasus itu tanpa alasan yang jelas.


.

Wind-OSH

.

By DeathSugar

.


Mobil metalik hitam itu berhenti di depan halaman sekolah yang berada di pinggiran kota Seoul tepat ketika jam menunjukkan pukul delapan lebih limapuluhtiga menit. Pintu mobil bagian depan itu terbuka, menampilkan pria paruh baya dengan setelan jas berwarna hitam rapi dan kemudian berlari untuk membukakan pintu penumpang.

Pria itu membungkuk ketika kaki dengan sepatu berwarna putih dengan brand terkenal itu mulai menampakkan dirinya, memijakkan kakinya dengan mantap dan perlahan menampakkan pemuda dengan rambut berwarna gelap dengan wajah tampan keluar dari sana. Pemuda dengan wajah poker-facenya itu hanya membalas anggukan untuk pria dengan setelan jas rapi itu.

Mengabaikan tatapan beberapa siswa yang memandang remeh dan mengejek kearahnya dan juga beberapa bisik-bisik dari mereka. Pemuda itu terus melangkahkan kakinya menyusuri halaman depan sekolah barunya itu, tidak berniat untuk menanggapi mereka sedikitpun.

Sekolah ini yang akan merubah hidupnya mulai saat ini.

DEUX Senior High School, sekolah dengan reputasi paling buruk di Korea Selatan. Sekolah yang dikenal dengan bibit-bibit mafianya. Sekolah dengan tingkat perkelahian terbanyak dan juga siswa dengan kenakalan yang tidak perlu di ragukan lagi jumlahnya.

Pemuda itu tahu semuanya. Tentang reputasi negatif sekolah ini. Ini adalah sekolah yang kejam. Sekolah yang akan mengajarkan bagaimana dunia itu keras. Dunia itu kejam. Sekolah ini yang akan mengajarkannya untuk mengerti arti tentang hukum rimba.

Pemuda dengan name tag Oh Sehun itu tidak menghiraukan seorang siswa yang menghembuskan asap rokok kearahnya ketika ia akan melewati anak tangga. Ia melihat siswa itu tersenyum mengejek untuknya dan kemudian mengangkat tangannya untuk Sehun dan dibalas anggukan sopan dari si tampan bermarga Oh itu.

Ini adalah hari pertama ia menginjakkan kakinya di sekolah ini dan Sehun tidak ingin memiliki musuh untuk pertama kalinya. Setidaknya untuk hari ini.

"Ah itu Tuan Muda tadi 'kan?"

"Ah iya. Si Anak Mama?"

Sehun berhenti ketika ia mendengar dua orang siswa yang kini tengah membicarakannya. Dua siswa dengan blazer berwarna grey itu menatap kearahnya.

"Disini bukan tempat para tuan muda untuk tinggal, bung." Segerombolan dari mereka tertawa, "Lebih baik kau pulang dan kemudian sembunyi di balik ketiak ibumu."

Sehun mengabaikan itu, ia tidak ingin terlihat mencolok untuk hari pertama. Tujuannya kesini bukan untuk kekuasaan atau untuk mencari musuh. Ia kisini untuk mencari sebuah petunjuk dan ia yakin petunjuk itu ada pada salah satu siswa disini.

Oh Sehun melanjutkan langkahnya, mengabaikan beberapa siswa yang masih menghina dan meremehkannya. Ia tidak akan tersulut hanya dengan sebuah ejekan seperti itu.

Setidaknya untuk saat ini.

Hari pertamanya sekolah, Sehun bisa mengerti bagaimana sekolah ini. Sehun tahu kenapa orang di luar sana begitu membenci tempat ini—atau yang paling ringan menjauhi siswa sekolah ini.

Sehun bisa melihat semuanya. Coret-coretan pada dinding tembok tentang pemberontakan atau apapun itu. Ini adalah lantai kedua dan dia bisa melihat kelas pertama di dekat tangga yang terlihat begitu kacau. Para siswa yang tengah adu pukul satu sama lain. Bahkan ketika salah satu dari teman mereka ada yang terjatuh dengan darah segar yang keluar dari mulutnya, mereka justru tertawa.

Ah pantaskah mereka disebut siswa belasan tahun dengan tingkah mereka yang terlihat seperti itu? Tidak ada pertemanan, tidak ada persaudaraan, tidak ada hubungan yang mengikat mereka selain rasa bersaing untuk saling menjadi yang terkuat disini. Dan Sehun mengerti satu hal 'jika kau ingin bertahan, kau harus bertarung.'

Berdecak ketika Sehun menyadari satu hal, dia tersesat.

Ia tidak tahu kenapa langkah kakinya justru membawanya pada tempat sempit dan bau seperti ini. Terlihat pengap dan kotor. Ah sial.

Sehun memutuskan untuk kembali atau setidaknya mencari jalan untuk keluar dari sini dan mencari ruang kepala sekolah -kalaupun ada- dan kemudian menanyakan dimana kelasnya.

Itu adalah hal yang pertama yang harus ia lakukan.

Satu langkah.. Sehun baru saja melangkahkan kakinya dari lorong itu dan kemudian seseorang menubruknya dari depan dan kemudian bersembunyi dibelakang dirinya, menganggap bahwa Sehun adalah benteng kokoh yang bisa melindunginya.

"Ku mohon lindungi aku. Ku mohon.."

Sehun bisa mendengar suara bergetar takut dengan tangan yang memegang blazer miliknya erat.

"Hei.. apa yang kau lakukan?" Sehun berdecak kesal ketika ia mencoba untuk melonggarkan tangan yang memegang erat blazernya itu dan jutru semakin kuat ia mencoba melepas tangan itu dan pegangan orang itu pada blazer miliknya juga akan semakin erat.

"Apapun akan aku lakukan asal kau melindungiku dari—Ya! Dia datang!"

Mendesah. "Apa yang harus—"

"Hei kau.. kembalikan mainanku!"

Sehun menatap sosok jangkung dihadapannya itu dengan tatapan datar miliknya bersamaan dengan siswa dibelakangnya yang semakin kuat mencengkeram blazer seragamnya -dibagian pinggangnya- bahkan Sehun bisa mendengar siswa itu bergumam 'kumohon selamatkan aku.' Sehun tahu siswa itu ketakutan dan Sehun jadi tidak tega melihatnya.

"Aku tidak membawa mainan apapun." Jawab Sehun datar.

Siswa dihadapannya berdecih, memberikan seringaian yang menakutkan dan kemudian menatap Sehun kesal, "Kau mencoba memancingku?"

"Apa kau ikan Sehingga aku harus memancing?" masih mempertahankan wajah datarnya, "Kurasa orang seperti sunbae terlihat tidak cocok dengan lawan lemah seperti bocah dibelakangku ini."

Siswa tersenyum mengejek, melangkahkan kakinya dan berhenti tepat dihadapan Sehun. Meraih kerah seragamnya dan menariknya membuat jarak diantara mereka begitu dekat.

"Kau menantangku?"

"Tidak. Sama sekali tidak. Kurasa pengecut dibelakangku ini bukan lawan yang sepadan untukmu." Sehun tersenyum ketika mengatakan itu. Sebuah tarikan keatas dari bibirnya yang lebih pantas disebut sebuah seringaian daripada sebuah senyuman.

"Kau menantangku?!" kali ini suaranya lebih keras. Ada nada kemarahan dari sana.

"Tidak. Aku tidak bisa bertarung.. jadi aku bukan lawanmu." Sehun lepas cengkraman siswa dengan telinga seperti yoda yang berdiri dihadapannya itu dengan tatapan yang tajam dan kemudian membenarkan letak kerah seragamnya. "Permisi Sunbaenim.."

Dan Sehun pergi dengan menarik tangan sosok mungil yang bersembunyi di belakang tubuhnya. Memegang pergelangan tangannya erat, membuat sosok mungil itu memerah.

Punggung kokoh yang bisa ia lihat dari belakang seperti ini membuatnya merasa aman dan itu sanggup membuat wajahnya memanas.

Sosok yang berdiri dihadapannya ini… baru saja menyelamatkannya.


Membungkukkan badannya, si mungil dengan mata puppy itu tersenyum lebar, "Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikanmu?"

Sehun mendengus ketika melihat dengan jelas binar penuh harap dari sosok pendek dihadapannya itu. "Tidak perlu."

"Ah, jangan begitu Sehun. Kau sudah melindungiku dari Park Chanyeol Sialan tadi. Jadi sudah seharusnya aku membalas budi baikmu~"

"Tidak perlu. Aku tidak melakukan apapun."

"Jangan begitu." Baekhyun tertawa kikuk. "Jadikan aku anak buahmu, Sehun. Aku akan dengan senang hati menerimanya."

Sehun mendengus dan tersenyum mengejek. Sehun tahu maksud dibalik kata-kata dari pemuda di hadapannya itu.

"Jadi anak buahku?"

Pemuda dihadapannya menangguk dengan sangat antusias. Berbinar penuh harap.

"Ya! Aku mau jadi pengikutmu. Hahaha.."

"Dan menjadikanku sebagai benteng pelindungmu?"

Baekhyun menggaruk rambutnya. Menjulurkan lidahnya kearah Sehun dan kemudian memasang wajah yang memelas, "Ayolah Sehun~ lindungi makhluk lemah seperti kami. Kumohon.."

"Kami?"

"Iya! Ada satu kawan senasibku juga. Namanya Do Kyungsoo. Ku mohon…"

Sehun sebenarnya ingin menolak Baekhyun. Rasanya ketika ia melihat pemuda yang ia temui tadi menatap kearahnya dengan kesal membuatnya merasa seperti.. satu musuh sudah datang dihari pertamanya masuk sekolah. Tapi ketika ia melihat wajah memelas Baekhyun, Sehun merasa iba. Sekolah ini pasti sangat kejam untuknya.

Duh, kenapa Sehun jadi perduli pada Baekhyun sih?

"Bagaimana? Kumohon~"

"Yayaya.." Sehun akhirnya menyerah, "Tugas pertama untukmu Byun Baekhyun.. tunjukkan dimana ruang kepala sekolah untukku."

Baekhyun mengerjab sesaat sebelum akhirnya ia melonjak senang. Kenyataan bahwa dia mulai hari ini memiliki seseorang yang mungkin mau membantunya dari keisengan seorang Park Chanyeol ada dihadapannya. Oh Sehun.. orang itu adalah Oh Sehun.

"Roger! Ikut aku~"


Sehun menatap pintu dihadapannya itu dengan tatapan yang sulit sekali diartikan. Pintu dihadapannya ini adalah pintu ruang kepala sekolah. Sehun sempat berfikir apa benar ini pintu ruang kepala sekolah?

Jadi, pintu dihadapannya itu benar-benar jauh dari perkiraannya. Sehun sempat berfikir kalau pintu dihapannya ini akan terlihat kumuh -bahkan tidak berbentuk lagi- dengan banyaknya coret-coretan disana. Namun yang Sehun lihat saat ini aalah, pintu yang bersih dan juga mengkilat. Terlihat begitu mewah jauh sekali dari perkiraannya.

Sehun ketuk pintu itu dan suara dari dalam sana menyambutnya.

"Masuklah."

Sehun bisa melihat pria berumur empatpuluh tahun-an duduk dibelakang meja kerjanya dengan sebuah majalah—edisi khusus bulanan untuk para wanita yang berisi barang-barang brandit—tersenyum kearahnya.

"Ah, Oh Sehun?"

Sehun menangguk, menatap pria yang berstatus sebagai kepala sekolah itu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk duduk di kursi.

"Ayahmu sudah memberi tahuku tadi dan dia menitipkanmu padaku." Meletakkan majalah miliknya, "Kelasmu berada di kelas II-D."


"Bagaimana?" suara Baekhyun menyambutnya ketika Sehun sampai didepan tangga menuju kelas lantai dua.

Menggendikkan bahunya sebagai jawaban dan kemudian melewati Baekhyun begitu saja. "Tunjukkan letak kelasku, Byun Baekhyun. II-D."

Baekhyun mengangguk patuh, kemudian mensejajarkan posisinya disamping Sehun dengan senyuman cerah miliknya.

Sehun berdeham, merasa tidak nyaman dengan senyuman yang Baekhyun tunjukkan padanya, seperti ada maksud tersembunyi dari sana.

"Berhenti tersenyum seperti itu. Itu membuatku takut."

Baekhyun menangguk dan kemudian menyengir, "Begini.. masih ingat dengan temanku yang satunya? Dia—maksudku…"

"Kau ingin aku melindunginya juga?"

"Bukan begitu.. kau bisa mengangkatnya sebagai anak buahmu kalau kau mau.."

Sehun menahan tawanya, Baekhyun itu lucu sekali pikirnya. "Aku tahu maksud tersembunyi darimu."

"Heheh.. bagaimana? Kau mau tidak? Kyungsoo pandai memasak. Dia akan senang sekali membuatkan sarapan untukmu."

Tidak ada salahnya kan untuk menerima tawaran dari Baekhyun. Toh dia memang butuh seorang teman. Dan Sehun rasa Baekhyun dan Kyungsoo bukanlah orang yang salah.

Sepertinya.

"Baekhyun.. bisa kau jelaskan tentang sekolah ini.."

Sehun bisa melihat mulut Baekhyun yang membentuk huruf 'O' dan si mungil itu menjentikkan jarinya dengan wajah bangga. "Kau bisa percayakan pada Byun Baekhyun ini, Tuan Oh." Tertawa.

"Jadi.. sekolah ini terbagi tiga tingkat. Setiap tingkat memiliki empat kelas dan setiap kelas memiliki leader masing-masing."

"Dimulai dari kelas I-A ada Taehyung atau biasa disebut dengan V. Setelah itu kelas I-B disana ada Kim Jongdae yang lebih dikenal dengan sebutan Chen. Kemudian kelas I-C ada Suga. Suga ini satu kelomok dengan V—mereka dibawah naungan RapMon. Dan untuk terakhir—kelas I-D ada Tao. Huang Zi Tao. Dia berasal dari China. Ayahnya mafia terkenal di China, katanya sih begitu."

Baekhyun berhenti sejenak, mengambil nafasnya dan melanjutkan kembali. "di tingkat II ada—duh Sehun ini akan panjang sekali. Yakin ingin mendengar semuanya?"

"Ya, aku ingin mendengar semuanya. Aku perlu tahu kan siapa leader disini. Setidaknya aku tidak perlu mencari masalah dengan mereka." Jawab Sehun enteng.

Baekhyun menyipit untuk jawaban Sehun itu. Apa-apaan Sehun ini. Setiap siswa yang masuk kesini menginginkan kekuasaan untuk menduduki puncak DEUX—kecuali Baekhyun dan Kyungsoo yang terpaksa ditendang kesini oleh ayah mereka—dan Sehun sama sekali tidak tertarik untuk menjadi penguasa?

Hu?

"Baiklah.. aku akan menjelaskan singkatnya saja. Aku mulai dari tingkat III dulu." Baekhyun berbelok ketika ia sampai disebuah tikungan dan sedetik kemudian dia melanjutkan dakwahnya untuk Sehun, "III-A ada Choi Minho, III-B ada Kim Junmyeon tapi orang-orang biasanya menyebutnya Suho. Oh iya, Kim Junmyeon dan juga Choi Minho ini berada dibawah leader yang sama dengan Jeong Hyun yang berada di kelas III-D. setelah itu di kelas III-C ada Park Chanyeol. Dia orang yang mengangguku tadi. Orang yang tadi kau lihat dilorong dekat kamar mandi. Dia leader kelas III-C."

Sehun mengangguk mengerti—mengerti kalau dia baru saja berurusan dengan salah satu leader disini hanya untuk menolong Baekhyun. "Apa Chanyeol berada dinaungan leader yang sama? Dan apa maksudnya dengan naungan leader yang sama?"

"Kau bertanya pada orang yang tepat Oh Sehun." Baekhyun memuji dirinya sendiri, "Dulu sih sebenarnya Chanyeol juga bagian dari Wolf—itu nama kelompok mereka—tapi Chanyeol akhirnya memilih untuk keluar tanpa alasan yang jelas sih. Dan tentang naungan leader yang sama itu, maksudku.." Baekhyun nampak berpikir sejenak dan melihat keadaan sekeliling mereka yang tidak terlalu ramai.

"Jika kau memilih untuk bertarung, kau akan memiliki mereka sebagai pengikutmu itu kalau kau menang. Jika kau mengalahkan leader dikelasmu kau akan menjadi leader disana dan begitu juga ketika kau mengalahkan leader kelas lain kau akan memiliki kelasnya."

"Apa semua siswa melakukan itu?"

Baekhyun mengangguk sebagai jawaban, "Kau harus bertarung untuk bertahan hidup disini. Semua siswa disini bertarung untuk kekuasaan. Kau masih tidak tertarik?"

"Tidak sama sekali." Jawabnya acuh, "Aku kesini bukan untuk menjadi penguasa. Aku ada urusan lain untuk kesini."

Baekhyun menangguk, tidak berminat bertanya lebih jauh. "dan untuk kelas II..kurasa kelas II jauh lebih menyeramkan.."

"Apa Leader kelas II begitu menyeramkan?"

"Yup! Sangat menyeramkan." Hening sejenak, "Kau ada di kelas II-D—itu kelasmu 'kan? Disana ada Rap Monster. Bulan lalu dia mendapatkan kelas I-A dan juga kelas I-C. jadi kela I-A dan juga I-C menjadi miliknya. Rap Monster itu dikenal dengan kecerdikannya. Dia kuat."

"Kelas II-B itu milik Taemin. Kelas Taemin itu dilindungi oleh Minho-sunbae. Jadi kalau kau berani menyentuh kelasnya, kau akan berhadapan langsung dengan Minho-sunbae."

"Dilindungi?" Apa sekolah ini mengenal kata saling melindungi? Sehun sama sekali tidak menyangka.

"Itu karena Taemin kekasih Minho-sunbae. Jadi ya mengerti 'kan maksudku."

Ternyata.

"Aku ada dikelas II-C. bisa dibilang kelas II-C adalah kelas surga. Zhang Yixing atau biasa dipanggil dengan nama Lay sebagai leadernya. Aku dan Kyungsoo ada disana. Tidak ada yang berkelahi satu sama lain walau sebenarnya mereka menginginkan untuk kedudukan leader.. tapi sepertinya tidak ada yang berani menyentuh kelas itu, hahaha.. ya kurasa karena mereka masih sayang nyawa."

"Dan yang terakhir kelas II-A.. ini kelas paling menakutkan.. leadernya—"

"Wolf datang!"

Baekhyun mematung dan kemudian menarik Sehun kearah sisi tembok ketika ia mendengar beberapa siswa yang mulai berkerumun dan membentuk sebuah barisan disisi tembok.

"Sehun menunduk!"

Mengabaikan perintah dari Baekhyun tadi, Sehun hanya memfokuskan tatapannya kearah beberapa siswa yang berjalan dari arah depan itu. Sehun bisa melihat sekitar tujuh siswa disana dengan salah satu siswa yang menjadi pemimpin.

Sehun melihat semuanya. Ketika siswa berkulit tan itu berjalan dengan begitu angkuh. Kemeja yang tidak dikancingkan dengan rapi—kenapa Sehun harus memperdulikan penampilan siswa disini?—dengan sebuah glove berwarna gelap dengan beberapa hiasan berwarna perak di tangan kanannya itu diikuti dengan beberapa siswa dengan blazer yang sama berwarna grey tapi dengan bridge yang berbeda dari siswa lainnya. Sebuah bridge dengan gambar serigala disana.

Sekumpulan siswa yang menatap kearah mereka bertujuh dengan tatapan kagum dan juga kesal dari sana. Sehun bisa melihatnya dengan jelas dari mereka dan Sehun yakin mereka ingin mengalahkan salah satu dari mereka saat pertarungan.

Mereka mendekat dan Sehun bisa semakin jelas melihat mereka. Sehun bisa melihat siswa berkulit tan itu menatap sekilas kearahnya dengan tatapan membunuh dan juga meremehkan. Sehun bisa melihat senyum seringai dari sosok itu.

Dibelakangnya, seorang siswa dengan mata panda tengah sibuk dengan ponsel miliknya, Satu siswa dengan mata bulat merangkul sosok disampingnya dengan mesra. Satu siswa dengan wajah angelic mengenggam tangan siswa yang memiliki lesung pipit ketika tersenyum itu.

Namun, sejujurnya yang menarik perhatian Sehun bukan mereka berenam, melainkan satu diantara mereka yang kini sibuk dengan benda berbentuk kubus dengan enam warna yang berbeda itu. Sosok mungil dengan rambut coklat caramel itu sibuk dengan benda bernama kubik.

Sehun melihat pemuda itu tersenyum ketika rubik itu selesai. Senyum yang manis. Mata yang terlihat polos dan itu begitu menarik perhatian Sehun. Kenapa siswa dengan wajah manis seperti malaikat itu berada disekolah seperti ini?

Sehun manatap punggung segerombolan siswa yang kemudian menghilang ditikungan itu dan keheningan yang tadi sempat terasa perlahan hilang dengan kebisingan para siswa yang tengah membicarakan mereka tadi.

"Kau lihat wajah si Kai itu. Ingin rasanya aku menghancurkannya."

Kai? Mungkinkah orang yang memimpin mereka tadi?

"Syukurlah.. tadi itu menegangkan sekali. Astaga.. Kai ada disini hari ini. Sekolah pasti mencekam sekali.." itu suara Baekhyun dan mendesah lega.

"Siapa itu Kai?"

"Ah aku akan jelaskan nanti. Lebih baik aku tunjukkan kelasmu sekarang. Aku harus kembali ke kelas, Hun-ah. Kelasmu ada didepan sana. Kau bisa melihatnya?"

Sehun mengangguk.

"Baiklah Sehun. Aku akan menunggmu di tangga didepan sana bersama dengan Kyungsoo sepulang sekolah. Okay?"

Baekhyun menghilang dan Sehun kini sendiri ketika ia harus melewati tatapan meremehkan dari siswa disana.

Sehun abaikan semua tatapan dan juga bisikan dari mereka, Sehun tahu mereka semua membicarakannya. Sehun bahkan bisa mendengar ketika salah satu siswa menyebutnya 'Tuan Muda' atau 'Anak Mama'.

Mendesah. Ini adalah hari pertamanya sekolah disini dan ia harus mendapat tatapan seperti itu, rasanya aneh sekali. Sehun tidak pernah suka jika ia harus menjadi pusat perhatian dimanapun dan dengan alasan apapun. Mungkin besok Sehun harus menggunakan mobil sendiri atau harus meminta ayahnya untuk membelikan motor pribadi agar tidak terlihat mencolok ketika datang pagi hari dengan sopir pribadi?

Mungkin bukan pilihan yang salah.

Sehun berhenti ketika langkah kakinya berada di kelas barunya. II-D, kelas yang akan menemaninya selama 1 tahun kedepan. Bisakah kelas ini bersahabat dengannya? Ya, walau sebenarnya Sehun tahu sih itu mustahil.

Sehun masuk kedalam kelas dan tatapan dari para siswa—yang merupakan teman sekelasnya menyambutnya. Ah, sambutan yang baik?

Sehun jadi berpikir kalau semua siswa disini memiliki tatapan yang sama, meremehkan, sok kuat, dan itu terlihat menjengkelkan bagi Sehun.

"Hai Tuan Muda. Apa pelayanmu tadi membuat sarapan yang enak?"

Sehun menatap siswa dengan tampang tengil dan juga mata sipit itu sekilas sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengabaikannya. Sehun lebih memilih untuk mencari kursi yang mungkin bisa ia gunakan walau kenyataannya meja dan kursi itu sama sekali tidak bisa digunakan.

Tumpukan kursi dan meja di dinding kelas bagian belakang membuat Sehun harus mendesah. Mengambil satu kursi dan meja dan kemudian menyeretnya menuju jendela disisi kiri yang membuat Sehun bisa melihat langit yang terlihat cerah hari ini.

"Kurasa dia bisu, RapMon." Siswa dengan rambut perak itu membuka suaranya.

"Mungkin dia takut." Siswa dengan wajah manis seperti kucing itu menambahi.

"Lebih baik kau pulang anak baru. Pulang dan kemudian mengadu pada ibumu!" siswa yang dipanggil RapMon itu tersenyum menyeringai.

Satu isi kelas tertawa.

Sehun melirik sekilas kearah mereka semua sebelum akhirnya memilih untuk membuang tatapan matanya menatap langit. Kesabaran Sehun benar-benar harus diuji untuk ini. Sehun mengepalkan tangannya erat, menahan emosi yang bergejolak didalam dirinya.

Berapa lama Sehun bisa bertahan untuk tidak meledak?

Memejamkan matanya, Sehun mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Mengambil ponsel miliknya dan memasang headset itu dengan volume yang cukup keras—setidaknya itu cukup mampu untuk membuatnya tidak mendengar ocehan dari teman-teman sekelasnya yang mengejek dirinya.

Hyung, apa yang harus aku lakukan? Apa aku bisa menahan diri untuk tidak melukai siapapun disini?

Sehun membatin. Seandainya Hyung-nya masih hidup mungkin dia tidak harus masuk kesekolah seperti ini. Sehun hanya akan melakukan kenakalan-kenakalan yang masih bisa ditolerir sebagai remaja dan Hyung-nya akan memarahinya dan kemudian akan mentraktirkan bubble tea sebagai permintaan maaf untuk memarahi Sehun tadi.

Tidak.

Sehun tidak boleh mengeluh. Sehun sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mampu menemukan siapa yang membuat Hyung-nya pergi. Hyung kesayangannya harus pergi dengan keadaan yang mengenaskan dan dengan alasan yang tidak bisa Sehun terima.

Sehun tahu petunjuk itu ada disini dan Sehun tidak boleh menyerah untuk itu. Demi Hyung-nya dan demi membalas kematian Hyung-nya, Sehun akan bertahan disini meski ia harus membuat dirinya 'kotor'.

Ya, Sehun harus bertahan. Demi Hyung-nya dan juga demi apa yang Hyung-nya coba untuk lindungi.. sehun harus bertahan. Sehun hanya menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.


.

TBC

.


Maaf.. aku nulis Chapter ini.. susah sekali. Ya Tuhan. Mati ide. Ga tahu mesti nulis apa dan gimana.. TTTT maaf mengecewakan. Aku akan berusaha untuk Chapter depan.

Btw, buat yang baca ini keberatan ga kalau NC-nya ga cuma HunHan? Ini ffnya basic-nya kek Crows Zero gitulah. Makasih Fani buat idenya *peluk cium* Makasih banget. Maaf ga ada Kray disini. X''DDD /ditoyor/

Review please, hehe?


08 November 2015

DeathSugar


-Fanfic ini untuk mengikuti Give Away dari HunHan INA LINE-