Seperti biasa, setelah liburan tengah semester aku berangkat sekolah kembali. Semua tugas sudahku selesaikan semua saat hari pertama liburan. Suasana sekolah mulai ramai dengan anak-anak yang lalu lalang masuk ke gerbang. Aku berjalan dengan tenang, tanganku kumasukkan kedalam saku celana, tidak peduli dengan keadaan sekitarku.

"Ch...Chanyeol-ssi"

Tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiriku.

"Kau siapa?" Tanyaku langsung. Mungkin baginya suaraku terdengar dingin hingga dia ketakutan tetapi tetap memaksa melihat wajahku.

"Aku Byun Baekhyun dari kelas F." Katanya dengan tersenyum gugup.

Di lihat dari gelagatnya sepertinya dia ingin memberikan surat padaku.

"Mm-mau... maukah kau membacanya?" Pintanya dengan gugup. Dia membungkukkan badannya dengan tangan yang terulur kearahku membawa surat.

Aku hanya diam. Baru kali ini ada perempuan yang berani memberiku surat secara langsung seperti ini. Apa itu surat cinta? Aku memandangnya dengan jengah.

Merepotkan. "Aku tidak mau." Kataku dengan ketus.

Aku meninggalkan perempuan itu begitu saja. Rasanya menyebalkan ditembak di tempat umum. Dia memang tidak menyatakan cintanya langsung, tapi dari gelagatnya saja sudah dapat ditebak. Apalagi banyak murid yang saling berbisik melihat kearah kami. Dasar menjengkelkan. Apa dia tidak bisa memberikan suratnya padaku di tempat yang lebih pribadi? Hah... oh iya dia kan dari kelas F. Bodoh.

.

.

.

(2 tahun setelah hari itu)

Ini adalah tahun ketiga aku ada disekolah ini, itu berarti sebentar lagi kami akan menghadapi ujian kelulusan. Saat akan menaiki tangga terdengar ramai-ramai yang menggangguku. Berisik sekali. Aku mengerinyit karena didekat tangga banyak siswa yang berkumpul membentuk lingkaran.

"Apa kalian bisa minggir?" Pintaku karena mereka semua menghalangiku.

Gadis yang tempo hari menjadi sumber masalahku, terkejut melihatku. "Chanyeol-ssi?" Dia memanggil namaku seolah tidak percaya aku ada dihadapannya. Aku malas berurusan dengannya. Dia selalu membawaku kedalam masalah, apalagi mengenai rumor bahwa aku telah berkencan dengannya. Dengan malas aku melihat kearah lain. Sedangkan pria aneh disebelahnya menatapku sinis dengan gaya soknya.

"Beraninya kau bicara pada kami seperti itu. Sekarang Baekhyun sedang sedih. Kau tahu kenapa?" Dia bertanya dengan wajah yang dia buat sesangar mungkin. Tapi menurutku itu bodoh.

"Karena meteor jatuh." Jawabku sekenanya. Berita mengenai meteor yang jatuh di pemukiman warga memang sedang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

"Dasar tidak peka! Kau tidak tahu jika rumah Baekhyun hancur karena tertimpa batu meteor?" Apa? Ohh... jadi rumah gadis itu yang tertimpa batu?

Aku tidak terlalu peduli dengan urusan mereka. Tapi rasanya tetap menyebalkan karena menurutku aksinya berlebihan."Oh iya, Ada hal lainnya. Semuanya bermula ketika kau membuatnya kecewa!" Teriaknya marah padaku. "Sejak saat itu hal buruk terjadi padanya!"

Huh... ternyata karena surat konyol itu, aku mulai terganggu dengan gossip-gosip murahan tidak penting seperti ini. Apa dia pikir hanya dia saja yang sial?

"Kemungkinan material padat luar angkasa menghantam manusia dari 1/10miliar didunia." Kataku dingin.

"Material padat? Maksudmu bintang jatuh?" Tanya gadis yang bernama Baekhyun itu dengan wajah bodohnya. Aku hanya meliriknya sekilas dan kembali lagi ke pria bodoh tadi.

"Menurutmu kemungkinan dari 1/10 miliar kejadian itu merupakan salahku?" Tanyaku pada siswa bodoh itu sinis.

"Benar!" Jawabnya langsung. Hah... sungguh konyol. Batinku.

"Jongdae-yah itu omong kosong." Kata Baekhyun mencoba menenangkan pria bodohnya.

"Wah... aku tidak tahu kalau aku punya kekuatan besar." Ejekku sinis sembari mengambil beberapa uang di tasku. Meskipun aku tidak peduli tapi bagaimanapun juga Baekhyun sedang mendapat musibah. Aku mengabil 5000 won dari dompetku dan hendak memberikannya padanya.

"Kalau aku menyumbangkan uang ini, kau tidak akan marah padaku lagi kan?" Tanyaku sembari menyodorkan uang itu kepadanya. Ia diam melihat kearah uangku yang ada didepannya lalu wajahnya mendongak menatapku dengan tajam. Kemudian ia menepis uangku dengan kasar.

"Aku tidak butuh belas kasihan darimu!" Ketusnya marah. "Selama dua tahun ini aku telah membuang-buang waktu untuk menyukaimu."

Huh... gadis merepotkan. Bukankah dia sedang terkena musibah? Uang yang aku berikan seharusnya di bilang cukup banyak untuk membantunya. Kalau tidak mau menerima seharusnya bilang saja, kenapa membentakku? Mengesalkan.

"Lebih baik aku mati dari pada menerima bantuan darimu!" Ketusnya tajam. Aku tersenyum sinis sembari memasukkan dompetku kembali ke dalam tas.

" Hmmm... kau yakin berkata begitu padaku?" Aku berkata sinis.

"Tentu saja! Apa kau punya teman? Lihat! Aku punya banyak teman yang ingin membantuku. Ada Jongdae, Kwangsoo dan Ha donggun." Katanya tajam setelah pamer padaku.

Apa dia sedang menantangku? Dia pikir dia siapa bisa berkata begitu padaku. Lagipula dia punya teman bodoh seperti mereka saja bangga.

"Jadi aku tidak butuh bantuanmu!" Ketusnya lagi. Aku tersenyum mengejek padanya. Benar-benar gadis bodoh merepotkan. Aku berlalu pergi meninggalkannya yang masih berteriak terus membela harga dirinya. Mau tak mau aku tertawa. Benar-benar konyol.

.

.

.

(Park's House)

Sejak kemarin Ibuku nampak senang menyiapkan kamar untuk putri sahabat ayah. Untuk sementara mereka akan tinggal bersama dengan kami. Jackson, adikku yang baru berumur 8 tahun terpaksa mengungsi ke kamarku. Sebenarnya aku tidak masalah berbagi kamar, tapi sepertinya putri sahabat ayah itu tidak akan diterima baik oleh Jackson karena telah merebut kamarnya.

Hari ini teman ayah akan datang bersama putrinya. Aku dengar marga teman ayah adalah Byun. Entah kenapa perasaanku tidak enak mendengar marga itu. Itu mengingatkanku dengan gadis bodoh tempo hari yang selalu membuat hariku kacau.

Aku sengaja keluar sebentar untuk menenangkan pikiran. Aku kembali lagi setelah aku merasa tenang . Sepertinya mereka sudah datang. Karena ada mobil asing yang terparkir didepan rumah. Aku merasa sedikit was-was. Tapi Bagaimanapun juga aku harus tetap menghadapinya dan memberi salam pada mereka.

.

.

.

Saat aku masuk kedalam rumah dan hendak melepaskan sepatuku aku melihat sekeliling dan menemukan wajah gadis bodoh itu ada disana.

Damn! She's here!

Hal buruk apalagi yang akan ia lakukan pada hidupku?

Dari sekian banyak wanita kenapa harus dia yang jadi putri teman ayah?

Aku menatapnya dengan pandangan datar, lalu aku membungkuk pada ayahnya yang ada didekatnya. Ketika aku menghampirinya tiba-tiba ia melonjak terkejut sambil berteriak. Semua menatapnya dengan cemas. Huh... seperti biasa. Aksinya selalu membuatku tidak tenang.

"Maaf aku terlambat memperkenalkan diri. Aku Park Chanyeol. Senang bisa bertemu dengan kalian." Salamku sambil menunduk sopan. Dia masih disana menatapku syok dengan wajah bodohnya.

"Bukankah kau dan Baekhyun satu sekolah? Benarkan Baekhyun?" Kata Ibuku dengan senyum jailnya. Gadis itu hanya tersenyum bodoh.

"Oh aku tidak tahu. Senang bisa bertemu denganmu juga." Jawab ayah Baekhyun.

Baekhyun masih terdiam menatapku. Nampaknya ia masih syok mengetahui kalau aku adalah anak dari sahabat ayahnya.

"Ada apa Baekhyun?" Tanya ayahnya bingung. Sontak ia tersadar dari kagetnya dan menoleh ke ayahnya kemudian kembali padaku.

"Aku hanya kaget." Katanya cepat. "Kenapa paman Park dan Chanyeol-ssi tidak mirip sama sekali?"

?

Ayah Baekhyun langsung menampar tangannya. "Itu tidak sopan!" Tegurnya. Sontak semua tertawa kecuali aku. Pertanyaan bodoh macam apa itu?

"Sudah-sudah, kedua putraku mirip ibunya. Kau tahu kalau mereka beruntung, hahaha."

Tawa ayah keras. Sontak suasana canggung tersebut mendadak lenyap. Tapi tidak dengan Baekhyun. Ia masih Nampak syok dan tegang. Ia terlihat tidak suka melihatku seolah-olah kenyataan aku satu rumah dengannya adalah hal yang tidak menyenangkan untuknya. Entah kenapa aku merasa senang mengetahui kenyataan itu. Berkali-kali ia mencuri pandang padaku sambil melahap dua kue di kedua tangannnya. Dia masih saja bertingkah bodoh.

"Aku senang Baekhyun sudah mengenal Chanyeol. Apa kalian satu kelas?" Tanya Ibu kemudian.

"Kelas kami cukup jauh tapi baru-baru ini kami berkenalan dengan cara tidak terduga. Benar kan Baekhyun-ssi?" Sindirku sembil meminum kopi. Ia hanya tertawa kecil mendapati sindiranku.

"Baguslah. Jadi kalian bisa saling mengenal satu sama lain. Bukankah Chanyeol anak yang unik? Apa menurutmu kau bisa menjadi temannya?"

Baekhyun hanya bisa tersenyum menanggapi ocehan Ibuku. Teman? Yang benar saja.

"Kakak, aku sudah mengejarkan PR!" seru Jackson sembari menghampiriku.

"Benarkah? Bagus." Kataku melihatnya.

"Tapi ada satu peribahasa yang tidak aku pahami. Hari ini aku ingin meminta bantuan Baekhyun noona." Katanya dan menatap Baekhyun. Baekhyun terlihat kaget.

Aku tersenyum dan menyetujuinya.

"Noona, bisakah kau memberi tahuku apa arti peribahasa ini?"

Baekhyun terlihat kebingungan. "Jackson kau sangat hebat. Padahal kau masih kelas 3 SD tapi sudah belajar peribahasa yang sulit. Nah, mana yang tidak kau mengerti?" Jackson menunjukkan bukunya kearah Baekhyun dan seperti dugaanku, dia sangat kebingungan. Ini menarik.

"Ah... yang ini. Disini ada kata-kata kelinci dan tanduk. Jadi arti peribahasa ini adalah kelinci bertanduk." Kata Baekhyun memperagakan telinga kelinci diatas kepalanya.

Haaah... Benar-benar bodoh.

"Kau bodoh!" Ejek Jackson. "Kau sudah SMA tapi tidak bisa baca ini?" Ejeknya. Haha... Itulah yang juga aku pikirkan. Jackson-ah... kerja bagus!

"Jackson! Ayo minta maaf, itu tidak sopan!" Seru Ibuku. Aku masih menikmati wajah Baekhyun yang memerah malu.

"Bagaimanapun juga aku membencimu." Kata Jackson membuat Baekhyun membatu masih dengan tangan di atas kepalanya yang membentuk tanduk.

"JACKSON!" seru Ayah marah. Tanpa memperdulikan amukan Ayah dan Ibu, Jackson berlalu pergi begitu saja. Tidak ketinggalan memberikan ejekkan nyata pada Baekhyun. Aku terhibur dengan aksinya.

Entalah, aku tidak yakin apa hidupku akan baik-baik saja setelah ini. Sikap Ibu juga agak berlebihan.

.

.

.

Seperti dugaanku Ibuku dan Baekhyun sedang mengobrol ria di kamar. Baekhyun Nampak sangat senang mendapat kamar yang di hias begitu indah. Enak saja, dia tidak boleh merasa nyaman secepat itu.

"Kamar ini milik Jackson." Kataku memecahkan kesenangan mereka. "Karenamu mejanya di pindah ke kamarku. Kamarku jadi berantakan."

Mendengar itu Ibuku langsung protes. "Chanyeol Jangan begitu! Kau merusak kesenangan kami."

Aku memutar bola mataku malas.

"Baekhyun jangan kawatirkan apapapun. Anggap saja ini rumahmu, ya?"

Huh... ibu benar-benar membuatku kesal. Apa lagi kelihatannya ia Nampak senang karena kedatangan Baekhyun.

"Chanyeol-ah bantulah Baekhyun mengatur barang-barangnya ya. Ibu ingin menyiapkan makan malam dulu." Katanya sembari berlalu pergi.

Kini hanya tinggal aku dan dia. Aku masih diam menunggu siapa tahu dia ingin bertanya atau meminta bantuan. Tapi dia masih diam saja. Huh... merepotkan.

"Baiklah kalau begitu. Kita mulai dari mana?" Tanyaku sembari mengangkat barangnya.

"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri." Sergahnya sembari menarik tasnya dariku. Tentu saja tasnya jatuh dan barangnya jadi berserakan. Aku terkejut melihat sepucuk suratnya untukku ada di antara baju-bajunya.

"Oh ya kau benar." Kataku kemudian " Aku tidak punya alasan untuk membantumu."

Ia hanya diam. Detik berikutnya ia segera membereskan barang-barangnya. Entah kenapa aku merasa aneh ketika melihat surat cinta itu. Rasanya seperti marah dan penasaran. Untuk pertama kalinya aku merasa tidak tenang seperti ini. Semua gara-gara gadis bodoh ini.

"Aku tidak peduli kau tinggal di sini atau tidak. Hanya, jangan ganggu aku."

Aku berlalu pergi begitu saja berharap dapat mengenyahkan perasaan aneh ini secepatnya.

.

.

.

Keesokan harinya ketika sarapan bersama, aku merasa gadis itu terus menatapku. Aku memang tidak membalas langsung tatapannya, tapi aku bisa melihat dia sedang memandangiku. Rasanya aneh di pandangi terus-terusan seperti ini. Perasaan aneh ini muncul lagi. Aku merasa kesal dan terganggu, tapi di sisi lain aku penasaran dan terhibur.

Selesai sarapan aku langsung berangkat sekolah dan tak ketinggalan ia juga berangkat setelah menyelesaikan sarapannya dengan terburu-buru ingin segera menyusulku.

Kamipun berjalan bersama menuju sekolah. Awalnya aku duluan kemudian tiba-tiba dia sudah berjalan disebelahku.

"Bisakah kau..." Dia segera menginterupsiku dengan cengiran bodohnya. Aku keberatan dia selalu saja mencari masalah.

"Hai." Jawabnya langsung membuat rasa jengkelku kembali lagi.

"Bisakah kau berjalan jahu dariku?" Tanyaku tanpa menatapnya.

"Kenapa?" Tanyanya masih dengan suara cerianya.

"Aku tidak ingin berjalan dengan gadis yang ada remah roti disekitar mulutnya." Aku tidak mau terjebak dengannya. Ia tersadar dan segera membersihkan remahan roti dari baju dan mulutnya. Uh dia ini sungguh polos.

"Jalan setidaknya 2 meter dariku." Tambahku sembari berbalik menatapnya dengan sebal.

"Biasakan kau berangkat sekolah tanpa menggangguku dan juga jangan bilang siapa-siapa jika kita tinggal bersama... Oh satu lagi, Jangan pernah mengajakku bicara disekolah."

"Kenapa aku harus melakukan itu?" Tanyanya bingung.

"Aku tidak mau terlibat rumor aneh lagi."

"Rumor aneh?" Tanyanya masih bingung. Aku benar-benar kesal, bagaimana gadis yang terlihat menggemaskan dihadapanku ini bisa sangat bodoh?

"Aku benci gadis bodoh." Kataku kemudian berlalu pergi begitu saja. Aku tahu kata-kataku sudah keterlaluan tapi aku masih merasa kesal dengan semua hal yang terjadi sejak aku bertemu dengannya. Seperti hari-hariku tidak akan sama lagi.

.

.

.

TBC