Fanfic NaruHina lagi. Semoga terhibur. Selamat membaca. ^_^


Apa kalian pernah mendengar cerita tentang para putri yang bergelar selalu mendapatkan seorang pangeran yang sempurna? Putri yang tertidur karena memakan segigit apel. Putri berambut indah yang jika disisir akan menjadi panjang. Putri dengan sepatu kacanya. Putri duyung yang ingin sekali melihat bagaimana indahnya itu daratan. Putri yang dikutuk jadi angsa. Dan mungkin masih banyak cerita-cerita putri yang pada akhirnya selalu mendapatkan pangeran tampan yang mereka impikan.

Aku selalu saja membayangkan bagaimana jika aku menikah dengan gadis impianku juga. Mulai dari membangun rumah tangga yang awalnya sepi menjadi harmonis, melakukan hal-hal bersama, bahkan kejadian di ranjang sekalipun. Semua yang aku bayangkan sungguh menyenangkan, sampai-sampai aku enggan bangun pagi hanya untuk membayangkan "sebuah kehidupan yang aku mimpikan". Meskipun pada akhirnya aku juga sadar kalau semua itu hanyalah sebatas bayanganku saja. Tidak lebih.

Aku yang tidak terlalu tampan ini. Aku yang tidak terlalu pintar ini. Aku yang pas-pasan ini. Aku yang hidup biasa ini. Aku yang selalu gugup di depan para gadis ini. Aku yang sering banyak di kamar ini. Aku yang menutup diri dari hubungan sosial ini. Pantaskah jika mendapatkan sesuatu yang aku inginkan?


Naruto © Kishimoto Masashi

Fanfiction NaruHina

Romance, Drama

Naruto POV


Hari ini mungkin akan menjadi hari yang sangat sibuk untukku. Bekerja, begitulah. Yah, meskipun tidak sesibuk yang kalian kira. Hanya mencuci piring di sebuah restoran milik "mantan temanku". Kenapa? Karena mantan temanku itu sekarang sudah menjadi bos yang menggajiku. Benar, dia adalah pemilik restoran tempat aku bekerja.

Namaku Uzumaki Naruto, panggil saja Naruto. Aku tinggal di sebuah kos-kosan, bangunan dengan 6 ruangan dan berlantaikan 2—3 ruangan di bawah dan 3 ruangan lagi di lantai atas, itu tidak termasuk kamar mandi. Walaupun sederhana, tinggal di sini bagiku terasa sangat menyenangkan. Sungguh. Setiap malam minggu, orang-orang yang tinggal di kos-kosan ini selalu mengadakan pesta kecil. Ada 6 orang—termasuk aku, karena memang ruangan di bangunan itu cuma ada 6 ruangan. Setiap pengadaan pesta selalu bergantian tempat, minggu ini di kamarnya lalu minggu berikutnya di kamarnya. Kurasa cuma itu kesenangan ketika aku ada di sana.

Suara jam beker pun terdengar keras.

Sudah pagi rupanya. Aku sengaja bangun pagi hari ini karena pekerjaan. Biasanya sih aku akan bangun sekiranya pukul 10 atau 11 siang. Lagian aku juga belum memiliki hal-hal yang membuatku sibuk untuk mendapatkan uang setiap harinya. Aku bekerja cuma seminggu sekali, itu pun bisa dibilang 24 jam dengan istirahat yang jarang.

Kalian tahu? Restoran milik "mantan temanku" itu memang selalu penuh dengan pelanggan, bahkan orang-orang mau antri lama di luar hanya untuk menunggu satu pelanggan pun keluar. Sangat melelahkan. Sekali piring selesai dicuci sudah langsung dipakai, dan itu harus bersih. Kalau tidak, si pencuci piring mungkin tidak akan digaji beberapa waktu ke depan. Sudah banyak pekerja sepertiku yang mengalaminya. Aku pun pernah, sering malahan.

Kehidupanku selama ini memang tanpa hubungan berarti dengan orang lain. Aku keluar kamar cuma satu hari dalam seminggu, itu pun karena pekerjaan mencuci piring. Sementara untuk mengatasi kekurangan uang aku juga menggunakan media internet. Ya seperti menjual akun milikku dalam game, dan jasa subtitle film. Aku belajar nge-sub seperti itu dari teman-temanku di facebook. Aku belajar banyak dari mereka, terutama membeli via online. Hanya duduk di kamar, barang sudah bisa diantar. Gratis, coy! Tanpa ribet. Semua kehidupanku setelah masa SMA berakhir hanya ada di depan komputer. Karena itulah tidak mengherankan kalau sekarang aku sudah mulai berkacamata.

Oh, benar. Kadang aku juga keluar kamar ketika game versi baru dari game favoritku baru dirilis. Tentu saja aku harus melakukannya, karena kalau tidak aku tidak bisa memainkan gamenya. Meskipun harus antri panjang, menurutku itu impas dengan cerita, suasana dan karakter game yang akan kumainkan nanti.

06:01, terlihat di jam digital yang terletak di dekat jam beker—di meja dekat tempatku tidur. Segera aku langkahkan kaki masuk ke kamar mandi, lepas pakaian, memutar keran kemudian air dari shower pun menghujani seluruh tubuhku.

Aneh, entah kenapa sekarang ini aku merasa ada sesuatu yang kurang. Hari ini aku akan bekerja. Hari ini tanggal 27. Hari ini aku tidak punya waktu untuk di depan komputer. Lalu apa yang kurang?

Game! Oh, sial! Benar juga! Pagi ini seharusnya aku sudah mengantri di depan toko karena versi terbaru dari game RPG favoritku akan rilis. Kenapa aku bisa lupa? Aku tidak punya waktu untuk bekerja. Aku harus cepat ke toko. Juga, aku perlu menelepon "mantan temanku" itu untuk memberitahunya kalau aku tidak bisa bekerja hari ini.

Ah, 14 menit lagi toko yang menyediakan game favoritku buka. Mungkin sudah banyak orang yang mengantri di sana. Sial, aku harus cepat!

Aku pun berlari secepat mungkin setelah kupastikan kalau pakaianku sudah rapi. Tidak ada waktu lagi. Aku harus cepat ke toko game atau aku akan sangat menyesal nanti. Harus dapat! Harus dapat! Harus dapat! Aku meneriakkan dua kata itu dalam hati. Aku tidak ingin merasa galau hanya karena kehabisan jatah game kali ini. Kemarin ketika game baru yang diproduksi oleh perusahaan game terbaik di dunia publish hampir seluruh toko game kehabisan stok karena sudah diborong para gamer. Hanya karena itu aku sampai tidak berhasrat ingin melakukan apa pun. Bahkan komputer milikku 3 hari tidak aku nyalakan. Rasa kesal sekaligus menyebalkan membuatku tidak ingin melakukan apa-apa. Hanya merenung, dan hampir yang kulakukan selama 3 hari itu hanya "membayangkan" saja. Membayangkan "kisah cinta yang aku karang sendiri bersama gadis impianku".

Sampai juga aku di depan toko. Dan benar, sudah ada sekitar puluhan orang tengah mengantri di depan pintu. Bahkan, di belakangku juga sudah ada beberapa orang yang baru datang—ikut antri.

Sambil menunggu, mungkin aku akan kembali melanjutkan imajinasiku tentang "kisah cintaku dengan gadis impianku". Aku mengarangnya sekaligus membayangkannya langsung. Cerita dimulai dari tokoh "aku" yang di sini adalah seorang siswa SMA kelas 3. Tinggi 155 cm, rambut merah bergelombang, wajahnya selalu terlihat mengantuk. Pemuda ini tidak begitu terkenal. Dia hanya siswa biasa. Tanpa prestasi, tanpa nilai bagus. Rankingnya selalu ada di tengah. Kadang di tengah-bawah, kadang di tengah atas. Intinya, dia hanya siswa biasa.

Suatu hari ketika tokoh "aku" itu disuruh salah seorang guru membawakan tumpukan buku ke perpustakaan, ia berpapasan dengan seorang gadis dari kelas lain. Ia hanya melirik gadis itu dari balik tumpukkan buku yang dibawanya. Dan saat itulah, ia terpesona. Gadis berkacamata. Gadis berambut hitam sebahu. Gadis yang ideal. Ia merasa telah menemukan gadis impiannya. Tetapi kalau dipikir-pikir, mana mungkin dirinya yang biasa-biasa saja bisa membuat gadis secantik dia jatuh hati padanya. Itu tidak mungkin.

Gadis cantik sepertinya akan leboh cocok dengan laki-laki yang ideal juga. Kesamaan seseorang merupakan penentuan cocok atau tidaknya pasangan, pendapat kebanyakan orang. Karena itulah ia tidak percaya diri. Selain itu, tingginya saja lebih pendek. Sedangkan gadis itu memiliki tinggi badan 165 cm, atau 170 cm, entahlah, sekiranya itu.

Namun, takdir tetaplah takdir. Ia tidak sengaja melihat gadis itu sedang dihadang oleh 3 pria yang berotot. Seperti dalam film, 3 pria itu mencoba melumpuhkan si gadis berusaha memperkosanya. Tapi dengan keahliannya, gadis itu berhasil mengalahkan ketiga pria berotot itu. Namun ketika gadis itu akan pergi, seseorang tiba-tiba memukulnya dari belakang dan membuatnya tersungkur. Gadis itu pun setengah sadar. Ketiga pria tadi mulai bangun. Seseorang yang tiba-tiba muncul ternyata adalah temannya tiga pria itu. Mereka mulai membawa gadis itu.

Di lain sisi, tokoh "aku" tampak sedang berpikir. Tidak mungkin ia langsung mencoba menyelamatkannya. Ia akan kalah cepat. Ia akan dihajar habis-habisan. Ia perlu rencana. Melawan 4 pria berotot akan sulit. Meskipun setengah dirinya merasa kesal, tapi setengah dirinya merasa senang. Karena inilah kesempatan untuknya memulai hubungan dengan gadis impiannya itu.

Ia merasa seperti di dalam film saja. Ia akan menyelamatkan gadis yang akan diperkosa.

Oke, langsung saja. Tanpa pajang lebar, tokoh "aku" pun membawa sebuah tong sampah besi. Ia mengalihkan perhatian 4 pria itu. Meskipun pada akhirnya ia berhasil mengalahkan 4 pria itu, tetap saja ia menerima 2 pukulan dan 1 tendangan. Dua pria ia kalahkan dengan tutup tong sampah—dengan menendang selangkangan mereka terlebih dulu lalu ia pukulkan benda itu keras ke wajah, sementara dua lainnya ia juga menendang ke arah selangkangan walau dirinya melakukannya perlu waktu yang lama karena dua pria itu sudah tahu kalau selangkangan merekalah yang menjadi target. Memang cara yang pengecut, tapi menyelamatkan tetaplah menyelamatkan. Ia berhasil menyelamatkan gadis itu.

Oh, sial! Sampai di sini saja aku "membayangkan". Toko game sudah buka 10 menit yang lalu. Sekarang aku sudah ada di antrian nomor 5. Sebentar lagi, lalu aku bisa pulang dan bermain game selama mungkin.

Aku pun membuka dompetku, mengambil beberapa uang kemudian membayar, membeli dan akhirnya aku bisa keluar dari antrian.

Ponselku tiba-tiba berdering. Pasti yang menelepon "mantan temanku" itu. Memang siapa lagi coba?

"Hei, Bodoh, cepatlah ke sini! Banyak piring yang harus kaucuci!" Benar, kan? Ditambah lagi, didengar dari suaranya ia sepertinya marah.

"Ah, maaf, hari ini aku tidak ingin kerja, bye," kataku cuek sambil memutus panggilan. Karena aku tidak ingin dia meneleponku lagi, ponselku pun aku matikan.

Asal tahu saja, aku bekerja di restoran milik "mantan temanku" itu karena utang. Ketika kami masih SMA, aku meminjam uangnya untuk membeli satu komputer. Sebenarnya aku bisa saja membayar utangku dengan uang yang aku dapat dari internet tapi dia menolaknya. Dia ingin dibalas dengan jasa bukan uang, katanya. Dia juga mengatakan padaku kalau aku juga harus keluar sesekali. Memang benar kalau dia teman yang baik, tapi kupikir dia terlalu memedulikanku meskipun dia sudah memiliki istri dan seorang anak.

Aku pun berhenti di depan sebuah toko pakaian dalam. Kulihat dari balik kaca mannequin yang dipakaikan baju pantai yang seksi. Andai saja aku memiliki seorang istri yang cantik, pakaian itu mungkin bisa aku belikan untuknya.

Aku menghela napas, lalu tertawa dalam hati.

Mana mungkin? Kurasa sampah sepertiku sangat sulit memiliki gadis secantik itu. Gadis cantik hanya untuk laki-laki yang ideal, seperti dalam dongeng; putri mendapatkan pangeran tampan, dan pangeran juga begitu. Tidak ada yang salah memang... Tidak ada yang salah. Hanya akunya saja yang terlalu berharap. Ingat Naruto, kenyataan bukanlah mimpi, kenyataan bukanlah dongeng.

Kembali aku langkahkan kaki, tak peduli dengan orang di sekitar yang berjalan ke arah sebaliknya dariku. Kulirik ke sebuah mobil mewah berwarna hitam tak jauh dariku, di mana para wartawan sedang mewawancarai sepasang kekasih yang baru-baru ini sedang mendunia. Hyuuga Hinata, putri dari Perdana Menteri Jepang dan si tampan aktor drama, Sasori. Mereka sungguh pasangan yang cocok... mungkin. Apalagi dengan pakaian serba hitam yang mereka pakai. Benar-benar hanya orang kaya yang bisa seperti itu.

Rambut panjang yang indah, kulit yang putih mulus, bibir yang mungil, lekuk tubuh yang indah. Ditambah lagi tetesan keringat yang tampak di pelipis gadis itu. Dengan melihatnya saja, pasti orang-orang akan terpesona padanya. Andai aku bisa menikahimu, Hyuuga Hinata-san, mungkin aku akan pamer dengan semua temanku sambil tertawa jahat di depan mereka. Hahaha...

Yah, walaupun itu kedengarannya "sangat" tidak mungkin sih. Sudahlah, lebih baik aku cepat pulang. Aku sudah tidak sabar ingin bermain game yang baru kubeli ini.

Oh, shit! Seseorang tiba-tiba mendorongku ke belakang hingga jatuh. Seorang pria besar dengan jas dan kacamata hitamnya, seorang bodyguard. Tidak salah lagi, orang ini pasti yang dibayar untuk mengawal sepasang kekasih itu. Kurang ajar, seenaknya saja dia mendorongku tanpa peduli apapun. Bisa saja aku keseleo, iya, kan? Bisa saja seseorang dari belakang membawa benda lancip dan saat didorong aku tidak sengaja tetusuk? Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Aku bisa mati. Kalau saja aku punya kekuatan seperti dalam anime, mungkin sudah kubuat bodyguard itu babak belur. Hah, orang lemah sepertiku memangnya bisa apa? Hanya diam dan menerima begitu saja, benar, kan? Kalau aku menghajarnya, mungkin akulah yang akan babak belur nanti. Lebih baik aku menjauh, para wartawan sudah berdatangan. Aku tidak ingin diinjak-injak oleh mereka. Lagipula aku tidak ingin membuang waktu lagi. Game yang kubeli ini harus segera aku mainkan. Aku tidak sabar lagi!

"Kau, Uzumaki Naruto-kun!"

Kalian tahu saja, dalam game online ini aku bisa dengan bebas menciptakan avatar sendiri bahkan pasanganku sekalipun. Mulai dari tinggi badan, berat badan, rambut, wajah, baju yang didesain dari aplikasi luar seperti Photoshop atau yang lainnya. Juga, dalam game ini aku bisa menulis ceritaku sendiri. Dan jika ceritaku menarik perhatian orang-orang di perusahaan pembuat game itu kemungkinan besar akan dibuatkan anime. Itu sih kata pemilik perusahaan yang membuat game itu ketika wawancara di televisi.

"Hey, aku memanggilmu!"

Tetapi sebelum aku bisa membuat ceritaku sendiri, avatarku harus telah mencapai level 1900, dan itu butuh waktu sekitar satu tahun tanpa kalah sekali pun melawan Bos. Ditambah lagi, aku perlu memiliki uang yang cukup. Ya, sekitar satu miliar keping emas.

"Uzumaki Naruto-kun, aku memanggilmu!"

Aku tidak begitu tahu, tapi untuk versi kali ini mungkin ada banyak fitur yang ditambahkan atau grafisnya yang lebih real.

"Uzumaki Naruto-kun!"

Aku menengok melihat seseorang yang memanggilku sejak tadi. Memang sengaja aku mengacuhkanmya karena kupikir suara lembut dan feminim itu hanyalah panggilan dari "istri imajinasiku" alias tidak nyata atau hanya salah dengar. Lagipula siapa orang lain yang mengenalku selain "mantan temanku" yang menjadi bos itu dan para penghuni kos-kosan tempatku tinggal. Aku tidak pernah memiliki teman akrab perempuan, jadi tidaklah mungkin seorang gadis memanggilku.

"Akhirnya dengar juga." Gadis yang memanggilku mendekat lalu memelukku tiba-tiba. Putri dari Perdana Menteri sekaligus kekasih dari si tampan aktor drama itu.

Apa aku sedang mimpi? Gadis itu terlihat seakan sudah kenal lama denganku. Dan dia juga memelukku seperti ini. Lagipula darimana dia tahu namaku?

Kulihat semua wartawan menatap ke arahku, kamera-kamera tertuju padaku, pemuda tampan si aktor drama juga. Aku hanya terdiam bingung. Ini pasti mimpi. Tidak, kurasa ini bukan mimpi. Mimpi tidak senyata ini. Ini sungguhan!

Itu benar, ini sama persis yang terjadi dalam anime, tokoh utama dijebak oleh seseorang tanpa sebab yang jelas. Kuatkan dirimu Naruto! Jangan terjebak oleh putri Perdana Menteri itu! Kuat! Kau harus kuat! Dia mungkin punya suatu rencana untuk mengerjaimu. Biasanya orang-orang yang ideal selalu berbuat semau mereka. Karena kecantikan dan ketampanan, mereka seenaknya menjahili orang-orang yang kurang ideal sepertimu. Bahkan tidak memikirkan bagaimana perasaan orang yang mereka jahili.

"Maaf, Kamu pasti salah orang. Aku hanyalah sampah masyarakat. Namaku tidaklah cukup bersih untuk diucapkan oleh seorang gadis cantik sefeminim dirimu, Hyuuga Hinata-san," kataku dengan wajah datar, kemudian lari secepat mungkin, melarikan diri.

Menyebalkan sekali. Aku benci dengan orang yang sombongnya kelewatan. Seenakjidatnya melakukan ini-itu hanya karena mereka lebih baik. Tidak peduli perasaan, selalu bertindak egois jika berhadapan dengan orang-orang tertentu—sepertiku. Mereka mungkin telah melakukan banyak hal yang baik seperti pura-pura membantu orang susah secara terbuka untuk membuat publik terhipnotis agar jika nanti ketika mereka benar-benar bersalah publik bisa mendukungnya. Cara yang terselubung dan licik. Benar-benar menyebalkan.

"Jang! Jang!" teriakku ketika aku membuka pintu kamar kos-kosan tempatku tinggal. Seperti biasa, kamarku dipenuhi oleh manga, novel, kaset video game, dan beberapa majalah dewasa. Tidak lupa satu komputer di dekat almari dan juga sebuah laptop yang terletak di meja dekat tempat tidurku. Sekarang aku bisa tenang sambil main game. Tidak akan ada yang bisa menggangguku lagi. Hanya perlu duduk di depan televisi, pasang konsol kemudian masukkan kasetnya.

"Jadi seperti ini ya kamar seorang otaku?"

Aku menengok dan melihat seorang gadis duduk bersila di sampingku. Aku menggeleng. Mungkin hanya imajinasiku saja. Lebih baik aku fokus bermain game.

"Hey, Naruto-kun, apa kau selalu di sini seharian?"

Abaikan saja, Naruto. Ucapan dari gadis imajinasi mirip artis Hyuuga itu tidak bisa mengganggumu. Sepertinya dirinya perlu mengurangi kegiatan mengkhayal.

"Jangan abaikan aku dong."

Biarkan saja. Nanti juga hilang sendiri.

"Naruto-kun! Kau dengar aku!"

Oh, sial! Dia berteriak di dekat telingaku. Apa sih yang sebenarnya dia mau?

Aku pun berdiri, kemudian menyatukan kedua telapak tangan—membuat segel sambil berkata, "Wahai gadis imajinasiku, kembalilah ke tempatmu berasal, kembalilah... kembalilah... kembalilah... PUJOPAJAPU TAIMU MAMBU~"

BUAGH!

Belum selesai aku mengucapkan mantra, sebuah pukulan hebat tiba-tiba menabrak wajahku. Aku cuma bisa meringis merasakan darah keluar dari hidungku. Sakit. Ini terasa sakit. Aneh. Padahal yang memukulku adalah gadis imajinasi. Apa jangan-jangan...

"Kau Hyuuga Hinata asli?"


To be conntinued.


YO YO YO! BERJUMPA LAGI DENGAN SAYA! SUDAH LAMA NGGAK NGELANJUTIN FANFIC-FANFIC SAYA.

Aissh... Semuanya, maaf ya lama nggak kelihatan! Maaf juga fanfic-fanfic saya yang belum kelar belum dilanjutin. Belum dapet motivasi untuk nglanjutin je, maaf banget. Insya Allah besok entah kapan dilanjut deh. Semoga aja masih sabar. #dilempar batu sama readers

Ini fanfic mungkin Cuma 2 chapter, kalau saya buat banyak kayaknya fanfic ber-pair NaruHina udah menurun drastis penggemarnya. Males juga kalau udah capek-capek nulis yang baca "mungkin" mendekati "nol".

Saya akhiri, sampai jumpa lagi.