I'am a Shinobi
By Juubi
Disclaimer Naruto belongs to Masashi Kishimoto
And High School DxD belongs to Ichiei Ishibumi
Rate T (maybe)
Warning : Au, OOC, tipo dll
Enjoy it
..
.
.
Naruto menempati sofa yang telah di sediakan untuk dirinya dan juga Kaichou-nya, pandangan berkeliling menatap semua anggota club ORC yang juga memandang kearahnya. Perasaan nya saja atau memang mereka menatapnya dengan pandangan aneh.
"Uzumaki-kun, bagaimana kondisimu? " Rias buka suara, senyum manis yang tulus dia berikan pada Naruto. "Luka mu kemarin cukup serius kan? "
"Kurasa sudah tidak apa-apa. " Naruto menggerakan tangannya yang terluka kemarin, kemudian dia melempar senyum lebar pada Rias. "Aku sudah tidak merasakan sakit. Tidak seperti dulu. "
"Dulu? " Issei buka suara. Keningnya sedikit mengkerut mendengar ucapan Naruto tadi. "Apa sebelum nya, Naruto-san pernah mendapat luka yang sama? "
Naruto mengangguk singkat. "Dulu saat aku menguasai 'Rasenshuriken' untuk pertama kalinya, aku juga menderita luka yang sama. " Naruto sedikit mengingat pertarungan nya dengan salah satu anggota akatsuki, Kakuzu dulu. "Waktu itu butuh waktu sebulan lebih agar aku dapat pulih. Tapi sekarang, hanya butuh waktu semalam. " Naruto tersenyum dan kemudian menoleh kearah Sona. "Ini berkat Kaichou. "
"Oh jadi karena Sona ya... " Rias menatap Sona dengan alis terangkat, senyum kecil terbentuk di bibirnya yang tipis. "Sona pasti semalaman mengobati mu. "
"Fufufu... Pengobatan spesial dari Sona-Kaichou. " Akeno tersenyum dan mengeluarkan tawa khasnya. "Pantas saja, Uzumaki-kun bisa sembuh secepat ini. "
"Sebaiknya kita segera membahas tujuan pertemuan ini, waktu kita tidaklah lama. " Ekspresi Sona nampak datar, meski dari perkataan sangat jelas kalau dia ingin mengalihkan perhatian. Dia tidak ingin membahas kejadian malam kemarin, sedikit malu saat mengingat hal itu.
Rias sebenarnya ingin terus memojokan Sona, sudah lama dia tidak melihat Sona yang kehilangan ekspresi datarnya. Namun mengingat masalah yang terjadi saat ini, dia tidak mau main-main. Setidaknya dia harus lebih serius. "Baiklah. Seperti yang kita tau, masalah kali ini sangat serius. Ini bisa berdampak pada genjatan senjata antar tiga fraksi. "
...
Naruto mendengarkan, tanpa sedikit pun niat untuk masuk kedalam pembicaraan antara king-nya dengan king teman sekelasnya. Beberapa hal masih tidak dia mengerti, tapi setidaknya dia tau inti dari pembicaraan itu.
Masalah kemarin berpengaruh besar pada genjatan senjata ketiga fraksi akhirat. Wilayah iblis yang dia jaga oleh dua iblis murni yang juga merupakan adik dari dua iblis penguasa dunia bawah diserang, dan pelaku penyerangan itu berasal dari fraksi Da-tenshi bahkan memiliki jabatan tinggi. Selain itu dengan terseretnya dua utusan gereja membuat fraksi malaikat mau tidak mau juga harus terlibat.
Itulah yang di ketahui oleh Naruto, setidaknya begitulah untuk saat ini. Fokus Naruto berpindah, namun indra pendengaran nya masih dia fokuskan untuk mendengar ucapan Kaichou-nya. Iris biru miliknya menatap ke sekeliling, memandang isi ruangan yang belum seutuhnya dia lihat saat kunjungan pertama nya disini.
Tatapan Naruto kembali beralih, dan kali ini dia memfokuskan indra penglihatan nya itu kepada setiap penghuni ruangan. Hampir semua orang bersikap serius mendengar pembicaraan itu, termasuk Issei yang Naruto tau cukup konyol. Dia tidak sadar saja kalau dirinya dan Issei hampir serupa dalam segi sifat.
Namun baru saja Naruto berpikiran baik tentang Issei, dia harus menelan pil pahit saat melihat kenyataan. Issei memang sedang serius, namun bukan serius mendengarkan seperti yang lainnya melainkan tengah serius memandang dua benda yang bergantung pada dada Bochou-nya. Seharusnya Naruto sadar, pemuda itu takkan pernah lepas dari hal-hal yang menyangkut dada.
Meski yang Naruto lakukan terasa lama dan memakan banyak waktu, sebenarnya waktu yang dia habiskan tak lebih dari satu menit.
"Baiklah, pulang sekolah nanti aku akan ke underworld untuk memberitahu Nii-sama. " Pembicaraan tadi di tutup dengan pemberitahuan Rias.
Sekarang tidak ada lagi hal yang harus di bicarakan, selain itu waktu istirahat juga hampir habis. Jadi setelah ini mungkin Naruto akan kembali ke kelas, atau bisa juga ke ruang OSIS bersama Kaichou-nya. Setidaknya itulah yang Naruto pikirkan sebelum...
"Naruto-kun. "
Rias memanggil Naruto. Tidak seperti sebelum nya, Rias memanggil nama kecilnya bukan nama marga nya. Tentu saja hal itu membuat Naruto heran.
Dan Rias tau akan hal itu, iblis berambut merah itu tersenyum kecil. "Boleh aku memanggil mu seperti itu. " Naruto mengangguk, dan senyum Rias sedikit melebar. "Naruto-kun, boleh aku bertanya sesuatu? "
"Tentu saja. " Naruto mengiyakan tanpa sadar gadis yang duduk di sebelahnya mengkerutkan alisnya curiga. "Apa yang ingin kamu tanyakan, Gremory-senpai. " Lanjut Naruto.
"Apa kamu dari bangsa Yokai? " Tentu saja setelah mendengar ucapan Rias itu beberapa orang yang berada di ruangan merasa terkejut, bahkan satu di antara mereka nampak gelisah. Namun beda dengan Naruto, pemuda itu malah nampak bingung. "Saat malam itu, kau menggunakan senjutsu kan? "
Baru Naruto sadar, seharusnya dia tidak perlu terkejut lagi mendengar pertanyaan Rias itu, Kaichou-nya sebelumnya juga bertanya hal yang sama. Kenapa dia bisa lupa akan hal itu? Bisakah dia menyalahkan otak nya yang lelet.
"Sebelum menjadi iblis, aku seratus persen manusia. " Karena pernah di tanya dengan pertanyaan yang sama, Naruto tidak perlu berpikir panjang untuk menjawab. "Mengenai kemampuan senjutsu ku, katakanlah aku belajar dari salah satu bangsa yokai. " Naruto tersenyum kecil ketika melihat anggukan mengerti dari sang lawan bicara. "Apa masih ada pertanyaan? "
Rias tersenyum kecil, ini sebuah kesempatan. Naruto sudah berbaik hati menawarkan, dia tidak boleh menyia-nyiakan hal ini. "Iy_ "
"Kurasa kami harus segera kembali. Waktu istirahat sudah hampir berakhir. "
Rias tidak bisa menahan wajah cemberut nya, dirinya cukup kesal karena Sona memotong pembicaraan nya. Selain itu dirinya juga tau Sona mengatakan itu supaya dirinya tidak bisa mengorek informasi tentang Naruto. Bisakah dia mengatakan Sona itu licik, atau mungkin pintar. Ingin Rias kembali bersuara, namun melihat kacamata Sona yang berkilat tajam...
"Kalian tidak ingin terlambat bukan? "
Bisakah Rias kali ini menganggap sahabatnya itu menakutkan.
..: I'am a Shinobi :..
Matanya menatap lurus ke depan, bukan kepada buku yang di penuhi angka di atas meja melainkan kepada perempuan di depan nya yang sedang bersuara memberikan penjelasan mengenai angka-angka tersebut. Naruto tau seharusnya dia memperhatikan buku dan mendengar kan penjelasan tersebut, tapi entah kenapa dia lebih tertarik memandang Sona.
Sudah tiga minggu lebih berlalu sejak penyerangan Kokabiel, dan sudah lama kegiatan mereka sudah kembali normal. Termasuk pelajaran tambahan untuk Naruto yang di berikan langsung oleh Sona. Namun bagi Naruto, beberapa hal telah berubah. Termasuk pandangan nya terhadap Kaichou-nya.
Entah kenapa Sona nampak berbeda di mata Naruto, dari cara bicara, suara, sikap, maupun penampilan. Semua itu nampak... Entahlah, Naruto sendiri susah menjelaskan. Namun yang lain bersikap seperti biasa seperti tidak ada yang berubah dari Sona, atau memang tidak ada yang berubah dari Sona. Apa mungkin bukan Sona yang berubah melainkan pandangan Naruto pada Sona yang berubah.
Dirinya jadi bingung sendir.
"Naruto? "
"Huh. " Mata Naruto mengerjap beberapa kali, dia baru sadar Kaichou-nya tidak lagi menjelaskan dan mata violet dari balik kacamata itu tengah memandang dirinya. Tepat di mata.
"Apa yang kau pikirkan? " Seperti biasa, suara Sona terdengar datar namun juga tegas dalam waktu yang bersamaan. Begitupun dengan tatapan serius yang selalu menghiasi wajah Sona.
Namun kenapa di telinga Naruto suara Sona malah terdengar lembut, dan juga pandangan itu di matanya terlihat... Terlihat... Argh! Sebenarnya apa yang salah dengan Kaichou-nya? Ah bukan, tepatnya apa yang salah dengan dirinya. Apa mungkin ini efek menjadi iblis, yang selalu nampak kagum dengan tuan nya. Dia rasa tidak, sebab sebelum-belumnya dia tidak merasakan seperti ini. Atau mungkin karena...
"Naruto!? "
Naruto tersentak dan kemudian tertawa gugup, tanpa dia sadari tangannya telah bergerak menggaruk belakang kepalanya. Hal yang menjadi kebiasaan nya ketika sedang merasa gugup atau malu. "Mata Kaichou. "
"Apa yang sedang kau pikirkan? " Sona mengulang pertanyaan, dan dapat dia lihat Naruto berpikir untuk menjawab. Apa Naruto tidak ingin menjawab dan sedang berpikir untuk berbohong, atau pemuda itu malu untuk memberitahu kan nya. Entahlah, Sona tidak tau apa yang di pikirkan pion nya itu.
"Sebenarnya... Ada hal yang ingin ku lakukan hari ini. " Itu bukan kebohongan, Naruto memang ingin melanjutkan latihannya hari ini. Tapi tetap saja, itu bukan hal yang dia pikirkan dari tadi. "Jadi... Bisakah aku pergi? "
Naruto menunggu dengan was-was, apalagi di tatap oleh mata sang Kaichou dengan pandangan seperti itu. Lama Sona diam membuat Naruto harus meneguk ludahnya kasar, dirinya semakin cemas. Namun Naruto bisa bernafas lega saat melihat Kaichou-nya menutup buku nya.
"Baiklah, kau boleh pergi. " Tatapan Sona sedikit melembut, hanya 'sedikit'. Namun setelah dia membenarkan posisi kacamata nya, tatapan itu kembali tajam plus menakutkan. "Tapi ingat! Besok kau harus menyelesaikan materi ini. "
"Ba-baiklah. " Keringat dingin menetes, namun itu tidaklah lama. Senyuman khasnya Naruto tunjukan, dan setelah itu pemuda berambut pirang itu bangkit dari tempatnya. "Kalau begitu, aku pamit. " Berjalan pelan ke pintu keluar, namun belum sampai ke pintu Naruto berhenti dan kembali menghadap Sona. "Kaichou. "
Sona menatap Naruto seolah berkata 'apa lagi?', dan Naruto tersenyum canggung karena hal itu. Jujur saja Naruto saat ini sedang malu, tentu saja sebab. "Apa akhir pekan ini, Kaichou sibuk? "
Satu alis Sona naik, hal itu membuat Naruto tambah gugup plus malu. Dengan gerakan kaku, sang Shinobi Konoha itu mengusap belakang kepalanya. Namun tetap dia meneruskan niatnya, toh juga dia sudah terlanjur bicara. "Aku kan baru di kota ini, jadi aku ingin lebih mengenal tempat ini. Jadi... Bi-bisa kau... Menemani ku? "
Sona diam sambi mengedipkan matanya beberapa kali, otak encer nya sedikit lama mencerna perkataan Naruto. Apa barusan Naruto mengajaknya kencan? Memikirkan itu entah kenapa membuat hatinya menghangat, apa dia merasa senang Naruto mengajaknya kencan? Dia ingin, namun dia mau melihat dulu ke sungguhan Naruto. "Sebenarnya pekan nanti aku ingin kau belajar beberapa materi yang belum kau kuasai. Seandai nya saja kau sudah menguasai materi tersebut, mungkin aku bisa menemani mu. "
Apa itu syarat? Apa Kaichou-nya memberi persyaratan padanya? Sedikit rasa kecewa muncul di benak Naruto, apalagi mengetahui syarat yang di berikan. Namun bukan berarti dirinya akan menyerah, tidak ada kata menyerah dalam kamus Uzumaki Naruto. "Baiklah, aku akan menguasai nya sebelum akhir pekan. " Senyum penuh percaya diri Naruto tunjukan, setelah itu bungkukan hormat Naruto lakukan. "Kalau begitu aku pergi dulu, Kaichou. "
Naruto berbalik dan segera keluar, pemuda nampak bersemangat. Namun seandainya Naruto mau lebih lama berada di ruangan, maka dia akan melihat Kaichou-nya tersenyum. Sebuah senyum yang nampak manis dan juga tulus.
..: Juubi no Kitsune :..
Naruto duduk di bawah rindangnya pohon, melakukan posisi meditasi dengan mata terpejam. Dirinya melakukan hal ini untuk mengembalikan chakra nya yang sudah terkuras karena latihan yang dia lakukan. Meditasi ini dia lakukan untuk menghilangkan lelah akibat latihan fisiknya.
Semenjak dia pergi dari sekolah tadi, sudah tiga jam dia berlatih. Setengah jam lagi dia habiskan untuk meditasi. Tempat dia sekarang sudah gelap, walau sebenarnya matahari belum sepenuhnya tenggelam. Mengingat tempatnya sekarang, Naruto tidak merasa heran kalau hal itu terjadi.
Naruto mencoba fokus, masuk ke dalam diri dan merasakan energi yang mengalir disana. Masalahnya masih tetap sama, yaitu tentang chakra dan energi iblis nya. Sampai saat ini dia masih belum menemukan cara efektif untuk mengatasi masalahnya ini, namun bukan berarti tidak ada perkembangan.
Saat ini dia sudah mampu menggunakan lima puluh persen lebih chakra nya tanpa menimbulkan kontak dengan energi iblis nya. Mengingat seberapa besar chakra yang dia miliki, hal itu sudah sangat bagus. Selain itu itu, dia sudah bisa menggunakan lagi mode biju nya, walau hanya dalam waktu beberapa saat.
Tapi tetap, dia tidak akan menggunakan itu terlalu sering. Dia tidak mau chakra yang di tinggalkan Kurama habis. Hanya itu yang bisa membuatnya merasa dekat dengan sahabat rubahnya itu, begitupun dengan biju yang lainnya. Jadi dia putuskan hanya menggunakan mode itu di saat genting, atau sampai dia menemukan cara agar chakra itu tidak akan habis.
Lagipula masih ada sannin mode.
Menurutnya mode itu sudah cukup kuat untuk di gunakan dalam setiap pertarungan. Apalagi sekarang dia hampir bisa menggunakan nya dengan full power, tidak seperti waktu dia berhadapan dengan Da-tenshi itu. Ini semua bekat latihannya, dan...
Mungkin juga karena saran Kaichou-nya.
Beberapa hari yang lalu atau tepatnya lima belas hari yang lalu, Naruto menceritakan tentang masalah chakra dan demonic power nya kepada Sona. Dan Sona menanggapi itu dengan cermat. Menurut Sona, chakra dan energi iblis atau (bisa di bilang) sihir Naruto tidak seperti api dan air melainkan seperti air dan listrik.
Ketika aliran listrik bertemu atau bersentuhan dengan aliran air, maka akan terjadi konsleting listrik yang bisa mengganggu apa yang ada dia air dan aliran listrik itu sendiri. Hal itu tentu tidak baik bagi ke dua nya.
"Cari titik permasalahan nya, dan kau akan bisa mengatasinya. "
Saran yang langsung di ikuti Naruto, dan dia harus kalau Kaichou-nya benar-benar luar biasa. Karena apa yang Naruto temukan benar-benar persis seperti yang di katakan Sona.
Ketika dia bermeditasi untuk mencari titik yang di maksud Sona, Naruto menemukan aliran chakra nya bersinggunngan dengan aliran sihir nya. Bukan hanya satu titik, tapi beberapa titik yang tersebar di seluruh tubuhnya. Jumlahnya sekitar 18 titik.
Di setiap titik-titik tersebut terjadi kontak yang akan mengganggu dua energi tersebut, untuk keadaan normal itu tidak masalah tapi saat Naruto menaikan intensitas chakra nya maka akan timbul masalah besar.
Cara yang paling benar untuk mengatasi nya adalah mengubah jalur aliran kedua atau salah satu energi itu, tapi itu sangat sulit terutama buat Naruto sendiri. Jadi cara yang bisa Naruto lakukan untuk saat ini hanyalah dengan mengontrol aliran energi nya.
Ketika dia ingin membuat jutsu apalagi jutsu yang memakan chakra cukup banyak, maka Naruto akan menurunkan energi sihir nya agar chakra nya mengalir dengan lancar. Begitupun sebaliknya, ketika Naruto ingin menggunakan sihir (yang saat ini hanya sihir teleport dan komunikasi) maka dia akan menurunkan intensitas chakra nya.
Tapi tetap ada masalah. Chakra Naruto terlalu besar, dan kontrol atas sihirnya masih belum sempurna.
Untungnya berkat latihan selama beberapa hari ini, pengontrolan Naruto terhadap energi sihirnya sudah meningkat. Dan hal itu sangat membantunya untuk menggunakan chakra lebih besar.
Matanya terbuka, dan kemudian dia menengok keatas menatap langit gelap dari sela-sela pepohonan. Dengan perlahan Naruto menghembuskan nafasnya, udara lembut keluar dengan pelan dari hidungnya, wajahnya nampak tenang dan damai. Matanya terpejam dan kemudian dengan perlahan terbuka. "Aku lapar -ttebayou! "
Apa tadi saya bilang tenang?
..: Naruto & High School Dxd :..
Naruto menatap dirinya di cermin, mencoba menilai penampilan nya sekarang ini. Baju kaos berwarna merah polos, dilapasi jaket hitam yang di berikan Kaichou-nya. Jujur saja, hampir semua barang milik Naruto di berikan oleh Sona. Maklum, Naruto itu orang misk- maksudnya orang baru di dunia ini.
Kembali ke penampilan nya, untuk bawahan Naruto memakai celana jins yang sewarna dengan jaketnya. Dia tersenyum melihat dirinya terlihat keren dengan penampilan seperti ini. Kenapa dia berpenampilan seperti ini hari ini, itu karena hari ini dia ada kencan.
Sebenarnya hanya berkeliling kota untuk mengenal kota Kuoh, tapi menurut Naruto kata 'kencan' lebih enak di dengar. Permintaan nya untuk jalan-jalan bersana Sona beberapa hari yang lalu di kabulkan Kaichou-nya hari ini, tentu saja setelah Naruto menyelesaikan syarat dari Sona. Naruto butuh usaha ekstra keras untuk memenuhi syarat itu.
Kembali menatap dirinya di cermin, Naruto mengambil sebuah sisir. Merapikan rambut pirang nya yang selalu acak-acakan, menyisir ke belakang membuat rambutnya nampak klimis. Naruto kembali tersenyum melihat rambutnya yang sudah tertata rapi.
Ya, setidaknya begitu selama tiga detik. Karena di detik keempat rambutnya kembali seperti semula. Ini aneh, kenapa dia tidak bisa mengubah gaya rambutnya. Apa ini semacam gen dari ayah nya atau ini... Ah Naruto mulai ngelantur.
Tak mau ambil pusing, Naruto bergegas keluar kamar. Dia tidak ada waktu memikirkan hal-hal yang merepotkan, ada hal yang lebih penting. Yaitu kenc- jalan-jalan dengan Kaichou-nya.
Membuka pintu kamarnya, Naruto di hadapan dengan sebuah pintu yang dia tau pintu kamar Sona. Senyuman nya mengembang, dan dengan semangat dia mengetuk pintu tersebut. Terlalu semangat hingga sang penghuni kamar merasa terganggu.
"Tunggu sebentar! "
Dengan suara seperti itu, cukup membuat Naruto menghentikan aksinya dan menghilangkan suaranya. Dia sudah cukup mengenal Kaichou-nya, dan dia tidak mau membuat Kaichou-nya kesal.
Tak berapa lama kemudian pintu di buka, dan Naruto terpaku di tempat. Naruto terdiam bukan karena melihat pakaian yang Sona kenakan, pakaian kasual yang membuat Sona nampak cantik dan manis (nggak ngerti fasion, jadi bayangin aja pakaian yang cocok untuk Sona). Bukan juga karena melihat muka Sona yang nampak malu namun berusaha untuk nampak tegas. Naruto terdiam karena...
"Ah, aku melupakan dompet ku. "
Plak!
Sona menepuk keningnya dengan keras, tentu saja dia melakukan itu saat Naruto sudah kembali ke kamar. Ekspresi nya sekarang berubah menjadi kesal, sungguh pemuda pirang itu memang bodoh atau pura-pura bodoh sih. 'Apa yang kuharap kan dari laki-laki itu?'
Beberapa saat kemudian Naruto kembali dengan cengiran lebar nya, melihat hal itu Sona mendengus kesal. Dengan kaki yang dia hentakan, dia berjalan duluan. "Ayo pergi! "
Cengiran Naruto berubah menjadi senyuman kecil, matanya terfokus pada Sona yang berjalan duluan. Naruto tau kalau Sona sedang kesal, dan dia tau dirinya lah yang menyebabkan hal itu. Sejujurnya, dompetnya tidak benar-benar tertinggal. Dia tadi hanya tidak sanggup berada disini lebih lama, dia takut jantungnya akan pecah. Dia tidak sanggup melihat Kaichou-nya seperti itu. Karena di matanya...
Kaichou sangat cantik...
Benar-benar sangat cantik.
... ...
Karena jalan-jalan hari ini di tujukan untuk membuat Naruto lebih mengenal kota Kuoh, maka di setiap tempat yang mereka kunjungi Sona sedikit memberi penjelasan Naruto. Yah, walau hanya sebagian kecil saja yang benar-benar Naruto masukan di otaknya. Banyak tempat yang sudah mereka kunjungi, mulai dari toko-toko sampai tempat rekeasi.
Perjalanan mereka tentu saja di isi dengan pembicaraan, walau hanya sekedar tanya jawab. Mengingat Sona tak suka banyak bicara serta basa-basi, Naruto yang notaben nya orang yang suka bicara sedikit merasa kurang nyaman. Tentu saja Naruto tidak ingin hal itu terus berlanjut, dia terus mencari bahan candaan atau paling tidak percakapan. Dan reaksi Sona yang paling bagus hanya senyum tipis. Itupun sanggup membuat Naruto terpukau.
Sekarang matahari sudah berada di atas kepala, itu artinya sudah masuk waktu makan siang. Berhubung Naruto juga lapar, dia menyarankan untuk mencari tempat makan. Dan entah keberuntungan dari mana, Naruto melihat sebuah kedai ramen. Makanan favoritnya.
...
"Ji-san. Tolong satu mangkuk lagi. "
Sona melirik kesamping, ke tempat Naruto yang sudah terdapat lima tumpukan mangkuk ramen. Apa tadi Sona bilang dengan porsi jumbo. Apakah pemuda itu sebegitu laparnya hingga masih belum kenyang setelah menghabiskan lima mangkuk ramen isi jumbo? Atau pelayan nya itu memang sangat menyukai hidangan yang berlemak ini.
Sona kemudian menatap mangkuk ramen miliknya, huh dirinys saja belum sampai setengah mangkuk. Dan pemuda itu sudah bermangkuk-mangkuk. Tatapan Sona kembali beralih, kali ini keara pemilik kedai yang membawa ramen pesanan Naruto dengan semangat dan bahagia. Memiliki pelanggang dengan nafsu makan tinggi sudah pasti membawa rasa bahagia dan bangga bagi sang pemilik kedai.
Pandangan kembali ketempat Naruto, dan Sona tidak bisa menahan senyuman nya. Melihat cara makan pemuda itu, merupakan suatu kesenangan tersendiri buat Sona. Dan karena inilah dia belum menghabiskan ramennya, karena setiap kali Naruto menyantap makanan nya Sona selalu mencuri pandang padanya.
Hah, mungkin dia harus mulai menghabiskan ramennya.
...
"Ah kenyang nya. " Naruto menepuk perutnya yang agak membuncit, didepan nya sudah ada menara mangkuk yang jumlahnya mencapai lima belas. Setelah menghela nafas, Naruto menggerakan tangannya berniat membersihkan bekas kuah di sekitar mulutnya dengan lengan jaket miliknya. Namun sebuah tangan halus menahan tangannya, membuat Naruto menoleh kesamping.
"Nanti kotor. " Sona mengambil tisu yang berada didekat nya, kemudian dengan telaten dia membersihkan bekas kuah tersebut. Saat melakukan itu, tanpa sadar Sona mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyum manis. "Kau harusnya belajar cara makan dengan benar, Naruto. "
Naruto terpana, dia hanya diam membiarkan Sona membersihkan wajahnya. Wajahnya memanas menerima perlakuan seperti itu, dan itu semakin parah saat dia melihat wajah Kaichou-nya. Dia harap Kaichou-nya tidak mendengar detak jantungnya. Sudahkah dia bilang bahwa Kaichou-nya itu sangat cantik.
Sona menghentikan gerakan nya, dirinya sedikit tersentak menyadari apa yang dia lakukan. Sial, dia terbawa suasana dan tidak sadar dengan apa yang dia lakukan. Wajahnya tiba-tiba terasa panas ketika dia melihat pandangan Naruto tidak lepas darinya. Dengan sedikit tergesa-gesa, Sona bangkit dari tempatnya dan berjalan keluar. "Ayo. Kita masih harus pergi ke tempat lain kan. "
Naruto masih di tempat nya, masih terpaku dengan apa yang dia lihat. Sumpah, dirinya tadi melihat wajah Kaichou-nya memerah. Dan itu terlihat sangat... Sangat... Manis.
Senyum Naruto merekah, dan bangkit berniat menyusul Kaichou-nya. Setidaknya itulah yang dia pikirkan sampai sebuah tangan menahan dirinya, menoleh kebelakang Naruto melihat sang pemilik kedai yang tengah memasang seringai menakutkan.
Naruto meneguk ludahnya.
Dompet nya tidak ketinggalan kan?
.
.
.
.
TBC
.
Sebagai penutup.
Naruto berjalan dengan pelan, di sampingnya Sona mengikuti. Hari sudah malam, mungkin sekarang sudah pukul delapan malam. Dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang.
Naruto tidak henti-hentinya tersenyum, hari ini benar-benar menyenangkan baginya. Dan hal yang paling membuatnya bahagia adalah bisa bersama sang Kaichou seharian. Entah apa yang membuat hal itu spesial, namun apapun itu Naruto menyukai nya.
Menghentikan langkahnya, Naruto menatap pintu kayu berwarna coklat di depan nya. Pintu aparterment nya, ah bukan tapi apartement mereka. Mengalihkan pandangan, Naruto tersenyum kearah Sona. "Kaichou, terimakasih untuk hari ini. "
Sona tersenyum tulus, dan kemudian mendekat kearah Naruto. "Tidak, aku lah yang seharusnya berterimakasih. "
"Hehe... Bukankah yang_ "
Cup
"Itu untuk hari ini. " Sona menjauhkan wajah nya dari wajah Naruto, mukanya sedikit memerah karena hal yang baru saja dia lakukan. Namun sebuah senyum kecil terlihat di wajahnya, apalagi saat melihat wajah Naruto.
Naruto masih terdiam, terlalu shock dengan apa yang baru saja dia alami. Wajahnya kali ini benar-benar memerah, bahkan mungkin menyamai kepiting rebus. Otaknya bahkan tidak bekerja untuk sesaat, dan ketika kembali berfungsi Naruto menyadari satu hal.
Blam!
"Kaichou. " Naruto mencoba memanggil Sona yang sudah masuk duluan, dan anehnya Kaichou-nya itu menutup pintu nya. "Kaichou, kenapa kau mengunci pintu nya. "
Apakah mungkin Kaichou-nya lupa, bahwa mereka tinggal di dalam apartement yang sama.
.
(•_•)
.
:D
Karena ke sibukan di dunia nyata, saya sedikit sulit mengeluarkan ide di kepala saya ke tulisan. Bahkan saya yang biasanya mampu nulis 4-5 k lebih, sekarang hanya mampu nulis 3k lebih.
Tapi saya tetap berharap kalian mau me review chap ini.
.
.
.
Juubi out