●Fanfan●

Huang Zi Tao/ Wu Yi Fan, etc

~Ko Chen Teung©

.

.

.

.


~000~

Sinar matahari mengelitik kelopak matanya yeng terpejam, membuatnya mau tak mau mulai terusik dari mimpinya, ditambah lagi suara kendaraan yang berlalu lalang serta klakson yang saling bersautan, membuat pemuda itu menguap lalu mendengus sebal.

Membuka matanya setelah merubah posisinya menjadi duduk di ranjangnya, pemuda itu kembali menubruk ranjangnya saat melihat tumpukan dus di sekeliling kamarnya.

"Arghhh menyebalkan! Menyebalkan! "amuknya terdengar lucu.

"Kalau saja flat yang dulu tak terlalu jauh dari kampus! Aku tak akan mau pindah kesini! "gerutunya sebal.

Namanya Huang Zi Tao, pemuda asal China itu baru beberapa bulan yang lalu pindah ke korea untuk melanjutkan pendidikannya, Seoul University menjadi pilihannya karna pemuda yang mengambil jurusan IT itu yakin bahwa tak salah ia memilih Korea karna memang terknologi yang dikembangkan di Korea patut diacungi jempol.

Zitao yang memang tak terlalu tahu tentang Korea memilih asal tempat untuk tinggal selama ia menempuh pendidikannya yang ternyata ia malah memilih tempat yang jaraknya cukup jauh untuk menuju kampusnya, dan baru saja tadi malam ia pindah ke flat baru yang jaraknya cukup dengan naik bus untuk sampai di kampusnya.

Zitao berdiri di balkon kamar barunya ini, hanya ada lima lantai dan Zitao berada di lantai tiga, tidak terlalu tinggi.

Zitao memandang keadaan sekitar tempat barunya ini, sangat ramai karna memang dekat dengan pusat kota dan sangat bising karna daerah sini memang daerah tinggal para mahasiswa perantauan sepertinya.

Mendengar ponselnya yang berbunyi, Zitao kembali masuk ke kamarnya.

"Ya hallo? "

"Bagaimana tempat tinggalmu yang sekarang? "

"Tidak buruk "komentar Zitao

"Lagipula kau ini kan bisa menyewa apartement! Kenapa malah tempat seperti itu?! "

"Tidak Baek! Aku harus menabung untuk membeli Gucci kesayanganku! Oh ya, apa kau sudah dapat informasi untuk kerja part time? "

"Gucci, Gucci, Gucci, aku tak menyangka anak orang kaya sepertimu rela sengsara hanya untuk Gucci.. " Zitao tertawa mendengar ejekan sahabatnya itu.

"Jangan banyak komentar... "dengus Zitao.

"Ok! Nanti sepulang kuliah kau ikut aku ke cafe milik teman Chanyeol, Luhan juga kerja part time di tempat itu "

"Luhan? Kau bercanda hah? Cafe itu akan berubah menjadi lahan perang jika aku bertemu rusa China itu! "Zitao protes! Tentu saja. Karna ia tak punya hubungan baik dengan pemuda berambut karamel itu.

"Yak Panda China! Profesional lah jika kau butuh pekerjaan ini! Lagipula kau bisa lupakan Sehun karna para pekerja di situ tampan-tampan! "

"Jangan bawa-bawa Sehun! Aku tak punya perasaan apapun padanya! "

"Ya terserah kau lah, kita ketemu sore nanti ok! "

~000~

Zitao turun dari bus yang ditungganginya di sebuah halte, pemuda itu berdiri diam untuk mengamati sekitarnya.

Zitao perlu memahami dan mengingat jalur barunya untuk menuju kampus, biasanya pemuda itu sampai dari arah selatan, dan kini ia berada di arah timur.

Pemuda manis itu mendongak, mencoba mencari—cari bangunan familiar yang ia kenal dekat kampusnya.

"Bank Hana! Dimana letak bank itu?! "Grutu Zitao, pemuda itu berusaha mencari latak bank yang memang berstruktur gedung tinggi, dan tetu saja jika Zitao menumukan letak bank itu akan mudah baginya menuju kampusnya karna letaknya yang bersebrangan dengan tampatnya menimba ilmu.

Zitao sesekali mengibaskan tangannya untuk mengurangi rasa gerah yang menderanya, pasalnya ini siang bolong, cuaca sedang panas—panasnya, dan kelas siang adalah kelas yang paling Zitao benci.

Zitao tersenyum saat berhasil menemukan puncak gedung yang ia cari, sepertinya ia perlu berjalan sekitar sepuluh menit mengingat jarak halte tempatnya turun cukup jauh dengan kampusnya, tapi ini lebih baik karna dulu Zitao harus berjalan tigapuluh menit untuk sampai di kampusnya.

Zitao mempercepat langkahnya untuk sampai di tempat penyebrangan, pemuda itu mendengus kesal saat lampu jalan itu berwarna merah, namun setelahnya ia mengerenyit binggung.

Ada seorang pemuda tinggi berseragam sekolah, Zitao mencoba mengira—ngira dengan melirik pemuda yang kini berdiri tepat di sampingnya.

Zitao tersenyum samar saat ia lihat bahwa pemuda di sampingnya ini berwajah tampan, Zitao kira pemuda ini seumuran dengannya, tapi pemikiran itu langsung ia tepis karna pemuda ini menggunakan seragam sekolah, Zitao tidak tahu seragam sekolah mana karna Zitao kurang faham daerah sini.

Zitao mengganti tatapan kagumnya menjadi krenyitan bingung, karna tadi sebelum ia sampai di tempat ini bisa ia lihat pemuda yang ternyata bersurai pirang itu diam saja saat lampu pertanda jalan bewarna hijau, bahkan dapat Zitao lihat gerakan ragu dari pemuda itu, seperti bergerak ingin melangkah namun hanya ada getaran di kedua kaki panjang itu.

Zitao kembali menelisik pemuda atau mungkin Zitao bisa memanggilnya bocah yang harus Zitao akui bahwa sipirang ini sangat tampan. Wajahnya berekspresi kaku dan dingin, namun Zitao bisa melihat sesekali ada kerutan kebingungan di dahi bocah ini. Sadar karna Zitao yang terus memandangnya pemuda itu menunduk, kedua tangannya yang ia tautkan di depan, meremas kantung plastik yang dibawanya.

Zitao terkikik dalam hati 'ah... pesonaku ini memang tak terbantahkan' pujinya sombong.

Zitao baru sadar bahwa lampu jalan sudah berwarna hijau saat orang—orang yang ada di sekitarnya mulai berjalan. Pemuda cantik itu melangkah untuk menyebrang, namun ada sesuatu yang menariknya untuk berhenti dan menengok kebelakang, melihat bocah sekolah yang sempat menarik perhatian matanya.

Zitao memiringkan kepalanya saat ia lihat bocah sekolah itu menggerakan satu kakinya, namun urung karna kini kakinya kembali ke posisi semula.

"Apa ia takut menyebrang?" gumamnya, dengan kepercayaan diri penuh Zitao membalik langkahnya dan berdiri tepat di hadapan bocah yang ternyata lebih tinggi darinya itu.

"Ada yang bisa ku bantu? " Tanya Zitao, tak ada jawaban ia terima, hanya ada suara berisik dari kantung plastik yang Zitao yakin karna ulah bocah tampan ini yang mengeratkan genggamannya.

"Apa kau tak bisa menyebrang? " Tanya Zitao lagi

"... "

"Yak bocah! Jawab aku! "Grutu Zitao kesal karna bocah tampan ini hanya menatapnya kosong dengan wajah kakunya.

Kesal, dengan tak sabaran dan nekat Zitao menarik lengan kiri pemuda itu mengajaknya untuk menyebrangi jalan. Namun bocah itu tak bergeming dari tarikan Zitao, tangan kanan bocah pirang itu bergerak menunjuk udara.

"Merah... "

Zitao ingin menepuk jidatnya saat ia sadar bahwa tindakannya hampir saja mencelakai anak orang.

"Ah— maaf "

"... "

Berfikir bahwa pemuda ini mungkin saja tuna rungu. Dengan percaya diri Zitao membuat gestur—gestur aneh, bahasa isyarat yang ia karang sendiri yang entah benar atau tidak intinya Zitao ingin membentuk sebuah kata 'Aku akan membantumu menyebrang'. Mendapat respon anggukan kepala dari bocah tinggi itu, Zitao tersenyum karna gerakan—gerakan anehnya dapat dimengerti oleh bocah ini.

Dalam hati Zitao bersedih, menyayangkan kenapa lelaki setampan ini tuli. Eh— tapi bukannya biasanya tuna rungu itu juga tuna wicara, tapi tadi Zitao dapat dengan jelas mendengar saat bocah pirang ini mengucap kata merah.

"Kau ingin menyebrang kan? "Tanya Zitao lagi memastikan.

"Ya... "Jawaban yang singkat dan jelas, menunjukan bahwa dugaan pemuda ini tuli itu tidak benar, dan dugaan selanjutnya adalah bahwa dia adalah bocah tampan dan dingin sekaligus menyebalkan, karna sama sekali tak menghargai usahanya untuk membantu bocah ini.

Saat lampu bewarna hijau Zitao tanpa ragu menggenggam telapak tangan pemuda itu dan menautkan jari—jari mereka, membawanya menyebrangi jalan. Walau tak yakin tapi Zitao dapat lihat rona merah muda yang ada di pipi bocah ini saat mereka menyebrangi jalan.

Zitao kaget saat mereka sudah sampai di ujung jalan ada seorang pria paruh baya yang berhenti tepat di hadapan mereka dengan nafas terengah—engah.

"Tuan dari mana saja? "Pria dengan setelan jas hitam itu memandang khawatir bocah di samping Zitao, namun pria paruh baya itu tersenyum saat melihat kantung plastik yang ada di tangan Yifan, ya, Zitao sempat membaca tag name yang ada di blazer hitam bocah ini 'Wu Yi Fan'.

"Tuan bisa menunggu kami untuk membelinya, tidak menyebrang sendirian, kami khawatir "

Yifan tetap diam sambil menunduk, dan Zitao yakin kalau memang benar bocah ini sedang ber—blushing sambil menatap tautan tangan mereka, tanpa sadar Zitao ikut tersenyum memandang tingkah aneh bocah tampan ini.

Hingga Yifan mengayunkan tautan tangan mereka, Zitao yang sadar langsung melepaskan genggamannya.

"Ah— maaf, oh ya aku harus pergi "Ucap Zitao, pipinya sendiri terasa panas hanya karna mengingat tingkahnya dengan bocah sekolahan itu.

"Terimakasih sudah membantu tuan... "Pria paruh baya itu membungkuk mengucapkan terimakasih.

"Tak masalah, saat aku melihatnya yang sepertinya memiliki ketakutan untuk menyebrang aku langsung membantunya, karna aku dulu juga takut menyebrang... "Ucap Zitao tersenyum manis, Ya Dulu saat ia masih di tingkat menengah pertama, ia juga memiliki ketakutan untuk menyebrang.

Ada sebuah mobil hitam yang berhenti di hadapan mereka, seseorang berjas hitam lainnya membukaan pintu lalu membungkuk hormat.

"Terimakasih... "Suara berat itu menyapa pendengaran Zitao, sadar atau tidak suara itu membuat bibirnya naik keatas dan matanya berbinar menatap struktur wajah Yifan.

Bibir Zitao membola lucu saat kedua tangan kekar itu mengulurkan kantung plastik yang sedari tadi Yifan pegang ke hadapan Zitao.

"Apa ini untukku? " mendapat respon anggukan dengan senang hati Zitao mengambil alih kantung plastik bewarna putih itu.

"Coklat? em— Terimakasih Yifan... "Ucap Zitao, dan Zitao lihat bahwa Yifan menunduk malu.

Zitao melambaikan tangannya saat mobil hitam itu berjalan melintasinya. Zitao melirik jam tangannya, sepuluh menit ia lalui bersama Yifan, dan Zitao dengan santai berjalan menuju kampusnya karna kelas di mulai lima belas menit lagi.

Sepanjang perjalanan Zitao memikirkan bocah yang baru saja ia temui.

"Dia pasti anak orang kaya yang dimanja "

"Em— Aku masih mempesona kan? Lihat saja bocah setampan itu sampai bersemu merah melihatku! Tapi kenapa si albino itu... ah sial! Kenapa memikirkannya lagi! " Maki Zitao dalam hatinya.

"Wajah Yifan terlihat dewasa, tapi kenapa ia masih anak sekolahan ya? Ah aku lupa, anak masa kini memang tumbuh pesat, Zelo saja sepupu Chanyeol yang masih kelas dua menengah atas tingginya sudah sama sepertiku. Eh atau aku kurang tinggi juga ya? "

"Tapi Yifan itu lucu sekali, bocah tampan sepertinya bisa takut menyebrang dan bersemu merah. Apa aku besok harus berangkat siang lagi ya agar bertemu dengannya? Aku bukan pedhopile kan kalau tertarik padanya? Ya ampun Huang Zi tao! Otakmu sepertinya bergeser karna ulah albino itu! " Tanpa sadar Zitao memukul dahinya karna fikiran konyolnya itu.

Zitao tak bisa memungkiri, ada sesuatu pada diri Yifan yang membuatnya menarik. Ada sesuatu yang berbeda dari bocah itu dan Zitao ingin tahu.

~000~

Sesuai kata Baekhyun, sorenya dia pergi ke cafe milik teman Chanyeol. Pemilik Cafe bernama Kim Minseok, usianya masih muda hanya limatahun di atas Tao. Tanpa banyak tanyapun Minseok langsung menerima Zitao untuk kerja part time di cafe miliknya. Mungkin karna Zitao rekomendasi dari Chanyeol dan memang Zitao yang mudah mengakrabkan diri. Bahkan kini Zitao sedang membantu Minseok menyiapkan beberapa makanan ringan karna memang teman-teman Zitao, yang ternyata juga berteman baik dengan Minseok sedang berkumpul di Cafe bernama Ba Pao Zi ini untuk merayakan tiga tahun hubungan Chanyeol dan Baekhyun.

"Ingat ya! Walau kalian temanku, aku tak akan memberi diskon untuk semua makanan ini! "Lugas Minseok setelah meletakan nampan berisi puluhan cup Muffin.

"Ya ya! Kau ini pelit sekali! Lagipula kau juga ikut memakannya! "Protes Baekhyun.

"Aku hanya bercanda bibir cabai! "Balas Minseok diakhiri dengan tawa lucunya.

Mereka semua ikut tertawa, ada Yixing dan kekasihnya Junmyeon, Luhan dan ah— Zitao malas menyebutnya tapi memang ada Sehun. Ada Jongdae, senior Zitao yang ternyata kekasih Minseok, dan pasangan yang sedang berbahagia, Chanyeol dan Baekhyun. Ah— Zitao si pemuda lajang yang malang, tanpa sadar Zitao memeluk nampan yang tadi ia gunkan untuk membawa piring kecil.

"Oh ya, ternyata Zitao pandai untuk membuat beberapa jenis dessert. Aku harap Zitao tak keberatan untuk mengajariku dan memasukannya untuk menu Cafe ini. Dan aku harap kau betah kerja bersamaku ya panda... " Ucap Minseok semangat, membuat Zitao tersenyum dan mengangguk semangat.

"Soal seperti ini Taozi memang ahlinya, ah— apa Muffin ini kau yang membuatnya? "

"Rasanya tetap lezat seperti yang pernah kau buat dulu "Ucap Sehun sambil memakan satu cup Muffin di tangannya.

Tiba—tiba suasana terasa hening, hanya terdengar decakan suara Sehun yang sedang menikmati Muffinnya, pemuda berkulit pucat itu bahkan tak perduli dengan lirikan tajam Luhan.

"Ah— aku harus mengambil minuman di dapur... "Tanpa mendengar jawaban dari yang lainnya, Zitao segera berjalan dengan cepat menuju dapur.

"Aku juga harus ke dapur, aku butuh air putih karna tenggorkanku terasa kering "giliran Sehun berujar dan mengikuti langkah Tao tanpa memperhatikan Luhan yang kini menundukan kepalanya.

"Ayo dimakan! Mumpung muffinnya masih hangat! Hangat lebih lezat "Yixing berujar, menghilangkan keterdiaman yang menyelimuti mereka, mereka semua bingung tak paham dengan apa yang sebenarnya terjadi, hanya Yixing, Yixing yang tahu. Maka dari itu, pemuda berdimple ini segera mencairkan suasana.

.

.

.

.

Zitao membanting nampan yang dibawanya ke meja, tangan pemuda manis itu tanpa sadar meremas dadanya yang terasa sesak. Namun segera pemuda itu menggelengkan kepalanya dan menata minuman yang harus ia bawa kepada teman—temannya.

Zitao tidak mau terlihat lemah! Zitao bukanlah pemuda yang mau dianggap lemah, sesakit apapun dan sekecewa apapun yang ia rasakan, Zitao akan berusaha terlihat baik—baik saja. Zitao adalah orang yang pandai menutupi perasaanya.

"Taozi, biasa kau buatkan aku Bubble tea seperti yang pernah kau buat wak— "

"Bisa kau berhenti? "

"Ap— "

"Cukup! "

"Apa lagi?! Kau minta aku bersikap biasa saja! " Dengus Sehun, dengan santai Sehun menduduki meja kosong di sebrang Zitao

"Aku senang karna kau bersikap biasa saja seolah tak ada yang pernah terjadi! Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya! "Bentak Zitao.

"Seenaknya bagaimana? Aku memperlakukanmu seperti kau temanku! Melupakan apa kita yang dulu! Aku memperlakukanmu biasa saja! "

"Dengan mengungkit kenangan kita?! "

"Apa yang salah deng— "

"Salah! Lupakan! Aku bilang lupakan! semuanya! Semua makanan dan minuman untukmu! Tempat! Waktu! Semua yang pernah kita lalui! Lupakan semuanya! "

"Hei! Kenapa kau berlebihan begini? " protes Sehun.

"Berlebihan? Setelah semua yang terjadi kau bilang berlebihan? Aku hanya memintamu melupakan semua yang pernah terjadi di antara kita. Aku bahkan dengan baik hati membiarkanmu untuk berteman denganku. Kau paham apa mauku kan Sehun? Tolong lupakan semuanya, seperti yang kau minta padaku untuk melupakan masa kita yang lalu dan menjalin hubungan baik sebagai teman dimasa sekarang "

"Tapi mana mungkin aku bisa dengan mudah melupakan semuanya? Mustahil Taozi! "Ucap Sehun tak terima.

"Kau bisa meninggalkanku dan memilih Luhan, kau pasti bisa melupakan kenangan itu Sehun. Kau bahkan dengan gila mengungkit kenangan itu di hadapan yang lain! Di hadapan Luhan! Walau mereka tak tahu pasti Luhan merasakannya! "

"... "Sehun terdiam, Zitao berjalan mendekati Sehun yang sedang duduk dimeja kosong berbahan besi itu.

Zitao tersenyum miring setelah sampai di hadapan Sehun, pemuda cantik itu mendorong bahu Sehun hingga separuh tubuh pemuda tampan itu terbaring di meja. Zitao membungkukan tubuhnya hingga hidung keduanya bersentuhan, dengan lembut Zitao membelai dagu tegas Sehun.

"Jika kau tak bisa melupakan semuanya dan sering menyinggung semua itu di hadapan teman—teman dan Luhan. Apa kau akan keberatan jika aku sekali, sekali saja menyinggung di hadapan Luhan. Betapa senangnya saat aku bergerak di atas your little big bro. Ah— kau masih menamainya itu kan? Bagaimana kabarnya sekarang? Apa Luhan juga memanggilnya seperti itu? "

"T—Taozi "Lirih Sehun terbata.

Zitao bangkit dari atas tubuh Sehun, pemuda cantik itu merapihkan kemejanya yang sedikit kusut. Sehunpun segera merubah posisinya menjadi duduk.

"Aku harap kau paham. Atau aku akan melakukan apa yang baru saja aku ucapkan! "Tegas Zitao, pemuda itu dengan segera berjalan keluar untuk membuka pintu dapur, ah— sepertinya Zitao harus berpamitan dan minta maaf pada Baekhyun dan Chanyeol karna tak bisa mengikuti pesta mereka.

"Taozi! "Panggil Sehun membuat Zitao menghentikan gerakannya untuk membuka knop pintu.

"Ah— sekalian tolong lupakan panggilan itu. Aku bukan lagi Taozimu "

'BLAM

~000~

Bingung, ia benci karna ia harus menghadapi situasi seperti kemarin. Pemuda berambut pirang gelap itu hanya berdiri mematung di tepi zebracross sambil kedua tangannya meremas kantung plastik berisi satu lusin coklat itu. Tadi ia menyebrang bersama temannya untuk membeli coklat di mini markert yang bersebrangan dengan letak sekolahnya, tapi temannya itu sudah dijemput dan jadilah pemuda tampan itu berdiri bingung tak tau harus bagaimana.

Lampu bewarna merah, 57, 56, 55.

Dengan matanya yang bergerak gelisah, pemuda itu dengan nekat akan menyebrang sendiri menunggu bahwa tanda untuk menyebrang menyala, dan sialnya hanya ia seorang diri yang akan menyebrang.

Hijau!

15, 14, 13...

Kakinya terasa berat.

10, 9, 8...

Menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan, pemuda tampan itu berusaha menggerakan kakinya.

6, 5..

Waktunya tinggal sedikit lagi, dan ia harus segera menyebrang.

3, 2, 1.

'TIIIIINNNNN!

'Grep

'Deg

.

.

'Deg

.

.

'Deg

"Hah... hah... hah... "Seseorang menarik tangannya, membawa tubuh jangkungnya itu kembali ke tepi jalan. Nafasnya terengah—engah seperti habis berlari. Tanpa ia sadari sudut bibirnya terangkat, pipinya terasa panas melihat orang yang menolongnya masih menggenggam tangannya erat.

"Bidadari... "

Dan Zitao memandang manik tajam si pemilik suara itu, jemarinyapun semakin erat menangkup jemari si prang. Terus seperti itu, bahkan keduanya melewatkan kesempatan lampu jalan yang sudah kembali bewarna hijau.

.

.

.

.

~Bersambung~


Hallo kalian semua yang aku sayang dan aku cinta *Uhuk.

I'm Sorehhh bukannya lanjut Why malah post ff baru.

Gua don't know/?/ kenapa, pengen banget posting ini ff, ff ini menghantui fikiran gua. Daripada gua biarin ini FF tenggelam di otak gua jadi gua salurin/?/ deh.

Sebenarnya ini ff bukan pure pemikiran gua, ada seseorang author yang mengispirasi gua(gua jelasin di chap depan).

And tenang say, ini gak bakalan ber chaptered kok, rencananya si keknya cuman twoshoot.

Buat yang nunggu Why bakalan gua lanjut kok, tunggu aja :3 .

Please gua tau ini ff judulnya aneh banget, tapi hati kecil/?/ gua mengatakan ini judul ff yang pas.

Sorry for typo(s) dan penulisan yang tidak sesuai dengan syariat yang ditentukan.

Tolong review ya say, gua sempet ragu post ini ff karna gua rasa jumlah review di setiap ff KT mulai menurun.

So review ya say biar gua semangat lanjutinnya, kalo reviewnya gak sesuai harapan gua kan jadi males lanjut *sad.

Udah review aja, elu bash juga gak apa, bodo amat gua.

*Kiss~