Fantome

Rated: T

Genre: Horror, Supernatural, Angst, AU

Characters: Oh Sehun, Kim Jongin, EXO

Author: hunhanslave


Chapter 5

Jongin tidak berharap banyak ketika ia mengajak Sehun untuk bertemu di ruangan tari—kamarnya. Tetapi ketika sosok pemuda berambut hitam itu muncul di balik pintu, Jongin merasa tidak seharunya ia berpikiran yang tidak-tidak. Sehun berada di sana, masih dengan wajah datarnya seperti biasa.

Hari itu Jongin memilih untuk tidak menampakan dirinya pada Sehun. Bukan karena ia tidak ingin menemani Sehun sepanjang hari namun ada satu hal yang membuat Jongin memilih untuk tidak bertemu dengan Sehun selama beberapa waktu.

"Apa yang ingin kau tunjukan padaku?" Tanya Sehun sembari masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Ternyata kau bisa penasaran juga." Goda Jongin yang hanya dibalas dengan dengusan malas dari Sehun.

Ia terkekeh pelan kemudian berjalan menuju rak kayu yang diletakan di sudut ruangan. Sehun tidak benar-benar bisa melihat apa yang dilakukan Jongin di sana sebelum alunan music klasik memenuhi seisi ruangan.

Since I Fell for You - Dinah Washington

Sehun sangat familiar dengan lagu klasik tersebut—salah satu lagu jazz klasik kesukaannya dan juga kakek Oh, dan ketika Jongin mulai menggerakan tubuhnya mengikuti irama lagu, Sehun benar-benar terkesiap—seperti terhipnotis oleh setiap gerakan yang dilakukan Jongin.

Lembut dan juga sangat menenangkan.

Sejujurnya, Jazz bukanlah aliran yang menjadi favorit Sehun dan Sehun sama sekali tidak bisa menari Jazz, menurutnya aliran tari tersebut terlalu rumit meskipun terlihat sangat mudah untuk dilakukan.

Ia tidak pernah merasa terkesan ketika melihat seseorang menari Jazz dan Jongin adalah orang pertama yang membuat Sehun menahan nafasnya ketika melihat pemuda itu menari. Seperti ada kekuatan magis setiap kali Jongin menggerakan tubuhnya—sangat membius.

Cahaya matahari yang melesat masuk diantara cela jendela yang tertutup lembaran kayu membuat Jongin terlihat semakin menakjubkan. Jongin seperti sedang melayang di udara ketika ia melakukan lompatan-lompatannya. Tidak seperti melayang yang biasanya Jongin lakukan tetapi itu lebih terlihat seperti…terbang bebas. Bebas. Sehun dapat merasakan kebebasan ketika melihat Jongin menari.

Sehun mengerjap beberapa kali ketika lagu dari Dinah Washington itu berhenti mengalun dikuti oleh Jongin yang kini tengah berjalan ke arahnya. Wajah pemuda itu tidak terlihat lelah sama sekali. Hantu tidak pernah merasa lelah.

"Kau menyukainya?" Tanya Jongin. Kilatan di mata itu lagi

"Ya, itu…" Sehun menghela nafasnya pelan sebelum melanjutkan, "Sangat menakjubkan. Aku tidak pernah melihat seseorang menari seperti itu."

"Terima kasih." Balas Jongin.

Keduanya kemudian hanyut dalam keheningan. Lagu klasik tadi kembali mengalun dengan otomatis dan suasana di ruangan itu berubah menjadi lebih hangat. Sehun menatap Jongin selama beberapa saat—berharap pemuda itu akan memulai pembicaraan—seperti biasa, tetapi sepertinya kali itu Jongin lebih memilih diam dan meunggu Sehun untuk membuka mulutnya.

"Kau memang sangat suka menari." Kata Sehun pada akhirnya.

Jongin merenggangkan tulang-tulangnya. Rambut cokelatnya terlihat lebih rapih dari biasanya dan diluar dugaan, Jongin mengenakan kemeja putih berlengan panjang dan juga celana hitam yang tidak digulung sampai lutut—tanpa mengenakan alas kaki. Sehun sedikit mengerutkan dahinya, apakah hantu juga memiliki lemari pakaian? Ia menemukan satu pertanyaan lagi yang akan ditanyakan pada Jongin suatu saat nanti.

"Ya, kau benar Sehun." Jongin menyandarkan punggungnya di dinding berwallpaper bunga-bunga yang sudah sama usangnya dengan lantai kayu di ruangan itu.

"Bagaimana kau bisa ingat kalau dulu kau menyukainya?"

Pertanyaan itu membuat Jongin sedikit berpikir lebih keras. Pemuda itu akan mengerahkan kemampuan otaknya untuk berpikir setiap kali Sehun menanyakan tentang masa lalunya. "Entahlah, mungkin satu-satunya hal yang bisa kuingat hanyalah itu."

"umm" Sehun mengangguk samar. "Jadi, kau ingin memperlihatkan tarianmu tadi padaku?"

"Ya, tentu saja. Dan aku senang kau menyukainya." Jongin tersenyum.

Dia benar. Sehun memang sangat menyukainya. Bahkan kalau saja saat itu Sehun menggenggam kamera, pasti ia akan merekamnya. Namun Sehun menertawakan dirinya dalam hati saat memikirkan hal tersebut. Jongin tidak akan muncul di sana—di kameranya.

"Kenapa?"

Jongin berjalan menuju jendela lalu bersandar di sana, memunggungi Sehun. Sinar matahari merembes masuk dan menembus tubuh pemuda itu. Tidak terlalu kentara tetapi Sehun dapat melihat apa yang ada di depan Jongin samar.

"Karena…Mungkin ketika kau melihatku menari, kau juga bisa melihat semangatku—semangat yang juga ada pada dirimu."

"Apa maksudmu?" Tanya Sehun yang tanpa sadar tengah berjalan mendekati Jongin.

"Aku bisa melihatnya…ketika kau menari di hadapanku beberapa waktu yang lalu. Aku hanya ingin kau tidak membiarkannya tertidur selamanya, Sehun." Pemuda berambut cokelat itu akhirnya memalingkan wajahnya dan menatap Sehun yang sudah berdiri di belakangnya.

"Kau sangat suka menari, sama sepertiku. Tetapi kau masih punya kesempatan untuk meraih impianmu. Jadi, teruslah menari, Sehun." Jongin kembali menarik ujung-ujung bibirnya. Meskipun suaranya sedikit tertutup oleh alunan lagu yang masih melantun di ruangan itu, Sehun bisa mendengarnya dengan jelas.

Ada sesuatu yang janggal di nada suara Jongin. Tidak seperti biasanya. Jongin mengatakan hal itu dengan tulus—Sehun sangat yakin, tetapi Sehun menyimpulkan itu sebagai nada penyesalan—penyesalan pada dirinya sendiri—penyesalan ketika tak ada lagi jalan untuknya melangkah ke depan.

"Aku tidak bisa." Gumam Sehun. Ia menundukan kepalanya dalam—menghindari tatapan Jongin yang bisa melihat jauh ke dalam jiwa Sehun.

"Kau bisa." Balas Jongin sembari menepuk-nepuk pelan kepala Sehun. "Kau terlalu takut untuk menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya."

Sehun mengangkat kepalanya perlahan namun ia memilih untuk menatap gorden putih yang berkibar-kibar di samping Jongin. "Entahlah Jongin. Aku…Ingin sekali terus menari tetapi, ada yang menahanku untuk tidak melakukannya."

"Ketakutanmu." Bisik Jongin. "Tidak usah takut, Sehun. Satu-satunya hal yang akan menyakitimu nanti hanyalah pemikiranmu sendiri, bukan orang lain. Jika ayahmu terus melarangmu melakukan apa yang kau inginkan, kau tidak perlu takut padanya. Kau hanya harus membuktikan bahwa kau juga bisa hidup dengan pilihanmu sendiri, bukan dengan pilihannya."

Sehun merasakan sesuatu yang hangat memenuhi matanya dan sudah siap untuk keluar tetapi ia berusaha untuk terus menahannya dan tidak membiarkannya jatuh di depan Jongin.

Perkataan Jongin benar—Jongin memang selalu benar menurut Sehun. Hanya saja Sehun terlalu keras kepala untuk mengiyakannya.

"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Sehun." Jongin kembali menepuk-nepuk kepala Sehun sesaat sebelum ia menarik lengan Sehun yang tertutup sweater biru navy dan membawa pemuda itu ke tengah ruangan.

"Apa kau pernah menari jazz sebelumnya?" Tanya Jongin.

Sehun menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak bisa menari jazz."

"Kalau begitu akan ku ajarkan." Kata Jongin yang sudah berdiri di belakang Sehun.

Sehun menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya—hanya ada dirinya dan itu sedikit membuat hati Sehun berkedut. Kali itu untuk pertama kalinya Sehun melihat dirinya begitu menyedihkan. Jongin berdiri di belakangnya namun hanya ada dia di dalam cermin tersebut. Jongin tidak terlihat—berbeda dengan kali pertama Sehun bertemu dengannya.

"Kau siap?"

"Ya." Meskipun Sehun tidak terlalu paham apa yang dimaksudkan Jongin, ia mengangguk perlahan dan membiarkan tangan Jongin menuntunnya. Ah, ya. Jongin sedang mengajarkannya menari Jazz. Sehun terlalu sibuk meratapi dirinya di dalam cermin sehingga tidak memperhatikan perkataan dari Jongin.

Suara Dinah Washington menuntun setiap langkah-langkah kecil yang dilakukan Sehun. Lagu itu sudah melantun berkali-kali tetapi tidak ada satupun diantara keduanya yang peduli.

"Retiréor passé." Ujar Jongin sembari menepuk pelan paha kanan Sehun—mengisntruksikan Sehun agar berdiri dengan satu kaki sementara ujung kaki lainnya menyentuh lutut.

" Chainés."

"Relevé."

"Chassé."

"Pi—"

"Piqué." Sehun menyela sembari memutar tubuhnya beberapa kali sebelum menatap Jongin yang kini berhadapan dengannya.

Kedua tangan Jongin masih diletakan di pinggang Sehun sementara Sehun meletakan tangan kanannya di bahu Jongin. Untuk beberapa Saat keduanya terdiam dalam posisi tersebut dan sepertinya tak ada yang berniat utuk mengganti posisi.

Sehun berusaha menormalkan nafasnya yang sedikit memburu sementara matanya masih tidak lepas dari Jongin. Ia memperhatikan setiap sudut dari wajah pemuda berambut cokelat itu.

Jongin memiliki bulu mata yang panjang, dan dua iris mata itu bukanlah onyx seperti apa yang Sehun kira selama ini. Lebih terlihat seperti amber namun lebih gelap. Garis wajahnya tegas namun di sisi lain juga menenangkan. Jongin sangat menenangkan.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Tanya Jongin pada akhirnya. Tersenyum.

"Uh, tidak apa-apa." Sehun menjauhkan dirinya dari Jongin. Tadi itu terlalu dekat, Sehun tidak pernah sedekat itu dengan orang lain sebelumnya.

"Ternyata kau tau teknik jazz juga." Menepuk bahu Sehun sebelum berjalan menuju radio tape yang diletakan di samping tumpukan piringan hitam dan tape lainnya lalu tak lama kemudian suara Dinah Washington tak lagi terdengar.

"Ya, aku hanya tidak mempelajarinya saja." Sehun menatap punggung Jongin dari kejauhan. Entah sejak kapan Sehun mulai senang memperhatikan pemuda itu dan hal tersebut sedikit mengusiknya.

"Kau sudah mempelajarinya hari ini."

"Dan kau masih lebih hebat dariku."

Jongin terkekeh. Ia kemudian melirik Sehun yang tengah bersandar di cermin, tak ada ekspresi berarti di wajah Sehun ketika ia mengatakannya. Sedikit membuat Jongin kecewa, ia berharap bisa melihat Sehun tersenyum.

"Kau ternyata memiliki kepercayaan diri yang luar biasa." Jongin berdecak. "Dalam hal ini, tentu saja."

Gerimis hujan terlihat di balik jendela besar. Perlahan-lahan rintik hujan tersebut berubah menjadi lebat namun tidak selebat kemarin. Sehun merapatkan sweater biru navynya. Sudah pukul enam kurang tiga puluh dan Sehun sama sekali tidak berniat untuk pulang. Ia masih ingin berlama-lama di sana, entah karena hujan yang menahannya ataupun alasan lain. Jongin mungkin?

"Hei."

"Hm?" Sehun memeluk kedua lututnya rapat saat Jongin duduk di sampingnya. Bahu keduanya bersentuhan. Hari itu terlalu banyak kontak fisik diantara mereka berdua. Lucunya Sehun sama sekali tidak keberatan. mungkin karena itu Jongin. Berbeda jika itu adalah Park Chanyeol atau orang lain, Sehun pasti akan segera menjauh dan menggerutu dalam hati sembari berharap ia tak akan bertemu dengannya esok hari.

"Aku kecewa padamu hari ini."

"Apa?"

"Aku kecewa padamu."

Sehun mengerutkan dahinya bingung. Ia baru saja ingin bersuara tetapi Jongin sudah mendahuluinya. "Kau tidak tersenyum."

"Itu alasan kenapa kau kecewa padaku?"

Jongin mengangguk, wajahnya menunjukan ekspresi kekecewaan yang dibuat-buat. "Aku sudah menari dengan menakjubkannya di depanmu dan kau hanya menanggapiku dengan wajah datar seperti biasa. Katakana padaku, Sehun…" Ia memicingkan matanya. "Apakah tarianku tidak cukup untuk membuatmu tersenyum dibandingkan dengan foto memalukan yang kau lihat kemarin? Katakan padaku, Oh Sehun. Aku ingin mendapatkan penjelasan."

Sehun mengangkat alisnya ketika dibombardir dengan celotehan Jongin sebelum terkekeh. Orang—mahluk di depannya ini selalu membuat Sehun terkejut dengan tingkah dan perkataannya.

Jongin selalu penuh dengan kejutan yang tak terduga dan itu membuat Sehun semakin nyaman jika pemuda itu berada di sekitarnya. Di sisi lain, Jongin juga menyadari hal itu—ia membuat Sehun nyaman ketika berada di dekatnya.

"Aku…sangat menyukai tarianmu, Jongin. Hanya saja, aku tidak pandai berekspresi. Kau tau itu, kan?"

"Ayolah Sehun, satu senyuman tidak akan menyakitimu." Jongin juga mengatakan hal seperti itu kemarin.

Sehun mendesah pelan. Satu hal yang Sehun pelajari dari Jongin adalah pemuda itu sangat suka memaksa. "Satu senyuman dan kau akan berhenti memaksaku?"

Jongin menyengir lebar kemudian mengangguk sementara Sehun hanya memutar bola matanya bosan lalu menyunggingkan seulas senyuman untuk Jongin. Hanya senyuman singkat yang tidak lebih dari tiga detik. Tersenyum memang tidaklah menyakitkan.

Jongin tidak berkata apa-apa setelah itu. Matanya sedikit melebar, bibirnya terkatup dan ia tidak bergerak selama beberapa saat sebelum mengedipkan matanya beberapa kali lalu membalas senyuman Sehun.

"Kenapa?" Tanya Sehun.

"Tidak apa-apa." Jawab Jongin seraya bangun dari duduknya. Sehun mengikutinya setelah itu. "Sudah malam."

"Ya, aku harus segera pulang." Ucap Sehun. Ia merapihkan letak sweaternya dan juga ujung celananya yang sedikit kusut di bagian bawah. Setelah itu ia berlari kecil menuju pintu lalu membalikan badannya untuk menatap Jongin sebelum kembali tersenyum. "Terima kasih." Gumamnya sebelum meninggalkan ruangan tersebut.

Jongin tersenyum tipis seraya menjatuhkan dirinya di lantai kayu usang yang dulunya berwarna cokelat tua. Ia menatap langit langit ruangan dengan tatapan menerawang. Jongin baru menyadari ada lukisan dua penari ballet diatas sana. Semakin ia memperhatikannya, lukisan itu semakin memudar dan digantikan oleh bayangan lain yang membuat Jongin memejamkan matanya. Tetapi bayangan itu kembali muncul di pikirannya.

Sehun dan pemuda itu tengah tersenyum padanya.

Di sisi lain, Sehun tengah menatap jalanan yang sunyi di depannya. Beberapa mobil melaju melewatinya dan Sehun sama sekali tidak peduli. Sesuatu mengusik pikirannya kala itu. Ia mendengus sebelum menghentikan mobilnya lalu meraih ponselnya yang ia letakan di dalam tas ranselnya. Sehun menatap layar ponselnya selama beberapa saat sebelum kembali mendengus.

Seharusnya ia menanyakan nomor ponsel ketua kelasnya tadi, Park Chanyeol.

To Be Continue


Annyeonghaseyo!

saya kembali dengan chapter 5 yang super pendek XD

anyway as always, makasih buat yang masih mau dan udah mau baca ff aku ini

makasih juga review2nya yang bkin aku semangat nulis XD

and then, makasih juga buat ucapan ulangtahunnya, saya terharu TTTTTTTT

oke oke berhubung lusa aku mau natalan, jadi kayaknya aku ga bisa update chap 6 cepet nih guys TTTTT

aku mau pulang kampung dan disana entah mengapa ga bisa buka ffn hiks

jadi mungkin aku updatenya awal tahun /dont punch meeeh/

tapi janji deh nanti aku ga bakalan update kelamaan lagiiiii TTTT

maafkan sayaaah

.

lastttt, rnr?

and also Merry Christmas and Happy New Year guys!

Happy Holidayy! See ya!