Sensei! You Must be My Mom!

Disclaimer : Masashi Kishimoto.

Story By : Yana Kim

Rate : T semi M

Warning: Semua OOC tanpa terkecuali, abal, mainstream? Wajib. EYD? Sempurna kegagalannya.

Uchiha Itachi Yamanaka Ino

Sum:

Yamanaka Ino merupakan seorang guru baru merangkap wali kelas di Konoha Junior High School. Harus ekstra bersabar menghadapi murid paling nakal disekolah itu. Ternyata ia harus menambah pasokan kesabarannya ketika harus menghadapi ayah sang murid yang sangat mempesona dimatanya.

.

.

.

Chapter1

.

.

.

"Apa Kurenai-sensei sudah mengatakan kalau anda akan menjadi wali kelas dikelas 9-2?" seorang wanita cantik berambut pirang bertanya pada seorang wanita bermata biru dan berambut sama sepertinya yang kini duduk didepannya.

"Ya, Senju-sama. beliau sudah memberitahu saya."

"Apa Kurenai-sensei juga memberitahu perihal seorang murid yang agak yaah... bagaimana menerangkannya ya?" wanita pirang itu tampak bingung sendiri.

"Ya, Senju-sama. Beliau juga sudah memberitahunya."

"Semoga anda betah disekolah ini Yamanaka-sensei. Mari saya antar."

"Hai'. Mohon bimbingannya."

Keduanya berjalan keluar dari ruangan yang bertuliskan 'Ruang Kepala Sekolah' itu. Berjalan melewati koridor dan kira-kira duapuluh lima anak tangga hingga sampai pada sebuah kelas dengan tulisan 'Kelas 9-2' diatas pintunya. Kedua wanita dengan warna rambut yang hampir sama itu memasuki kelas tersebut. Kelas yang semula ribut kini terdiam setelah wanita yang merupakan orang nomor satu disekolah mereka memasuki kelas. Beberapa murid terlihat berbisik melihat seorang wanita yang ikut dengan kepala sekolah mereka.

"Langsung saja. Ini adalah sensei kalian yang akan menggantikan Kurenai-sensei menjadi guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelas kalian. Kuharap kalian dapat bekerjasama dengan baik. Silahkan, Yamanaka-sensei. Saya permisi dulu." Setelah pidato singkatnya, wanita bernama Senju Tsunade itu meninggalkan kelas.

Yamanaka Ino memandang seluruh kelas, memperhatikan setiap wajah muridnya. Pandangannya kemudian terjatuh pada seorang siswa yang sedang mengotak-atik ponselnya dibawah meja lengkap dengan headset yang terpasang rapi ditelinganya. Sepertinya ia tidak memperhatikan atau tidak peduli dengan guru yang kini berdiri didepan kelas.

'Mungkah dia yang...'

Ino kemudian tersenyum, senyum paling manis yang dimilikinya hingga membuat beberapa siswa bahkan sisiwi tampak memerah malu sekaligus terpesona.

"Selamat pagi semuanya..." sapanya ceria. Ia memang merupakan tipikal gadis ceria. Mata sebiru lautnya tampak sangat mempesona, sangat pas wajah tirusnya yang putih mulus. Rambut panjangnya yang ia gelung dengan sejumput poni yang ia selipkan dibelakang telinga membuatnya tampak rapih. Apalagi dengan kemeja ungu mudayang dibalut blazey hitam serta rok hitam selutut yang membungkus tubuh indah nan proporsional miliknya.

"Selamat pagi sensei..." para murid membalas sapaannya dengan antusian bahkan ada beberapa yang kelewat antusias.

"Perkenalkan, namaku adalah Yamanaka Ino. Kalian bisa memanggilku dengan Yamanaka-sensei atau Ino-sensei. Senang bertemu kalian. Kuharap kita bisa bekerjasama dengan baik ya. Yoroshiku..." Senyum indah itu tak lepas dari wajah Ino.

"Yoroshiku Ino-sensei..."

"Sekarang aku akan mengabsen kalian satu persatu sekaligus agar aku bisa mengenal kalian. Bagi yang namanya dipanggil bisa mengangkat tangannya." Ino kemudian mengambil buku absen dari tasnya. Sebelum pindah Yuhi Kurenai memang sudah memberikan semua berkas yang berhubungan dengan kelas 9-2.

"Aihara Kotaru."

"Hai' sensei. Yoroshiku."

"Yoroshiku, Kotaru-kun." Ino tersenyum membuat siswa tersebut memerah.

"Ayuzawa Yuki."

"Hai'. "

"Hayashi Sano"

"Hai'"

Proses absen yang dilakukan Ino terus berlanjut hingga sampai pada nama seorang siswa yang membuat Ino penasaran.

"Tanezawa Aiko."

"Hai'"

"Uchiha Kenichi." Ino melihat seisi kelas yang kini memansang seorang siswa yang sejak tadi memainkan ponselnya.

"Uchiha Kenichi." Siswa itu masih tidak mendengarkan kalau saja teman sebangkunya yang Ino ketahui bernama Sano itu menarik headset dari telinga temannya dan mengarahkan kepalanya kearah Ino. Siswa tampan berambut hitam dan bermata oniks itu menatap Ino dengan pandangan malasnya. Kemudian mengangkat tangannya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ino mulai jengkel dibuatnya.

'Ternyata memang dia...' batin Ino.

"Uchiha Kenichi." Ino memperhatikan muridnya itu yang kini telah menyimpan segala perangkat yang tadi dipakainya.

"Umm.. Anak-anak.. aku tidak tahu kalau ada siswa yang bisu disini. Kita lanj—"

"Aku tidak bisu." Ino kembali memperhatikan Uchiha Kenichi yang kini menatapnya tajam. Mungkin tidak suka dikatai bisu oleh gurunya sendiri. Ia malah tersenyum.

"Suaramu ternyata sangat merdu, Uchiha-kun."

"Namaku Ken. Jangan panggil aku seolah kau memanggil ayahku."

"Baiklah Kenichi-kun. Kita lan—"

"Ken. Namaku Ken,sensei.." Kenichi atau Ken bersuara dingin dengan penekanan pada kata sensei.

"Aku hanya memanggil nama lengkapmu. Aku tidak peduli teman-temanmu memanggilmu Ken atau apa. Yang pasti kau tetaplah Uchiha Kenichi, Kenichi-kun." Putri Yamanaka itu membalas dengan penakanan yang sama pada kata Kenichi-kun membuat anak laki-laki itu mendecih dan membuat teman sebangkunya tertawa tertahan.

"Kita lanjut."

Setelah semuanya selesai diabsen oleh Ino, gadis duapuluh enam tahun itu mencoba mengingat setiap wajah dan nama para muridnya. Ia akan menjadi wali kelas, jadi selain menjadi guru ia akan menjadi orangtua kedua bagi murid-muridnya.

"Kita mungkin hari ini tidak langsung belajar. " Ucapan Ino disambut dengan senyuman daripara murid. " Kita akan berbagi cerita sampai lesku berakhir. Ceritakan pengalaman kalian. Sebelumnya aku yang akan bercerita. Bagaimana?"

"Hai, sensei..." semua menyambut dengan ceria usul guru cantik mereka. Setelah selesai menceritakan tentang dirinya pada murid-muridnya. Kini giliran anak-anak itu yang bercerita. Ino tersenyum dan terkadang tertawa mendengar cerita mereka. Ada yang bercerita tentang kakak atau adik mereka yang lucu dan ada juga yang menceritakan tentang acara jalan-jalan mereka dengan keluarga besar dan masih banyak lagi.

Giliran sampai pada Uchiha Kenichi. Namun ia tidak bergeming. Ia memandang lurus kedepan namun tidak mengucapkan sepatah katapun untuk memulai cerita seperti yang dilakukan teman-temannya. Ino kembali memperhatikan seisi kelas. Semuanya sepertinya sudah biasa dengan sikap temannya itu. Namun pandangan Ino terpaku pada seorang siswi manis berkacamata dan berambut pirang pucat hampir serupa rambutnya. Gadis yang Ino ingat bernama Hatake Sina itu seperti memandang khawatir pada Ken. Atensi Ino kembali pada Ken. Anak itu masih bergeming.

"Kenapa Kenichi-kun? Kau tidak punya sesuatu untuk diceritakan?" tanya Ino.

"Tidak ada, sensei."

"Benarkah tidak ada? Cerita tentang saudara-saudaramu atau tentang jalan-jalan keluargamu atau yang lainnya seperti teman-temanmu."

"Tidak ada, sensei. Semua yang dialami teman-temanku tidak pernah kualami. Jadi tidak ada yang bisa diceritakan. Aku permisi dulu." Anak laki-laki berambut hitam itu pergi keluar ruangan setelah membungkuk sekilas pada Ino.

Ino tertegun. Ia tidak menyangka ada seorang anak berumur empat belas tahun seperti Ken tidak mempunyai satu cerita pun tentang keluarganya ataupun yang lainnya. Ino jadi merasa iba. Anak itu.. pasti punya masalah dikeluarganya. Broken Home? Bisa jadi.

Baru saja akan berbicara, suara bel menginterupsi niat Ino. Ia kembali tersenyum pada para muridnya.

"Baiklah, anak-anak. Pertemuan kita sampai disini dulu. Pertemuan berikutnya kita akan langsung belajar. Mengerti?"

"Hai'."

"Kalian boleh istirahat. " Ino kembali kekursinya diikuti para murid yang mulai berhambur keluar untuk istirahat. Guru cantik itu mulai menyusun barang-barangnya. Ia akan beranjak ketika seorang gadis manis yang tadi sempat menjadi perhatian Ino.

"Sina-chan?"

"T-tolong maafkan sikap Ken-kun, sensei. Dia... dia..."

"Aku mengerti. Kau tahukan aku ini seorang guru. Jadi murid seperti dia sudah sering kuhadapi. Kau temannya ya?" tanya Ino.

"I-itu.. Be-begitulah, sensei." Gadis manis berkacamata itu tampak merona. 'Imut sekali...' batin Ino.

"Sebaiknya kau istirahat bersama teman-temanmu."

"H-hai."

Baru satu langkah berjalan gadis bermata ungu itu kembali kedepan meja Ino membuat wanita Yamanaka itu mengernyit heran.

"Umm... Ken-kun tidak suka dipanggil Kenichi. Dia bilang karena dia bukan anak kecil lagi." Gadis bermarga Hatake itu membungkuk singkat kemudian kembali kebangkunya dan mengambil bento dari tas dan pergi keluar ruangan. Ino yang mendengar ucapan terakhir gadis itu menahan tawanya. Ia pun keluar dari ruangan.

.

.

.

"Setelah ini anda harus mengikuti meeting dengan perusahaan Namikaze, Itachi-sama." Dua orang pria dengan warna rambut berbeda berjalan keluar dari lift. Pria berambut putih kebiruan berjalan dibelakang seorang pria berambut hitam panjang yang dikuncir rendah sambil memegang sebuah agenda. Sedangkan pria didepannya aka bosnya berjalan dengan memegang sebuah i-pad ditangannya.

Uchiha Itachi. Siapa yang tidak mengenalnya. Mungkin hanya orang-orang yang gagap teknologi atau yang tidak mempunya televisilah yang tidak mengenalnya. Seorang pengusaha sukses yang memimpin Uchiha Group. Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang dan sangat mempengaruhi perekonomian di Jepang.

Wajah tampan dan karisma yang dimilikinya membuat setiap wanita bertekuk lutut dihadapannya. Diusianya yang menginjak tigapuluh enamtahun membuat aura dewasa dan matangnya keluar. Meski sudah berstatus duda, masih banyak wanita yang berbaris mengemis cinta padanya.

"Hn. Setelah itu?"

"Anda akan bertemu dengan klien kita yang berasal dari Korea. Lalu setelah itu anda akan mengunjungi Sharingan Mall kita yang ada di Shibuya. Lalu setelah itu anda akan kembali kekantor untuk memeriksa berkas. Atau anda ingin membawa berkas itu ke mansion Uchiha? Saya akan mengemasnya kalau begitu."

"Ya, Kisame. Kau kemas setengah dari berkasku. Aku akan memeriksanya dirumah."

"Hai'." Keduanya melanjutkan perjalanan menuju sebuah ruangan dengan plangkat CEO Room.

.

.

.

Dihari pertamanya mengajar di Konoha Junior High, Yamanaka Ino sudah dipanggil ke ruang kepala sekolah karena kasus yang diperbuat oleh muridnya. Sesampainya diruang kepala sekolah, Ino melihat seorang guru seperti dirinya yang ia ketahui bernama Hyuuga Hinata. Mereka baru berkenalan tadi pagi, namun apa ini? Kenapa guru Kimia itu menangis sesenggukan disofa ruangan Senju Tsunade? Terlihat kepala sekolah yang masih cantik diumurnya yang limapuluhan itu sedang berusaha menenangkan guru cantik berambut indigo itu.

"Apa yang terjadi, Senju-sama?" tanya Ino to the point.

"Hyuuga-sensei? Ada apa?" tatapannya kini beralih pada Hyuuga Hinata yang tengah menghapus airmatanya.

"Dia dibully oleh muridmu, Yamanaka-sensei." Ujar Tsunade.

"A-apa? Siapa mereka?" tanya Ino lagi.

"Uchiha dan teman-temannya."

"Apa yang mereka lakukan?"

"Mereka membuat Hyuuga-sensei yang berjalan terjatuh kemudian memasukkan seekor tikus kedalam roknya. Hyuuga sensei bilang paha bagian dalamnya terluka karena digigit oleh makhluk sialan itu." Yamanaka-sensei terkejut dengan laporan sekaligus umpatan dari sang kepala sekolah.

"A-APA?!" Kurenai memang pernah bilang perihal Uchiha Kenichi yang sering berbuat ulah bersama dengan teman-temannya. Namun ia tidak menyangka kenakalan mereka akan seperti ini. Ini sudah keterlaluan.

"Aku akan menindaklanjut mereka, Senju-sama."

"Kau memang harus melakukannya. Ini sudah kelewatan."

"Hai'.Saya minta maaf, Hyuuga-sensei." Hinata tidak menanggapi. Ino menghela nafasnya panjang.

'Saya permisi."

Dan disinilah kini Yamanaka Ino berakhir, setelah memanggil ketiga muridnya yang menjadi pelaku penganiayaan terhadap Hyuuga-sensei. Dua murid yang Ino ingat bernama Sano dan Kotaru dan Sano tampak takut-takut menatap Ino sedangkan Ken atau Kenichi tak tampak sedikitpun raut takut diwajahnya. Ia malah menatap Ino datar.

"Kalian tahu kan apa kesalahan kalian?" Ino bertanya lembut. Ia tahu anak-anak jaman sekarang sudah tidak mempan dengan kekerasan fisik dan suara. Ia kan bersikap tenang namun tegas pada murid-muridnya.

"Jawab aku sekarang. Atau aku akan menghukum kalian dengan bertelanjang di tiang bendera." Ujar Ino dengan senyumannya yang sekrang dibuat-buat.

"Maafkan kami, sensei." Kotaru dan Sano yang menjawab.

"Kalian sudah keterlaluan. Ini." Ino menyerahkan tiga buah amplop putih dengan lambang Konoha High School.

"Se-sensei, i-ini..."

"Ya. Surat panggilan untuk orang tua kalian. Ini untukmu, untukmu dan untukmu." Ino membagi satu persatu kepada mereka berdasarkan nama yang tertera.

"Se-sensei... kami..."

"Aku yang menyuruh mereka. Hukum aku saja. Jangan panggil orangtua mereka." Uchiha Kenichi akhirnya berbicara.

Kalian bertiga melakukannya. Jadi kalian bertiga jugalah yang harus bertanggung jawab."

"Tidak, sensei. Aku yang harus bertanggung jawab. Mereka tidak salah."

'Berani juga anak ini.' Batin sang Yamanaka.

"Baik." Ino mengambil dua amplop yang seharusnya menjadi milik Kotaru dan Sano. Menyimpannya dilaci dan memberikan yang satunya kepada Uchiha Kenichi.

"Kuharap orangtuamu besok datang. Sebagai hukuman untukmu, tulis kalimat 'Aku tidak akan mengulangi kesalahanku' sebanyak seratus lembar folio. Ingat, jangan datang kesekolah jika orangtuamu tidak datang bersamamu. Dan selesaikan juga hukumanmu. "

"Hn." Sebelum ketiganya keluar, suara Ino kembali bergema.

"Aku sudah memeriksa buku tugasmu, Kenichi-kun. Aku sudah hapal tulisanmu. Jadi... bila kau menyuruh orang lain untuk mengerjakan hukumanmu. Akan ku tambah menjadi dua kali lipat. Kalian boleh keluar."

Sesampainya diluar, Kenichi memukul tembok dengan tangannya.

"Sial!"

"Aku tidak menyangka guru baru kita akan sekejam ini." Kata Kotaru.

"Kau benar. Dia tenang, tapi disaat yang sama sangat menakutkan." Sambung Sano.

"Oh ya, Ken. Terimakasih sudah membantu kami. Kami bisa membantumu kok menulis hukumanmu. Aku akan berusaha meniru tulisanmu."

"Tidak perlu. Aku saja. Kalian tenang saja. Kalau ayahku turun tangan, semua pasti beres." Ken tampak menyeringai. Teman-temannya pun tersenyum.

"Kau benar. Ayahmu hanya perlu menyuruh anak buahnya datang dan semua beres. Kau bahkan selalu terlepas dari hukumanmu."

Ken kembali menyeringai mendengar ucapan temannya.

.

.

.

Lampu-lampu menerangi mansion Uchiha yang megah. Bangunan dua lantai itu tampak sangat indah diwaktu malam. Air mancur warna-warni tampak bagaikan pelangi dimalam hari. Namun terangnya lampu tidak seterang hati seorang Uchiha Ken. Ia harus kembali merasakan makan seorang diri didepan meja yang sangat lebar dengan berbagai makanan tersaji diatasnya. Ia menghela nafas sambil kembali mengunyah makanannya. Disampingnya tiga orang pelayan menemaninya sekaligus berjaga-jaga apabila ada perintah dari tuannya yang harus dilakukan.

"Ayahku tidak pulang lagi?" tanyanya.

"Bukan tidak pulang, Ken-sama. Hanya saja terlambat pulang. Mungkin beliau sedang bertemu dengan klien sekaligus makan malam." Terang seorang pelayan dengan suara lembutnya.

"Dia selalu menemani kliennya makan malam. Sementara anak sendiri tak pernah dihiraukan. Ayah macam apa itu?!" hardiknya.

"Itachi-sama melakukannya untuk kebaikan anda juga, Ken-sama. Dia bekerja keras un—"

Prang! Ken menghempaskan sendoknya.

"AKU TIDAK BUTUH SEMUA UANG YANG DIDAPATNYA! AKU TIDAK BUTUH KEKAYAAN INI! Aku hanya butuh... aku hanya butuh ayah menemaniku..." suara Ken yang awalnya keras menjadi terdengar getir dan sarat rasa sakit. Para pelayan pun menatapnya iba. Mereka sudah biasa melihat mata majikannya yang selalu memancarkan rasa sakit dan kesepian. Mata yang mereka lihat empat tahun belakangan ini. Empat tahun setelah tuan besar mereka bercerai dengan istrinya.

"Aku sudah selesai. Tolong berikan ini pada ayah." Ken mengeluarkan amplop putih dari saku kemejanya dan meletakkannnya diatas meja. Setelah itu, ia beranjak menuju kamarnya.

Uchiha Itachi turun dari mobil mewahnya setelah sang supir membukakan pintu untuknya. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan angka dua belas. Ia segera memasuki rumah megahnya dengan membawa sebuah tas kerja ditangan kanannya.

"Selamat datang, Itachi-sama." Seorang pelayan menghampiri.

"Hn."

"Ini dari Ken-sama. Beliau menyuruh saya menyampaikannya pada anda."

"Hn. Terimakasih. Kau boleh istirahat." Pelayan itu membungkuk hormat kemudian berlalu meninggalkan tuannya.

Itachi langsung melangkah menuju ruang kerjanya. Meletakkan tas dan surat yang diberikan pelayan tadi diatas meja. Ia menatap surat itu dan menghela nafas. Ini sudah yang ketiga bulan ini. Padahal ini baru awal semester ganjil. Sepertinya ia harus kembali menyuruh Kisame ke sekolah anaknya. Pria tigapuluh enam tahun itu keluar dari ruang kerjanya menuju kamar untuk mandi.

Setelah mandi, Itachi berniat kembali keruangan kerjanya untuk memeriksa berkas. Ia sudah biasa melakukannya. Baginya tidak masalah tidur menjelang pukul dua pagi. Melewati kamar putranya, ia berdiri didepan pintu kamar putra semata wayangnya. Setelah membuang segala keraguan hatinya, ia membuka kamar itu dan terkejut melihat sang putra tertidur dimeja belajar. Itachi berjalan pelan menghampiri meja belajar anaknya.

"Dia memang anakku. Belajar hingga— Ha?" Itachi malu sendiri dengan ucapannya setelah berdiri didekat putranya. Ia melihat puluhan kertas folio bertebaran diatas meja dengan tulisan 'Aku tidak akan mengulangi kesalahanku' . Pria itu menggelengkan kepalanya dan mengangkat putranya ke tempat tidur.

"Kau sudah besar sekarang. Aku bahkan tak sanggup lagi menggendongmu." Itachi menyelimuti tubuh anaknya.

"Maafkan ayah." Ucapnya sambil mengelus kepala anaknya.

Setelah menyusun kertas folio yang berserakan, Itachi berjalan keluar.

.

.

.

Ken terkejut mendapati ayahnya sarapan diruang makan. Ini pertama kalinya setelah empat tahun terakhir. Anak empat belas tahun itu tersenyum senang sambil menuruni tangga. Walaupun wajahnya sama datarnya dengan sang ayah, namun ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya pagi ini.

"Kenapa belum pakai seragam?" tanya Itachi dengan suara datarnya.

"Kenapa ayah belum berangkat?" balas Ken dengan suara yang tak kalah datar.

"Aku sudah baca surat dari gurumu. Apa yang kali ini kau lakukan?" Itachi menatap tajam anaknya.

"Ayah akan datang?" tanya Ken. Mungkin ini yang membuat ayahnya ikut sarapan bersamanya. Karena ingin datang kesekolah memenuhi panggilan gurunya. Harapannya sudah melambung tinggi.

"Tidak. Kisame yang akan pergi. Bukannya selalu seperti itu? Kau tahu kan ayah sibuk."

"Ya, aku tahu ayah sibuk. Ayah selalu sibuk. SELALU! Bahkan untuk memenuhi panggilan guru saja ayah tidak bisa. Apa ayah ingat kapan terakhir ayah mengambil raporku?"

"Ken, dengarkan ayah. Ayah—"

"Sudahlah! Aku tidak lapar." Anak laki-laki tampan itu berjalan menjauhi meja makan.

"Ken, kau tidak seko—"

"Ayah ingin tanya kenapa aku tidak sekolah? Yamanaka-sensei bilang aku tidak boleh ke sekolah sebelum orangtuaku datang bersamaku. Sensei bilang 'orangtua' ." Ken menekankan kata orangtua membuat Itachi tertegun. Anaknya telah menaiki tangga menuju kamarnya.

Itachi mengambil handphone dari saku jasnya dan menghubungi seseorang.

"Kisame. Bisa kau tunda meetingku pagi ini? Ya, setidaknya sampai jam 10. Hn. Terimakasih."

"Katakan pada Ken untuk bersiap-siap. Aku akan datang kesekolahnya."

"Hai'. "

"Dan juga, antarkan sarapan ke kamarnya.

.

.

.

Ken berusaha setengah mati menahan rasa bahagianya saat ini. Ia berada satu mobil dengan ayahnya menuju sekolahnya. Memang ayahnya datang karena kasus yang dibuatnya. Namun ia sangat senang karena ayahnya mau meluangkan waktu untuk memenuhi panggilan gurunya. Haruskah ia berterimakasih pada guru barunya itu? Walaupun ia semalam sudah susah payah mengerjakan hukuman dari Ino-sensei. Setidaknya usahanya seolah terbayar dengan kehadiran ayahnya disampingnya saat ini. Meskipun jari-jarinya sampai sakit namun ia—

Tunggu!

Kertas folio dari yang merupakan hukuman dari Ino-sensei tertinggal! Ini pasti karena tadi ia terburu-buru saking senangnya setelah mendengar perkataan pelayannya yang mengatakan ayahnya akan ikut ke sekolah bersamanya. Bahkan sarapannya dimakan dengan tergesa-gesa sampai ia tersedak beberapa kali.

Bagaimana ini?!

"Ayah. "

"Hn."

"Ada yang tertinggal. Bisakah kita kembali untuk mengambilnya?"

"Memangnya apa?" tanya Itachi.

"Hukuman dari Ino-sensei. Kertas folio yang dimeja belajarku. Ada seratus lembar."

"Hn." Itachi mengambil ponselnya dan menghubungi anak buahnya.

"Ambilkan seratus lembar kertas folio yang ada dimeja belajar Ken."

Setelah menutup ponselnya dan menyimpannya kembali kedalam saku, pria mapan itu memandang lurus kedepan dan sesekali melihat jam tangannya.

Ken melihatnya, ingin rasanya mengucapkan terimakasih pada laki-laki disampingnya ini. Namun sama seperti ayah, paman dan kakeknya, pride seorang Uchiha membuatnya mengurungkan niatnya.

Sesampainya disekolah, para murid langsung dibuat terpana dengan kedatangan seorang Uchiha Itachi kesekolah mereka. Bahkan para guru banyak yang terpesona pada duda keren dan kaya raya itu. Tidak biasanya pewaris Uchiha itu datang kesekolah. Biasanya anak buahnya lah yang disuruh mewakilinya untuk urusan sekolah anaknnya.

Ken merasa sangat bangga saat berjalan berdampingan dengan ayahnya. Sama seperti anak-anak lainnya, Ken juga merasa Ayahnya adalah jagoannya, setidaknya sampai empat tahun lalu. Kejadian yang sampai sekarang membekas dibenakknya hingga membuat ia membenci ibu kandungnya sendiri. Kejadian yang juga membuat ayahnya menjadi semakin sibuk dengan pekerjaan dan tak pernah memperhatikan dirinya.

Langkah mereka terhenti saat seorang pria berbaju hitam memanggil Itachi dan memberikan sebuah map dan langsung pergi setelah membungkuk hormat pada Itachi.

"Ini foliomu."

Ken mengambilnya dalam diam. Mereka melanjutkan perjalanan menuju ruangan guru. Sesampainya disana, Ken langsung mengajaknya menuju meja guru wali kelasnya. Disana Ino menyambut mereka dengan membungkukkan badannya dan tersenyum manis. Membuat hati Tuan Uchiha itu berdesir aneh. Itachi menatap intens wanita dihadapannya. Wanita cantik itu mengenakan kemeja ungu tua dengan renda dibagian dada dan rok span selutut. Rambut pirangnya dikuncir tinggi memperlihatkan tengkuk jenjang nan mulus miliknya. Wajah mulus dan rambut pirang panjangnya sangat pas dengan mata biru menawan miliknya.

"Selamat pagi, Uchiha-san. Kenichi-kun."

"Selamat pagi umm..."

"Perkenalkan, nama saya Yamanaka Ino. Saya wali kelas Kenichi. Supaya lebih nyaman, kita bicara diruang kepala sekolah saja. Mari." Ino memimpin langkah menuju ruang kepala sekolah. Membuat Itachi mau tidak mau harus memperhatikan lekuk tubuh wanita dihadapannya. Cara berjalan wanita ini diatas sepatu hak tujuh sentinya bak model profesional. Darah Itachi berdesir melihat tengkuk menggoda itu dari belakang. Ken yang melihat reaksi ayahnya hanya mendengus.

"Ehem!" hardiknya. Membuat ayahnya tersadar dari lamunan yang menurut Ken adalah lamunan jorok.

Ino berbalik.

"Kau tidak apa-apa, Kenichi-kun? Jangan gugup begitu." Ino kembali tersenyum membuat Itachi berdebar tak menentu.

Sesampainya diruang kepala sekolah, mereka disambut ramah bahkan kelewat ramah oleh Tsunade yang tidak menyangka bahwa seorang Uchiha Itachi datang keruangannya. Biasanya bila Ken membuat ulah, yang datang adalah seorang pria berambut putih kebiruan bernama Hozuki Kisame. Ia senang sekali bisa bertemu dan berjabat tangan dengan orang yang sangat terkenal di Jepang.

Saat ini mereka sedang duduk disofa merah maroon milik Tsunade. Kepala sekolah bermata madu itu sudah memesan teh kepada Office Boy dan telah terhidang diatas meja.

"Baiklah, Uchiha-san. Saya ingin memberitahukan perihal kenakalan yang dilakukan oleh Kenichi kemarin disekolah." Suara merdu Ino menggema diruangan kedap suara itu.

"Kalau boleh tahu, apa yang kali ini dilakukan oleh putraku, Yamanaka-san?" tanya Itachi. Pria itu teringat pada laporan Kisame beberapa minggu lalu perihal Ken yang merusak banyak properti sekolah. Apa kali ini juga kasus yang sama?

"Dia berbuat jahil pada seorang guru wanita. Ia menyuruh temannya menjatuhkan guru tersebut dan memasukkan seekor tikus kedalam rok beliau." Itachi syok mendengar penuturan wanita cantik didepannya. Putranya itu sudah sangat keterlaluan.

"Ken! Apa yang kau lakukan?!" Ken hanya terdiam. Ia memang sengaja melakukannya untuk mendapatkan perhatian ayahnya. Berbuat jahil adalah hal yang dirasanya bisa membuat ayahnya meninggalkan pekerjaannya barang sejenak.

"Sudahlah, Itachi-san. Namanya juga anak-anak yang dalam masa pertumbuhan. Itu adalah hal yang wajar."

Ino menatap horor pada sang kepala sekolah yang baru saja menyuarakan pendapatnya. Bukannya kemarin ia yang sangat marah dengan kelakukan Ken? Tapi sekarang dihadapan ayah Ken ia malah bertingkah seperti wanita yang terkesan seperti menggoda? Dasar penjilat! Mentang-mentang dihadapannya adalah seorang pria tampan.

Ino akui pria Uchiha didepannya memang sangat tampan. Ia bahkan tidak menyangka kalau Itachi adalah ayah dari muridnya. Mana mungkin pria setampan ini, yang masih tampak muda ini mempunyai anak berumur empat belas tahun. Ino sempat menyangka kalau pria yang tadi datang bersama Ken adalah pamannya, atau mungkin kakaknya? Sungguh lelaki ini masih sangat cocok bila menjadi kakak dari Ken. Dia sangat— Ino sadar! Ingat tugas mu! Inner Ino bersorak menyadarkannya.

"Saya memanggil anda hanya untuk memberitahu anda. Anda harus menasehati dan lebih memperhatikannya." Ujar Ino lagi. Dalam hati Ken mengangguk antusias mendengar perkataan gurunya itu.

"Baiklah. Terimakasih Yamanaka-san."

"Sama-sama, Uchiha-san. Oh, ya Kenichi-kun. Mana hukuman yang sensei berikan kemarin? Sudah selesai kan?" Ken menjadi gugup. Ia belum menyelesaikannya.

"Aku baru menyelesaikan limapuluh lembar, sensei." Ken memberikan map biru berisi folio yang sudah dikerjakannya dan juga yang masih kosong.

"Kenapa hanya segitu? Bukannya sensei bilang seratus lembar?" Ino membuka map itu dan melihat-lihatnya.

"Maaf, Yamanaka-san. Semalam ia mengerjakannya sampai tangannya pegal. Jadi hanya segitu yang bisa selesai. Mohon pengertiannya." Ken menatap ayahnya tak percaya. Ayahnya membelanya?

"Maaf, Uchiha-san. Seratus lembar yang saya suruh harus selesai tepat seratus lembar. Tidak kurang dan tidak lebih. Bawa ini dan besok harus sudah selesai. " Ino menyerahkan kembali map itu ketangan Ken.

"Ba—" perkataan Ken dipotong oleh ayahnya.

"Ini sudah keterlaluan, Yamanaka-san. Seratus lembar kertas folio. Anda mau tangan putraku patah?" suara dingin nan tajam milik Itachi memotong ucapan anaknya. Matanya menatap serius pada guru sang anak yang tadi sempat menarik perhatiannya.

"Tidak ada yang keterlaluan, Uchiha-san. Saya ingat dulu saya pernah dihukum dengan limaratus kertas folio dan harus dikumpul esok harinya. Saya dan murid lainnya bisa menyelesaikannya. Kenapa Ken yang hanya saya beri seratus lembar tidak bisa?" ujar Ino tenang.

"Ini tentu saja berbeda, Yamanaka-san. Anda bersekolah pada zaman dahulu kala. Sistem pendidikannya sudah berubah jauh. Zaman sekarang, anak-anak tidak boleh dihukum dengan cara seperti itu!" Itachi mulai meninggikan suaranya.

"Kalau anda tidak mau tangan putra anda pegal ataupun patah. Kenapa bukan anda saja yang menulisnnya, Uchiha-san?!" Suara Ino ikut meninggi.

Ken dan Tsunade hanya melihat adegan dihadapannya dengan pandangan cengo.

Ken tidak menyangka ada seseorang berani melawan ayahnya. Selama ini orang yang berhadapan dengan ayahnya akan menunduk dalam tak berani menatap oniks tajam ayahnya. Namun, senseinya ini, sensei barunya ini dengan berani menatap ayahnya dengan pandangan sengit.

Tsunade juga tak kalah kagetnya. Apa guru baru ini tidak tahu dengan siapa ia kini berhadapan? Jangan sampai akibat perbuatan Ino, sekolah yang turun temurun dibangun oleh kakeknya ini akan dituntut oleh Uchiha.

.

.

.

.

Tbc

Haloooo! Maafkan saya yang membuat fic baru meskipun utang saya masih ada! Tapi inilah yana apa adanya dengan segala kekurangan saya.

Semoga suka! Mungkin Chap 1 belum ada romancenya. Well...

Reviewnya please!

Yana kim.