Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuSaku

Warnings: Alternative Universe, Violence, Lime, etc


Chapter 8: Keraguan


A Collab by:

KiRei Apple – Chiwe Sakura

Happy Reading

.

.

Keresahan melanda kerajaan Suna saat ini. Kabar bahwa hilangnya Yang Mulia Ratu—pemimpin mereka sudah tersebar di seluruh penjuru negara. Semua orang cemas akan keadaan Sang Pemimpin. Bahkan Panglima Sasori yang menjadi tangan kanannya pun ikut menghilang tanpa jejak.

Meski tidak pernah membuahkan hasil, pencarian keberadaan mereka berdua masih terus dilanjutkan oleh prajurit Suna tanpa patah semangat. Desas-desus mulai tersebar jika Panglima Sasori membawa Sang Pemimpin demi keamanannya, itulah yang telah dijelaskan oleh salah satu jenderal Suna dari wilayah Barat, Hidan.

Seperti saat ini.

Hidan berdiri di depan ratusan prajurit yang telah siap akan perintahnya. Matanya menatap semua orang yang ada di sana, gusar. Sudah tiga hari berlalu dan Sasori belum memberikan kabar tentang keadaan pemimpinnya membuat ia berbohong kepada semua orang agar tak membuat rakyat Suna semakin cemas.

Ada kabar berhembus jika beberapa penduduk yang tinggal di pegunungan melihat seorang pria berpakaian bangsawan membawa seseorang yang sedang terluka menuju hutan dekat perbatasan Suna di pegunungan barat.

"Hari ini kita akan kembali mecari Sakura-sama dan Panglima Sasori!" Hidan berseru kencang agar semua mendengarkannya untuk membangkitkan semangat.

Semua prajurit berseru merespon teriakan Hidan dengan serempak mengangkat pedang. Benar apa yang dikatakan jenderal Hidan, mereka harus menemukan pemimpin mereka. Jika tidak cepat maka negara Suna akan semakin terancam. Karena bagi mereka, Sang Pemimpin adalah jantung negara. Jika pemimpin mereka tidak ada, besar kemungkinan negara akan semakin terancam dan runtuh.

Hidan menatap sekeliling dan menganggukan kepala tanda bahwa mereka harus cepat bergerak. Dia berjalan menghampiri kuda hitam miliknya, kemudian menaikinya. Begitupun dengan beberapa para prajurit yang juga menaiki kuda.

Mengacungkan pedang, Hidan berteriak kencang. "Demi Suna!" dan kemudian ia membelah pasukan untuk mengawal kepergian mereka mencari Sang Pemimpin diikuti para prajurit dibelakangnya.

.

...

.

Tidak hanya di kerajaan Suna, kabar tentang hilangnya pemimpin wanita kerajaan negara pasir itu mulai tersebar luas ke beberapa negara tetangga termasuk kerajaan-kerajaan besar seperti Uchiha. Tak pelak semua penghuni istana Uchiha mulai heboh mendengar kabar yang tersiar itu. Bukan tentang perang seperti biasanya, melainkan hal yang membuat para menteri kerajaan gusar dan diliputi rasa khawatir.

Pasalnya Sang Raja membawa seorang perempuan ke istana yang bukan merupakan perempuan dari negaranya sendiri, melainkan perempuan dari negara musuhnya. Dan yang lebih mencengangkan adalah tentang siapa sosok perempuan yang dibawa Raja Sasuke ke dalam istana, membuat semua orang bertanya-tanya kenapa raja dingin itu begitu tertarik kepadanya.

Sudah puluhan perempuan yang berasal dari keluarga bangsawan berkedudukan tinggi dikerajaan Uchiha diajukan untuk menjadi pendamping Sasuke, namun tawaran itu tetap ditolak mentah-mentah olehnya. Padahal para perempuan ini sudah pasti layak untuk Sang Raja. Kecantikan dan kepintaran mereka sudah tidak bisa diragukan lagi karena mereka berasal dari keluarga terhormat dan sebagian besar adalah anak dari menteri-menteri tertinggi kerajaan Uchiha.

Awalnya mereka mengira jika raja mereka adalah laki-laki tak normal, namun kali ini ternyata kabar tersebut benar-benar terpatahkan.

Karena itulah hal ini sukses membuat para petinggi kerajaan gusar bukan kepalang. Mereka yakin bahwa pemimpin mereka sangat tertarik kepada perempuan itu. Bahkan menteri pendidikan menyaksikan sendiri betapa mengerikannya saat melihat kondisi Sang Raja ketika menggendong perempuan yang kala itu tak sadarkan diri.

Dan di sini lah mereka sekarang, di tempat kediaman perdana menteri Danzo, mereka adalah para menteri paling berpengaruh yang berjumlah empat orang berkumpul dengan wajah tegang. Mereka adalah menteri pendidikan, menteri yang mengatur laju perekonomian, menteri kesejahteraan, dan menteri keuangan berkumpul bersama untuk membicarakan perihal tersebut.

"Bagaimana pendapat Anda, Danzo-sama?" salah satu menteri bertanya.

Danzo, sang perdana menteri tertinggi dikerajaan Uchiha yang telah menjadi bagian terpercaya kerajaan selama puluhan tahun terlihat tenang, gerakan pelan saat meminum tehnya menandakan bahwa dirinya masih berpikir positif. Tidak ada gemetar ataupun emosi diwajahnya barang sedikit pun.

Sama dengan yang lainnya, awalnya Danzo mengira jika Raja Sasuke adalah laki-laki yang tidak normal. Rajanya tidak pernah berdekatan dengan seorang wanita manapun seolah mereka adalah mahluk rendah yang menjijikan. Danzo telah mencoba menawarkan cucunya yang terkenal cantik jelita sebagai calon permaisuri untuk Sasuke, namun sekali lagi tawaran itu ditolak bahkan sebelum Uchiha Sasuke melihat wajah cucunya.

Tapi, kali ini kabar yang didengarnya sama sekali bukan lelucon. Rajanya telah membawa perempuan lain selain dari wilayah kerajaan Uchiha. Tentu saja ini adalah kabar yang begitu mengejutkan sekaligus membingungkan bagi mereka semua.

"Aku akan berbicara dengan Paduka Raja tentang hal ini setelah beliau siuman."

Suara Danzo pelan namun terdengar meyakinkan di telinga semua orang yang ada di pertemuan mendadak ini kecuali Ebisu, salah satu menteri itu merasa ragu. Pasalnya, selama ini mereka tidak bisa melawan perintah Sang Raja, bagaimana bisa mereka mendapatkan keyakinan dari Danzo, orang tertinggi yang bahkan takut kepada Raja Sasuke.

"Keluarga kita akan terancam jika Yang Mulia Raja sampai menjadikan perempuan itu sebagai Permaisuri. Bagaimana dengan nama kehormatan keluarga kita." Ebisu berkata gusar, ia cemas akan martabat keluarga mereka yang notabene salah satu keluarga bangsawan negara ini.

Peraturan turun temurun dari kerajaan Uchiha adalah larangan bagi setiap raja untuk tidak menjadikan perempuan yang berasal dari luar wilayah sebagai permaisuri, kecuali hanya untuk dijadikan budak seks atau selir saja. Karena bagi mereka, menjadikan perempuan dari luar wilayah sebagai seorang permaisuri sama saja dengan merendahkan orang-orang Uchiha. Perempuan Uchiha yang terkenal akan kesempurnaannya akan dianggap gagal dan mulai terkalahkan dalam mendapatkan hati Sang Raja.

Danzo menghela napas berat.

Ebisu memang benar, semuanya akan berakibat fatal jika sampai raja mereka tertarik dengan wanita itu. Itu artinya, Danzo harus memisahkan mereka berdua secepat mungkin sebelum akhirnya menjadi kacau dan tak terkendali. Meski begitu tidak mudah untuk meyakinkan seorang manusia dingin seperti Raja Sasuke.

Danzo telah melayani keluarga kerajaan dari turun temurun, ia tahu betul bagaimana sifat raja-raja yang pernah dilayaninya. Meskipun Raja Fugaku dan Raja Sasuke sama-sama kejam dan tidak berperikemanusiaan tapi Raja Fugaku lebih mementingkan martabat dan kehormatan kerajaannya, apa pun yang terjadi dia selalu mendengarkan saran dari para menteri.

Berbeda dengan Sasuke, pria dingin itu bergerak semaunya bahkan selalu melanggar protokol kerajaan. Jika seseorang berani membantah kehendaknya maka nyawa adalah taruhannya.

Untuk saat ini Danzo harus bersikap tenang. Mungkin saja raja mereka hanya menjadikan wanita itu sebagai budak seks atau seorang selir. Lagi pula, Sasuke tidak pernah menyentuh wanita sedikit pun, mungkin sekarang dia ingin bermain-main dengan seorang wanita yang telah berani melawan kerajaannya. Danzo akan menyingkirkan perempuan asing itu jika suatu hari dirinya benar-benar menjadi hal yang akan mengancam kerajaan Uchiha.

"Sebaiknya kita berpikir positif dulu, kita tidak tahu apakah Sasuke-sama membawa wanita itu sebagai calon permaisuri atau hanya seorang budak saja." ucapnya bijak mencoba menghilangkan ketegangan yang terjadi di ruangan ini.

Ebisu menggeram marah. "Seharusnya Anda tahu, orang gila mana yang mau mengorbankan nyawa demi seorang budak!"

"Benar Danzo-sama."

"Saya juga setuju dengan Tuan Ebisu."

Kepala Danzo terasa berdenyut pusing. Semua orang jadi tidak bisa berpikir jernih karena termakan rasa panik termasuk dirinya sendiri yang semakin terbawa suasana. Danzo bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dipikirkan raja mereka?

"Kalau begitu, kita akan—"

"Saya siap membantu, Danzo-sama."

Perkataan Danzo terputus oleh suara seorang wanita yang menyela pembicaraannya. Semua orang lantas menoleh dan terkejut, dengan cepat mereka berdiri untuk memberi salam hormat.

"Suatu kehormatan bisa dikunjungi Anda, Hime-sama." ucap semua berbarengan.

Perempuan dengan kimono megah hitam itu tersenyum, aura kebangsawanan terpancar jelas di wajahnya yang pucat. Sebagian rambutnya yang panjang telah ditata dengan indah menjuntai menyentuh punggungnya. Namun, tak begitu lama senyuman itu kini berubah menjadi senyum misterius seolah mengandung makna yang dipendamnya.

.

...

.

Sakura termenung di atas perpaduannya, ia terdiam dengan tatapan kosong memandang langit-langit kamar yang ia tempati. Ruangan itu terlihat megah dengan hiasan-hiasan mewah terpampang cantik disetiap sudut ruangan.

Pikirannya jauh kembali mengingat saat terakhir ia terluka dan jatuh pingsan. Kejadian itu lagi-lagi disebabkan oleh Sasuke, raja yang sangat dibencinya. Tangannya terangkat, menyentuh leher yang terluka karena sayatan dan... ah, memikirkan hal itu membuatnya merasa jijik pada dirinya sendiri.
Lagi pula, kenapa Sasuke seolah mempermainkannya? Tidak seperti Neji yang langsung dibunuhnya secara brutal, begitupun orang-orang yang tidak berdosa, termasuk ayah dan ibunya yang telah dibunuhnya tanpa segan.

Memejamkan mata, sekilas bayangan masa lalu kembali diingatnya.

...

Anak laki-laki berambut hitam legam yang sempat ditolongnya itu tidak ada lagi di tempat kemarin. Ia yang telah menyamar dengan menutup kepala merah mudanya dengan sebuah tudung berencana ingin melihat dan menjadi temannya. Tapi, keinginan itu sepertinya harus membuat dirinya kecewa. Sudah hampir senja dirinya menunggu di tempat ini sendirian, namun anak lelaki itu belum nampak batang hidupnya.

Dengan kecewa ia memutuskan untuk kembali menemuinya nanti. Langkahnya terhenti setelah beberapa langkah saat dirinya mendengar derap kaki mendekat. Berbalik, netra hijaunya terlihat berbinar melihat anak lelaki itu namun sinarnya seketika meredup kembali saat matanya menangkap luka-luka baru di wajah dan bibir mungil anak lelaki itu.

Tak jauh dengan kondisi wajahnya yang mengenaskan, kimono putih yang dipakai anak itu pun penuh dengan bercak-bercak darah yang masih basah, dan luka lebam dibeberapa bagian tubuhnya terlihat semakin jelas ketika anak lelaki itu membuka kimono yang dipakainya sambil merintih sakit.

Sakura menutup mulut terkejut. Saat akan berlari menghampirinya, seseorang mencegahnya dengan menarik lengannya. Menoleh, mata yang sudah mengembang oleh air mata itu membulat sempurna melihat siapa orang yang tengah menahan lengannya agar ia tidak meninggalkan tempat itu.

"Akhirnya saya menemukan Anda, Yang Mulia Puteri."

"Chiyo-baasan anak itu terluka," ujarnya khawatir, ia takut terjadi apa-apa dengan anak lelaki yang pernah ditolongnya. "Ayo kita harus menolongnya."

Chiyo, wanita tua yang merupakan dayang istana yang ditugaskan melayani Sang Puteri Mahkota menggeleng pelan dan merunduk. Kedua tangannya ia letakkan di bahu gadis cantik dengan helaian merah muda yang sangat indah dan tubuh kecilnya yang gemetar ketakutan.

Dengan senyuman meyakinkan, dayang Chiyo mencoba berbicara. "Sakura-sama harus segera kembali, di sini sangat berbahaya."

Sakura kecil yang kini menumpahkan air matanya menggeleng keras. "Tidak Chiyo-bassan! Anak itu—"

"Pangeran Sasuke akan baik-baik saja."

Sakura kecil mencoba melihat Dayang Chiyo. Apakah yang dikatakannya itu benar?

"Tapi..."

Dayang Chiyo tersenyum lembut, sekali lagi ia berusaha untuk meyakinkan gadis kecil di depannya. "Dengar Sakura-sama, saya yakin anak itu akan baik-baik saja, karena dia adalah pangeran yang kuat." jelas dayang Chiyo.

Sakura kecil menimbang, sekali lagi ia menoleh ke arah tempat anak lelaki itu. Ia melihat di balik semak-semak tak jauh dari anak lelaki itu duduk, muncul seseorang berhelaian perak dengan perawakan tinggi dan berlutut di depannya sembari mengobati luka-luka anak itu dengan cekatan. Kini anak laki-laki itu tidak sendiri lagi, Sakura tersenyum bahagia. Ia menoleh kembali kepada Chiyo yang tengah mengangguk kepadanya, lantas ia pun mengangguk setuju.

"Baiklah, aku akan menemuinya kembali lain kali. Dan Chiyo-baasan, kenapa kau tahu namanya?" Sakura kecil bertanya saat berjalan, sebelah tangannya dituntun oleh dayang Chiyo.

Dayang Chiyo terlihat berpikir. "Saya tahu anak itu adalah pangeran karena mendengar dari seseorang." ucapnya singkat, dijawab anggukkan antusias oleh Sakura kecil.

Gadis itu melangkah riang, ia berceloteh sepanjang jalan menceritakan berbagai hal kepada dayang Chiyo seraya berharap esok akan berjumpa kembali dengan anak laki-laki itu. Ia tidak tahu, bahwa hari ini adalah hari terakhirnya bisa menyelinap keluar istana dan tidak bisa menemui Sasuke Sang Pangeran yang selalu membuatnya khawatir.

...

Suara pintu bergeser membuat Sakura membuka mata mengembalikan pikirannya ke masa kini. Ia mendudukkan diri, netra hijaunya memandang waspada pada sosok yang baru saja masuk ke ruangan.

"Jangan menatapku seperti itu, saya bukan orang yang akan berbuat jahat kepada Anda." ucap sosok itu, sosok perempuan berhelai pirang panjang yang berjalan anggun dengan membawa sebuah nampan berisi mangkuk-mangkuk kecil. Ia diikuti oleh perempuan muda di belakangnya.

"Ternyata Anda terlihat baik-baik saja ya." perempuan itu berujar setelah meletakkan nampan di meja kecil di samping ranjang Sakura.

Sakura tidak bersuara, ia masih menatap intens pada perempuan cantik dengan netra biru cerah yang mempunyai tatapan tak bisa ditebak apakah dia adalah musuh atau bukan.

"Ah, kita belum berkenalan bukan? Saya Yamanaka Ino, asisten tabib kerajaan Uchiha yang ditugaskan untuk merawat Anda, Yang Mulia Sakura-sama."

Sakura sedikit jengah, ia merasa tidak nyaman dengan panggilan itu. Penilaiannya terhadap perempuan ini sudah cukup, sepertinya perempuan ini memang tidak berniat untuk berbuat jahat kepadanya.

"Kenapa aku bisa berada disini?"

Ino tersenyum mendengar pertanyaan perempuan di depannya ini. "Sasuke-sama yang membawa Anda kemari." ucapnya lalu menyodorkan mangkuk kecil berisi ramuan obat yang sudah diracik oleh tabib Sai. Sementara perempuan muda yang mengikutinya sedang membereskan ruangan Sakura tanpa berkata apa pun.

"Membawa? Maksudmu?"

Terkekeh, Ino sangat yakin jika perempuan cantik di depannya ini pasti tidak tahu saat dia dibawa oleh Sasuke. Ah, Ino baru ingat jika kala itu perempuan ini tak sadarkan diri.

"Saya tidak tahu cerita lengkapnya. Yang jelas, Sasuke-sama membawa Anda kemari dengan dirinya yang penuh luka," Ino berkata sembari mengingat kejadian dimana Raja Sasuke membawa perempuan ini ke istana dengan keadaan mengerikan. "Apakah saat itu Anda dalam bahaya?" tanya Ino dibalas dengan gelengan kecil dari Sakura.

Sejujurnya Ino tahu cerita yang sebenarnya dari tabib Sai, tapi rasa penasaran membuat wanita pirang itu ingin mengetes perempuan asing ini. Lagi pula, Sai memintanya untuk tidak mengatakan hal yang macam-macam. Dan Ino masih sayang dengan nyawanya, ia tidak mau mengatakan apa pun atau kepalanya akan melayang tertebas pedang emas Raja Sasuke.

"Setelah berhasil membawa Anda kemari, Sasuke-sama pun terluka parah, bahkan saat ini beliau belum sadarkan diri."

Sakura menatap pantulan dirinya dari mangkuk kecil berisi cairan pekat yang sama sekali belum diminumnya. Pikirannya berkecamuk, benarkah Sasuke membawanya sampai terluka parah? Tapi untuk apa? Kenapa raja biadab itu mau menolongnya? Menolong? Ingin sekali ia menyangkalnya namun sisi lain dari hatinya seperti terusik.

Dan lagi, bukankah Sasuke ingin membunuhnya setelah beberapa kali melukainya dengan kejam.

"Bagaimana—" Sakura menghentikan perkataannya, ia menggeleng lalu meminum obat yang diberikan Ino dalam sekali tenggak. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri yang sempat terusik oleh rasa cemas mendengar keadaan Sasuke. Rasa bencinya terhadap laki-laki busuk itu sudah amat besar dan dia tidak boleh lemah akan perasaan masa lalunya.

"Kenapa? Apa Anda khawatir?" goda Ino dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Cih, konyol!" dengus Sakura, ia meletakkan mengkuk itu dengan hentakan keras membuat Ino meringis melihat raut datar perempuan di depannya kini.

Menghela napas pelan, Ino membenahi mangkuk kosong itu, dan meletakkannya kembali di atas nampan. Ino berdiri, ia membawa kembali nampan itu kemudian berjalan keluar setelah sebelumnya menunduk memberi hormat.

"Sumire, kalau kau sudah selesai cepat temui aku di ruanganku." titahnya kepada perempuan muda yang sedari tadi sibuk dengan kegiatannya.

"Baik."

Sakura menghela napas pelan. Setelah kepergian Ino, di ruangan ini hanya tinggal mereka berdua. Kesunyian mulai melanda, Sakura menatap dalam diam perempuan muda bernama Sumire itu. Melihat dari penampilannya, ia dapat menyimpulkan bahwa Sumire adalah seorang pelayan dikerajaan Uchiha.

Sakura tersentak kaget, ia refleks memundurkan tubuhnya waspada ketika Sumire tiba-tiba saja menghampirinya kemudian berlutut di sebelah ranjang tempat Sakura berbaring.

"Kumohon, tolong saya..."

.

...

.

Hari ini Hidan kembali mendapat surat dari utusan istana kerajaan. Mereka menyuruhnya cepat kembali ke tempat persembunyian utama karena ada sesuatu yang penting untuk dilakukannya.

Para prajurit yang mengikutinya kini tengah mengubur jasad tabib Kabuto yang mereka temukan tewas dengan mengenaskan di sebuah gua. Pikirannya terus mengingat hari dimana Sasori membawa Sang Pemimpin dan tak lama kemudian Kabuto pergi menyusulnya.

Sebenarnya siapa yang membunuh Kabuto hingga organ dalamnya hancur tak berbentuk. Apakah Sasori? Tidak mungkin, Hidan tahu bagaimana cara Panglima Perang itu membunuh. Sosok yang mendapat julukan si Pasir Merah dari Suna itu lebih menyukai membunuh lawannya dengan racun mematikan daripada merusak organ dalam mereka hingga terkoyak. Cara pembunuhan ini lebih mirip seperti iblis yang haus darah. Kejam dan brutal.

"Hidan-sama kami sudah selesai."

Seorang prajurit melapor bahwa penguburan jasad tabib Kabuto yang dilakukan telah selesai.

"Kita kembali ke tempat persembunyian." titah Hidan, ia segera berjalan menuju kudanya diikuti para prajurit di belakangnya yang menaiki kuda masing-masing dan bersiap pulang menuju tempat persembunyian.

.

...

.

Rei Gaara memberikan hormat kepada ayahnya Sang Penguasa kerajaan Kiri. Dengan baju seorang pangeran yang dipakainya ia terlihat gagah dan berwibawa, tak lupa rambut merahnya yang menawan membuat pesonanya tak terbantahkan sebagai sang calon pewaris tahta kerajaan nantinya.

"Tou-sama, ada beberapa orang yang menggelapkan pajak dengan meninggikan iuran diatas perintah yang telah ditetapkan."

Sang Raja mengangguk kecil. Dia telah menyadari sejak lama jika ada sebagian orang-orang yang seharusnya mematuhi apa yang telah ditetapkan kerajaan untuk kemakmuran rakyatnya digunakan sebaliknya demi kepentingan sendiri. Kerajaan yang sudah dipimpinnya selama puluhan tahun membuatnya tak asing akan hal seperti ini, bahkan dibalik pendukungnya mungkin saja ada yang ingin menggulingkannya dari tahta kerajaan.

"Aku percaya kau bisa menyelesaikan masalah ini Gaara." ucap Sang Ayah bangga akan sikap tanggap Sang Putra mahkota.

"Ya, Tou-sama."

"Aku mendengar kau membawa seorang pemuda yang terluka parah, dimana dia sekarang?"

Gaara mengerti apa yang dipertanyakan ayahnya saat ini.

"Dia berada di kediaman tabib Asuma."

Raja Rasa bergumam seolah ingin mengetahui lebih banyak tentang pemuda asing itu, namun sang pengawal menginterupsi mereka membuatnya mengurungkan niatnya.

"Mohon ampun Yang Mulia, hamba datang menghadap membawa kabar tentang kedatangan Tuan Hiruzen."

Setelah melaporkan kabar tersebut, pengawal itu pamit undur diri meninggalkan Sang Raja dan Putra Mahkota.

Gaara menghela napas pelan. "Saya tidak ingin menikah Tou-sama." ujar Gaara, ia sangat tahu betul maksud kunjungan Tuan Hiruzen ke istananya.

Tuan Hiruzen adalah seorang saudagar kaya dari semenanjung barat kerajaan Kiri yang berperan besar terhadap kemakmuran kerajaan Suna. Beliau datang berkunjung namun juga bermaksud untuk menjodohkan putrinya dengan Gaara, Sang Putera Mahkota.

Raja Rasa mendengus. "Sudah berapa wanita kau tolak nak, aku sudah tua dan saatnya kau menggantikan posisi ayahmu ini.".

Gaara terdiam. Netra jadenya menatap rintikan hujan di luar jendela yang saat ini mengguyur Kiri. Mereka sedang berada di gajebo pribadi milik raja yang menghubungkan istana timur tempat istirahat Sang Pangeran dengan taman yang dikelilingi bunga-bunga dan kolam besar di samping gajebo.

"Aku tidak ingin ikatan tanpa rasa cinta Tou-sama dan aku yakin aku pasti menemukannya sendiri." ujar Gaara menerawang jauh ditengah hujan lebat yang menghadirkan rasa damai dan menyejukan.

Menyerah, Raja Rasa lagi-lagi tidak bisa memaksa anaknya untuk segera menikah. "Bawa dia jika sudah kau temukan anakku, semoga kau menemukan wanita yang baik."

Do'a dan harapannya untuk putranya kelak. Ya, apa pun akan ia lakukan asalkan demi putranya. Sang Raja tidak ingin kejadian yang merengut Sang Permaisuri terulang karenanya.

.

...

.

Langit nampak suram, awan hitam dan hujan deras turun membasahi seluruh daratan Uchiha seolah merasakan peristiwa kelam yang akan terjadi saat ini.

Sakura menatap hujan di teras yang menghubungkan ruangan ini dengan taman bunga dan kolam-kolam kecil, namun semua tampak samar dibalik rintikan hujan yang membuatnya seperti bayangan yang mengabur.

Pikirannya kembali mengingat perkataan wanita yang bernama Ino. Bagaimana mungkin Sasuke seorang pria biadab yang ingin membunuhnya membawa dirinya dengan tubuh penuh luka ke dalam istananya. Apa dia benar-benar menyelamatkannya? Kembali ia bertanya-bertanya.

Ah tapi tidak mungkin seorang yang kejam seperti Sasuke mau menyelamatkannya. Tapi jika itu benar, menyelamatkan dari siapa? Menggeleng, Sakura menghembuskan napasnya pelan guna mengusir pikiran yang mengusik dirinya. Tidak! Mungkin saja pria itu mempunyai rencana busuk dengan membawanya kemari.

'Kamar ini terhubung dengan ruangan Paduka Raja, Anda akan menemukannya jika terus berjalan ke arah selatan.'

Perkataan Sumire melintas dipikirannya. Menoleh, dirinya menatap sebuah pintu besar tertutup yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Meskipun menolak, namun rasa penasarannya yang besar membuat kakinya terus melangkah maju mendekati pintu itu.

Sepi.

Tak ada siapa pun di depan sana. Apakah ini benar-benar ruangan Sasuke. Kenapa tidak ada seorang pun yang menjaga ruangan Sang Raja?

Seketika rasa curiga timbul dibenak Sakura. Udara di sana sangat dingin, suasananya begitu sepi akan aktivitas manusia. Keadaan ini benar-benar tidak normal, apakah ia dijebak? Tidak mungkin. Beberapa kali Sakura menggelengkan kepala demi memusnahkan segala bentuk rasa curiga yang bersarang diotaknya.

Pelayan tadi telah menjelaskan padanya jika ruangan pribadi Sasuke memang tidak pernah dijaga oleh siapa pun untuk ketenangan Sang Raja. Para penjaga hanya akan menjaganya dari pintu keluar.

Wanita itu memejamkan mata sebentar.

Tangan putihnya terulur menyentuh pintu. Lama terdiam dengan segala keraguan, dengan perlahan ia menggeser pintu hingga terbuka lebar.

Mata Sakura berusaha menembus kegelapan, hingga pada akhirnya ketika kegelapan itu tersibak, dia menemukan sosok yang berada tidak jauh dari dirinya.

Di tengah-tengah ruangan itu nampak seorang pria tertidur begitu lelap ditemani lampu temaram. Tubuhnya diselimuti selimut tebal hingga menutupi sebagian tubuhnya sebatas dada. Angin dingin dari luar yang menghambur masuk bersamaan dengan Sakura tak membuat laki-laki itu bergeming dari tidurnya.

Sakura menatap sosok itu dari kejauhan.

Benar apa yang dikatakan si wanita Yamanaka. Dia terluka sangat parah hingga tak menyadari kehadirannya padahal Sakura tahu bahwa Sasuke memiliki insting seliar binatang, kuat dan tajam hingga tak pernah mengurangi kewaspadaannya.

Perlahan ia mendekat. Seluruh amarah, dendam dan keinginan untuk membunuh meluap dari dalam dirinya yang selalu berpikiran tenang setelah melihat wajah Sasuke dari dekat.

Tangannya mengepal kuat.

Lantas, Sakura mengeluarkan sebilah pisau yang diberikan Sumire kepadanya pagi tadi. Pisau kecil ditangannya dia genggam erat, arah mata pisau itu dihunuskan ke arah Sasuke dengan tangan gemetaran.
Sakura berusaha menusuknya dengan naluri membunuh, tapi keraguan untuk membunuh pria busuk di depannya kembali muncul.

Sekali lagi, ingatan masa-masa disaat ia menemukan Sasuke kecil terluka kini kembali memenuhi pikirannya hingga membuat dirinya tak bisa menggerakan tangannya yang menggantung memegang pisau.

Sakura merasakan jantungnya bergetar, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya ketika melihat wajah pucat Sasuke yang terdiam kaku. Dia memejamkan mata, mengigit bibirnya keras kemudian berusaha mengangkat kedua lengannya yang terasa amat berat.

Namun sebelum pisau itu tertancap pada tubuh Sasuke...

"Akh!"

...Sakura meringis kesakitan, merasakan ada yang memukulnya dari belakang.

Kerasnya hantaman itu membuat tubuhnya seketika roboh dilantai yang dingin, pisau kecil digenggamannya jatuh entah kemana, pandangannya mulai mengabur menampilkan sesosok manusia yang menyeringai menatapnya penuh kelicikan dibelakang tubuhnya.

.

.

Bersambung

...

Special thanks to:

Guest, ZhaErza, Niayuki, Joruri katshushika, lightflower22, ft-fairytail, hanazono yuri, zarachan, My Evanthe yencherry, wowwohgeegee, Nindy584, Taka Momiji, Cherry0424, jessie, ayuni, Name chan, Sakura1, Trafalgar Rika, Sindi Kucing Perak, duma, Sa, Shl forefer, shirazen, ririsakura, dianarndraha, haruno Rani, ossu, Xiu Crissel, CEKBIAURORAN, MaelaFarRon II, Blijanono, Cherrys, Ozz, Pancauchiha, Kazuhiko, Kogato Kenzo, Biyah, Putri, AyunieJeung, Takumi123, echaNM, zarachan, Dewi, cherry rahma, suket alang alang, Guest, Mellody, Harayuki, Diah Cherry, Tia Takoyaki Uchiha, Azure Shine, Fujy, Cerryana24, Putri harunohabi-chan, Yanti Sakura Cheery, Audrey Tan, L Tnia, some one, Dwisuke, Via948, AngelBrillz, angel, Cherry, kanami Gakura, Malexaemerald, Sakurchan, sukisakura.