Mereka selalu bersama.

Tak terpisahkan. Tak tergoyahkan.

Itulah janji mereka.

"Hey, apa kita akan terus seperti ini?"

"Bukan AKAN, tapi HARUS."

"Ya, selamanya akan begini."

"Cih, kalau aku terus bersama orang bodoh seperti kalian akan jadi apa aku nanti."

...

Sampai badai bernama cinta menggoyahkan.

"Kenapa kau disini."

"Teman-temanku sedang ada urusan."

"Kau tahu, kau menarik."

"Huh, terus saja bicara dan kusumpal mulutmu dengan sepatu."

...

"Sampai kapan, kita akan seperti ini. Aku lelah."

"Maaf, tapi aku juga tidak tahu."

"Apa kau memang masih ragu."

"Entahlah."

...

"Aku menciantainya, ya. Tapi dia mencintai orang lain."

"Aku mencintainya, sangat. Tapi baginya aku hanyalah seorang sahabat."

"Kami selalu melihat punggung orang yang kami cintai tanpa bisa meraihnya."

...

Berusaha saling menguatkan.

"Mau mampir kerumahku?"

"Ya, kurasa."

...

"Sepertinya dia akan membenciku."

"Kenapa kau seyakin itu?"

...

"Kenapa kau tidak memilihnya."

"Dia sahabatku, yang paling berarti. Aku tak bisa memberikan posisi yang lebih dari itu."

...

"Aku akan tetap mencintainya, begitupun dia yang terus mencintai yang lainnya."

"Aku belum bisa, jika harus menyerah sekaarang."

...

Ketika keraguan mulai memunculkan eksistensinya.

"Entahlah, apa aku benar mencintainya, atau hanya tertarik akan kepribadiannya."

"Kenapa tidak coba cium orang lain saja. Apa sensasinya sama."

...

"Aku merasa nyaman dengannya. Mungkin, aku mencintainya."

"Apa kau yakin."

"Entahlah."

...

"Aku ingin menyerah saja. Dia hanya menggantungkan semuanya."

"Coba kencan dengan orang lain. Dia cemburu tidak."

"Mungkin, akan kucoba."

...

"Apa kesempatanku benar-benar tidak ada."

"Aku tidak yakin."

...

Menciptakan sebuah kekecewaan.

"Kenapa kau mengejarku?"

"Kenapa kau lari? Tadi tidak seperti yang kau lihat."

"Dan kenapa aku harus peduli?"

...

"Kudengar kau kemarin keluar."

"Kalau benar kenapa?"

"Kenapa kau melakukannya?"

"Kenapa kau harus tahu?"

...

"Maaf, tapi aku yakin kau tahu kau hanya pelampiasan bagiku."

"Ya, aku tidak bisa berharap lebih kan."

...

Kekalutan membuat mereka melakukan hal yang tidak seharusnya.

"Kau tidak boleh pergi dari hidupku. Tidak setelah kau membautku gila karenamu."

...

"Kau milikku, dan selamanya akan begitu."

...

"Hey, mau bercinta denganku."

...

Memunculkan luka dan kekecewaan lainnya.

"A-aku, aku tidak bermaksud."

"Sudahlah, lupakan saja, sebaiknya kau pulang."

...

"PERGI, AKU MEMBENCIMU, PERGI DARI SINI."

"Maaf, maafkan aku."

"PERGI!"

...

"Kau mengatakan ini pada bos."

"Bahkan mungkin bos, tak mengharapkan kehadirannya."

Bagaimana cara mereka memperbaiki semuanya?

Memperbaiki lagi apa yang mereka rusak.

Sakata Gitoki

"Aku masih mencintainya, sangat. Tapi rasa sakit ini nyata rasanya."

Hijikata Toushiro

"Aku menyesal pernah ragu sebelumnya."

Sakamoto Tatsuma

"Mungkin ini karmaku karena pernah membuatnya kecewa."

Katsura Kotarou

"Aku tidak yakin bisa memaafkannya dengan mudah."

Takasugi Shinsuke

"Aku menyayanginya, tapi tidak yakin mencintainya."

Yato Kamui

"Aku akan pergi dari hidupnya."

Title: High School Love Story

Disclaimer: Gintama Hideaki Sorachi

Pair: HijiGin, SakaZura, TakaMui slight TakaGin, YamaZura

Rate : T-M

Genre: Drama, Romance.

Warning: Yaoi BxB, OOC, Typo dimana-mana

DLDR

Disini HIJIKATA itu SEME, buat yang suka HIJIKATA jadi UKE mending KELUAR

Nb: iye gw tahu gw gak konsisten, abis dari FNI ke FGI tapi plisss ide diotak gw sayang kalo kgk dikeluarin. See you in ch 1 okkk