Jadi, saya memutuskan untuk mencoba membuat cerita Naruto. Ini adalah cerita AU dengan ide cerita yang diambil dari komik karya Omyo yang berjudul The Stories of Those around Me. Jika di komik webtoon ini berpairingkan straight, disini saya mengubahnya menjadi BL sesuai dengan imajinasi saya.

.

.

The scary in the world is imagination because it can be wild. -Me

.

.

.

.

[Naruto POV]

"Hei Naru, apakah kau tidak mau mencari pekerjaan tetap seperti yang dilakukan oleh Sai, kekasihmu?" pertanyaan yang sama setiap kali Aku dan Kiba bertemu untuk sekedar makan siang bersama.

Sejenak aku berfikir sembari menatap orange juice dihadapanku lalu kemudian kuarahkan manik sapphire milikku untuk melihat ke arah Kiba.

"Aku tidak ingin melakukan aktifitas yang sama setiap hari dengan jam yang sama itu sangat membosankan, kau tahu?" jawabku sembari mengaduk sedotan yang berada di gelas juice.

"Ha-ah, sampai kapan kau akan seperti ini? Aku tidak bermaksud menyuruhmu atau apa tapi tidak ada salahnya kan kau mencari pekerjaan tetap?"

"Ya, suatu saat nanti akan kulakukan." Jawabku sambil menyengir "Oh kiba! Maaf aku harus segera pergi, shift ku akan mulai tiga puluh menit lagi. Bye!" buru-buru kulangkahkan kakiku keluar dari restoran siap saji, meninggalkan kiba yang masih duduk termangu menuju tempat kerjaku. Ya, tempat kerja paruh waktu.

== Life must go on ==

CRING..

"Kau terlambat, dobe."

Ada sarkasme dalam tiga kata yang diucapkan olehnya. Rekan kerja berwajah tampan serta rupawan yang membuatku berfikir tidak seharusnya dia bekerja disini –sebagai pelayan coffee dia sangat cocok menjadi model sebuah iklan atau mungkin aktor?

"Berhentilah jika yang ingin kau lakukan hanya melamun dobe!"

Aku hanya meliriknya dan berlalu ke tempat ganti. Setelahnya aku merapikan cafe.

"Dobe! Bersihkan meja bagian pojok kiri, aku belum sempat merapikan bagian sana." Nada menyuruh terdengar ditelingaku sebelum sempat aku membalas, lagi dia berkata "Kau mendengarku kan dobe? Apa sekarang kau mendadak jadi tuli?"

"Aku mendengarmu TEME! Sejak kapan kau berubah menjadi manusia yang cerewet huh?" kulangkahkan kakiku untuk membersihkan meja yang berada di pojokkan. Dia, pria dengan segala kesempurnaan rupa yang sangat kuinginkan. Pria yang disukai banyak wanita, ya—berkatnya cafe ini tak pernah sepi dikunjungi orang karena wajahnya dan itu benar-benar membuatku kesal!

Dia—yang membuatku iri akan otak jenius yang dimiliki. Lalu aku berfikir apakah dia se-sempurna itu? Perlahan mataku melirik ke arahnya, mencoba mencuri pandang untuk sekedar mengetahui apa yang sedang dilakukan dibalik counter.

Aku mendengar dari pegawai lain bahwa dia sudah memiliki kekasih. Aku penasaran! Ya, penasaran seperti apa rupa kekasihnya, bagaimana kekasihnya dapat menyukai pria dingin dan minim ekspresif itu.

CRING

Suara gemerincing pintu cafe terbuka. "Selamat datang" suaranya membuat kesadaranku kembali ke dunia nyata "Dobe! Bisakah kau tidak melamun terus? Aku membutuhkanmu untuk melayani para pelanggan" ucapnya ketika aku sudah berada di balik counter.

"Ya, dan maaf tidak akan kuulangi lagi." Aku berbicara sekenaku. Sibuk, seperti biasa. Para wanita ini seakan tahu kapan shift dia berlangsung dan sungguh kalau bisa aku tak ingin satu shift dengannya jika akan berakhir melelahkan seperti ini. Tanpa terasa jam tutup cafe telah tiba. Aku merenggangkan tubuhku, rasanya begitu pegal. Kami merapihkan semua seperti saat cafe belum dibuka.

Setelah semua selesai aku bergegas pergi, kupercayakan padanya untuk mengunci pintu cafe. Namun, "Dobe!" suaranya menghentikan kakiku yang sedang berjalan. Aku mengenal suara tersebut kemudian aku memutar tubuhku untuk menghadap ke arahnya. "Apa?" tanyaku.

"Kupikir kita akan pulang bersama?" dia menaikkan alisnya seakan bertanya dan aku hanya berbalik melanjutkan perjalanan memilih tak menjawabnya. Hening, kami berjalan beriringan menuju peron yang sama. Aku tak menyukai keheningan karena itu membuatku kesepian. 'Mungkin sebaiknya aku mencari topik untuk mengobrol dengannya, tapi apa?' –batinku.

"Ne teme aku—" belum sempat menyelesaikan perkataanku mendadak sebuah suara memanggilnya.

"Sakura." Ucapnya ketika seorang wanita datang menghampiri. Wanita berambut pink selayaknya bubble gum, beriris jade indah yang tetap terlihat bersinar di malam hari. Wanita yang cantik, itulah pikirku saat melihat wanita ini.

"Ah, maaf. Aku tahu kita janjian di stasiun tapi aku ingin bisa bersamamu lebih lama, hehe" ucap wanita ini kepada dia, sembari terkekeh kecil. "Oh! Apa aku menggangu obrolan kalian?" seakan menyadari kehadiranku, wanita ini bertanya dengan ekspresi bersalah.

"Tidak, tidak. Kami tidak sedang mengobrol." Ucapku seraya tersenyum. Aku melirik ke arahnya sekan memberi kode 'hei, kau tak mau mengenalkan kami berdua?' tapi hanya pejaman mata yang didapat. Sungguh brengsek sekali si teme ini. Sebuah uluran tangan tiba dari wanita ini, membuatku sedikit terkejut.

"Hai, aku Sakura. Haruno Sakura tapi kau dapat memanggilku Sakura." Ah, Sakura.. Nama yang indah mungkin karena rambutnya yang berwarna pink itulah dia diberi nama Sakura.. Tapi, apa peduliku? Segera kujabat tangannya yang terulur padaku -

"Naruto, Uzumaki Naruto. Panggil aku Naruto. Aku lebih suka dipanggil nama ketimbang marga, karena marga terasa aneh di telinga."

"Oke Naruto!" wanita ini tersenyum. Cantik sekali.

"Sudah selesai?" tanya dia pada kami. Sakura menjawab dengan riang "Ya. Ayo kita pulang!"

Dia dengan sakura terlihat begitu akrab. Terlihat seperti pasangan yang sempurna. Yang satu tampan dan yang satu lagi cantik, seperti pangeran dan putri dari kerjaan.

"Kalian akrab sekali ya?" tanyaku penasaran.

"Eh?"

Terdapat kebingungan dari satu kata yang diucapkan sakura. Aku bertanya-tanya apakah ada hal yang salah. Mataku melihat pada mereka berdua mengisyaratkan 'apa ada yang salah?'

"Sakura adalah kekasihku dobe." Nyut—ah, apa ini? Dada ini tiba-tiba terasa sakit.

"Ahaha, kupikir saat aku mengenalkan diri, kau sudah tahu siapa akau ini Naruto. Maaf, aku tak mengenalkan diri dengan baik. Kalau begitu aku akan memperkenalkan diri lagi. Namaku Haruno Sakura, aku kekasih Sasuke.." Ah—

.

.

.

.

Tbc

Maaf, jika saya berada di posisi reader sejujurnya saya akan protes karena cerita ini begitu pendek. Entahlah, saya hanya merasa cerita ini pas untuk di potong disini. Berikan kritik dan saran kalian. Oh, cerita ini hanya akan memakai Naruto point of view.

Ah, saya tidak bisa menjanjikan kapan saya akan mengupdate cerita ini tapi as soon as possible saya harap.. feel free to ask~ [apakah bahasa saya terlalu baku? Saya agak kesulitan menggunakan bahasa 'gue-lo' dalam sebuah kata kecuali dalam chat di sosmed lol]

.

.

.

Apa yang akan kulakukan? Menghargai hubungan yang telah terjalin lama ataukah memlih cinta yang baru yang dapat membuat hati ini bergetar?

"Hei Naruto, akhir pekan ayo kita berkencan?"

"Kalau begitu seharusnya kau tidak perlu berkencan dengannya"

"Bukankah lebih baik kita berpacaran dengan orang yang sepemikiran dan orang yang membuat kita merasa nyaman? Kalau begitu kenapa kita tidak berpacaran saja?" tatapnya padaku, kupikir dia mulai mabuk.

Kusadari hati ini mulai berpaling. Dapatkah aku melakukannya setelah sekian lama kami bersama?