Hai Minna…

Mika kangen banget…

Sayang Mika susah cari waktu senggang untuk nglanjutin fic ini. Tapi over all sekarang udah lanjut dan kayaknya akan ada beberapa chapter lagi.

Sungguh sayang sekali tidak seramai yang dulu. Huhuhu…

Terimakasih untuk kalian semua yang sudah membaca dan menyemangati

Love you….

Ein-Mikara


Harap Maklum karena Typo (s) bertebaran


Hukuman


KLONTANG

PRAK

PYAR

GLUDUK GLUDUK

"KASAAAN….."

Zing…..

Boruto terbangun dengan napas terengah-engah. Ugh, tulang punggungnya sakit. Ya ampun, sampai terbawa mimpi lagi. Padahal babak belur sekali sudah menyakitkan, ini malah reka adegan dimimpi. Sepertinya Himawari benar-benar mengutuknya.

Tok Tok

"Onichaan…", seru Himawari dari luar kamarnya. "Aku masuk ya..".

Belum sempat Boruto menjawab pintu kamar sudah menjeblak terbuka. Himawari masuk dengan membawa nampan ditangan kirinya.

"Aku bawakan susu dan pancake buatan Kaasan kesukaan onichan loh", terang Himawari dengan bibir masih menyunggingkan senyum.

Aneh.

Kenapa Himawari jadi baik begini?

"Apa ini aman?", Tanya Boruto dengan tampang bodoh sambil memegangsegelas susu yang disodorkan Himawari.

"Tentu saja", jawab Himawari sedikit cemberut. "Ayo cepat minum!", kini level cemberutnya bertambah dengan pelototan.

Tap Tap Tap

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu kamar Boruto lagi-lagi menjeblak terbuka. Terlihat sosok serba kuning yang sedang berjalan semakin mendekat kea rah ranjang.

"Hey Bolt", sapa Tousannya. "Kau sudah baikan?".

Boruto menatap Tousannya sejenak kemudian menatap Himawari. Terlihat senyuman mengembang diwajah manis adiknya. Tapi.. senyuman itu lebih mirip seringaian. Seraaaamm…

"Euh, iya, Tousan", jawab Boruto sambil lirik-lirik Himawari.

"Ah, syukurlah kau punya adik yang baik hati dan pengertian", ujar Tousannya sambil mengusap puncak kepala Himawari. "Bagaimana kau bisa seceroboh itu Bolt? Andai saja dirumah tak ada Himawari, kau pasti sudah luka parah lebih dari ini. Ya kan Hime?", Himawari tersenyum sambil mengangguk menanggapi perkataan Tousannya.

"Baiklah Tousan akan berangkat sekarang. Kaasan kalian masih harus menjaga Hiashi Jisaan sampai beliau sembuh. Untuk sementara waktu, rumah dan perawatan Boruto Tousan serahkan pada Himawari. Kau sanggup, Hime?", Himawari lagi-lagi tersenyum lebar sambil mengangguk.

"Tenang saja Tousan", sahut Himawari. "Hima akan menjaga rumah dengan baik. Dan akan memastikan Onichan segera sembuh".

"Bagus", seru Tousannya sambil berlalu.

Zing…

Suasana kembali senyap.

"Kenapa? Onichan bingung?", Tanya Himawari sambil menyeringai.

"Euh.. ya.. begitulah", jawab Boruto sambil menggaruk rambutnya yang berantakan.

"Tidak ada saksi. Aku bisa bercerita semauku", sahut Himawari sambil menarik gelas yang isinya baru ditenggak setengah oleh Boruto. "Setidaknya aku masih cukup baik karena merawatmu. Kau bahkan tidak meminta maaf pada kekasihku".

Isi gelasnya tandas. Ya, cairan susu itu mengalir ditenggorokan Himawari. Dan sekarang gadis itu sedang memotong-motong pancakenya. Suapan pertama mengarah kearah Boruto.

"Buka mulut Onichan. Kau harus makan supaya lekas sembuh", ujar Himawari.

"Kau baik sekali Hime", sahut Boruto dengan semangat membuka mulutnya.

Nyam nyam nyam.

Uahh… ini enak sekali, batin Boruto.

Suapan kedua, Boruto sudah tak sabar tapi…

Loh.

Suapan kedua masuk kemulut Himawari.

Ohh.. mungkin suapan ketiga akan mengarah kemulutnya, pikir Boruto dengan sabar.

Lah.

Suapan ketiga masuk kemulut Himawari lagi? Keempat? Kelima dan seterusnya. Boruto sukses shock.

"Uahh.. pancakenya enak ya onichan?", Tanya Himawari setelah menandaskan sepiring pancake dengan bibir sedikit belepotan madu.

"Em yah.. enak", jawab Boruto sambil lalu. Enak? Iya enak! Tapi kan kau habiskan sendiri. Batin Boruto kesal.

"Syukurlah kalau kau suka", jawab Himawari riang. "Aku akan membawakan Shika-kun pancake terenak buatanku. Dan karena Onichan sudah mendapatkan hukuman setimpal, onichan akan mendapatkan dua porsi jumbo pancake yang sekarang ada di meja makan. Aku pergi dulu ya Ni-chaaan..". Ujar Himawari sambil mengecup pipi Boruto dengan bibir yang masih belepotan madu.

"Euh.. Hime, setidaknya kau bisa mencium pipiku lain kali dengan bibir berlipgloss", sahut Boruto sedikit jijik dengan lengket-lengket yang menempel dipipinya.

"Minta saja Sarada melakukannya untukmu", ejek Himawari sambil melangkah keluar.

Apa tadi? Dua porsi besar pancake? Huwaaah… Aku harus segera turun.

Gludak

Ugh.. Ternyata kakiku lemas. Huwaaahh… pancakenya..


Ein-mikara


Kediaman Keluarga Nara

"Kau suka?", Tanya Himawari yang kini duduk bersama Shikadai diberanda belakang keluarga Nara.

"Ehm, yah. Ini enak", jawab Shikadai sambil terus mengunyah pancakenya. "Terimakasih".

"Aku yang seharusnya minta maaf", ujar Himawari. "Kalau bukan salahku mungkin…".

"Sudahlah", potong Shikadai. "Aku sudah tidak apa-apa. Lagipula kau juga sudah menjelaskan pada Kaasanku. Aku tau itu lebih sulit untukmu".

"Benar", ujar Himawari dengan bibir bergetar. "Aku takut dan sangat malu. Aku takut Bibi Temari akan memarahiku. Tapi..".

"Dia menyukaimu", lagi-lagi Shikadai memotong ucapan Himawari. "Kaasan peduli padamu. Buktinya dia malah menyuruhku menemanimu disini. Jika dia tidak menyukaimu, dia akan mengatakannya. Kaasanku bukan orang yang mudah berbasa-basi. Itulah yang disukai Tousanku darinya".

"Dan kau menyukaiku karena….", pancing Himawari membuat pipi Shikadai merona.

"Sepertinya Kaasan sedang menyiapkan makan siang. Kau yakin tidak ingin menemaninya?", elak Shikadai.

"Pengecut", ejek Himawari sambil terkekeh kemudian bangkit menuju kearah dapur.

Beberapa saat kemudian.

"Shikadai… Bibi temari..", teriakan Chocho menggema dari arah luar.

Temari dan Himawari saling berpandangan.

"Kau tunggu disini sebentar", ujar Temari. "Sepertinya teman-teman Shikadai sedang berkunjung. Kau tidak apa-apa kalua kutinggal sebentar? Karena sepertinya kau tidak asing dengan suasana dapur".

"Tidak apa-apa, Bibi", sahut Himawari. "Aku yakin bisssa memasak tanpa membakar sesuatu".

Temari tersenyum mendengar kata-kata Himawari. "Baiklah, kutinggal dulu kalau begitu", Himawari mengangguk mantap sambil melanjutkan pekerjaannya.

Beberapa saat kemudian Temari kembali bersama Inojin.

"Aku mendapat tenaga bantuan", ujar Temari sambil tersenyum kearah Himawari. "Kau tau Hima, Inojin sering membantuku memasak. Sepertinya Ino mengajarinya dengan baik".

"Kau disini Hime?", sapa Inojin sambil bergabung membantu acara memasak mereka.

"Iya, aku sedang mengunjungi Shikadai-nii yang hamper babak belur karena ulah Bolt niichan", terang Himawari.

"Aku tak tau kau suka memasak", ujar Inojin.

"Itu berlaku untukmu juga", balas Himawari sambil tersenyum.

"Aku sering membantu Kaasanku, seperti yang bibi Temari katakan tadi. Ya, aku juga sering membantu disini", sahut Inojin sambil memisahkan kepala udang dari tubuhnya.

"Kebiasaan Kaasan berada didua tempat membuatku harus bias memasak. Apalagi seperti sekarang. Jisaan sedang sakit. Beberapa hari ini mungkin Kaasan akan berada di kediaman Jisan. Keahlian memasak sangat diperlukan untuk menghadapi selera makan Niichan dan otousanku yang lumayan.. yah kau tau sendiri bagaimana Bolt niichan", jelas Himawari.

"Hahaha.. aku paham maksudmu", sahut Inojin sambil tertawa.

Mereka masih belum sadar ketika sosok yang sedari tadi melihat interaksi mereka berdua dari jauh mulai mendekat.

"Kau mulai lagi", hardik Himawari. "Bibi Temari, lihatlah. Dia tidak membantu malah mengacau balaukan pekerjaanku", adu Himawari.

"Aku kan membantumu, Hime", elak Inojin.

"Kau kan punya tugas sendiri", hardik Himawari lagi.

"Sudahlah kalian. Ini sudah hampir selasai. Bibi bisa menyelesaikannya sendiri", sahut temari mencoba menahan amarahnya. Namun dia tiba-tiba teriangat sesuatu. Ah, suasana seperti ini tidak asing baginya. Melihat Himawari dan Inojin mengingatkannya pada Kankuro. Ddibanding Gaara, Kankuro lebi sering menggodanya. Dan sering sekali mengganggunya ketika memasak.

"Tuh, Inojin, kau bissa pergi main sana. Biar aku saja yang menemani bibi Temari. Ini kan sudah hamper selesai", bujuk Himawari dengan mata melotot.

"Tiddak mau. Aku kan yang sering membantunya. Kau disini juga tidddak apa-apa", sahut inojin sambil merebut panci ditangan Himawari.

"Ehem". Suara deheman memecahkan sengketa diantara mereka.

"Shikadai", bisik Himawari dan Temari bersamaan.

"Sedang apa disini?", Tanya Temari.

"Memangnya aku dilarang kedapur?", ujar Shikadai membalikkan pertanyaan.

"Kau hamper tidak pernah kemari", sahut Temari sambil berkacak pinggang. "Atau kau ingin ikut membantu?".

"Tidak, terimakasih. Sepertinya Kaasan sudah punya tenaga tambahan lebih dari cukup", potong Shikadai.

"Dan Kaasan akan sangat berterimakasih jika kau mau membawa salah satunya bersamamu", ucap Temari sambil melirik kearah Himawari dan Inojin yang sedang mematung.

"Sepertinya mereka cukup nyaman disini. Aku pergi saja kebelakang. Chocho mungkin tidak keberatan menemaniku bermain Shogi", gumam Shikadai malas.

"Sejak kapan Chocho bias bermain Shogi?", pancing Inojin.

"Sejak aku mengajarinya nanti", ucap Shikadai terdengar kesal.

Tap tap tap.

Dan suasana kembali hening.

"Euh, Bibi tidak apa-apa kalua kutinggal? Sepertinya..", Himawari sedikit ragu.

"Tenang saja, Bibi sudah biasa melakukan semuanya sendiri. Apalagi Inojin sudah membantu", potong Temari.

"Eh, tapi kenapa tiba-tiba..", ucapan Inojin terpotong.

"Kau tidak keberatan kan membantuku disini?", tawar temari sambil menatap penuh arti kearah inojin.

"Tidak apa-apa sih, Bi. Tapi.."

"Bagus. Pergilah Himawari. Aku akan menyiapkan makan siang bersama Inojin".

.


Ein-Mikara

.


"Kau memaksaku untuk berpikir? Enyahlah", hardik Chocho. "Aku tidak berniat mempelajari Shogi".

"Aku tidak pernah melakukan ini", gumam Shikadai membuat Chocho menoleh.

"Apa katamu?", Tanya Chocho heran.

"Berapa harga keripik kesukaanmu? Aku punya uang 500 Yen. Cukup untukmu?", Tantang Shikadai.

"A-apa?", Chocho mendadak bego. "500 Yen?".

"Ya 500 Yen dan kau akan bermain Shogi denganku", ujar Shikadai sambil melipat tangannya.

"Baiklah, aku rela kalah demi 500 yenku", ujar Chocho dengan bersemangat.

"Aku tidak tau kau suka merayu dengan cara seperti itu", ujar Himawari sinis dari balik bahu Shikadai.

"Eh", Shikadai menoleh dan mendapati wajahnya terlampau dekat dengan wajah Himawari.

"Ah, sepertinya aku melupakan sesuatu", ujar himawari sambil menegakkan tubuhnya. "Onichanku sedang sakit. Dia butuh perawatan ekstra. Aku pulang dulu ya Shikadai-nii. STolong sampaikan salamku pada bibi Temari".

Lho? Shikadai masih terpaku menatap kepergian Himawari. Kenapa jadi begini?

.

TBC


Reviewer :

Rinzitao : Mika emang jarang bikin cerita yang panjang. Harap maklum ya :)

Himawarii nara : Hehe.. makasih kalo kamu suka :)

Doni : Sudah lanjut loh :)

Seman99i : Kamu bakal jujur gak semisal kamu ketauan nyium cowok kamu? :)

Sunshinefamily : Kalau kamu pasti pingin dicium Inojin yaa…? Heheh :)

Unyu : Hihi sudah lanjut loh unyu-chan :)

Nanachan : Selucu kamu nona cantik :)