-DDEGHH-

Sekali lagi Sasuke memegang dadanya sendiri. Blazer sekolah yang ia kenakan, ia remas. Rasa ini lagi! 'Apa aku telah jatuh padanya?' pikirnya.

Disclaimer : Naruto punya Masashi Kishimoto

Pairing : SasuHina, NaruHina, SasuSaku

Rated : T

Genre : Hurt/Comfort yang nggak kerasa, Romance abal-abal

Warning : masih newbie, AU, OOC, Typoos bertebaran dan cerita yang absurd, DLDR

Chapter 7

Rasa yang sama seperti dalam memori lama yang ingin ia lupakan, kini hadir menghantui hidupnya kembali. Setiap saat matanya terpejam, sosok yang terlihat hanyalah Hinata, gadis yang berhasil membuka pintu hatinya secara perlahan. Setiap ekspresi yang dimiliki gadis itu kini seperti diputar ulang dalam ingatannya. Dan sesaat Sasuke merasa kesal sendiri saat mengetahui satu fakta, bahwa mereka belum pernah mempunyai satu momen yang berharga.

'Apa besok, aku mengajaknya kencan saja?' batin Sasuke.

Netra bewarna onyx miliknya menatap langit-langit kamar sedang seragam sekolah masih melekat di tubuhnya. Yah, sekitar lima belas menit yang lalu dirinya tiba di rumah. Namun, seperti biasa, hanya ada maid dan kepala pelayan yang menyambut kepulangannya. Entah kapan ia pulang disambut oleh keluarganya sendiri? Tapi, bagi Sasuke yang sekarang itu tidak lagi menjadi masalah.

Kini yang menjadi masalah baginya adalah perasaannya dan tujuan apa yang sebenarnya ingin ia capai. Sasuke yang merasa lelah dengan pemikirannya sendiri, memilih memejamkan mata. Dan seperti waktu yang lalu, yang nampak olehnya adalah bayang Hinata. Terlalu lelah untuk menghilangkan bayangan gadis itu di dalam ingatannya, Sasuke akhirnya tertidur dengan Hinata yang menjadi bunga tidurnya.

...

"Hyuuga...!"

Keadaan stasiun Nakahama pagi itu ramai seperti biasanya. Namun, tidak menyurutkan gelombang suara bernada baritone yang memanggil di pendengaran Hinata. Tampak olehnya dari samping kanannya Naruto berjalan menghampiri dengan seragam sekolah yang berantakan. Tunggu... Berantakan?!

"Ohayou...!" Naruto menyapa dengan senyum lima jari. Hinata yang terlalu syok dengan penampilan Naruto pagi itu, membalas sapaan dengan anggukan.

"Kau ingin pergi ke sekolah kan?" Naruto bertanya sambil memasang dasi yang sebelumnya hanya digantungkan di lehernya.

"Tentu.. Kau kira aku mau pergi kemana?" Hinata menjawab dengan nada ketus. Setiap ia bicara dengan Uzumaki yang satu ini entah kenapa selalu membuatnya kesal. Naruto yang mendengarnya hanya bisa tertawa tertahan. Senyum yang terpampang di wajahnya semakin melebar.

"Hufft.. Mana tau kau ingin membolos..." ujar Naruto. "Hei, pergi bareng denganku ya!" ajaknya.

"Hmm.. apa boleh buat?" jawab Hinata. Setelahnya mereka berjalan berdua, beriringan.

"Ano.."

"Hmm.." Naruto hanya bergumam sebagai balasan, dirinya masih sibuk berkutat dengan penampilannya yang berantakan.

"Kenapa kau tampak kusut begitu? Setahu ku, Uzumaki-san terkenal disiplin dan rapi. Tapi, kenyataan yang kulihat tidak begitu.." Hinata bertanya sembari menatap lurus jalan di depannya.

"Kenapa? Apa kau peduli, Hinata?" ujar Naruto serius.

Hinata yang mendengar nama depannya disebut, berpaling ke arah Naruto, Terkejut. Dengan sedikit menengadah, nampak oleh netranya wajah Naruto yang kini juga ikut memandangnya. Ia mengetahui bahwa kini dirinya pun ikut terpantul dalam netra bewarna biru itu. Hei, sejak kapan pemuda ini menatapnya?

"Hinata.." Naruto kembali memanggil namanya.

Seakan terhipnotis dengan mata indah yang sedang menatapnya, Hinata sampai tidak menyadari kalau kini Naruto telah mengurangi jarak diantara mereka sedikit demi sedikit.

"U-U-Uzumaki-san!" Sadar dengan jarak wajah mereka yang kian menipis, Hinata mengeluarkan suara dengan sedikit bergetar. Kedua telapak tangannya diletakkan di depan dada bidang pemuda itu, bermaksud mendorongnya.

"Na-ru-to! Panggil aku Naruto, Hinata!" Naruto membisikkan kata di telinga Hinata. "Dan mulai sekarang aku juga memanggilmu dengan Hinata. Ku rasa itu cukup adil."

Hinata yang merasakan hembusan nafas Naruto di telinganya, merasa geli. Menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya dan menjauhkan diri dengan segera. Kini, rona merah telah menghampiri wajah putihnya. Naruto yang melihat itu, sekali lagi tertawa. Tawa kali ini tak bisa ia tahan.

"HAHAHA... Lucu.. Lihat wajahmu itu, Hinata," Naruto tertawa dengan keras.

"Hinata, Hinata! Akh,, sial! Sepertinya aku akan ketagihan menyebut namamu. Kau tau? Orang sepertimu yang aku suka." Naruto berujar dengan senyum yang sumringah. Senang, karna berhasil menggoda si sulung Hyuuga. Ternyata melihat wajah merona milik gadis itu menyenangkan. Sepertinya menggoda Hinata akan menjadi hobi barunya mulai sekarang.

Hinata yang menyadari bahwa dirinya telah dikerjai, mengembungkan pipinya, imut. Dan sekali lagi, Naruto tertawa dengan keras. Tak mempedulikan orang-orang yang berlalu-lalang kini memandang dirinya dan Hinata. Ia hanya mengekspresikan dirinya dengan bebas. Karna jujur saja, momen seperti ini sangat jarang ia dapatkan.

Kini, mereka berdua mengisi perjalanan mereka dengan canda dan tawa. Tanpa mengetahui ada seseorang yang memperhatikan Naruto dari kejauhan.

"Apa sepupu memiliki ekspresi seperti itu sebelumnya?" gumamnya.

...

Gerbang sekolah nampak terbuka dengan gagah di depan mata. Baru sedikit murid yang melintasi gerbang itu. Itu hal yang wajar, jika kita melihat jam saat ini. Ini masih terlalu pagi jika datang ke sekolah. Naruto dan Hinata yang telah mengganti sepatu dengan uwabaki, memilih berpisah di persimpangan koridor lantai dua, karna kelas mereka yang berlawanan arah.

"Karena urusan kita masih belum selesai, bolehkan jika aku mengajakmu untuk bertemu lain waktu?"

"Uumm..." Hinata yang mengerti kemana arah pembicaraan yang Naruto tujukan, menjawab dengan anggukan.

Naruto yang mendengar respon positif dari Hinata kini menampilkan senyum lebarnya. "Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Hinata!"

"Jaa, Naruto-san." Hinata melambaikan tangannya saat dirasa Naruto telah jauh dari dirinya berada. Membalikkan tubuh ke arah yang seharusnya ia tempuh, Hinata melebarkan bola matanya saat dirasa ia melihat senyum ganjil yang terpampang di wajah Tenten, yang entah kapan berdiri bersandar di dinding tak jauh dari tempatnya berada.

"Sejak kapan kau disitu, Tenten-chan?"

"Sejak kau bilang, 'Jaa, Naruto-san' kenapa tak pernah bilang kalau kau ternyata juga dekat dengan ketua osis itu.."

"Apa kami terlihat dekat?" Hinata bertanya bingung.

"Ya, sampai aku jadi iri." jawab Tenten. "Biasanya kan Uzumaki-san hanya berbicara dengan orang yang cukup dekat dengannya. Terlebih dengan senyum tadi, itu memang momen langka, loh! Hinata-chan." lanjutnya.

"Itu mungkin hanya penilaianmu saja,"

"Tidak! Itu benar loh.. bahkan satu sekolah ini mengakui hal itu.."

"AH!" Hinata tiba-tiba berujar dengan suara yang keras. "Bukankah hari ini ada tugas yang akan dikumpul?"

"AAKH! SIIAAAL! Aku lupa.." Tenten menepuk keningnya saat ia ingat hal yang membuat ia datang sepagi itu ke sekolah. "Ayo ke kelas, Aku ingin menyalin tugasnya!" Tenten yang merasa kalau ia sedang dikejar waktu berjalan lebih dulu menuju kelasnya sedangkan Hinata yang berjalan di belakangnya, tersenyum simpul karena ia berhasil mengalihkan pembicaraan kali ini.

...

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Waktu belajar di sekolah itu pun sudah berakhir dan para siswa dan siswi ada yang bergegas pulang, ada yang mengikuti kegiatan klub, dan ada juga yang memilih pergi hangout dengan teman. Namun, di salah satu ruangan yang ada di gedung sebelah timur tampak Naruto yang masih sibuk mengurus dokumen-dokumen yang ada di mejanya.

Shikamaru yang baru memasuki ruangan tersebut, menghela nafas lelah. 'ck! Ini merepotkan' pikirnya. Dokumen yang menumpuk di meja Naruto menandakan bahwa hari ini ia tak akan bisa tidur bermalas-malasan seperti biasa. Andai dulu ia tak dipilih menjadi wakil ketua, mungkin sekarang ia bisa merasakan waktu santai di rumah dengan tenang.

Melihat Naruto yang tidak sadar akan kehadirannya, membuat Shikamaru memilih untuk menghampiri pemuda itu. Naruto yang merasakan tepukan pada bahunya, menoleh ke arah Shikamaru.

"Kau sudah datang? Sejak kapan?" tanya Naruto.

"Sejak tadi." ujar Shikamaru. "Apa dokumen ini harus diperiksa sekarang?"

"Hmm.." Naruto hanya bergumam sebagai jawaban sedangkan Shikamaru yang mendengarkan semakin menghela nafas lelah. Melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, Shikamaru mengambil kesimpulan kalau temannya yang satu ini belum menyadari jam berapa sekarang.

"Hari ini, kau tidak pergi bekerja, Naruto?"

Naruto yang sadar, menghentikan pekerjaannya. "Jam berapa sekarang?" tanya Naruto panik.

"Jam 15.45,"

Naruto yang mendengarnya hanya diam. Kini ia merasa bingung dengan hal apa yang harus ia lakukan. Jika ia pergi sekarang, dokumen yang sedang diperiksa ini pasti akan terbengkalai. Shikamaru yang menyadari itu, tersenyum simpul.

"Dokumen ini biar aku yang urus. Lagipula, anggota yang lain akan datang kemari sebentar lagi."

Mendengar penjelasan Shikamaru, membuat Naruto memicingkan matanya, curiga. "Bukannya kau benci hal yang merepotkan, Shikamaru,"

"HAAAH! Mendoukusai...! Kau mau ku tolong atau tidak? Lagipula sudah tugasku kan untuk menolongmu.."

Melihat wajah malas shikamaru yang kini menampilkan mimik muka yang serius, tanpa disadari memunculkan senyum simpul di wajah tan milik Naruto. "Sankyu~" ujarnya. "Lain kali, akan ku traktir kau di Ichiraku.." lanjut Naruto.

"Heh! Itu memang harus!" Shikamaru berujar lantang saat Naruto sibuk sendiri dengan tas selempangnya dan menghilang dengan cepat di balik pintu. Hmm.. mungkin kini ia sedang berlari dengan tergesa.

...

Naruto yang kini sedang berlari dengan kecepatan maksimum tidak mempedulikan penampilannya. Terlebih dengan rambutnya yang ditata sedemikian klimisnya dengan minyak rambut, kini berantakan menampakkan rambut jabriknya. Untung saja jam segini tidak banyak murid KHS yang masih berkeliaran. Coba kalau tidak! Mungkin image yang selama ini melekat akan memudar.

"Ck! Kenapa stasiun masih terasa jauh?" Naruto berujar kesal saat dilihat jam yang melingkar ditangannya dirasa berputar cepat. Setibanya di stasiun, Naruto membungkuk memegang lutut sambil menormalkan kembali pernapasannya yang tersenggal.

"Yosh! Ku rasa ini masih sempat," mengusap keringat yang turun di samping mulutnya dengan kepalan tangan, Naruto mengedarkan pandangan ke sekeliling stasiun yang saat itu tidak ramai seperti biasanya. Tanpa buang waktu, Naruto melangkahkan kakinya ke peron yang ia tuju. Namun, baru beberapa langkah berjalan, ia hentikan.

Dadanya terasa sesak, tapi bukan disebabkan oleh olahraga mendadak yang ia lakukan tadi. Tapi disebabkan oleh sesuatu yang lain. Kini dengan kedua matanya, ia melihat gadis yang sejak dulu menarik perhatiannya sedang berjalan bergandengan tangan dengan sahabatnya, Sasuke.

Sejak kapan gadis itu dekat dengan Sasuke? Kenapa Sasuke tak pernah cerita apapun padanya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu berputar di kepalanya. Sesaat ia tersadar dengan hal yang pernah ia tanyakan kepada Sasuke sewaktu berkunjung ke rumah pemuda tersebut. Kini ia tahu siapa orang yang dijadikan target oleh Sasuke. Memikirkan itu saja, sudah membuat Naruto mengepalkan tangannya dengan kuat.

'Ini tidak bisa dibiarkan!' batinnya.

...

"Ano.." Hinata berucap ragu saat ia sendiri tidak tahu akan berbicara apa pada pemuda yang sedang memegang tangannya ini dengan erat. Sejak tadi ia hanya diam diseret kesana kesini oleh pemuda ini. Sebenarnya mereka akan pergi kemana?

"Kita akan pergi kemana?" akhirnya Hinata berhasil menanyakannya.

"Aku bosan dirumah." jawab Sasuke singkat. "Karna itu, temani aku jalan! Kau bisa menganggapnya kencan kalau mau," Sasuke menjelaskan dengan melihat ke arah lain, ke arah mana saja asalkan rona merah yang muncul di pipinya saat ini tidak terlihat oleh Hinata. Disaat Sasuke sibuk menyembunyikan rona merah di wajahnya maka Hinata sibuk menormalkan detak jantungnya yang menggila.

'Kencan?' batinnya.

'Apa ini kencan sehabis pulang sekolah seperti yang ada di shoujo manga?'

'Apa sekarang aku yang jadi heroin-nya? Oh, Kami-sama Tolong bantu tenangkan aku.'

Sasuke yang tak tahan dengan suasana hening yang tercipta diantara mereka mencoba bersuara. "Cuaca kali ini, lumayan dingin ya.."

"Eh?" Hinata yang tersadar dari konflik batinnya tidak dapat merespon ucapan Sasuke.

"Mungkin karna musim gugur akan segera berakhir. Lihat! Tanganmu sampai terasa dingin begini.." Sasuke semakin erat menggenggam tangan Hinata, saat dirasa tangan gadis itu tetap saja dingin. Sedangkan Hinata? Oh, jangan ditanya. Karna kini wajahnya sudah memerah seperti tomat.

"Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?" Sasuke bertanya dengan menatap Hinata intens, sedangkan yang ditatap hanya menundukkan wajah bermaksud menyembunyikan rona merahnya.

"Umm.. Iie.." jawab Hinata pelan. Sasuke yang mendengarnya hanya tersenyum simpul.

"Souka? Kalau begitu, kurasa aku tau tempat yang bagus. Ayo!"

Dengan semangat, Sasuke mengajak Hinata tanpa melepaskan genggamannya ke tempat yang ingin ia tuju kali ini, festival musim gugur.

...

"UUWWAAAHHH!"

Hinata yang baru kali ini melihat festival musim gugur, berdecak kagum saat ia melihat indahnya festival itu. Keramaian orang yang berlalu lalang, stan-stan yang berjejer dengan rapi, warna-warni daun khas musim gugur, serta pohon bunga kinmokusei yang tak kalah cantiknya dengan bunga sakura memanjakan mata Hinata. Ia merasa sangat senang hari ini. Ternyata Sasuke benar-benar tau tempat yang bagus.

"Ne, Sasuke-kun.."

"Hnn..?" Sasuke mengalihkan fokus pandangannya ke arah Hinata.

"Arigatou..." ujar Hinata dengan nada tulus dan wajah yang ceria.

Sasuke yang baru pertama kali melihat ekspresi Hinata yang seperti itu menampilkan senyumnya, lagi! "Kau suka?" tanyanya.

"Hmm.. " jawab Hinata, antusias.

"Syukurlah! Aku tau stan yang bagus disini, kau ingin kesana?" tanyanya lagi.

"Apa boleh?"

Sasuke yang geli dengan pertanyaan Hinata memilih menjawab dengan mengacak rambut gadis itu, "Tentu.."

...

Stan yang dipilih oleh Sasuke memang unik dan menarik. Sesuai dengan tema festival yang diadakan, stan tersebut menjual apa saja yang berhubungan dengan musim gugur. Hinata yang sejak awal tertarik dengan kalung bunga kinmokusei, menanyai harganya kepada penjaga stan.

"Anoo.. Harga kalung ini berapa yah?"

"Oh,, kalung itu... harganya 3000 yen" jawab petugas tersebut. "Kalung itu limited edition.." jelasnya lagi.

'Terlalu mahal, tetapi kalung itu terlalu bagus untuk dilewatkan.' pikir Hinata.

Sasuke yang melihat Hinata yang sedang bercakap-cakap dengan penjaga stan, menghampiri gadis itu. "Apa ada yang ingin kau beli?"

"Ah, Tidak!" Hinata menjawab sambil melambaikan tangannya. "Ayo kita pergi, Sasuke-kun! Aku lelah berdiri terus.."

"Hnn.."

Mereka akhirnya keluar dari stan itu, kemudian mencari tempat duduk yang ada disana. Sasuke yang merasa Hinata terlihat murung sejak keluar dari stan tadi, memikirkan kemungkinan penyebab dari masalah itu.

"Apa kau merasa haus, Hinata?"

"Ah, tidak.."

Sekali lagi Sasuke tersenyum mendengar jawaban Hinata. Hari ini sudah berapa kali ia tersenyum di depan gadis ini. "Kau terlalu sungkan." kata Sasuke. "Jawabanmu yang tadi ku anggap, iya! Tunggu disini, aku akan kembali secepatnya."

Tanpa menunggu respon dari Hinata, Sasuke berbalik arah dan menghilang dalam keramaian.

...

Sasuke yang kini tampak bingung, berdiri di depan stan yang ia kunjungi dengan Hinata tadi. Dengan sedikit kepercayaan diri, ia mencoba bertanya kepada penjaga yang tadi berbicara dengan Hinata.

"Oh, gadis itu.. Tadi ia bertanya tentang harga kalung ini.." penjaga tersebut menjawab dengan menunjuk kalung bunga kinmokusei yang ada di dalam kotak persegi panjang bewarna hitam.

"Kinmokusei.." gumam Sasuke namun dapat di dengar dengan jelas oleh penjaga tersebut.

"Yah, Kinmokusei.. bunga musim gugur. Selain itu, dalam bahasa bunga, kinmokusei juga berarti cinta pertama dan cinta sejati, loh! Cocok sekali buat orang yang ingin menghadiahkan kalung ini untuk sang terkasih. Lagipula, ini limited edition.." jelas penjaga itu.

Sasuke yang awalnya ragu, kini menjadi tertarik karna mendengar penjelasan dari pemilik stan. "Berapa harganya?"

"3000 yen."

'Oh, jadi ini masalahnya.' batin Sasuke.

"Kalau begitu, aku ambil."

...

Sudah lima belas menit berlalu, namun Sasuke belum muncul juga. Hinata yang duduk menunggu di bangku itu menjadi gelisah dan khawatir. Berbagai pikiran negatif kini menghampiri otaknya. 'Apa aku telpon saja ya?'

Gerakan Hinata yang akan mengambil ponsel yang ada dalam tasnya terhenti saat ia akhirnya dapat mendengar suara Sasuke, walau ia belum mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

"Gomen.. apa aku membuatmu menunggu lama?" Sasuke bertanya dan duduk disamping Hinata, memberikan sebotol minuman isotonik kepada gadis itu.

"Ti-tidak! Apa setelah ini kita akan jalan lagi.."

"Apa kau masih kuat berjalan, Hinata?"

"Uum.. tentu.." jawab Hinata dengan mata berbinar. Sasuke yang melihatnya merasa gemas sendiri dan tanpa bisa ia tahan, ia cubit sebelah pipi Hinata yang tampak gembil.

"Sayang sekali -" ujarnya. "Waktu membatasi kita hari ini, ku rasa sebaiknya kita pulang.." jelasnya lagi.

Penjelasan itu cukup membuat Hinata kehilangan semangat. 'Apa itu artinya tidak ada jalan-jalan lagi? Tapi, aku masih ingin melihat festival ini..' pikirnya.

Melihat Hinata tampak murung membuat Sasuke tersenyum. "Ku rasa masih ada satu tempat yang harus dikunjungi sebelum pulang. Apa kau ingin ke photobox?"

Hinata yang mendengar ajakan Sasuke kembali ceria. Dengan semangat ia menjawab "Uum.." dan sepertinya Sasuke mengajak ke tempat yang tepat.

...

Waktu berlalu dengan cepat. Kini tak terasa kalau terik cahaya matahari telah digantikan dengan langit malam dan rembulan. Ia akui kalau hari ini ia pulang terlambat. Tapi, tetap saja ia tak menyesal. Karena hari ini banyak kenangan yang telah ia buat bersama Sasuke.

Hinata tersenyum senang melihat hasil foto mereka sewaktu di photobox. Kalau dilihat-lihat disana hanya ada Sasuke yang tersenyum simpul dan dirinya yang tersenyum kikuk. Uh, dirinya tampak jelek di foto ini. Tapi, tetap saja ia merasa senang.

Memasukkan kembali foto itu ke dalam tasnya, Hinata berjalan cepat karna ini sudah malam. Sedikit lagi ia akan sampai di depan gerbang rumahnya. Namun, tak jauh dari pintu gerbang itu ia melihat seseorang dengan seragam yang sama dengan sekolahnya berdiri bersandar pada tiang lampu penerang jalan. Kalau dilihat-lihat lagi sepertinya ia kenal siapa yang berdiri disana. Ah, itu kan Naruto-san!

"Naruto-san!" panggil Hinata.

Mendengar ada yang memanggil, Naruto memalingkan wajahnya. "Kau lama! Aku menunggumu dari tadi!" kata Naruto.

Apa?! Seingatnya ia tak punya janji dengan pemuda itu hari ini.

"Kau darimana saja? Kenapa jam segini baru pulang?"

Kalau ditanya seperti itu ia juga bingung harus menjawab apa. Apakah jalan-jalan atau kencan? Tapi bukannya ia yang harus bertanya! Kenapa Naruto bisa ada di depan rumahnya? Di jam segini lagi!

"Uum.. jalan-jalan?" jawabnya ragu.

"Apa itu dengan Sasuke?" tanya Naruto lagi. Kalau di dengar dengan cermat, ada rasa khawatir dan marah disana.

"Uum.. ya.. kenapa kau bisa tau?"

Cukup! Naruto yang mendengarnya mengepalkan tangannya erat. Dengan cepat ia menepis jarak yang tercipta antara dirinya dan Hinata. Merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya dan memeluknya erat. Kepalanya ia sandarkan pada bahu mungil Hinata dan setelahnya ia berujar...

"Ku mohon! Jauhi Sasuke!"

.

.

.

Di tempat lain di jam yang sama

.

.

.

Di jalan yang cukup sepi tampak Sasuke yang sedang tersenyum sendiri. Ia merasa senang dengan apa yang telah ia lalui hari ini, terlebih dengan Hinata. Akhirnya, ia dapat melihat ekspresi yang lain dari gadis itu. Entah kenapa semakin lama gadis itu semakin menarik di mata Sasuke.

'Menarik? Oh tidak, aku pasti sedang tidak sehat!' sangkalnya.

Sasuke terus berjalan dengan konflik batinnya sampai ia tidak menyadari kalau kini ia telah berdiri di depan gerbang mansion Uchiha. Memasuki perkarangan mansionnya ia menemukan mobil Mercedes Benz hitam terparkir dengan apik.

'Bukannya itu mobil Tou-san? Tapi, harusnya ia kembali 1 tahun lagi!'

Karna penasaran, Sasuke melangkah cepat masuk ke dalam mansionnya dan berjalan ke ruang tamu. Setibanya disana, ia melebarkan bola matanya karna kini yang sedang duduk di sofa itu adalah Kaa-san dan Tou-san yang ia rindukan.

"Okaeri*..!"

"Oh, Sasuke! Tadaima!" sahut ayahnya. "Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Fugaku.

"Baik, Tou-san..." jawab Sasuke singkat. "Kenapa Tou-san dan Kaa-san pulang cepat? Apa ada hal yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Ara~ apa kau tak ingin kami pulang cepat, Sasuke?" ujar Mikoto.

"Bukan begitu, Kaa-san. Tapi..." belum selesai kalimat yang akan ia utarakan, Fugaku telah bicara lebih dulu.

"Lusa, Itachi akan pulang mempersiapkan dirinya untuk memimpin di perusahaan cabang. Karna itu kami disini hari ini.. bukankah itu kabar gembira?" Jelas Fugaku.

Itachi? Nii-san nya akan kembali ke jepang? Memikirkan hal itu membuat dada Sasuke terasa sakit. Mencoba mengalihkan rasa sakit yang mendera, Sasuke mengepalkan tangannya kuat. Sesaat pandangan mata Sasuke menggelap.

Apa ini artinya rasa pahit itu akan ia coba sekali lagi?

TBC

* kata okaeri yang diucapkan Sasuke ditujukan untuk menyambut kepulangan orang tuanya bukan karna author salah nulis ya...


UWAAAAHHH! APA INI? GOMEN! GOMEN! GOMEN! GOMENASAI! (/\)

Janjinya setelah UTS mau update fict ini. Tapi realitanya baru sekarang di Up ya! Setelah UTS kemarin, ane jadi panitia untuk event yang ada di kampus (ada yang nyangka ane anak kuliahan?) dan persiapannya dilakukan selama 2 minggu. Setelah selesai, ane dilanda kegalauan dan masalah. Menjadi orang yang salah naik angkot itu butuh perjuangan yang ekstra untuk bertahan hidup (apa ada yang ngerti maksud ane?).

Dan sepertinya ane kekurangan kosa kata dalam membuat fict ini, belum lagi dengan chapter ini yang tanpa referensi. Dan sepertinya lagi ane harus rajin membaca mulai dari sekarang. Jadi, kalau ada yang aneh dalam fict ini kasih tau ane lewat review yah! (^w^)

Oh ya! Ane juga punya cerita baru pairing NH judulnya Psy Kiss. Kalau berkenan silahkan mampir juga ya.. SILY chapter ini udah ane panjangin dikit. Apa itu sudah mengobati rasa penasaran dan waktu yang digunakan reader untuk menunggu ini?

Untuk chap selanjutnya ane gak bisa janji update cepat ya. Karna tanggal 4 ane bakal turun magang sebulan habis itu balik ke kampus buat ujian tulis dan praktek dan totalnya bisa sampai 2 bulan. Tapi kalau ada waktu luang ane usahain update.

Makanya jangan pelit buat kasih review ke ane...!

At last, Untuk semua orang yang telah mereview (terlebih chapter kemarin), membaca, memfave serta memfolow cerita ini, Ane ucapkan Arigatou~ (^3^)

Bagi yang mau mereview, kasih kritik dan saran, Dozou, Arigatou gozaimasu. (^/ \^)

Sampai jumpa di Chap depan (^w^)/