Senin, 3 Oktober 2016

.

.

.

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Pairing: Naruto x Tsunade

Rating: T

.

.

.

CHAPTER TERAKHIR

.

.

.

FEELING

By Hikasya

.

.

.

Chapter 7. Perpisahan dan pertemuan

.

.

.

"Iya ... Aku tidak bohong," Jiraiya tertawa ngeles."Kau sudah mengerti, kan? Jadi, aku rasa kau memang pantas menikahi Tsunade karena Tsunade itu masih kelihatan muda seperti dirinya sewaktu berumur 20 tahun. Aku merestui kalian berdua. Semoga masalah ini selesai dan kalian bisa secepatnya menikah."

Laki-laki berambut pirang itu tertegun. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang guru.

"Jadi, Sensei merestui hubungan kami ini?"

"Ya. Aku merestui kalian."

Terciptalah senyuman lebar di wajah tampan Naruto. Dia begitu senang mendengarnya.

"Terima kasih, Jiraiya-sensei."

.

.

.

"Insiden di rumah sakit ini sangat memalukan bagi seluruh warga desa...," kata seorang wanita tua berambut putih yang disanggul seperti konde dan bermata sipit. Namanya Utatane Koharu.

"Ya, sangat memalukan. Seorang Hokage yang terhormat telah melakukan tindakan tidak senonoh dengan seorang ninja muda yang masih berada di tahap genin. Apalagi ninja muda itu adalah jinchuriki yang membawa Kyuubi di dalam tubuhnya. Hal ini membuat kami merasa malu akan tindakan yang dilakukannya padamu, Tsunade-sama. Semua orang di desa telah mengetahui kabar ini. Kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain memecatmu dari posisi Hokage dan menggantikanmu dengan Hokage yang baru," ucap seorang pria tua yang berambut putih dan berkacamata. Namanya Mitokado Homura.

Dua tetua desa itu sedang berdiri sambil berhadapan dengan Tsunade. Tsunade sedang duduk di kursi kebesarannya sebagai Hokage. Dia melipatkan kedua tangannya di atas meja. Menundukkan kepalanya dengan wajah yang sangat suram. Tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk mengatasi masalah ini.

"Maafkan aku... Atas insiden yang terjadi di rumah sakit itu. Aku tidak menyangka hal tersebut terjadi padaku. Naruto juga tidak salah atas masalah ini. Dia hanya berniat menolongku dan menyalurkan sebagian cakranya agar aku bisa cepat sembuh. Begitulah yang terjadi sebenarnya...," Tsunade menatap dua tetua desa yang berada di depan matanya itu."Tapi, jika itu sudah menjadi keputusan kalian untuk memecatku dari posisi Hokage, aku ikhlas menerimanya. Inilah hukuman yang pantas buatku. Begitu, kan?"

Homura dan Koharu terdiam sejenak. Mereka saling pandang sebentar. Lalu Homura yang menjawab perkataan cucu Hashirama itu.

"Ya, itulah keputusan terbaik yang telah kami sepakati bersama tetua desa lainnya. Kau akan dipecat dari posisi Hokage dan akan digantikan oleh Hatake Kakashi. Untuk selanjutnya, kami meminta kau dan Naruto segera pergi dari desa ini. Kalian akan dinikahkan secepatnya, tiga hari yang akan datang. Bagaimana Tsunade? Kau menyetujuinya?"

Tidak dapat membantah lagi, wanita berambut krem itu hanya mengangguk pasrah dengan keadaannya sekarang.

"Ya, aku setuju. Aku mengerti dan menghargai keputusan kalian itu."

"Baiklah. Jawaban yang sangat bagus sekali. Kami akan mengurus semuanya dengan cepat. Kabar ini akan kuberitahu pada Jiraiya. Biar Jiraiya yang akan memberitahukannya pada Naruto. Lalu selama tiga hari menjelang pernikahan kalian, kau tidak boleh bertemu Naruto dan kau harus mengurung dirimu di rumahmu. Jangan pernah keluar. Karena keadaan desa saat ini sedang panas dan tegang semenjak beredarnya kabar tentang insiden di rumah sakit itu. Kami harap kau dan Naruto baik-baik saja sampai kalian dinikahkan."

Tsunade mengangguk pasrah sekali lagi. Dia menghelakan napasnya yang terasa berat.

"Aku paham."

"Kalau begitu, kami permisi dulu."

"Sampai nanti, Tsunade-sama."

Orang yang terakhir menyahut adalah Koharu. Dia menyusul Homura yang sudah keluar duluan dari ruang Hokage tersebut. Meninggalkan Tsunade yang terpojok dengan perasaannya yang tidak menentu. Perhatiannya tidak terfokuskan untuk menjawab perkataan terakhir dari dua tetua desa itu. Dia merasa kalut.

'Aku... Dipecat menjadi Hokage... Tiga hari lagi... Aku dan Naruto menikah... Setelah itu, aku dan Naruto harus pergi dari desa ini. Kami akan pergi kemana setelah menikah nanti. Naruto... Aku sangat merindukanmu... Aku ingin bertemu denganmu...'

Tanpa sadar, sang Hokage kelima menitikkan cairan bening dari pelupuk matanya. Dia menangis dan menyembunyikan wajahnya di atas dua tangannya yang melipat di atas meja. Meluapkan segala perasaan sedih dan kecewanya yang menyerangnya hari ini.

.

.

.

Beberapa teman melototi Naruto dengan tampang yang sangar kecuali Sasuke dan Shikamaru saat mengunjungi Naruto, tepatnya di rumah Naruto sendiri.

Naruto memasang wajah pucat pasi ketika dilototi oleh teman-temannya. Seakan-akan dia akan dibantai habis-habisan oleh teman-temannya itu. Dia tidak menyangka jika teman-temannya menuduhnya yang bukan-bukan. Melecehkan sang Hokage yang terhormat dan sang Hokage terancam akan diusir dari desa ini. Tentu saja dia akan terkena imbasnya. Ikut terusir bersama sang Hokage dari desa ini.

Di ruang tamu itu, mata-mata setan terus mengerubunginya dan menginterogasinya seperti penjahat kelas kakap. Naruto terpojok seperti kucing yang habis kena pukul. Begitulah keadaannya sekarang.

Lalu Sakura mengeluarkan suara ocehannya yang begitu memekakkan telinga. Ini berhubungan dengan Naruto yang kabur dari misi waktu itu.

"OH, JADI INI YA!? INI YANG KAU LAKUKAN SAAT KABUR DARI MISI WAKTU ITU, NARUTO! AKU TIDAK MENYANGKA KAU AKAN BERTINDAK SEPERTI ITU PADA TSUNADE-SAMA! DASAR, NARUTO PAYAH!"

"Benar...," tambah Ino yang ikut-ikutan memarahi Naruto."KAU TELAH MEMPERMALUKAN KAMI DAN SELURUH DESA INI! NARUTO, KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB! KAU HARUS MENIKAHI TSUNADE-SAMA SECEPATNYA!"

"Naruto... Ternyata kau berpikiran mesum juga dengan Tsunade-sama. Aku tidak menyangka pikiranmu sepicik itu juga ya," sindir Kiba yang menatap Naruto dengan tajam.

"Orang-orang di desa telah membicarakan masalah ini sepanjang hari. Mereka sangat membenci Hokage kelima dan Naruto. Begitulah yang kudengar," tambah Ten Ten.

"Untung saja adikku sudah meninggal dunia sekarang. Dia pasti syok melihat kau seperti itu, Naruto," Neji bersidekap dada dengan tampang sinis.

"YOOO! DEMI SEMANGAT MASA MUDA! JANGAN PROVOKASI NARUTO LAGI! KASIHAN DIA!" Lee berlutut sambil memegang bahu Naruto."Tidak apa-apa, Naruto. Aku akan mendukungmu. Aku setuju kalau kau berhubungan dengan Tsunade-sama."

Lee mengacungkan jempolnya seraya tertawa lebar. Membuat Naruto yang terpojok, menatapnya dengan wajah yang sangat suram. Hatinya cukup lega jika ada satu teman yang tidak memarahinya seperti teman yang lain.

"Terima kasih, Lee."

"Ya."

Datanglah Sasuke yang berjalan pelan ke arah Naruto yang masih duduk di tengah ruangan itu. Naruto dan Lee memperhatikannya.

"Hei..."

"Apa, Sasuke?"

"Apapun yang terjadi, aku akan tetap mendukungmu. Kau adalah teman terbaikku. Selamanya, aku tidak akan membiarkan siapapun yang menghinamu. Ingat itu, Naruto."

Naruto terpana mendengarnya. Ditepuknya bahu Naruto dengan pelan, lantas Sasuke memandang wajah semua teman yang hadir di tempat ini secara bergiliran.

"Dengar semuanya... Jangan memarahi Naruto dan membuatnya terpuruk seperti ini. Kalau kalian masih saja melakukannya, bersiap-siaplah untuk berhadapan denganku. Kalian dengar itu?"

Tatapan mata Sasuke kelihatan tajam dan penuh emosi. Membuatnya semuanya terdiam begitu saja.

Kemudian Sakura yang menjawab perkataan Sasuke itu. Dia tersenyum dengan aura yang sangat menyenangkan.

"Aku mengerti, Sasuke-kun. Maaf, kalau aku sudah memarahi Naruto tadi."

"Aku juga," Ino juga ikut-ikutan."Maafkan aku ya."

"Maaf."

"Maaf."

"Maaf."

Semuanya pun berujar dengan kalimat yang sama kecuali Neji. Sasuke dan Lee tersenyum simpul bersama-sama. Sementara Naruto terdiam dengan perasaan terharu akan semua yang terjadi hari ini.

"Ya... Seharusnya kalian begitu, kan?" Sasuke menutup kedua matanya sebentar."Seorang teman yang baik adalah teman yang bisa menghibur dan membantu temannya yang sedang dalam kesusahan. Seharusnya kalian mendukung Naruto dan melindunginya dari orang-orang yang sangat membencinya. Tapi, kalian... Justru memperlakukannya seperti orang yang sangat bersalah. Kasihan dia, kan? Apalagi dia sudah dikucili sejak kecil. Sekarang dia semakin dikucili oleh para warga desa. Aku tidak tega mendengar semua perkataan warga desa tentang Naruto yang telah melecehkan Hokage kelima. Sebenarnya Naruto tidak melakukan itu. Benar, kan Naruto?"

Dengan lemas, Naruto mengangguk pelan.

"Ya, itu benar. Aku tidak melakukan apa-apa pada Tsunade-sama. Aku hanya menyalurkan sebagian cakraku padanya agar dia sembuh kembali. Tapi, orang-orang di rumah sakit malah menuduhku yang bukan-bukan. Para ANBU malah menahanku dan memenjarakanku di rumahku sendiri atas perintah tetua desa. Aaaah... Aku tidak tahu lagi mesti bagaimana. Aku hanya pasrah saja dengan apa yang akan terjadi padaku nanti."

Semua teman mendengarkan pengakuan Naruto yang jujur. Sejenak mereka merasa iba. Bersamaan Jiraiya datang sambil membuka pintu rumah Naruto.

KLAK!

"NARUTO!"

Spontan, semua mata tertuju pada pria tua itu. Lantas pria tua itu berjalan cepat untuk menghampiri Naruto.

"Ah, Jiraiya-sensei. Ada apa?" tanya Naruto yang penasaran.

"Aku akan menyampaikan kabar penting buatmu," jawab Jiraiya dengan tampang serius.

"Kabar penting apa?"

"Tsunade sudah dipecat dari posisi Hokage dan akan digantikan dengan Hatake Kakashi."

"HAH!?"

Semua orang kaget mendengarnya. Kedua mata mereka membulat sempurna dan ternganga habis. Sampai membuat Naruto bangkit berdiri dari duduknya.

"A-Apa!? Yang benar, Jiraiya-sensei!?"

"Ya, itu benar," Jiraiya manggut-manggut."Setelah itu, para tetua desa menyarankan kau dan Tsunade untuk segera menikah, tiga hari lagi. Lalu kalian berdua harus pergi dari desa ini, sejauh mungkin. Jangan pernah kembali sebelum keadaan desa ini menjadi tenang dan seluruh warga desa bisa melupakan kejadian ini. Kalian akan diasingkan ke desa lain. Aku yang akan menemani kalian sampai ke desa itu. Ya, itu setelah kau dan Tsunade menikah."

Mendengar itu, semuanya terdiam. Tiba-tiba mereka kaget bersama-sama kecuali Naruto yang bengong.

"APA!? NARUTO DAN TSUNADE-SAMA MENIKAH!?"

"MEREKA DIUSIR DARI DESA!? APA BENAR ITU, JIRAIYA-SENSEI!?"

"TIDAK MUNGKIN! TIDAK MUNGKIN! HUWAAAA, NARUTO! JANGAN TINGGALKAN AKU!"

Lee menangis dan menjerit histeris serta memeluk Naruto seerat-eratnya. Sasuke yang sweatdrop melihat Lee. Naruto yang syok karena mendengar kabar ini. Sakura dan Ino serta teman-teman lainnya saling bertanya pada Jiraiya. Jiraiya kewalahan menjawab pertanyaan mereka yang bertubi-tubi. Dia pun segera melakukan sesuatu untuk menenangkan kondisi yang memanas dan ricuh ini.

"HEI! HEI! DIAM DULU! DENGARKAN AKU!" seru Jiraiya berseru keras sehingga semua orang yang bertanya itu, menjadi terdiam."Ini sudah keputusan mutlak dari para tetua desa. Aku tidak bisa menentang keputusan mereka. Aku hanya bisa menyampaikan kabar ini pada Naruto dan kalian semuanya. Ini semua demi kebaikan Naruto dan Tsunade. Apalagi mereka sudah melakukan tindakan yang mencoreng nama baik desa ini. Mereka harus dinikahkan dan harus meninggalkan desa ini. Bukan berarti mereka diasingkan dan diusir dari desa ini. Mereka hanya diselamatkan agar tidak dikucili oleh orang-orang desa jika mereka masih tetap tinggal di sini. Itulah solusi terbaiknya. Apa kalian paham?"

Semua terdiam lagi. Mereka menatap Jiraiya lalu menatap Naruto dengan lirih. Sakura mengepalkan kedua tangannya dan menunjukkan raut wajah yang kusut.

"Kami paham, Jiraiya-sensei. Tapi, keputusan ini terkesan tidak adil buat Naruto dan Tsunade-sama. Setelah menikah, mereka harus pergi dari desa ini hanya... Karena... Salah paham!?"

Semua mata tertuju pada Sakura. Ino juga ikut membenarkan perkataan Sakura.

"Ya, benar yang dikatakan Sakura. Ini sama saja menghukum orang yang tidak bersalah. Tidak bisakah kita bicarakan lagi hal ini pada tetua desa? Shikamaru, katakan sesuatu."

Ketika perkataan Ino tertuju padanya, Shikamaru hanya menghelakan napasnya.

"Aaaah... Aku tidak tahu lagi mesti berbuat apa. Percuma saja kita membicarakan hal ini pada tetua desa. Protes kesana-kemari, membuang energi saja. Perkataan kita tidak akan didengar lagi oleh mereka."

"Kenapa bisa begitu? Kasihan Naruto dan Tsunade-sama dong."

"Maafkan aku, Ino. Aku tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini."

Semuanya tidak dapat mengatakan apapun lagi selain memperhatikan Naruto. Naruto yang bertampang sedih. Lee yang masih saja menangis di sampingnya. Lalu Naruto mengatakannya sesuatu pada teman-temannya.

"Ya sudahlah... Apa boleh buat. Inilah hukuman yang pantas buatku. Aku senang kok. Karena aku bisa menikah dengan Tsunade. Aku mencintainya dan aku berjanji akan selalu membahagiakannya saat kami pergi dari desa ini. Kami akan memulai hidup baru di desa lain. Aku... Tidak akan melupakan kalian semua dan juga desa ini. Aku berjanji akan balik lagi ke sini untuk menemui kalian lagi."

Setelah mengatakan itu, Naruto menyengir lebar meskipun hatinya dilanda kesedihan yang besar. Dia tidak ingin menunjukkan kesedihannya itu pada teman-temannya. Dia akan menyembunyikannya agar teman-temannya tidak merasa khawatir lagi padanya.

Semua mata menyipit sayu ke arah Naruto. Naruto terus menyengir lebar dengan wajahnya yang berseri-seri.

Kedua mata Sakura tampak berkaca-kaca. Dia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat lalu dia berjalan pelan ke arah Naruto.

"Dasar... Naruto payah... WUAAAAH!"

Dia melompat dan langsung memeluk Naruto begitu saja. Menangis histeris. Disusul dengan Ino dan yang lainnya.

"Naruto... Hiks... Hiks... Jangan pergi..."

"Jangan tinggalkan kami... Wuaaah..."

"Kami tidak akan pernah melupakanmu juga."

"Balik lagi ke sini ya jika kamu merindukan kami."

"WUAAAAH... MENYEDIHKAN... AKU TIDAK TAHAN LAGI! HUHUHU..."

Semuanya menangis kecuali Neji, Sasuke dan Jiraiya. Mereka bertiga sweatdrop dibuatnya.

"Apa-apaan ini? Sakura...," Sasuke tampak cemburu saat Sakura memeluk Naruto.

"Hmmm...," Neji berwajah datar.

"Huh... Padahal belum saatnya untuk berpisah. Kenapa semua menjadi sedih begini sih?" tutur Jiraiya yang sedikit sewot.

Sekarang suasana berubah menjadi mengharukan begitu. Naruto yang kewalahan menghadapi Sakura dan teman-temannya yang mengerubunginya seperti lalat begitu. Semuanya sangat sedih karena harus kehilangan Naruto, beberapa hari lagi karena Naruto akan pergi dengan Tsunade dari desa ini. Tentunya setelah mereka menikah secara resmi atas titah para tetua desa untuk menyelamatkan kehormatan mereka.

Setelah ini, semuanya akan baik-baik saja. Para orang suruhan tetua desa segera menyiapkan keperluan pernikahan Tsunade dan Naruto secara diam-diam tanpa diketahui oleh siapapun. Tsunade pun kini berdiam diri di rumahnya dalam pengawalan ketat dari para ANBU untuk melindunginya dari hal-hal yang tidak terduga. Semuanya diharapkan berjalan lancar sesuai rencana hingga tiga hari ke depannya.

.

.

.

EMPAT HARI KEMUDIAN...

Tiga orang tampak berjalan di jalan setapak yang diapit oleh hutan yang sangat lebat, ketika sudah meninggalkan pintu gerbang desa Konoha tersebut.

Satu pria tua berambut putih yang berjalan di paling depan, sedangkan satu laki-laki dan satu gadis tampak berjalan beriringan di belakangnya. Mereka bertiga menyandang sebuah tas besar, hendak menuju ke sebuah desa lain untuk menetap di sana hingga beberapa tahun lamanya.

Gadis muda yang berambut pirang krem diikat ponytail. Berumur sekitar 20 tahun, padahal kenyataannya dia berumur 50 tahun. Merasa heran ketika menatap laki-laki muda yang berjalan gontai di sampingnya. Lalu bertanya padanya.

"Ada apa, Naruto-kun?"

Begitulah gadis muda itu memanggil Naruto dengan sebutan "kun", yang bertanda bahwa Naruto adalah miliknya. Dengan kata lain, Naruto bukan kekasihnya, melainkan suaminya sekarang.

Naruto tersentak dan tersadarkan dari lamunannya yang menghanyutkan. Dia menoleh ke arah Tsunade. Tersenyum lebar dengan wajah cerah.

"Ah, tidak ada apa-apa, Tsunade."

"Benar?"

"Benar."

"Tapi, aku melihat tampangmu sedih begitu. Apa kamu tidak ingin meninggalkan desa Konoha itu?"

Senyuman Naruto menghilang sejenak. Dia menghentikan langkahnya. Memegang dua tali tas yang digendongnya di punggungnya.

"Ya, aku berat meninggalkan desa Konoha. Kamu tahukan kalau desa itu adalah desa kelahiranku. Semua teman baikku ada di sana. Mereka sangat sedih saat melepaskan kepergianku. Terutama Sasuke dan Sakura. Mereka tidak ingin berpisah denganku dan berharap mereka bisa ikut bersama kita. Tapi, aku melarang mereka berdua. Aku meminta mereka agar tetap tinggal di desa untuk melindungi desa dari ancaman bahaya. Mereka mengerti dengan apa yang kukatakan. Aku senang karena mereka mematuhi perkataanku. Semuanya juga begitu. Semua temanku juga berjanji untuk terus melindungi desa walaupun aku tidak ada di antara mereka. Mereka akan menungguku kembali lagi ke desa itu. Mereka berharap semua orang melupakan kejadian yang terjadi di antara aku dan kamu di rumah sakit itu dan bisa menerima kita lagi suatu hari nanti sebagai bagian dari warga desa Konoha. Hari itu akan datang. Mungkin membutuhkan beberapa tahun. Tapi, aku akan tetap datang lagi kalau mendengar desa ini dilanda bahaya nantinya. Itulah janjiku padaku sendiri."

Naruto mengatakan semua perasaannya secara jujur pada Tsunade. Tsunade mendengarkannya dengan baik. Lantas dia memegang tangan Naruto.

"Itu bagus sekali. Jika kamu bisa menerima keadaan ini dengan ikhlas. Percayalah semuanya akan kembali seperti dulu. Suatu hari nanti, kita pasti kembali ke desa itu lagi. Ya?"

Laki-laki berambut pirang itu mengangguk. Tersenyum sambil menarik Tsunade ke dalam pelukannya. Membelit pinggang Tsunade dengan erat sehingga Tsunade mendekap pada tubuhnya.

"Ya, aku mengerti, Hokage-sama. Setelah tiba di desa yang kita tuju itu, kita akan memulai kehidupan baru kita di sana. Aku ingin kita berbulan madu lagi seperti yang kita lakukan di malam pertama kita, kemarin itu. Aku tidak sabar mempunyai anak darimu."

Wajah Tsunade memerah padam ketika dipandang Naruto dari jarak yang sangat dekat. Membuat dia berolahraga jantung di pagi hari yang cerah ini.

"A-Apa katamu!? A-Anak!?"

"Ya, anak. Kita sudah menikah, kan? Tentu saja kita harus mempunyai anak karena kita sudah menikah. Bagaimana Tsunade?"

"I-Itu... A-Aku tahu... Ta-Tapi, hal tersebut kita bicarakan saja nanti. Ja-Jadi, lepaskan aku, tahu."

"Baiklah..."

"HEI, APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN, HAH!? JANGAN BERMESRAAN DI DEPAN MATAKU DONG! DASAR, PENGANTIN BARU YANG TIDAK TAHU ATURAN!"

"Ah, ma-maaf, Jiraiya-sensei."

"JIRAIYA! KAU BERJALAN SAJA DENGAN NARUTO, CEPAT!"

"Hah!? Aku berjalan dengan Naruto!?"

"IYA. AKU BERJALAN DI BELAKANG KALIAN! AKU TIDAK MAU DIGODA OLEH BOCAH INI! DIA SANGAT MEREPOTKAN AKU!"

"Apa!? Bocah!? Tsunade... Aku ini suamimu. Kenapa kamu menyebutku bocah, hah!?"

"Apa salahnya!? Itu benar, kan?"

"Huh... Dan kau... Nenek tua yang sangat..."

BUAAAAAK!

Pipi kanan Naruto ditonjok keras oleh Tsunade sehingga Naruto terlempar dan terseret beberapa meter dari jarak Tsunade.

BRUAAAK!

Naruto terkapar di tanah dalam keadaan yang tidak elit. Pipi kanannya membiru. Dia pingsan sejenak.

Hening.

Jiraiya membatu dan ternganga habis di tempat. Sedangkan Tsunade memasang wajah sangarnya yang sangat menyeramkan.

Keheningan pun terpecahkan oleh suara Tsunade. Dia mengepalkan tangan kanannya dengan kuat setelah meninju pipi kanan Naruto sekuat tenaga.

"DASAR, NARUTO NO BAKA! JANGAN SEENAKNYA MENYEBUTKU NENEK TUA LAGI! AKU TIDAK SUKA MENDENGARNYA, TAHU. HUH... MENYEBALKAN SEKALI!"

Sang mantan Hokage kelima itu berkoar-koar panjang karena sangat kesal pada suaminya yang baru dinikahinya, kemarin itu. Sementara Jiraiya menepuk jidatnya seraya bergumam pelan.

"Ya ampun, pasti kehidupan Naruto akan menjadi sasana tinju nantinya jika Naruto tidak sengaja mengatakan yang bukan-bukan pada istrinya. Tsunade memang mengerikan jika sedang marah, tapi sangat manis jika sedang baik-baiknya. Hal ini mengingatkan aku pada Minato dan Kushina."

Jiraiya tersenyum simpul sambil melihat ke arah langit. Di mana muncul bayangan wajah Minato dan Kushina di sana. Minato dan Kushina yang merupakan orang tua Naruto yang sudah meninggal dunia pada saat Naruto baru saja dilahirkan. Peristiwa yang menggemparkan sehingga Naruto menjadi seorang jinchuriki yang sangat dibenci oleh orang-orang desa karena Kyuubi yang disegel ke dalam perutnya.

Pada langit biru yang cerah itu, dia membatin untuk dua orang yang sudah berada di alam lain.

'Minato... Kushina... Naruto sudah besar sekarang. Lalu dia sudah menikah dengan gadis yang merupakan mantan Hokage kelima. Restuilah hubungan mereka ini dan doakan mereka agar mereka hidup bahagia untuk selamanya.'

Begitulah perkataan Jiraiya dan menggema sampai ke alam lain sana.

.

.

.

BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN...

Di jalanan desa Konoha yang dipenuhi oleh orang-orang yang lalu lalang. Banyak toko yang terbuka. Orang-orang yang keluar-masuk dari sebuah toko. Anak-anak yang berlarian kesana-kemari. Orang tua yang sedang menggandeng anaknya. Berbagaimacam pemandangan yang sangat menarik, mewarnai suasana desa Konoha di siang itu.

Di antara keramaian itu, tampak Sakura dan Sasuke yang kelihatan sudah sangat dewasa. Penampilan mereka sudah berubah dan sangat berbeda. Mereka berdua berjalan santai bersama seorang anak perempuan yang berusia 2 tahun. Anak perempuan yang bernama Uchiha Sarada, anak pertama mereka.

Ya, Sarada, anak perempuan berambut hitam dan bermata hitam. Mirip dengan Sasuke. Dia digendong oleh Sakura dengan erat dari arah depan. Sakura sudah menikah dengan Sasuke, tiga tahun yang lalu.

Bukan hanya mereka saja yang sudah menikah. Tapi, teman-teman lainnya juga. Seperti Shikamaru yang menikah dengan Temari, kakak perempuan Gaara dan mendapatkan anak laki-laki yang bernama Nara Shikadai. Chouji yang menikah dengan murid perempuan Killer Bee dan mempunyai anak bernama Akamichi Chochou. Ino yang menikah dengan Sai dan mempunyai anak yang bernama Inojin.

Begitulah. Masih ada teman yang belum menikah, contohnya Gaara si Kazekage dari desa Suna.

Mereka hidup bahagia semenjak Naruto, Tsunade dan Jiraiya pergi meninggalkan desa ini. Selama itu, tidak ada tanda-tanda bahaya yang menyerang. Keadaan desa aman-aman saja dalam pemerintahan Kakashi sebagai Hokage yang keenam.

Di sela-sela perjalanannya untuk membawa Sarada jalan-jalan, Sakura berbicara pada Sasuke.

"Sasuke-kun."

"Hn."

"Bagaimana kabar dia ya?"

"Kabar dia siapa?"

"Naruto."

"Oh... Dia ya?"

"Iya."

"Pasti dia baik-baik saja karena ada Jiraiya-sensei yang menjaganya. Dia tidak akan kenapa-kenapa kok, Sakura."

"Aku tahu itu. Tapi, apa kamu tidak merindukan sahabat lamamu itu?"

"Rindu sih."

"Aku juga rindu dia... Juga Tsunade-sama."

"Ya... Semua teman juga merindukannya..."

"Seandainya... Dia balik lagi ke sini... Pasti desa ini tidak akan sepi. Pasti suasana akan menjadi ceria ketika ada..."

Belum sempat Sakura menyambungkan perkataannya, tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki berambut pirang yang menabraknya.

DUAAK!

Otomatis Sakura berjalan mundur dan tetap menggendong Sarada dengan erat. Sasuke pun menatap ke arah anak laki-laki yang terjatuh karena tidak sengaja menabrak Sakura.

"A-Aduh, sakit...," keluh anak laki-laki berambut pirang dan bermata biru itu. Berkulit putih. Dia terduduk begitu saja di tanah.

"Hei, kamu tidak apa-apa, nak?" tanya Sasuke sambil berlutut dan mengulurkan tangan kanannya."Ayo, aku bantu kamu berdiri!"

Anak laki-laki itu mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah Sasuke. Dia mengangguk sembari tersenyum.

"Terima kasih, Oji-san. Maaf, karena aku sudah menabrak istri Ojisan."

"Tidak apa-apa."

Anak laki-laki itu menyambut uluran tangan Sasuke. Sasuke membantunya berdiri. Mendadak terdengarlah suara yang amat keras menggelegar di keramaian itu.

"YUUJI! TUNGGU! DI MANA KAMU, NAK!?"

Sakura kaget mendengar suara itu. Begitu juga dengan Sasuke. Mereka sangat familiar dengan suara tersebut.

Bahkan anak laki-laki berusia sekitar 6 tahun itu, juga menyadari suara yang memanggilnya itu. Dia pun menoleh ke arah asal suara.

"Tousan!"

Di antara orang-orang yang lalu-lalang di jalanan itu, muncul seorang pria berambut pirang pendek dan bermata biru. Ada tiga garis di dua pipinya. Kulitnya berwarna coklat. Bertubuh tinggi dan tegap. Mengenakan jaket hitam dan celana panjang jingga setengah betis serta sepatu ninja hitam. Tidak memakai pelindung ninja lambang Konoha di kepalanya. Dia menyandang tas besar di punggungnya. Dia adalah...

"NARUTO!?" seru Sakura dan Sasuke bersamaan.

Naruto terus berlari kencang ketika mendapati anak laki-lakinya yang bernama Yuuji, bersama Sakura dan Sasuke serta Sarada. Yuuji begitu senang ketika bertemu dengan ayahnya itu.

"TOUSAN!"

Sekali lagi Yuuji berteriak kencang dan berlari cepat untuk mengejar Naruto. Begitu dekat, dia memeluk pinggang Naruto dengan erat. Tangan Naruto memegang puncak rambutnya seraya memasang wajah sedikit sewot.

"Dasar, kamu kemana saja sih? Tousan sudah mencarimu kemana-mana, tahu."

"Maaf, Yuuji tersesat."

"Huh... Kamu ini..."

Sambil berbicara dengan anak laki-lakinya, Naruto menyadari Sakura dan Sasuke yang tampak bengong. Kemudian Naruto terdiam dan memperhatikan kedua temannya itu dengan seksama.

"Kalian...," Naruto menatap wajah Sakura dan Sasuke secara bergantian."Sakura... Sasuke, kan?"

Sakura dan Sasuke mengangguk kompak.

"Iya, Naruto. Aku Sakura dan ini Sasuke."

"Sudah lama tidak bertemu denganmu, Naruto."

"Apa kabar kalian berdua?"

"Kami baik, Naruto."

Sakura tersenyum sambil menggendong Sarada. Tatapan Naruto tertuju pada Sarada.

"Anak perempuan itu..."

Sasuke melihat ke arah Sarada.

"Uchiha Sarada. Anak kami."

"Ah, kalian sudah menikah rupanya."

"Ya, begitulah. Terus dia..."

Tatapan Sasuke mengarah pada anak laki-laki yang masih memeluk pinggang Naruto.

"Oh... Dia Uzumaki Yuuji. Anak laki-lakiku yang pertama. Sebenarnya dia kembar. Yang adiknya, perempuan. Namanya Uzumaki Kazuki. Kazuki bersama istriku sekarang."

Sakura dan Sasuke manggut-manggut. Mereka pun ingin bertanya lagi sampai datanglah seorang wanita muda yang berambut krem diikat ponytail bersama seorang anak perempuan berambut pirang panjang. Wanita muda itu memanggil Naruto.

"NARUTO-KUN!"

Otomatis perhatian Naruto dan semuanya tertuju pada wanita muda yang menggendong anak perempuan dengan bersusah payah. Dia adalah...

"Tsunade... Kazuki..."

Ya, Tsunade dan Kazuki. Tsunade adalah istri Naruto dan Kazuki adalah anak perempuan Naruto dan kembaran dari Yuuji. Naruto dan Tsunade mempunyai anak kembar yaitu anak laki-laki dan anak perempuan.

"Apa kamu sudah menemukan Yuuji, Naruto-kun?"

Tsunade bertanya ketika sudah berdiri di samping Naruto. Naruto menjawabnya sambil tersenyum.

"Sudah. Ini dia, Yuuji."

Yuuji segera menghampiri Tsunade. Tsunade pun memegang puncak rambut Yuuji.

"Yuuji... Kamu mencemaskan Kaasan saja. Jangan suka seenaknya pergi tanpa bilang sama Kaasan atau Tousan. Kamu baru pertama kali ke sini, kan?"

"Habisnya Yuuji ingin melihat-lihat desa ini. Kata Tousan, desa ini sangat indah dan ada patung Kaasan yang terukir di monumen bukit. Kaasan-kan Hokage kelima."

"Iya... Tapi, itu dulu. Sudah lama sekali, Kaasan bukan Hokage lagi."

"Oh... Begitu, Kaasan."

"Iya."

Tsunade tersenyum sambil menurunkan Kazuki. Kazuki tampak malu-malu dan bersembunyi di belakang Tsunade.

Dia adalah sosok gadis kecil berambut pirang panjang sepunggung yang tergerai. Kedua matanya biru dan lentik. Wajahnya menyerupai Yuuji. Berkulit putih. Membuat siapa saja akan geram melihatnya.

Contohnya Sakura. Dia gemas melihat Kazuki.

"Naruto... Itu ya yang bernama Kazuki?"

"Iya, Sakura."

"Wah, dia imut sekali," Sakura datang dan menghampiri Kazuki sambil menggendong Sarada."Hai, Kazuki. Aku ini Sakura, teman Tousan-mu. Terus yang ini, Sarada. Sarada, katakan hai pada Kazuki-nee."

"Hai...," Sarada tersenyum dengan wajahnya yang ramah.

"Ha-Hai...," Kazuki masih bersembunyi di belakang Tsunade sambil memegang ujung kimono yang dipakai Tsunade.

Naruto tertawa kecil melihat tingkah putrinya. Begitu juga dengan Tsunade.

"Hahaha... Maaf, Kazuki memang begitu. Dia sangat pemalu dan sedikit takut jika bertemu dengan orang yang pertama kali dilihatnya."

"Benar," Tsunade membenarkan perkataan Naruto."Sifatnya sangat berbeda dari kami berdua. Entah meniru siapa. Namun, yang pasti Yuuji mewarisi sifat hiperaktifnya Naruto."

"Tsunade... Kenapa kamu bilang aku seperti itu di depan teman-temanku sih?"

"Memangnya salah ya? Itu benar, kan?"

"Huh... Dasar kamu tidak pernah berubah. Masih kasar dan..."

JDUAK!

Kaki Naruto diinjak keras oleh Tsunade. Naruto menahannya dengan ekspresi yang tidak nyaman. Membuat Sakura, Sasuke, Sarada, Yuuji, dan Kazuki bengong melihat mereka berdua.

Beberapa orang di jalanan itu, memperhatikan mereka dengan seksama. Ada yang sekilas saja, lalu pergi lagi. Namun, ada beberapa orang yang sedang berjalan di jalanan yang sama. Mereka kaget saat melihat Naruto dan Tsunade.

"Heh? Itukan...?"

"Naruto... Tsunade-sama..."

"Akhirnya mereka kembali lagi ke desa ini."

"NARUTO! TSUNADE-SAMA!"

"YOOO, NARUTO! TEMAN MASA MUDAKU KEMBALI!"

"Merepotkan... Akhirnya bocah berisik itu kembali bersama istrinya ke desa ini."

Orang-orang yang sangat mengenali Naruto dan Tsunade, segera pergi ke sana untuk menemui Naruto dan Tsunade. Orang-orang yang dimaksud adalah Shikamaru, Ino, Chouji, Shino, Kiba, Sai, Ten Ten, Lee, dan Neji. Mereka sangat senang karena bisa bertemu lagi dengan Naruto dan Tsunade.

Semuanya berlarian. Memanggil-manggil nama Naruto dan Tsunade dengan antusias. Sampai Naruto menyadarinya dan menoleh ke arah mereka. Langsung tertawa senang dan menyambut kedatangan teman-temannya.

"Kalian rupanya, teman-teman!"

"Naruto! Kami merindukanmu!"

"Akhirnya kau kembali!"

Spontan, semuanya mengerubungi Naruto, Tsunade, Yuuji, dan Kazuki. Sakura dan Sasuke tersenyum senang melihat mereka. Sejurus kemudian, mereka terlibat dalam pembicaraan empat mata yang berujung pertanyaan bertubi-tubi yang ditujukan untuk Naruto dan Tsunade. Naruto dan Tsunade kewalahan menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan dari teman-teman mereka.

Sementara Jiraiya sedang berdiri tak jauh dari mereka. Di antara keramaian, dia bergumam.

"Syukurlah, Naruto. Semua teman sangat menunggu kedatanganmu dan semua orang di desa ini telah melupakan kejadian beberapa tahun lalu. Kini semuanya telah membaik, kau dan Tsunade akan diterima kembali di desa ini. Aku turut senang melihat kalian berbahagia seperti ini."

Sang pria tua itu tersenyum sambil bersidekap dada. Dia menerawang ke atas langit. Di mana terlihat burung-burung kecil yang beterbangan di atas sana. Langit yang begitu cerah telah menemani kebersamaan Naruto bersama teman-temannya saat kembali pulang ke desa Konoha ini.

Perasaan telah kembali menjadi senang. Kebahagiaan akan terus menanti di masa depan. Perasaan Naruto telah bersatu dengan perasaan Tsunade dan melahirkan dua buah cinta yang akan menemani mereka berdua sampai akhir hayat mereka di desa Konoha ini.

.

.

.

TAMAT

.

.

.

A/N:

FIC "FEELING" resmi ditamatkan pada hari Senin, 3 Oktober 2016.

Terima kasih banyak atas perhatian kalian yang sudah membaca dari chapter 1-7 ini.

Sekian dari saya.

Tertanda

HIKASYA

Silahkan review di bawah ini.

.

.

.

Guest: ini udah lanjut. Terima kasih ya.

aguz n anbu: maaf, lama dilanjutkan karena kendala nggak ada ide. Nih dilanjutkan nih.

Andre: oke, lanjut nih.

Pandiahmad-666: ya, ini lanjut.

Delta3: ini udah next.

adam muhammad 980: oke. Ini udah lanjut kok.

ajis93560: terima kasih. Maaf, nggak bisa bikin lemonnya.

yahikho: terima kasih atas saranmu. Iya, saya udah selesein ini kok. Fic ini tamat nyampe chapter 7 aja.

La vechiasignora: maaf, lama updatenya. Ini chapter yang terakhir.

Kuuhaku: oh, Dragon Heart Online. Udah siap kok. Tapi, belum diupdate.

Dsevenfold: terima kasih. Ini chapter terakhir dari fic requestmu. Nggak apa-apa, kan?

namikaze D fablendah: oke. Ini lanjut. Terima kasih. Maaf, gak bisa buat lemon nih.