Prologue

"Hingga aku memasuki jenjang sekolah menengah atas dua bulan lalu, aku tak pernah tahu jika rasa lembab pada keliman seragamku adalah ulah payung seseorang. Aromanya melekat hingga ke setelan baju orang lain. Tubuh yang hangat saling mendorong dibalik punggungku. Udara dingin dari air conditioner menerpa tepat di depan wajahku."

"Selamat datang di stasiun Seoul, terimakasih telah berkendara bersama kami." Suara operator terdengar di penjuru stasiun saat kereta tiba.

Seperti biasa, suasana pagi hari di Seoul selalu sibuk. Dengan teratur, para penumpang keluar dari kereta dan memulai aktifitas mereka. Di antara kerumunan itu dia berhenti, hanya untuk memandang hujan dan langit yang sepertinya semakin gelap namun entah kenapa sama sekali tidak mengganggunya. Seorang remaja laki-laki dengan kemeja putih dilapisi rompi kuning, celana hitam dan tas punggung di salah satu bahunya. Namanya Kim Jongin.

"Saat aku masih kecil, langit terasa begitu dekat. Sangat dekat. Itulah kenapa aku menyukai hujan, karena ia membawa bau langit saat terjatuh."

Di saat semua orang berdiri berhimpitan di halte menanti bus kota, Jongin menghiraukan mereka. Ia berjalan keluar dari kerumunan itu.

"Dan seringkali di pagi hari saat hujan turun, aku memilih melewatkan bus kota dan berjalan keluar stasiun bersama payungku."

JUNI

Kim Jongin.

Di tengah kota besar seperti Seoul, tentu dibutuhkan sebuah tempat dimana orang-orang bisa melepas segala kepenatan mereka setelah berhadapan dengan hiruk pikuk ibukota. Dan Taman Nasional Seoul diciptakan dengan fungsi itu.

Masih setia menenteng payungnya, Jongin memasuki kawasan taman. Ia berjalan menapaki jembatan menuju pusat taman yang dipisahkan oleh danau buatan. Taman itu sangat luas, mengingat fungsinya sebagai jantung kota sebesar Seoul. Datang di saat hujan merupakan sebuah keuntungan bagi Jongin, karena taman itu dipastikan sepi pengunjung.

Senyum tak lepas dari wajahnya. Kedua kakinya terus membawanya ke sisi taman yang lebih dalam. Saat tiba di sebuah pondok yang berhadapan langsung dengan indahnya danau, Jongin berhenti. Seorang wanita dengan pakaian khas orang kantoran sudah ada di sana lebih dulu. Wanita itu memandang Jongin sambil meminum beer kalengan di tangannya. Mengetahui dirinya tak sendirian, wanita itu menggeser duduknya ke sisi lain pondok, memberi ruang untuk Jongin. Pondok itu didesain persegi dengan 4 pilar penyangga. Dua sisi berbentuk huruf L ditutup lalu diberi tempat duduk dan membiarkan dua sisi di depannya tetap terbuka. Jongin membungkuk sopan lalu duduk di ujung pondok itu tanpa kata.

Hujan masih belum juga reda dan Jongin tidak ambil pusing dengan fakta bahwa ia sedang membolos sekolah pagi itu. Ia malah asyik menggambar desain sepatu di buku tulisnya. Ya, Jongin seorang remaja yang memiliki mimpi juga.

Merasa tidak ada pergerakan berarti dari wanita di sampingnya, Jongin mulai mencuri-curi pandang. Mata kucingnya meneliti dari ujung kaki sang wanita kemudian berjalan ke atas. Jongin dapat melihat dua bungkus coklat tergeletak di samping kirinya. Ia melanjutkan pengamatannya hingga berhenti di wajah wanita yang sedang fokus memandang danau itu. Matanya besar dengan bulu mata lentik, hidungnya mungil nan bangir dan bibirnya yang merah muda cantik tak berhenti meminum beer di pagi hari. Jongin mendengus pelan.

"Coklat dan beer?" Jongin kembali fokus pada buku tulisnya dan mulai menghapus beberapa bagian desain sepatu yang salah. "Tapi rasanya aku pernah melihatnya di suatu tempat.." Penghapus di tangannya meluncur jatuh tepat di bawah kaki wanita itu.

Wanita itu memungut lalu memberikannya pada Jongin. "Ini.." Ucapnya.

"Ah terimakasih." Balas Jongin sambil menerima penghapusnya.

Suasana kembali hening di antara mereka. Sampai akhirnya Jongin yang dikalahkan oleh rasa penasaran membuka mulut dan bertanya.

"Ehm, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Tidak." Jawab wanita itu lembut.

"Oh, maafkan aku, mungkin aku salah orang." Ucapnya sebelum kembali pada buku.

"Tidak apa-apa." Balas wanita itu lagi dan kembali menikmati beernya.

Hujan masih turun dengan kecepatan dan intensitas yang sama, belum ada tanda-tanda mentari akan muncul. Sedangkan Jongin kembali fokus pada dunianya. Ia tak tahu jika wanita di sampingnya sedang tersenyum setelah menyadari sesuatu saat mengamati Jongin.

"Kiranya itu sesuai.." Ucap wanita itu tiba-tiba. Jongin yang terkejut menolehkan kepalanya pada sang wanita. Wanita itu beranjak setelah menyampirkan tas di bahu sempitnya.

"Gemuruh samar sang petir.." Sambungnya sambil menatap Jongin.

"..langit mendung.." Ia meraih payung merah di sampingnya. "Mungkin hujan datang."

Jongin yang masih tidak mengerti maksudnya hanya diam sambil memandangi wanita yang nampak lebih tua darinya itu.

"Jika itu terjadi, akankah kau tetap di sini bersamaku?" Wanita itu membuka payungnya lalu pergi, meninggalkan Jongin yang tertegun dan memandang penuh tanya.

.

.

The Garden of Words

Original Story by Makoto Shinkai

Kaisoo Remake by Neoppuniya

.

.

Oke, ini REMAKE dari anime dengan judul yang sama. Aku cuma memvisualisasikan dalam bentuk teks dengan cast Kaisoo. Semua credit milik sang penulis asli, sekali lagi aku cuma me-REMAKE. Dan rencananya mau aku jadiin twoshot.

Jika ada yang berminat dengan cerita ini silahkan review. Kalau ngga ada ya ngga aku terusin :)