Hai minna...
Jumpa lagi dengan Mika-chan.
Kali ini Mika-chan persembahkan ff ini For Himawarii-naraa, my Favorit newbie author,reader, and reviewer :)
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning :
OOC, Typo (s), DLDR
Pairing : Nara Shikadai x Uzumaki Himawari
Jealous
Kediaman keluarga Nara. Dua tahun setelah pertempuran besar melawan Momoshiki dan Kinshiki Otsutsuki.
Shikadai tersenyum sambil menatap layar laptopnya dengan posisi tengkurap diatas tempat tidur. Hal yang secara sembunyi-sembunyi ia lakukan. Ibunya akan mengomelinya sepanjang hari jika tau Shikadai meletakkan laptopnya diatas tempat tidur. Mantan Putri Suna yang sekarang menjadi Nyonya Besar di Klan Nara itu sangat disiplin. Ia sangat tidak menyukai ketidak teraturan. Apalagi jika ketidak teraturan itu disebabkan oleh anak dan suaminya.
Laptop hitamnya berbunyi beberapa kali, pertanda ada beberapa notifikasi yang masuk. Pasalnya beberapa hari yang lalu ia lulus ujian menjadi Jounin. Disaat teman-teman seusianya berjuang untuk ujian Chunin, lelaki berambut nanas itu malah sudah mendapatkan gelar Jouninnya. Banyak komentar seputar Postingannya di media sosial terpopuler Konoha.
Ia mengetikan balasan beberapa komentar dari kawan-kawannya. Kemudian tangannya meraih mouse dan membuka tab baru. Ia sedang terburu membuka laman email. Seorang gadis yang pastinya tidak sabar menanti balasan pesannya. Setelah membaca pesan gadis itu, Shikadai malah mengurungkan diri untuk membalasnya. Ia berpikir sejenak kemudian meraih rompi hijaunya yang tersampir di ujung kursi. Setelah mematikan laptop kesayangannya ia segera beranjak pergi.
"Siang, Shikadai", seru seorang wanita bersurai pirang sambil melambaikan tangannya. "Selamat atas kelulusanmu ya", sambung wanita itu lagi sambil memeluk bahu Shikadai ketika ia tiba di depannya.
"Terima kasih, Ino-baachan", jawab Shikadai sedikit malas karena harus berbasa-basi.
"Kau pasti sedang mencari Inojin, bukan?", tebak Ino sambil mengerling. "Sayangnya putraku sedang ada missi dengan Tousannya".
"Ah, ia melewatkan ujian Chunin?", tanya Shikadai sambil mendekat kearah deretan bunga yang terpajang disepanjang rak yang memanjang diberanda depan kediaman Yamanaka.
"Hahaha... begitulah", tawa Ino sambil mengibaskan tangannya. "Sepertinya kali ini Inojin dan Sai sedang serius menghadapi missinya. Hingga dia melewatkan ujian Chuninnya lagi".
"Hemm", tanggap Shikadai yang kini berada didepan pot-pot kecil berisi bibit bunga matahari yang baru bertunas.
"Ah, kalau begitu kau mau pergi sekarang atau... ah...", sifat kepo Ino mulai menguar. Ia memutari Shikadai sambil memiringkan kepalanya. "Kau mau membeli bunga untuk seseorang. Iya kan? Kau tidak mencari Inojin. Aku tau. Pilihanmu tepat. Bunga matahari. Aku tau seorang gadis yang sangat menyukai bunga itu. Inojin sering memberi gadis itu bunga Matahari".
Shikadai menoleh. Apa? Inojin memberi bunga pada Himawari? Dan ia tidak tau?
"Sepertinya aku tak perlu menebak-nebak", kikik Ino sambil menatap wajah Shikadai yang sedikit memerah. "Aih, aku akan senang menjadi besan Hokage. Tapi semua keputusan ditangan gadis itu bukan? Berjuanglah Shikadai! Aku juga melakukan hal yang sama pada putraku. Kalian berdua menggemaskan".
Shikadai sedikit menghindar ketika tangan Ino menyentuh pipinya. Lagi-lagi sahabat ayahnya itu mencubit pipinya. Sial, pipi tembam yang ia peroleh dari gen ibunya membuat beberapa orang senang mencubit serta menciumi pipinya. Sebut saja Ibunya, neneknya, dan sahabat ayahnya yang berisik ini. Yah dari kecil Ino memang suka sekali mencium pipi tembam Shikadai atau sekedar mencubitnya. Membuat Shikadai sedikit trauma dekat-dekat dengan seorang gadis.
Sayangnya gadis yang ia sukai justru memiliki sifat seperti Ino. Terlalu bersemangat dan mudah gemas terhadap sesuatu. Yah, pipi Shikadai pun tak luput dari obyek yang membuat sisi gemasnya timbul. Shikadai senang-senang saja sih jika Himawari menciumi pipinya. Sayangnya gadis itu tidak hanya senang menciumi pipinya tapi juga senang sekali menarik pipinya hingga melar beberapa centimeter. Dan yang pasti menyakitkan.
"Baiklah, baachan, aku mau yang ini", tunjuk shikadai sambil menganggat pot mini itu dengan tangan kirinya.
"Oke, itu kuberikan padamu", jawab Ino sambil tersenyum gemas. "Anggap saja itu pemberian seorang ibu kepada anaknya. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai orang lain. Ayahmu adalah sahabatku. Ia sudah seperti kakakku sendiri. jadi, bunga itu untukmu. Terimalah".
Tidak ingin menanggapi panjang lebar dan berkata banyak hal yang hanya akan membuat Ino terharu dan mungkin menambah sesi curhatnya, shikadai segera mengangguk dan berpamitan.
"terimakasih, Ino-Baachan. Aku permisi pamit dulu", ujar Shikadai sambil berlalu.
~Ein-Mikara~
Kediaman Keluarga Uzumaki
Shikadai sedang berada didepan gerbang kediaman Uzumaki. Tangan kanannya yang bebas merogoh kantong celana dan mengeluarkan ponsel. Setelah menekan beberapa kali ia segera menempelkan ponselnya ditelinga.
"Hallo", terdengar sebuah jawaban dari lawan bicaranya.
"Hime, aku sedang berada didepan rumahmu", ujar Shikadai.
"Aku turun", jawab Himawari cepat sambil mengakhiri panggilannya.
Beberapa saat kemudian Himawari mencul dari balik pintu gerbang. Terlihat beberapa pengawal yang mengikutinya keluar rumah.
"Masuklah", ujar Himawari sambil tersenyum lebar.
"Kakakmu ada?", tanya Shikadai sedikit ragu.
"Oh, jangan bilang kau takut padanya?", tebak Himawari sambil memicingkan matanya.
"Tidak", jawab Shikadai sambil mengangkat bahu. langkah kakinya mensejajari Himawari yang menuntunnya hingga ruang keluarga.
Hinata muncul dari arah koridor ruang tengah. Perempuan bersurai indigo seperti milik Himawari itu tersenyum padanya dan menyapanya.
"Selamat datang, Shikadai", sapa Hinata. "Ayo masuklah. Silahkan duduk dan mengobrol santai disini. Apa aku perlu memanggilkan Boruto untukmu? Kebetulan ia sedang senang hari ini. Kau pasti sudah dengar jika ia sudah lulus ujian Chunin kemarin".
"Ya, saya juga melihat pertandingan itu", jawab Shikadai sopan.
"Baiklah, silahkan mengobrol. Akan kubuatkan sesuatu untuk kalian", pamit Hinata kemudian menghilang dibalik pintu.
Shikadai menolehkan pandangannya dari pintu. Ia menatap gadis remaja yang sedang berdiri dihadapannya.
"Duduk?", tanya Shikadai sambil mengerling sofa dibawahnya.
"Tentu saja", jawab Himawar sambil duduk dihadapan Shikadai.
Hening sejenak. Mereka saling berpandangan. Beberapa saat kemudian Himawari mendengus. Cukup keras untuk ukuran seorang putri.
"Huh", dengusnya. "Baiklah, aku mengalah. Selamat, kau sudah lulus ujian menjadi Jounin", ujar Himawari sambil mengulurkan tangannya.
"Hm", jawab Shikadai sambil memalingkan muka. Bukannya tidak suka. Tapi menurutnya ini sedikit meropotkan. Dan ia kurang bisa mengekspresikan rasa terimakasihnya. Apalagi dihadapan gadis yang ia sayangi.
"Hanya itu?", cecar Himawari. "Hm saja?", tuntutnya.
Shikadai kembali menangkap pandangannya pada wajah Himawari. Ia menaikkan alis kanannya tanda tidak paham. Sebenarnya ia paham. Hanya saja, ah, terlalu merepotkan.
"Baiklah, tidak apa-apa", lanjut Himawari sambil mengerucutkan bibirnya. "Aku tau seperti apa dirimu. Merepotkan ya kan?".
Himawari memalingkan wajahnya. Kepala dan matanya mulai memanas. Astaga, ia tak harus menangis dihadapan Shikadai kan?
Tuk Tuk
Himawari menoleh ketika Shikadai mengetuk bahunya. Matanya melotot seperti mengguarkan kata Apa?
Shikadai meletakkan pot mininya di meja samping tempat Himawari duduk. Wajahnya terlihat memerah kemudian ia berpaling menghadap kearah pintu.
"Apa ini untukku?", tanya Himawari sedikit bingung.
"Terserah", jawab Shikadai. "Aku meletakkannya disitu. Barangkali ada yang menyukainya. Memang tidak seperti bunga matahari yang selalu Inojin bawakan sih. Ini hanya tunas kecil".
Senyum Himawari mengembang. Shikadai masih memalingkan wajahnya kearah pintu.
"Kau cemburu?", tebak Himwari sambil memegang dagu Shikadai dan memutar dagu itu mengarah padanya.
"Tidak. Merepotkan", jawab Shikadai mencoba memalingkan wajahnya laagi. Tapi dengan sigap Himawari menangkup pipi tembamnya.
"Oh, sudahlah", jawab Himawari sambil melengos. " Tidak memberiku selamat karena kau cemburu?Aku juga lulus ujian Chunin tau! Jadi bunga ini apa? Untukku?".
"Hm", jawab Shikadai sambil menolak menatap Himawari meskipun wajahnya sudah dihadapan gadis itu.
"Jadi kau benar cemburu?", tanya Himawari lebih semangat. "Kau cemburu pada sahabatmu?".
"Hm", jawab Shikadai singkat. Lebih mirip seperti suara geraman.
"Astaga, masih tetap cemburu meskipun yang kusukai itu hanya dirimu?", tanya Himawari sambil mendekatkan wajahnya kearah Shikadai.
"Hm", lagi-lagi sebuah jawaban ambigu.
Himawari sedikit kesal melihat kelakuan kekasihnya. Baiklah tuan Nara, ini yang kau mau bukan?
Himawari mengecup singkat bibir Shikadai membuat mata Shikadai terbelalak. Shock. What the...
Klontang
Pyar
"HIMEEE..."
"Himawari",
Himawari dan Shikadai segera menoleh. Terlihat Hinata sedang kikuk memunguti pecahan gelas dinampannya dan Boruto yang mukanya memerah seperti sedang menahan sembelit.
Mampus aku, batin Shikadai.
Well, bagaimana sekarang tuan Nara?
End or TBC?
Review... = Pahala (haha... Maksa)