HunHan

.

Story by; Semeluke

Alih bahasa oleh; HunFabb

.


Ling kehilangan pikirannya saat dia melihat putranya jatuh lemas ke tanah di detik setelah bola menghantam dadanya. Dia bingung dan kemarahannya karena melihat Sehun datang, perlahan memudar, tergantikan dengan perasaan khawatir dan juga panik. Pelatih berlutut di samping anaknya dan memeriksa detak jantungnya, kemudian ia menyerukan seorang dokter diantara penonton dan Ling segera berubah pucat.

Dia bergegas menuju lapangan bersama Sehun, yang juga menyaksikan kejadian itu. Ketika detak jantung Luhan tidak ditemukan, ia berkeinginan untuk melakukan CPR pada putranya. Ling bisa melakukan itu juga, namun sekarang dia panik, sehingga dia tidak bisa melakukannya. Pelatih menenangkannya sementara Sehun melakukan segala hal yang bisa dia lakukan untuk membuat jantung Luhan berdetak kembali—30 kompresi dan 2 kali napas buatan. Ambulan tiba tak lama kemudian, membawa Luhan ke rumah sakit, dan mereka menyusul dengan mobil Sehun.

Selama perjalanan, sementara ia menyetir, Sehun menggenggam tangan Ling yang gemetar, berusaha menenangkannya.

"Ini semua salahku."

Sehun mengerutkan kening. "Tidak, Ling,"

"Jika aku hanya membiarkanmu, Luhan tidak akan lengah seperti itu dan bola tidak akan menghantamnya. J-jika sesuatu terjadi padanya—"

"Tidak, jangan berpikir seperti itu, Ling. Dia punya kemungkinan untuk selamat." Sehun memotong.

"Berapa banyak? Berapa banyak kemungkinannya dia selamat?" tanyanya, menunggu untuk mendengar sesuatu yang baik, namun Sehun tidak bisa memberi persentase yang lebih dari 50, atau bahkan 30.

Sebagai seorang dokter, dia mengatakan Luhan memiliki kemungkinan kurang dari 12 persen untuk selamat dan dia tidak ingin memikirkan tentang itu. Sehun mendorong pikiran itu jauh dari kepalanya dan berusaha untuk membuat Ling melakukannya juga ketika mereka menunggu di lorong rumah sakit untuk dokter keluar dan mengatakan bagaimana keadaan Luhan.

Sehun bekerja di rumah sakit ini juga, ia bisa saja menjadi dokter yang menangani Luhan di dalam, namun dia terlibat secara emosi dengan anak itu dan mencampurkan emosi dengan pekerjaan tidak akan berjalan baik, jadi dia hanya membiarkan dokter lain menanganinya sementara dia menunggu di luar, bersandar pada dinding dengan Ling yang duduk gugup memainkan gelang di pergelangan tangannya. Yixing datang juga tak lama dan ikut menunggu bersama mereka.

Satu jam berlalu sejak kecelakaan; Ling tidak sabar menunggu dokter untuk memberitahu keadaan putra tersayangnya. Dia tidak bisa menghentikan diri dari menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya dia hanya membiarkan Sehun berada disana, harusnya dia tidak memarahi Sehun sehingga mereka berdebat dan Luhan melihatnya kemudian menjadi lengah.

Sehun duduk di samping Ling dan dengan hati-hati merangkul bahunya. "Ini bukan salahmu Ling. Jangan menyalahkan dirimu," katanya lembut, berharap Ling percaya itu.

Beberapa menit kemudian, Ling mulai menangis dan kehilangan harapan. Pintu di depan mereka terbuka dan Ling segera berdiri saat dokter keluar dari ruangan.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya, khawatir dengan apa yang akan dikatakan dokter. Pria itu lebih tua darinya, mungkin berada di sekitar usia 50 tahun-an, dan Ling tidak melihat banyak harapan di wajahnya. Tapi kemudian dia berpikir, itu mungkin hanya karena dokter itu agak lelah.

"Dia stabil," kata dokter.

Ling merasa hatinya lebih ringan mendengar itu, keputus asaan yang dia rasakan sebelumnya menghilang perlahan. "Benarkan?" Dia memastikan.

"Ya. Tindakan pertolongan pertamanya dilakukan dengan sangat baik. Sekarang dia di bawah terapi hipotermia dan dukungan ventilasi. Sirkulasi pernafasannya telah kembali normal. Dia akan diperiksa lagi setelah dia bangun hanya untuk memastikan itu benar-benar normal. Dia baik-baik saja,"

"Bisakah saya melihatnya?"

"Tentu. Suster akan membawanya ke ruang rawat, Anda ibunya, Anda diijinkan untuk tinggal bersamanya,"

"Terima kasih dokter." Ling mengucapkan terima kasih pada dokter sebelum pergi ke ruang rawat Luhan bersama Yixing yang mengikutinya di belakang. Sementara itu, Sehun tetap disana bicara dengan dokter yang merupakan rekan kerjanya.

"Teman dekatmu?" pria itu bertanya dan Sehun mengangguk.

"Lebih dari itu."


.


Ling tetap di samping Luhan malam itu, ingin memastikan dirinya berada disana saat bayi laki-lakinya membuka mata. Yixing pulang sebelum tengah malam sementara Sehun masih berada di rumah sakit karena dia memiliki shift malam. Sehun memeriksa detak jantung Luhan dan pernapasannya, beberapa kali. Luhan memang baik baik-baik saja, tidur dengan damai sepanjang malam, namun Sehun hanya ingin memastikan kalau kalau ada sesuatu yang salah terjadi padanya tiba-tiba.

"Siapa anak yang kau periksa? Dia bukan pasienmu, 'kan?" Sunny, salah seorang suster bertanya padanya saat ia keluar dari kantornya untuk pergi ke ruang rawat Luhan lagi.

"Memang bukan, tapi dia anak temanku,"

"Oh, apa yang terjadi padanya?"

"Dadanya terkena bola saat pertandingan kemarin." Sehun berkata, kemudian dia melihat Ling berjalan dari ujung lorong. Dia permisi pada suster untuk pergi menemui Ling.

"Sehun? Aku kira kau pulang," katanya.

"Tidak. Aku ingin disini lebih lama. Bagaimana keadaanmu?"

Ling tersenyum kecil. "Aku baik. Suster memeriksa Luhan dan bilang jika dia merespon pengobatannya dengan baik. Dan sekarang aku butuh kopi, tapi aku tidak bisa menemukan mesin penjual kopi otomatis dimanapun,"

"Ada kedai kopi di lantai dasar, kau tetaplah disini, aku akan mendapatkannya untukmu,"

"Oh. Terima kasih, Sehun. Aku akan kembali ke kamar Luhan kalau begitu," katanya, dan Sehun mengangguk sebelum mereka berpisah.

Sehun berteman dengan Ling sudah bertahun-tahun, sehingga dia tahu persis jenis kopi seperti apa yang selalu dia minum. Itu selalu karamel macchiato dengan gula tambahan setiap kali dia lelah dan membutuhkan energi. Jadi Sehun membeli itu untuk Ling dan juga kopi hitam untuk dirinya sendiri.

Mendekati ruang rawat Luhan, ia mendengar Ling bicara. Langkahnya melambat dan dia melihat ke dalam dimana Ling duduk di samping Luhan yang berbaring menatap mamanya. Anak itu terdiam dan hanya berkedip sambil memutar-mutar jarinya pada selimut, mendengarkan apa yang Ling katakan.

"Mama benar-benar minta maaf sayang. Mama harusnya tidak berdebat dengan Sehun...mama benar-benar takut. Mama pikir akan kehilanganmu." Ling berkata pelan sambil mengusap rambut Luhan.

"Aku baik-baik saja ma. Aku bahkan tidak merasa sakit. Jangan khawatir lagi." Luhan menghibur mamanya dan tersenyum kecil. Ling menempatkan ciuman di dahi Luhan sebelum dia berdiri. "Bisakah aku pulang sekarang? Aku tidak suka semua ini menempel di tubuhku,"

"Yah, dokter akan kemari sebentar lagi. Dia akan memberi tahu apakah kau bisa pulang hari ini atau tidak."

Luhan mengangguk, kemudian melihat Sehun berdiri di ambang pintu. "Sehun." dia tersenyum.

"Hei." Sehun balas tersenyum.

Saat Ling menoleh dan melihat Sehun, dia tidak mengusirnya sebagaimana yang Luhan duga. Mamanya tetap di sana ketika Sehun mendekat dan menyerahkan secangkir kopi.

"Bagaimana perasaanmu?" Sehun bertanya.

"Aku merasa baik-baik saja. Hanya saja aku lapar dan haus, bolehkah itu untukku?" tanya Luhan, menunjuk cangkir Ling.

"Tidak, ini tidak bagus untukmu. Kau masih dalam proses penyembuhan, jadi tidak ada kafein untuk sementara, oke? Kau harus lebih menjaga jantungmu mulai sekarang."

Luhan mengangguk, dan berkata "baiklah" dengan senyum sebelum mereka mendengar suara ponsel Ling. Dia pergi untuk menjawab panggilan nenek Luhan di lorong sementara meninggalkan Luhan bersama Sehun. Luhan benar-benar terkejut mamanya tidak menyuruh Sehun untuk pergi.

"Duduk disini." Luhan menepuk tempat tidur dan Sehun tersenyum.

"Saat dokter datang kita bisa bertanya padanya apakah kau bisa makan atau minum," kata Sehun.

"Kau bukan dokterku?" Luhan bertanya.

"Bukan. Aku tidak bisa jadi doktermu sekarang. Akan lebih baik jika seperti itu. Dan lagi, dokter yang menanganimu itu lebih tua dariku, dan dia lebih berpengalaman." Sehun berkata, duduk di samping Luhan.

"Kau tetap yang terbaik untukku, meskipun." Luhan menjalin jari-jarinya dengan Sehun, dan sedetik kemudian mesin di samping tempat tidurnya berbunyi, yang menandakan jantung Luhan berdetak lebih cepat.

"Oh." Sehun terkekeh lembut, membuat jantung Luhan berdetak lebih cepat lagi dan lagi. "Aku kira aku seperti kafein untukmu kalau begitu."

Luhan tertawa. "Kau membuat jantungku berdetak lebih cepat. Kemari daddy, aku ingin memelukmu,"

"Tidak bisa Sweety. Maafkan aku. Jantungmu harus berdetak normal sekarang, oke?" Sehun menjelaskan dan Luhan cemberut, tapi dia tidak memaksa dan mengeluh.

Dokter datang memeriksa Luhan, berkata jika semuanya normal dan tidak ada yang harus dikhawatirkan. Katanya, Luhan pulih lebih cepat dari yang dia duga dan anak itu bisa pulang esok harinya.

Setelah dokter pergi, Luhan memakan sarapannya dan mengobrol dengan Yixing yang datang bersama anak-anak lain juga anak yang tanpa sengaja menendang bola ke arahnya. Luhan telah memaafkan anak itu.

Sementara mereka mengobrol, Ling duduk di lorong bersama Sehun.

"Dia sudah membuatku ketakutan, dan sekarang lihatlah dia, dia terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ini menakjubkan." Ling berkata, tersenyum kecil sambil melihat Luhan yang tengah tertawa bersama teman-temannya. "Aku benar-benar berterima kasih untuk apa yang telah kau lakukan Sehun,"

"Apa yang aku lakukan?"

"Kau menyelamatkan hidup Luhan. Apa kau lupa? Atau apakah kau tidak merasa seperti itu?" tanya Ling, Sehun hanya mengedikkan bahu dan Ling tertawa kecil. "Rendah hati seperti biasa...sekali lagi, terima kasih."

Sehun tersenyum.


.


Malam kedua Luhan dirawat, Ling tidur di sofa di sudut ruang rawat Luhan setelah menempatkan putranya di tempat tidur. Dia makan malam dan mengobrolkan banyak hal dengan Luhan sampai anak itu menguap. Ling menyuruhnya untuk segera tidur kemudian, dan Luhan patuh pada apa yang dia katakan. Belakangan, semenjak kepulangannya, Luhan memang menjadi lebih penurut, dia lebih lembut dan jarang mengumpat atau mengeluh juga. Luhan berperilaku layaknya seorang anak yang baik dan Ling diam-diam merasa berutang pada Sehun.

Sekitar tengah malam, Ling terbangun mendengar suara bisikan lembut. Dia membuka matanya yang mengantuk dan melihat Sehun duduk di samping tempat tidur Luhan. Mereka bicara dengan suara pelan, namun Ling masih dapat mendengarnya.

"Kau lelah." Luhan lembut mengusap wajah Sehun. "Berbaring bersamaku." Dia bergeser, menepuk tempat tidur di sampingnya.

"Aku tidak bisa, Baby,"

"Kau bisa. Kau lelah dan aku ingin kau tidur disini disampingku. Kumohon." Luhan memohon dan Sehun menghela napas lembut sebelum ia melakukan apa yang Luhan inginkan.

"Hanya sebentar, oke?" katanya. Luhan senang dengan berapapun waktu yang dia dapatkan untuk bisa tidur dengan Sehun. Ia memekik diam-diam, begitu bersemangat saat Sehun memeluknya. "Nyaman?"

"Ya, aku menyukainya,"

"Aku menyukainya juga, Precious. Apa jantungmu berdetak cepat lagi?"

"Ya. Kau benar-benar membuat jantungku berdetak cepat. Tapi ini menyenangkan merasakannya." Luhan berkata, terdengar begitu gembira. Ling masih tetap di tempatnya, memperhatikan diam-diam dalam gelap.

"...hmm, begitu cepat." Sehun berpikir.

"Jantungmu berdetak cepat juga,"

"Ya, ini akan berdetak cepat hanya untukmu," Sehun berbisik, dan Luhan terkikik lembut.

"Sekarang, tidur,"

"Aku mencintaimu." Luhan mengaku.

"Aku mencintaimu juga," jawab Sehun.

Dan Ling mendengar itu dengan jelas.


.


Luhan bisa pulang keesokan harinya sebagaimana apa yang dikatakan dokter. Dia memang tidak bisa ikut latihan sepak bola atau melakukan sesuatu yang bisa membuat jantungnya berdetak tidak normal, namun Luhan tidak mengeluh untuk itu karena dia tahu itu hanya sementara. Satu-satunya hal yang ia keluhkan adalah, dia tidak bisa melihat Sehun lagi setelah dia keluar dari rumah sakit.

"Ingat untuk menjaga jantungmu tetap aman, dan selalu dengarkan apa yang dikatakan mamamu, oke?" Sehun berkata pada Luhan ketika mereka menunggu Ling mengambil mobil dari parkiran rumah sakit.

"Ya, aku akan." Luhan tersenyum, kemudian membungkuk memeluk pinggang Sehun. Dia menyukai bagaimana lengan Sehun perlahan balas memeluknya. "Akankah aku melihatmu lagi segera?"

"Yah, kau masih harus melakukan pemeriksaan tiga kali seminggu, kita bisa bertemu saat itu,"

"Bagaimana jika di luar rumah sakit?" Luhan bertanya, mulai berpikir tentang kencan lucu di sebuah kedai kopi, pergi ke bioskop atau hanya berjalan-jalan di sekitar bersama pria paling dia sukai di dunia.

"Kita lihat nanti." Sehun tersenyum. "Itu dia mamamu,"

"Baiklah. Sampai jumpa." Luhan berbisik pada dokter sebelum masuk ke mobil, dia melambai melalui jendela, dan mobil perlahan melaju membawanya pulang.

.

Luhan tidak pernah berdebat lagi dengan Ling. Dia bahkan merasa mamanya menjadi lebih lembut dan tenang setelah insiden yang menimpanya. Biasanya mereka akan berdebat kapanpun mereka mulai membicarakan tentang Sehun, sehingga Luhan belajar untuk tidak pernah membahas Sehun kapanpun ia bicara dengan mamanya. Namun sekarang itu tidak harus dilakukan karena mamanya tampak baik-baik saja dan tidak berkomentar apapun bahkan saat melihat dirinya dan Sehun mengobrol saat mereka pergi ke rumah sakit untuk jadwal pemeriksaan rutin Luhan.

Itu agak aneh meskipun. Luhan menduga, Ling tidak keberatan hanya karena pembicaraan ia dengan Sehun hanya berlangsung selama beberapa menit saja. Sehun harus kembali ke pekerjaannya sementara Luhan harus mengevaluasi keadaan jantungnya.

Kadang-kadang, Ling akan tersenyum dan menyapa Sehun. Dan bahkan satu waktu dia membiarkan Sehun membelikan es krim untuk Luhan. Luhan suka untuk berpikir jika mungkin mamanya sudah menjadi lebih terbuka dan mulai menerima hubungannya dengan Sehun, dan ia berharap itu benar-benar terjadi.


.


Ling pergi ke rumah sakit satu hari untuk mengambil hasil pemeriksaan Luhan. Luhan ingin pergi juga agar ia bisa melihat Sehun, namun ia tidak bisa melakukannya karena harus sekolah. Berjalan di lorong rumah sakit, Ling berpapasan dengan pria itu. Sehun menyapanya, kemudian ia meminta Ling untuk ikut ke kantornya sebentar, dimana ia menyerahkan sebuah kotak yang terbungkus rapi dengan sebuah kertas hadiah bermotif puzzle word.

"Bisakah kau memberikan ini pada Luhan besok?" tanyanya sementara Ling melihat kata yang ditandai dengan warna merah pada kertas hadiah Sehun, itu berupa—selamat ulang tahun, untuk Luhan, dari Sehun, dan beberapa kata lain yang juga ditandai, namun Ling tidak membacanya.

Dia tertawa kecil. "Ini sangat bagus, aku yakin Luhan akan suka,"

"Aku juga berharap begitu. Itu adalah cover case Man U untuk ponselnya, sepasang piyama Iron Man dan Cloud Pet Bunny."

Ling tersenyum. "Semua itu adalah favorit Luhan, dia benar-benar akan menyukainya...sebenarnya, mengapa kau tidak memberikan saja sendiri hadiahmu untuk Luhan, Sehun?" Dia menyarankan dan Sehun cukup terkejut dengan itu. Ling bisa membayangkan betapa senangnya Luhan jika dia melihat Sehun. Dan itu bisa membuat Sehun senang juga. "Kau bisa datang dan menginap. Jika kau ingin,"

"Aku ingin, namun aku harus menemui seorang teman besok." Yang sebenarnya adalah, kehadirannya mungkin bisa membuat Ling tidak nyaman, dan Sehun tak ingin itu terjadi.

"Kau yakin? Ini hanya akan terjadi sekali seumur hidupnya. Luhan tidak akan berulang tahun yang ke 18 lagi setelah ini sampai kapanpun kau tahu," katanya.

"Kukira...apa kau benar-benar tidak keberatan aku datang?"

"Kau begitu membantu Sehun. Maksudku, aku tidak tahu apa yang telah kau lakukan atau bagaimana kau melakukannya. Tapi aku melihatnya sekarang, Luhan berubah menjadi lebih baik setelah dia tinggal denganmu. Kau menyelamatkan hidupnya juga. Kupikir setidaknya aku harus memberimu kesempatan."

Sehun tersenyum. "Terima kasih, Ling."


.


Luhan tidak ingin pesta ulang tahun yang besar. Pada hari spesialnya, meski hanya ada beberapa teman dan kerabat yang datang itu sudah sangat menyenangkan untuknya. Ling sudah meminta ijin tetangga untuk pestanya, karena dengan semua kebisingan, beberapa orang mungkin akan mengeluh.

Anak-anak meledakkan konfeti beberapa kali bahkan dan itu tidak apa-apa selama mereka membersihkan itu setelahnya dan menjauh dari dapur. Satu-satunya saat mereka tenang adalah ketika mereka menonton film, semuanya terlalu fokus sehingga tidak ada satupun yang bicara. Luhan diam-diam pergi menemui ibunya.

"Kami menghabiskan semua es krimnya. Bisakah aku mendapatkannya lagi?" Dia bertanya.

"Kau belum kenyang juga? Kalian sudah makan banyak cupcake dan coklat bomb. Kalian akan sakit perut nanti," kata Ling.

"Kumohon."

Ling tertawa. "Yah, ini adalah ulang tahunmu dan mama kira anak berulang tahun harus mendapatkan apa yang dia ingin. Tunggu disini, mama akan pergi mengambilnya," katanya.

"Oke...ma?"

"Ya?"

"Aku benar-benar minta maaf karena bertindak seperti anak nakal sebelumnya." Sebenarnya sudah sejak kemarin Luhan ingin mengatakan ini. Hanya saja, dia belum mendapatkan keberanian untuk melakukan itu hingga hari ini.

Ling hanya tersenyum. "Yah, kau anak baik sekarang, itu yang terpenting. Tidak apa-apa. Kembali menonton filmnya, kau tidak ingin melewatkan itu 'kan? Mama akan mengambil es krimnya untukmu,"

"Baiklah." Luhan tersenyum sebelum duduk kembali menonton film di samping teman-temannya.

Dia tidak bisa fokus pada film meskipun. Pikirannya dipenuhi tentang bagaimana dia ingin Sehun berada disana. Dia ingin meminta Ling mengundang Sehun juga, tapi dia tidak ingin mengecewakan mamanya, jadi dia meyakinkan diri jika itu tidak apa-apa meski Sehun tidak datang.

Pesta ulang tahunnya menyenangkan dan itu adalah salah satu hari terbaik yang dia punya, dengan mamanya, teman-temanya, juga semua makanan manis. Jika saja Sehun disana juga, mungkin itu akan jauh lebih baik. Luhan berharap Sehun akan menelponnya atau mungkin mengirim pesan padanya nanti.

Sementara teman-temannya asyik menonton film, Luhan berdiri, memutuskan untuk membantu mamanya menyiapkan es krim. Dia berjalan ke dapur dan mendengar mamanya bicara dengan seseorang.

"Dia suka ini. Ini adalah snack favoritnya," katanya. "Pergilah menyambutnya. Aku akan menyiapkan ini...oke? Sana,"

"Kau yakin?"

Luhan melebarkan matanya, mendengar suara Sehun dan dia tidak bisa untuk tidak tersenyum. Itu benar-benar membuatnya gembira mendengar suara dokter, di rumahnya dan di hari ulang tahunnya juga.

"Apa kau mencoba untuk membuatku berubah pikiran Sehun?" Ling bertanya.

Sehun tertawa kecil. "Tidak, aku hanya agak khawatir karena kau pernah mengancam akan menangkapku jika menemui Luhan, ingat?"

"Yah, aku menjamin ini bukanlah sebuah skema untuk mendapat alasan agar aku bisa menangkapmu." Ling berkata dan detik berikutnya Luhan melihat Sehun keluar dari dapur. Tampak tampan seperti biasa dengan kotak hadiah di tangannya. Luhan tersenyum senang saat tatapan mereka bertemu.

"Kejutan~" Sehun tersenyum juga.

Dan begitulah, Ling memberikan Luhan Sehun sebagai hadiah ulang tahunnya.


END


Yah, ini benar-benar END nggak ada lagi. Asli. Terakhir.

Terima kasih sudah membaca. Baik yang baru-baru, yang baca dari bab pertama sampai bab terakhir dengan jeda waktu yang hanya beberapa jam atau beberapa hari atau beberapa minggu, maupun yang sudah menunggu selama lebih dari setahun untuk dua bab terakhir. Oh terutama yang menunggu lebih dari setahun. Terima kasih atas kesetiaanmu teman.

Terima kasih pokoknya. Semuanya tidak terkecuali #bow

Butuh sequel?

Samaaaaaaaa T.T


Xoxo

520!