Happy reading...
.
.
Pagi ini adalah pagi pertama Ais di asrama barunya. Ia bangun pagi tidak seperti biasanya yaitu pukul 5.30 biasanya saat masih di rumah Ais bangun tidur pukul 6.30 dan sholat subuh sekitar jam 7 Berangkat sekolah jam 7.15 ada kemajuan 1 jam. Sebenarnya itu amanah dari ibunya sebelum ia berangkat ke sini, ibunya membekalinya dengan segudang nasehat agar putrinya yang pemalas ini bisa mandiri, tapi karena saking banyaknya petuah yang tidak penting, Ais malah melupakan yang penting-penting(?) Apa lagi Ais adalah tipe anak yang masa bodo.
Jam 6.38 Ais sudah rapi. Bel sekolah sini agak lambat sekitar jam 8 kurang tapi karena ini bukan sekolah biasa, Ais mulai membangun sifat disiplin agar di 'lirik' guru.
Ais beringsut mendekati cermin besar sebelah ranjang Ying, memeriksa penampilanya di mulai dari seragam sekolah kebanggaanya. Kemeja putih lengan panjang dengan garis biru muda di kerah, celana panjang biru toska, jaket hoodie tanpa lengan dan topi warna biru muda, sepatu kets biru putih, tas dan buku sesuai jadwal, jangan lupa logo kelas ice yaitu 'ombak yang membeku' di pasangkan ke jaket di dada kirinya. Kebetulan Ais suka warna biru jadi ia tidak keberatan serba biru, berbeda dengan Ying yang menyukai warna kuning dan memadukanya dengan warna kesukaanya itu dari rompi, sepatu, bando dan ikat rambut yang serba kuning. Ais tersenyum puas, semuanya sudah tertata rapi dan komplit.
Ying yang baru selesai dandan menatap Ais heran. "Kau bawa apa tuh?" tanya Ying menunjuk tas ransel Ais.
" buku sekolahlah... " jawab Ais.
"Eik? Buat apa bawa buku, hari ini hanya praktek elemen tak perlu bawa buku. "
"Eh, Iyakah? "
.
.
Anak-anak kelas ice level 1 berkumpul di aula, mereka akan memulai praktek elemen, tapi mrs. Coral selaku wali kelas ice level 1 mengatakan bukan di sini tempatnya, tapi di pegunungan ice tempat yang sangat cocok.
"Anak-anak! " seru mrs. Coral meminta perhatian muridnya yang sedari tadi berisik dengan dunianya sendiri, mrs. Coral tersenyum puas berhasil menarik semua pasang mata."okey... kita berbaris!" Serunya memberi arahan agar para murid berbaris rapi lalu berjalan berurutan memasuki sebuah pintu.
Udara super dingin menyergap Ais setelah melewati pintu itu. "Pintu dimensi lain?" gumam Ais tak percaya, kini mereka berada di pegunungan yang seluruh puncaknya tertutup es. Tentu ini seperti sihir dalam sekejap mereka berada di Himalaya, padahal jika mengunakan waktu normal tentu akan memakan waktu berjam-jam menuju Himalaya. Ais berdecak kagum menghiraukan tubuhnya yang gemetar kedinginan. "Apa kita akan di ajarkan sihir juga seperti Harry potter?"
"Dey! Kau pikir ini sekolah Hogwarts'kah? Mana ada ilmu sihir disini?" Ucap Gopal menjawab gumaman Ais, Ais terperanjat tak menyangka ada yang menyahutinya, padahal dia ngomongnya sangat pelan. "Dan lagi... itu bukan pintu ajaib. Lihat tuh!" Gopal menunjuk ke belakang pintu yang barusan mereka lalui, bukan hanya pintu tapi ada bangunanya juga seperti tembok super tinggi bahkan mengalahkan tingginya tembok besar cina. "Itu bangunan sekolah kitalah, pintu yang kita lalui itu adalah pintu belakang. pegunungan es ini tepat berada di belakang sekolah kita bukan di Himalaya. Tak hanya gunung es tapi ada juga gurun pasir untuk praktek elemen angin, tempatnya tepat di sebelah kanan pegunungan ini, " jelas Gopal menunjuk tanah gersang menjulang tanpa salju tepat di sebelah gunung bersalju ini.
'Bagaimana bisa?' Ais membatin sok dan tidak percaya tentunya ada daerah ajaib di sekolahnya.
" ...dan sebelahnya lagi ada tebing terjal tempat praktek elemen tanah, dan sebelah kiri kita berada ini adalah pegunungan berapi, tempat praktek elemen api." Ais memutar ke arah kiri. Benar di sana pegunungan berapi yang penuh uap panas dan lava pijar yang menyala-nyala.
"Wow" Ais tidak sangup berkomentar, hanya kata 'wow' yang sangup ia ucapkan karena saking tercenganya, sekolahnya benar-benar seperti sekolah sihir. "Hebat...4 elemen dalam 1 tempat?"
"Semuanya hanya buatan." Celetuk Gopal.
"Eh?"
"Yaiyalah... kalau tidak di buat, kita akan berlatih di mana? Semuanya di persiapkan sesuai elemen masing-masing." Ais mangut-mangut. Tentu semuanya di buat untuk praktek elemen.
"Anak-anak, bersiaplah!" Seruan mrs. Coral menginterupsi mereka, "semuanya kemari!" Gopal dengan berat hati mengakhiri pembicaraan dengan Ais.
Semua anak-anak mengelilingi wali kelas mereka yang meperagakan cara menciptakan elemen. Ais nampak antusias ingin segera memiliki elemen es. Tak henti-hentinya ia menatap kagum wali kelasnya dengan kemilau butiran-butiran kristal es mengelilinginya seperti adegan ratu Elsa menciptakan istanah es di film frozen, film kesukaanya yang hampir setiap minggu di tontonya tanpa pernah absen.
"Nah, itu adalah serbuk es, serbuk ini tidak akan menjadi benda padat jika kalian tidak mengumpulkanya." Ucap mrs. Coral menjelaskan adegan barusan, semua murid menganguk paham kecuali Ais tentunya yang belum mengerti sama sekali.
Mrs. Coral meremas-remas tanganya ke udara lalu keluar serbuk salju dari tanganya seperti sihir, serbuk di tanganya makin banyak lalu kemudian mrs. Coral meniupnya dan dalam sekejap serbuk salju itu menjadi es padat.
"Woaaa~" seruan kagum para murid-murid.
"Ini masih termasuk level dasar, di level awal kalian tidak akan bisa langsung mengeluarkan es padat, ada banyak tahap. Tahap serbuk, pendingin dan pembekuan. Pusat kekuatan elemen kita ada di otak kita, bukan di tangan atau nafas. Kita bisa menciptakan elemen sendiri hanya dengan berfikir tanpa berlu banyak gerakan seperti tadi" jelas Mrs. Coral. Semua muridnya menganguk paham lalu berbaris melakukan pemanasan.
Semua anak-anak kelas ice level 1 mencoba gerakan yang di ajarkan gurunya barusan, mrs. Coral tersenyum puas, menatap murid-muridnya yang nampak tenang dan serius ketimbang saat di kelas yang rata-rata menampakan wajah lesu. Mrs. Coral menyipitkan matanya tak suka ketika tatapanya beralih ke salah satu anak didiknya yang bertubuh gemuk.
"Ais, kau belum waktunya ke tahap ini!" tegurnya pada muridnya yang berbadan gemuk. Ais menghentikan gerakan seperti teman-temanya lalu menatap gurunya minta penjelasan kenapa ia tak boleh mengikuti gerakan seperti yang lain?
"Kau melewati latihan tahap awal, jadi kau belum bisa ke tahap ini, kau harus mempersiapkan tubuhmu untuk di isi roh elemen, mengerti?" Ais menganguk patuh, lalu melakukan apa yang gurunya ucapkan.
.
Ais mendengus kesal, latihan elemen pertama ia tidak fokus, mrs. Coral terus membentaknya, ketika ia protes, kenapa hanya dia yang latihan 'bernafas' tapi yang lainnya benar-benaf latihan, katanya akan di isi roh elemen tapi kenapa gurunya menyuruh bernafas sebanyak-banyaknya? dan sekarang kini ia di hukum dengan menambah waktu latihan 'bernafas' yang artinya ia kehilangan setengah jam waktu istirahatnya, Ais hanya bisa pasrah. Ying dan Gopal bahkan tidak mau menolongnya.
'Itu tidak adil!'
"Hup... haah~" berkali-kali ia menarik dan menghembuskan nafas yang entah ada hubunganya dengan latihan atau tidak.
Ying berlari ke arahnya, latihan sudah selesai dan anak-anak yang lain sudah kembali ke kelas atau ke kantin karena ini sudah waktu istirahat. "Jangan menyerah Ais! latihan dasar memang seperti ini. ini supaya tubuhmu menerima elemen yang masuk" kata Ying menenangkan temanya, Ais tak menghiraukanya, ia sedang kesal waktu istirahatnya di potong, tak taukah perutnya sudah keroncongan minta di isi?.
"Ais berjuang!" Seru Ying lalu berjalan masuk ke pintu yang mereka lalui sebelum latihan, Gopal mengikutinya. Ais mendengus kini ia sendirian di tempat ini.
.
.
.
Setelah latihan 'pernafasan' Ais langsung melesat ke kantin, untuk membeli makanan, ia sangat lapar dari 1 jam yang lalu, tapi... semua makanan sudah habis tinggal makanan ringan dan roti. Ais mendengus, makanan-makanan ini tidak bisa menganjal perutnya.
"Macik... saya mau donat ini." Ais menunjuk donat, akhirnya ia membeli donat, terpaksa dari pada kelaparan? bibi penjual kantin segera mengambilnya tapi tiba-tiba seorang membentaknya.
"Oi, itu punyakulah!" Anak itu mendekati Ais dengan langkah kasar. Anak laki-laki yang punya kesan menyebalkan dari awal mereka bertemu, Fang.
"Kau tidak pantas memakan donat itu!" Ucapnya Fang ketus. Ais diam saja tak mempedulikan ocehanya, ia kebal dengan hinaan orang itu. Bahkan Fang tak pernah mengangap Ais sebagai perempuan, menurutnya ia sama seperti Taufan.
"Kalau kau memakanya, kau akan semakin melar!" Lanjutnya, Ais mendengus.
"Tentu aku mau membelinya karena aku lapar!" Jawab Ais sekenanya, malas meladeninya mengunakan emosi juga.
"Kau tahu, donat ini sudah aku beli jauh sebelum kau masuk sekolah ini" nampak Fang tidak mau kalah, tentu ia tidak rela donat kesukaanya di rebut oleh orang asing (sebenarnya mereka sudah saling kenal tapi dalam keadaan terpaksa).
"Cih!" Ais malas meladeni ocehan Fang dan memilih pergi membatalkan niatnya membeli makanan, masa bodo dengan perutnya yang keroncongan minta di isi, ucapan laki-laki tadi membuat seleranya hilang.
Fang tersenyum puas berhasil mengusir pesaingnya dalam merebutkan donat lobak merah.
"Nah macik... aku beli semua donat lo-Eh?" Fang membeku, donat di depanya rupanya bukan donat lobak merah tapi donat biasa dengan toping meses coklat.
"Jadi beli donatnya nak?" Tanya macik kantin dan Fang terpaksa membelinya demi harga dirinya.
.
.
"Anak itu lagi!" Gerutu Fang di sepanjang koridor, tangan kanannya menenteng 2 kantong besar, gara-gara berdebat dengan Ais, ia terpaksa membeli semua donat di kantin, andai ia lebih sabar dan melihat dulu donat apa yang anak itu mau beli, malah main klaim dan akibatnya ia harus membeli semuanya demi menyelamatkan harga dirinya.
Gara-gara mempermalukan dirinya, Fang harus mencari anak itu, dia harus bertangung jawab membeli donat-donat ini kembali.
Ia berjalan ke arah taman, menurut instingnya Ais ada di sana, mau kemana lagi dia kalau tidak ke kantin pasti ke taman, karena ia tidak jadi makan berarti ada di taman, karena menurut penelitianya(?) Siswa yang tidak makan siang pasti akan lebih memilih duduk di taman dari pada di kelas atau di tempat lain, karena orang-orang pasti akan kenyang dengan makan angin *plakkk* bukaaaaan maksudnya mereka lebih memilih tidur di taman dari pada bergerak, lihat saja taman ini sangat nyaman, banyak pohon rindang berbatang besar dan tentunya bebas ulat, pemandangan mengarah langsung ke pegunungan (buatan) serta rumput yang empuk sangat nyaman di tiduri di tambah angin sepoi-sepoi yang sejuk, jadi siapapun pasti ingin tidur di sana (jika belum makan).
Fang menghentikan langkahnya begitu orang yang di carinya sudah ketemu. Seketika mata Fang membelalak kaget. Di hadapanya, Ais tersungkur di tanah, topi biru mudanya hangus terbakar.
Dua orang laki-laki dan perempuan berdiri tegak di depan Ais. Yang siapapun melihatnya mereka bukanlah orang baik. perempuan berambut pendek dengan tubuh ideal mengenakan kaus dan jaket merah hitam menatap Ais tajam, manik merah ruby tak membuat Ais gentar, sedangkan yang laki-laki hanya diam tak peduli menatap teman perempuannya menyiksa perempuan lain.
perempuan itu maju selangkah mendekati Ais, tangan kananya mengeluarkan kilatan cahaya seperti petir.
"Hei!" Fang berseru berlari menghentikan mereka, berdiri tepat di depan Ais seolah sedang melindunginya, gadis berjaket merah berdecak kesal, merasa tergangu.
"Cih! pacarnya datang"
"Sudahlah Halilin... ayo kita pergi!" Ucap teman laki-lakiny pada gadis berjaket merah-hitam, lalu pergi begitu saja, Halilintar mendengus.
" awas jika kalian mengadu pada kepala sekolah." ancamnya lalu berbalik menyusul teman laki-lakinya.
Fang mengertakan giginya, ingin sekali ia menghajar mereka (tak peduli salah satunya perempuan) tapi sayangnya levelnya kalah jauh yang sudah di pastikan ia akan kalah telak.
.
.
TBC