Kutukan 1000 Mawar

Oleh : Kim Anna Shinotsuke

.

.

.

YunJae © BoysLove

.

.

.

.

.

.

"Ini letakkan disebelah sana!"

"Kemudian vas ini juga... ah, Minki apa para perkerja kebun sudah datang?" Pak Han merupakan kepala urusan rumah tangga yang telah lama mengapdi pada Jung Yunho itu sibuk wara-wiri, memberi intruksi pada para maid untuk secepat mungkin menyelesaikan perkerjaan sebelum Tuan Yunho datang.

Pak Han sendiri belum tau alasan mengapa Tuan-nya menelpon dengan nada terburu-buru lalu memerintahkan dirinya untuk menyulap hunian megah ini menjadi penuh mawar dan parahnya hanya mawar merah segar yang harus menjadi pernak-pernik pelengkap hunian bukan jenis mawar lainnya, dan sebelum Pak Han bertanya lebih rinci sambungan telepon sudah lebih dulu diputus oleh Tuannya itu.

Meski sedikit repot, bahkan secara instan mendatangkan perkerja kebun untuk mengubah lahan belakang menjadi taman mawar. Bukan hal mudah mendatangkan bibit-bibit mawar berkwalitas baik dan juga kuntum-kuntum mawar tanpa cacat.

Sungguh hunian megah itu terlihat amat sibuk.

"Para perkerja kebun sudah datang Pak Han." Minki menjawab cepat, sambil membawa sekeranjang penuh kuntum mawar untuk dibawa kelantai atas.

"Baik, lanjutkan perkerjaanmu."

Hufh

"Ada apa sebenarnya ini?..." Pak Han memijat pelipisnya, bingung bercampur lelah mendominasi tubuhnya yang terbilang tidak muda lagi, helaan nafas berat kembali ia lakukkan saat mata tuanya melempar tatapan keluar pintu utama. Beberapa mobil berjajar dengan muatan penuh bunga mawar.

.

.

.

.

"Sajangnim... anda tidak boleh melakukan ini." Sekertaris Shim berteriak sekeras mungkin agar Presdirnya mendengar apa yang diucapkannya. Tentu saja dirinya harus berteriak mengingat suaranya akan kalah dengan bising suara helikopter yang dengan angkuh membawa sang Presdir didalamnya lengkap dengan sosok asing berkimono merah. Sekertaris Shim sendiri tidak tau siapa, dirinya hanya khawatir jika terjadi sesuatu pada Sajangnimya, mengingat kastil ini terlalu aneh dan parahnya Yunho Sajangnim membawa serta boneka cantik serupa bidadari bersamanya. Burung besi yang sudah siap landas, Yunho Sajangnim yang terlihat terburu-buru dengan raut wajah cemas.

"SAJANGNIMMMM..."

Teriakkannya mungkin tak terdengar, bahkan meski terdengar ditelinga Presdir tentu saja dirinya tidak dihiraukan. Kini tinggal ia seorang yang berdiri termanggu ditengah tanah kosong yang ditumbui rumput hijau, lengkap dengan seribu pertanyaan yang mencerca pikirannya.

"Manequuin yang dibawa sajangnim sangat cantik.. ck,"

"Rambunya berwarna merah pekat.. tidak. Merah gelap... eum.. aku belum pernah melihat mannequin sesempurna itu. Ya Tuhan, semoga boneka itu tidak membahayakan Yunho Sajangnim."

"Ah, mannequin yang pemahatnnya tidak kasar sama sekali, serupa manusia nyata.. jadi manusia atau mannequin?... tapi, tidak ada manusia yang semolek itu. Ah, baiklah itu pasti mannequin antik." Sekertais Shim berjalan kembali menuju kastil dimana mobilnya terparkir sambil terus berguman.

Sepertinya Sekertaris Shim telah salah persepsi akan sosok indah yang dibawa Sajangnimnya itu.

.

.

.

.

Pak Han berada dimuka pintu utama diikuti dua puluh maid yang berjajar rapi masing-masing berbaris terbagi menjadi dua bagian. Katakan semua orang yang berkerja keras menyulap hunia megah itu bak rumah mawar penasaran akan kedatangan Tuan-nya. Mata mereka tidak lepas pandang dari mobil mewah yang berhenti, menunggu Tuan mereka untuk keluar mobil yang mereka yakini ada sesatu didalam mobil itu dan benar saja tidak terkecuali pak Han, semuanya dibuat terpaku melihat sosok yang berada dalam gendongan bridal Yunho. Tubuh semampai berbalut kimono merah, wajah yang terpahat sempurna.

Yunho berjalan dengan langkah cepat nyaris berlari, tanpa perduli dengan para perkerja yang membungkuk sopan saat ia lewat.

Tap..

Tap..

"Kamarnya sudah siap pak Han?" Yunho bertanya tanpa menghentikan langkahnya yang langsung diikuti Pak Han.

"Y-a.. Tuan Yuhno.." Pak Han tergagap, dengan tergesa terus mengekori Yunho.

Tap..

Tap..

Pak Han menahan diri untuk tidak bertanya, karena ia tau persis jawaban apa yang akan didapat. Sejujurnya Tuannya bukan orang yang kejam atau semena-mena justru Tuan Yunho adalah pribadi yang tegas namun sangat menghargai tenaga para pekerjanya dan bahkan sampai saat ini Tuan Yunho menghormati dirinya. Biarlah untuk saat ini dirinya hanya sebatas menjadi pengamat.

Ting..

Jemari Pak Han dengan tangkas menekan tombol lift menuju lantai teratas dimana kamar Yunho berada.

.

.

.

Keributan mulai terdengar dan tak terbendung, karena apa lagi? jika bukan tanggapan-tanggapan para maid yang saling melempar argument tentang sosok indah berkimono merah yang dibawa Tuannya.

"Ahh.. tidakah kalian melihat wajahnya?"

"Eum.. sangat cantik, aku bahkan tidak melihat setitik nodapun dikulitnya."

"Iya, apa kau lihat tangannya yang terkulai tadi? Kaki jenjangnya yang terjuntai?.. benar-benar tubuh sempurna."

"Rambutnya, jatuh dan lembut.."

"Aku suka warnanya.."

"Boneka dengan bentuk manusia yang sempurna.." salah satu maid bertubuh kurus melontarkan pendapat yang mampu membuat teman lainnya terdiam dan berganti menatapnya, "Kenapa apa kalian fikir yang dibawa Tuan Yunho itu manusia? Coba fikir mana ada manusia dengan kulit, tubuh, rambut dan terlebih wajah sesempurna itu."

"Apa iya?"

Psss... pssttttt...

Kebingungan dan rasa penasaran memenuhi ruangan utama, kasak-kusuk mereka menggema diruangan itu bahkan masing-masing orang mencoba menerka-nerak dengan benar akan sosok yang dibawa Yunho.

.

.

.

.

Tubuh lemah setengah tak sadarkan diri itu terbaring diatas ranjang berlapis tumpukkan kuntum mawar. Yunho membaringkannya dengan hati-hati seakan tubuh itu sama dengan benda yang terbuat dari kaca kristal yang mudah pecah jika tidak diletakkan dengan hati-hati.

Sejujurnya Yunho tidak yakin dengan tindakkan yang ia ambil, tindakkan memboyong sosok menawan yang bahkan belum ia ketahui namanya terlebih asal usulnya ke rumah dan kini terbaring diranjang yang biasa ia tiduri.

"Semoga tindakanku tepat." Iris musang Yunho terpejam, kemudian tanganya membuka penutup botol kecil lalu menuangkan isinya diperpotongan leher lelaki menawan itu. Perbuatan Yunho membuat kamar luas itu semakin tajam menguarkan aroma mawar karena cairan yang ditumpahkan Yunho adalah sari mawar yang berada didalam puluhan botol kecil yang Yunho temukan dilemari kayu didalam kamar kastil, tanpa fikir panjang membuat Yunho memilih untuk membawanya pulang.

Sebelumnya didalam helikopter saat perjalanan pulang Yunho sudah menuangkan beberapa, dan Yunho menyadari jika ada reaksi positif pada tubuh lemah itu. Tubuh yang sebelumnya bersuhu dingin nyaris sedingin balok es secara perlahan menghangat layaknya suhu tubuh manusia normal belum lagi detak jantung mulai teratur dan kulit yang tidak sepucat sebelumnya.

"Aku mohon sadarlah.. aku ingin mengetahui siapa dirimu terlebih...,"

"Aku ingin memilikimu..." Kalimat terakhir terucap pelan dari bibir Yunho, lelaki tampan itu merasa gamang akan keinginanya sendiri. Bagaimana bisa fikiran gila seperti itu melintas diotakknya.

Sreak..

Dua lengan putih susu itu terangkat, membuat perpotongan lengan kimono berbahan sutra itu tersingkap mengumbar kedua lengannya yang mengikuti gerakkan Yunho kini menggenggam kedua tangan itu, tidak tau dorongan dari mana Yunho menundukkan wajahnya, membuat bibirnya menyetuh tangan digenggamannya itu.

Mengecupnya lama.

"Aku memenuhi kamar ini dengan mawar merah bahkan lebih banyak dari mawar dikamarmu.."

"Tempatmu berbaring... kau tau berapa banyak jumlah kuntum mawarnya? Ini lebih dari seribu jadi.. aku hanya ingin kau bangun dan membuka matamu kemudian lihatlah aku dengan kedua bola matamu yang besar lagi indah itu" Tangan Yunho sibuk merapikan kuntum-kuntum mawar yang menjadi alas berbaring sosok indah itu.

Yunho meniru semua yang ia lihat di kamar dalam kastil, Yunho semakin yakin setelah melihat tulisan yang terukir di dalam lemari kayu tempat dirinya menemukan puluhan botol sari mawar.

.

Kutukan 1000 mawar

Kim Jaejoong.. cahaya hidupku

Aeboji menyayangimu...

.

"Kim Jaejoong.. itukah namamu?..."

.

.

.

.

Sore telah beranjak malam, Yunho masih betah terbaring di sisi lelaki cantik yang belum terjaga, dengan iris musangnya yang memperhatikan lekat. Yunho tidak menghiraukan pak Han ketika menyuruhnya untuk mengganti pakaian dan makan. Ia tidak akan beranjak sebelum sosok cantik dalam pelukkanya terjaga.

Mungkin terlalu lelah, hingga Yunhopun tertidur juga. Terbaring menyamping menghadap seraya melingkarkan tangannya diperut lelaki cantik itu. Membuat tubuhnya merapat dan tak bercela.

"Kim Jaejoong..."

"Kutukkan seribu mawar?" Yunho berguman dalam tidurnya.

.

.

.

.

Awan hitam diterangi cahaya bulan penuh, membuat sinarnya bebas masuk melalui jendela yang terbuka, memantulkan sinarnya pada dua tubuh yang terbaring. Hembusan angin malam membuat semerbak wangi mawar segar menguar dan menari-nari bebas di uadara.

Hening...

Sepasang kelereng hitam itu berpijar perlahan, bergerak menamati apa saja yang tertangkap pandangannya saat pertama kali matanya membuka. Sinar lampu yang menyorot dari luar cukup menyilaukan matanya.

Jemarinya meraba dan ia lega atas permukaan lembut yang ia sentuh, kelopak-kelopak mawar. Namun rasa leganya tidak berlangsung lama, saat kesadaran mulai benar-benar terkumpul menyadari banyak kejanggalan.

Langit-langit kamar yang berbeda, ruangan yang berbeda pula dan,

Jaejoong meneguk ludah yang terasa serat ditenggorokan menyadari ada seseorang yang terbaring disampingnya tengah memeluk tubuhnya, oh tidak! Lengan kokoh dan hangat yang melingkari pinggulnya. Jaejoong ingin beranjak dari posisi berbaring, namun persendian tubuhnya masih terasa lemas, meski Jaejoong merasakan tubuhnya jauh lebih baik dari sebelumnya.

Tes..

Air mata itu mengalir begitu saja, Jaejoong mengingat semuanya...

kastilnya yang berhasil ditembus..

Rusaknya taman mawar hingga membuat peri-peri yang selama ini menjaganya lenyap dan membuatnya lemas. Jaejoong mengingat semuanya, saat dengan susah payah dirinya besembunyi dalam tumpukkan mawar di ranjang.

Berharap dengan begitu bisa mengurangi rasa sakit sekaligus ngilu yang menghujam tubuhnya. Berharap tidak ditemukan tapi, kini dimana dirinya berada? Terbaring lemah dengan orang asing yang memelukknya intim.

Ada ketakutan yang hinggap namun ada rasa nyaman dan terlindungi.

"Perasaan apa ini? Kau siapa?" Sepasang mutiara kelam itu menatap wajah tampan yang tertelap. Memandang lekat-lekat, memperhatikan detail lekuk wajah itu. Seorang laki-laki tampan yang membuat jantungnya berdegup kencang.

Deg..

Jaejoong terpaku, sepasang mata kecil lagi tajam milik Yunho terbuka mengunci tatapan Jaejoong. Lelaki cantik itu bungkam, bibirnya tak mampu berucap rasa hangat menjalar memenuhi dadanya hingga bermuara pada wajahnya.

"Perasaan apa ini?"

Deg..

Hangat dan nyaman, saat telapak tangan besar itu menyentuh wajahnya. Jaejoong menemukan tatappan lega pun penuh minat dari sepanag iris tajam serupa musang itu.

Menatap lekat dirinya.

"Kim Jaejoong..."

Deg..

Bulatan kelereng hitam Jaejoong membulat sempurna, saat namaya terucap bebas dari bibir Yunho. Namanya yang diucapkan dengan suara rendah nan berat mampu membuat bulu romanya meremang.

"Dari mana dia tau namaku?"

.

.

.

"Dimana yang sakit hem?" Lengan jantan Yunho merengkuh tubuh Jaejoong, memposisikan tubuh semampai itu dipangkuannya. Menghirup aroma mawar yang menguar dari tubuh lelaki cantik itu. Ketika terbangun entah keberanian dari mana, yang pertama kali Yunho lakukan adalah mengusap wajah Jaejoong dan selanjutnya membawa bokong lelaki cantik itu berada diatas pangkuannya, membiarkan punggung sempit itu bersandar didadanya.

Tidak ada jawaban. Bibir merah Jaejoong masih setia terkatup.

Sreak

Dengan hati-hati Yunho mengapit dagu jaejoong, memaksa wajah menawan itu untuk sedikit menoleh hingga Yunho bisa melihat secara utuh wajah milik Jaejoong saat dalam keadaan sadar sepenuhnya dan untuk kesekian kalinya Yunho dibuat tertegun.

"Kau terlalu indah..." sepenggal kalimat itu terucap begitu saja dari bibir Yunho pun mata lelaki tampan itu tidak mau lepas memandang wajah Jaejoong. Yunho menyukai bulatan kelereng hitam yang saat ini balas menatapnya, meski Yunho tidak mampu menyelami apa yang Jaejoong pikirkan namun hati Yunho cukup berbunga-bunga hanya dengan melihat mata indah itu membuka, sadar sepenuhnya.

"Percayalah aku bukan orang jahat.. aku tidak akan menyakitimu..." Yunho menatap lekat ditengah bisikan tulusnya, membuat mata indah itu terpejam saat bibir Yunho mengecup pelan bibir ranum yang membuat Yunho bergelora.

Engh..

Lenguhan tertahan, Yunho mengusap lengan Jaejoong saat merasa tubuh itu menegang Yunhopun merasakan jika tangan Jaejoong meremas bahunya.

Tubuh yang bergetar dalam pelukanya.

Sesuatu yang basah menyetuh kulit wajah Yunho. Ada yang membasahi pipinya betapa terkejutnya Yunho melihat air mata jatuh dari sudut mata Jaejoong yang terpejam. Yunho ingin memukul dirinya sendiri bagaiman mungkin dirinya berbuat lancang, ia yang tidak bisa membendung hasrat yang bergejolak hingga secara sepihak mengecup bibir ranum itu.

"Maaf.. jangan menangis..." secara hati-hati jemari Yunho menyeka butiran air mata yang turun membasahi pipi Jaejoong ada kepedihan dan rasa sakit terpancar dari mata indah itu.

"Aku tidak akan melakukannya lagi..." Yunho terlalu takut. Takut jika tindakkan kurang ajarnya yang baru saja mengecup bibir ranum itu telah membuat lelaki cantik itu sakit. Yunho tidak ingin lagi melihat air mata Jaejoong, seseorang yang bahkan tidak dikenalnya namun membuat dirinya mendamba juga terlalu perduli.

Emm..

Bibir Jaejoong berguman, kepala lelaki cantik itu menggeleng lemah

Sreak..

Bruk..

Deg..

Deg..

Kenapa? Lelaki cantik itu menenggelamkan wajah didadanya dan kedua tangan itu melingkar manis dilehernya.

Jaejoong memeluk Yunho.

.

.

.

.

Pagi hari menyapa, sinar keemasan mentari berpendar menembus cela dedaunan. Tidak ada yang istemewa dan jangan mengharapkan kicauan burung liar berterbangan bebas dibawah langit. Hal seperti itu tidak akan terjadi karena ini berada di Seoul buka dipegunungan dengan keadaan alam asri. Namun setidaknya hangatnya mentari pagi dimusim semi cukup bisa menghangatkan pagi yang terasa dingin.

Pagi ini sedikit berbeda dari pagi-pagi biasanya. Hunian Presdir Jung Company itu sudah sibuk sedari pagi buta, terutama dibagian dapur. Biasanya Yunho sarapan dengan juru masak yang sudah diperkerjakan namun kali ini berbeda.

.

.

.

Berbagai jenis hidangan mewah tersaji dimeja makan, Yunho bahkan mendatangkan chef terbaik dari hotel miliknya, hanya semata-mata untuk menyenangkan lelaki berparas cantik yang baru satu hari mendiami huniannya namun mampu merebut seluruh perhatiannya. Sosok sempurna yang jarang sekali bicara.

Yunho bingung saat lelaki menawan itu hanya melempar tatapan kosong pada hidangan, tanpa menunjukkan minat sedikitpun.

"Nikmatilah..."

Bukanya anggukan tapi justru gelengan yang Yunho dapat,

"Kenapa kau ingin makan apa? Apa diantara menu ini tidak ada satupun yang kau suka? Menu yang seperti apa hem? aku akan menyuruh chef memasaknya untukmu." Dahi Yunho mengenyrit bingung. Lelaki tampan itu menatap lekat sosok menawan yang duduk anteng di satu sisi meja makan, meja makan yang membentang panjang membuat jarak antara dirinya dan Jaejoong.

Namun sedetik kemudian Yunho mengikuti kemana arah pandang mata doe itu, pandangan yang mengarah pada vas di sudut ruangan. Vas yang berisi rangkaian mawar merah.

"Jangan katakan jika..." Yuno berharap apa yang ia pikirkan salah.

.

.

.

Bibir mungil nan merah itu bergerak pelan, memasukkan kelopak demi kelopak kedalam mulutnya, menikmatinya seolah apa yang disantapnya adalah hal lazim. Satu tangannya menggenggam seikat mawar merah, sementara tangan yang satunya tidak berheti mempereteli satu persatu kelopak dan secara teratur memasukkan kemulut.

Tubuhnya yang ramping dan berpakain yukata putih itu seolah tenggelam dalam lautan ribuan mawar yang menjadi alas ia duduk, membiarkan kaki jenjang dengan yukata tersingkap itu terjuntai sempurna sekaligus membuat bergairah siapapun yang memandangnya,

Sosok menawan layaknya bidadari tanpa sayap namun dengan ekspresi kosong.

Yunho duduk diam tepat didepan lelaki cantik yang tenggelam dalam kenikmatan. Iris musang Yunho terfokus pada Jaejoong saja, lelaki berparas menawan yang telah membuat Yunho menyulap kamarnya menjadi hutan mawar merah mungkin bisa disebut demikian, karena nyaris disetiap sudut bahkan ranjang berukuran besar miliknya penuh dengan kuntum mawar.

"Apa terasa lezat hem?" Yunho mengusap surai merah kelam itu, membuat pemiliknya menghentikan sejenak aktifitansnya lalu mendongak hingga menatap wajah seseorang yang telah mengusik acara makannya,

Bibir semerah mawar merah itu tersenyum tipis diikuti dengan anggukkan singkat, membuat surai lembutnya yang menjuntai ikut bergerak,

Sangat cantik.

.

.

.

Tidak ada keraguan lagi, Yunho menyadari keanehan itu. Jaejoong tidak mengkonsumi makanan layaknya manusia normal apa yang Jaejoong makan adalah kelopak mawar merah. Jaejoong tidak bisa hidup tanpa tanaman berbau khas itu. Untuk minum saja Yunho harus menyertakan beberapa tetes sari mawar dan melarutkannya bersama air mineral yang akan diminum Jaejoong.

Jaejoong adalah manusia, hidup dan bernafas sepertinya Yunho yakin itu tapi bagaimana mungkin manusia normal mampu hidup hanya dengan memakan mawar saja.

"Ada yang salah dengan Jaejoong dan aku akan mencari tahu.." Yunho berpikir keras, sementara matanya menyapu langit biru yang terbentang dibalik jendela kaca. Meski kini ia kembali duduk dikursi kekuasaanya namun pikirannya tidak bisa fokus pada perkerjaan.

"Kutukan seribum mawar..." iris musang Yunho terbuka, ada sesuatu yang melintas cepat di otak lelaki tampan itu saat menyadari gumanan bibirnya.

"Aku harus kembali kekastil itu."

.

.

.

.

Yunho pulang kerja lebih awal dari biasanya. Sekertaris Shim tidak masuk kerja karena sakit hingga membuat Yunho harus repot mengambil sendiri berkas yang tertinggal dirumah dan keputusan Yunho adalah tidak akan kembali ke kantor. Mengecek berkas di rumah dan menyuruh sekertaris lainnya menghubunginya jika ada hal yang penting.

"Jaejoong.." senyum tipis terukir dibibir Yunho, dengan buru-buru ia bejalan menuju halaman samping dimana Jaejoong berada. Yunho bisa melihat sosok cantik itu, tubuh yang mengayun duduk diayunan serupa kursi dengan spon empuk berengsel besi. Surai merah pekat itu tergerai dan mengacak tertiup angin lembut. Tidak tau apa yang Jaejoong perhatikan yang jelas di depan terdapat kolam dengan bunga teratai yang sedang mekar diatasnya. Bangunan seperti kubah bercat putih pucat berpilar empat itu mampu melindungi Jaejoong dari sinar matahari siang yang cukup menyilaukan.

Arghh..

"Jaejoong!" Kaki jenjang milik Yunho berlari cepat, telinganya mendengar pekikan kecil Jaejoong Yunho takut terjadi sesuatu pada lelaki cantik itu.

Tap

Tap

Tap..

Sreak..

Iris serupa musang itu menatap panik melihat setitik darah yang merembes dari paha Jaejoong, tidak perduli meski ayunan yang diduduki Jaejoong bergoncang karena kini Yunhopun ikut duduk disana. Tangan Yunho menarik tungkai Jaejoong memegang paha kiri lelaki cantik itu

Ada luka gorean diperpotongan paha Jaejoong, Yunho memperhatikan sekeliling ayunan dan pandangan matanya terhenti pada potongan pisau karter yang terselip. Sekarang Yunho tau dari mana gorean dipaha Jaejoong berasal.

Yunho mati-matian menahan amarahnya, kelalaian para perkerja rumah tangga bisa diurus nanti tapi luka Jaejoong tidak bisa menunggu.

"Sakit ya?"

Tangan Yunho masih betah menahan tungkai Jaejoong, sepertinya Yunho belum menyadari bagaiman posisi mereka saat ini pun Yunho tidak sadar akan pipi Jaejoong yang telah memerah parah.

Sreak..

Engh..

Tubuh Jaejoong bergetar, kedua tangannya meremas rambut Yunho. Bagaimana tidak saat wajah lelaki tampan itu terbenam diperpotongan pahanya dengan bibir yang menempel erat disana. Yunho berniat menghentikan darah yang keluar dengan cara menyesapnya.

"Ada apa dengan tubuhku?" Jaejoong membatin disela degup jantungnya yang menggila, rasa geli namun membuat perutnya tergelitik saat bibir Yunho menyentuh kulitnya. Bagian dalam tubuhnya yang tidak pernah orang lain lihat kini telah dilihat bahkan disentuh oleh Yunho.

Ugh..

Bibir ranum itu ia gigit sendiri, tanpa sadar sebelah kakinya bergerak gelisah, sementara remasan tangannya dirambut Yunho semakin menjadi. Katakan Jaejoong mulai tidak tahan akan cara menyembuhan Yunho pada lukanya yang sungguh jauh dari kata parah.

Keduanya tidak ada yang tau jika ada sepasang mata yang tidak sengaja melihat kejadian siang itu. Pak Han yang berdiri kaku dibalik patung air mancur, Pak Han yang menghela nafas panjang namun kemudian memilih untuk mengurungkan niatnya mengecek kolam ikan. "Ah, dasar jiwa muda.." pak Han tersenyum simpul.

.

.

.

.

Setelah insident ditaman samping, Yunho memilih membawa Jaejoong kembali kekamar. Memaksa lelaki cantik itu untuk beristirahat. Jaejoongpun tidak menolak, selama bersama Yunho dan berada dihunian Yunho Jaejoong tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun. Hanya bahasa tubuh seperti anggukan atau gelengan terkadang erangan dan gumanan. Meski begitu Yunho sudah merasa cukup, lelaki tampan itu tidak ingin memaksa Jajeoong untuk bicara.

Yunho akan menunggu dengan sabar dan bertindak hati-hati asalkan Jaejoong nyaman dan tidak kesakitan itu sudah cukup dan asalkan lelaki cantik itu berada didalam jangkauan matanya.

Menahan diri sekuat yang ia bisa, Yunho merapikan yukata yang dikenakan Jaejoong, bagaimana bisa kain yang sudah jelas tak bernyawa itu seakan menggodanya dengan menyingkap bebas hingga membuat lekuk paha sempurna tanpa cacat itu terumbar bebas. Kulit putih, warna yang kontras dengan merahnya kelopak mawar. Tangan Yunho berhenti diatas goresan kecil yang telah tertutup plester mengusapnya hati-hati. Sejujurnya luka itu kecil hanya Yunho saja yang berlebihan.

Iris musang Yunho terpejam, meresapi sensasi panas yang mulai bergelora hanya karena hal sepele. Kulit ari jemarinya yang menyentuh kulit paha Jaejoong yang terasa lembut dan halus. "Tidak! Aku tidak boleh lepas kontrol!" Yunho menarik tangannya, mengepal erat lalu menghembuskan nafas panjang adalah cara yang dilakukannya untuk mengontrol gairahnya.

"Aku benar-benar ingin menyentuhmu... rasanya aku bisa gila.. tapi, aku tidak ingin melihat air mata menodai mata indahmu.. aku bahkan tidak mengijinkan satu luka kecilmu menggores kulitmu.. lalu bagaimana bisa aku ingin berada didalammu sedang aku tau itu akan sangat membuatmu sakit,"

Jadi katakan bagiaman Yunho bisa memenangkan egonya untuk meniduri Jaejoong jika hanya dengan melihat Jaejoong meringis sakit akan luka kecil seperti tadi saja sudah membuat Yunho ingin mati. Lalu bagimana dengan persetubuhan yang Yunho tau rasa sakitnya jauh lebih parah dari sekedar luka goresan? Yah, meski sakitnya hanya diawal.

Yunho menggeleng frustasi, "Bagaimana ini Jaejoongie sampai kapan aku mampu menahan diri?"

Yunho memilih untuk mengakhiri pemikiran kacaunya dan mendaratkan kecupan sayang dikening Jaejoong, lelaki berparas menawan yang terlelap damai diatas tumpukkan seribu mawar, mengecupnya sangat pelan takut jika sentuhannya mengusik tidur Jaejoong seraya menghirup aroma semerbak mawar yang juga menguar tajam dari tubuh indah itu aroma yang membuat Yunho mabuk kepayang.

.

.

.

.

.

TBC :D

.

.

.

.

.

.

Nantikan

Selanjutnya...

.

.

Biarkan kumbang terpilih menghisap sarimu

Biarkan saja kumbang itu menghapus dahaga..

Kumbang itu memilihmu dan relakan kuntummu menjadi miliknya

Mawar yang layu biarkan saja...

Bukankah akan berganti dengan kuntum baru,

Tumbuh...

Kehidupan yang baru...

.

.

"Saat ada sari yang bukan milikmu menodai tubuhmu... saat itulah kutukanmu akan tercabut Jaejoongie..."

...

.

.

.

Note: Banyak yang bingung soal marga Jaejoong kenapa memakai Kim bukan Park itu semua ada alasannya...^^

Apa yang kalian pikirkan untuk chapter ini dan akan seperti apa chapter selanjutnya?...

Terimakasih untuk reviewnya ^^