Let Me Hear


A/N : Saya membuat Fic baru lagi... kalian marah? karena saya tidak melanjutkan Fic yang lama? ok saya bisa memakluminya. Saya tidak bisa berbuat banyak untuk kali ini. Laptop Saya sudah hilang dan saat ini masih dalam usaha pengumpulan uang... semua tugas dan semua lanjutan Fanfic saya sudah tidak ada lagi.

Kalian boleh percaya dengan apa yang saya katakan boleh tidak... saat ini saya sedang mencoba menulis kembali. beberapa Fic lama sedang dalam proses dan mungkin akan menyusul setelah ini. ini pertama kalinya saya nulis pake SmartPhone saya... sering terjadi kesalahan ketik yang mengerikkan.

selain tersendatnya ide karena banyak lanjutan Fic yang hilang... Fanfic ini juga sebagai uji coba apakah nulis Fic di SmartPhone sebaik Nulis di laptop.

saya tidak ingin mengorbankan Fic yang telah ada... cukup untuk Daywalkers yang gagal di chap 15... saya tidak akan mengulang lagi.

silahkan nikmati Fic ini jika berkenan.


Warning : AU, OOC, Mengandung unsur Politik, Typo, Ada beberapa Chara DxD yang saya ubah peran(?)


Summary : Meski kalah dan terlahir untuk hidup yang baru. Naruto harus sadar bahwa masa lalu tidak akan melepaskannya begitu saja. Mulai dari kepingan ingatan yang muncul, perselisihan antara clan sendiri. Sampai masa lalu yang kembali datang dan menjeratnya.


Chapter 1 : Di Dalam Mimpi.

Dia tidak tau ada di mana, ini adalah saat terakhir rasanya untuk harus menutup mata. Serasa sangat ingin untuk tertidur sebentar saja, tidak biarkan dia untuk tertidur sebentar atas kelelahan ini. Karna rasanya memuakkan, dia lelah. Sudah cukup merasa dia mampu untuk melakukan semuanya.

Dan, dalam cahaya redup yang mulai terang dalam kegelapan ini. Dia mengingat semua, senyuman seorang wanita. Tidak, itu sebuah senyuman Manusia yang mengaku sebagai Dewa atas kekuatan curian yang dia miliki. Menjadi begitu kuat atas kekuatan dari eksisitensi lain yang perlahan menghilang karenanya... Memudar, senyuman yang masih dia ingat saat dirinya mulai perlahan memudar meninggal kan Dunia Kehidupan. Masih mengingat hari itu, saat dirinya perlahan hancur dalam tusukan tulang putih milik wanita itu.

Wanita itu...

"Kaguya..."

"Darah ku yang mengalir dalam nadi mu adalah nyata. Sehebat apapun dirimu, engkau masih bagian dari diriku. Walau waktu tidak pernah mempertemukan kita, dan dalam pertarungan ini kita adalah lawan.

Meski waktu yang memberi jarak atas kita. Aku masih merasakan perasaan seorang ibu atas anaknya. Perasaan itu masih aku rasakan saat ini. Bahkan saat bertemu denganmu dan dia yang sama sekali tak aku kenali"

Nada yang jelas berubah, dalam pertarungan panjang yang telah selesai.

"Tidak! Tidak ada dalam darahku bagian darimu. Aku tidak akan pernah mengakuinya, tidak akan. Tidak akan pernah." Kenapa? Apa yang salah.

Mengingat kembali bagaimana saat wanita itu tersenyum. Aku menatap ke atas, menatap lurus wajahnya dalam kekalahan ini. Wajah itu tidak seperti saat kami pertama kali bertemu. Wajah itu seperti wajah yang telah lama aku kenal.

Raut wajah itu... Seperti raut wajah ibu ku sendiri.

"Dan pada kenyataannya darah itu tetap mengalir dalam nadimu. Meski kau menolak menggunakannya. Meski kau menyangkal akan keberadaannya, bahkan jika kau sanggup untuk memutar balikan Dunia ini hanya untuk menyangkal itu. Semua Tetap tidak akan mengubah kenyataan bahwa kau adalah bagian dari ku. Keturunan ku, anak ku."

Kembali perkataan itu terlintas dalam kenangan. Mengingat kembali bahwa aku roboh dalam Semesta Dunia. Atas air mata yang mengalir ini, atas kesedihan yang tumpah dari perkataannya. Terduduk di atas tanah menatap wajahnya lurus, mengabaikan ketika tangan penuh darah itu menghapus jejak air mata ini.

Tidak ada lagi, tidak terbesit argument untuk membantah kenyataan yang terlihat. Karena sejak awal memang tidak ada yang salah atas dirinya.

Kata-kata yang hilang.

"Kenapa kau bersedih, kenapa menangis? Dunia... Apa yang membuatmu bersedih"

Rasa Ketidak adilan

"Apa yang kau inginkan? Apa tujuanmu menantangku? Kenapa... Demi apa kau berjuang?"

Demi semua ora— tidak! Ini demi diriku sendiri.

"Mengapa harus iri, kenapa harus menatap Manusia lain dengan tatapan itu. Kau keturunanku, apa yang mereka miliki sedangkan kau tidak?"

"Apa yang sangat kau inginkan? Apa yang tidak bisa lagi kau dapatkan meski berjuang sekuat apapun. Apa yang tidak kau miliki saat mulai membuka mata? Apa yang tidak pernah kau miliki dalam hidupmu?"

Ayah... Ibu...

"Kenapa?"

Kenapa kalian pergi? Kenapa kalian pergi jauh... Kenapa kalian pergi jauh meninggalkan aku sendiri disini?

Kenapa kalian membiarkanku ketakutan sendirian di Dunia ini?

Aku takut... Aku kesepian... Aku sendiri... Aku terluka.

.

.

Aku sakit...

.

.

Aku menyadari secara perlahan, saat rasa beban yang membenam dalam hatiku mulai menghilang. Aku mulai pudar secara perlahan di hadapan wanita itu. Aku mulai memudar dalam pelukannya. Mati, meninggalkan Dunia kehidupan.

Merasa bebas saat dia mencium lembut kening dan pipiku. Tidak ada lagi beban itu, tersenyum pada dia seorang. Padahal kami adalah musuh. Padahal kami tidak pernah saling mengenal.

Tapi kenapa?

"Tidurlah Naruto, beristirahatlah dalam kedamaian. Dan Sebagai penyebab awal dari segala kekacauan ini, aku senang bertemu denganmu.

Dan senang saat mengetahui kau juga merupakan bagian dari keturunanmu."

Dan aku membiarkan kau membawa sebagian pecahan diriku. Tidak peduli apa yang akan terjadi kedepan. Semua, aku berikan itu padamu, sebagai pengingat. Bahwa dimanapun dirimu nanti akan berada. Menjadi apa dan keturunan siapa nantinya. Kau tetap adalah keturunanku.

Naruto.

Dia mulai kehilangan semuanya, seperti melupakan apa yang baru terjadi dalam kegelapan ini. Dia serasa mengambang dan seperti mau keluar dari permukaan air yang dalam. Kesadaran yang mulai kembali saat merasakan cahaya terlihat di ujung sana.

Menyadari pemuda yang tewas itu bukanlah dia.

Siapa itu tadi? Siapa pemuda itu? Siapa itu Naruto? Tidak Naruto itu dia... Itu adalah Nama dari ibunya.

Lalu siapa wanita itu? Siapa itu Kaguya? Apa yang telah terjadi?

Dia tidak mengingatnya, itu dirinya. Namun pemuda itu menyangkal apa yang ada. Dia ragu itu adalah dia. Jadi kenapa? Kenapa dia harus melihat itu berulang kali.

Membuatnya lelah. Menyadari dirinya tidak mampu untuk mengartikan setiap mimpi yang tiba berulang saat dia menutup mata.

Xxxxxxxxxx

Hembusan angin yang terasa menyapu helaian rambut pirangnya. Mata yang bergerak tertutup kelopak mata, sebelum akhirnya terbuka.

Dan dalam pandangan mata. Menatap dalam diam tiap bukit kecil yang muncul dari jendela kereta miliknya. Suara ringkihan Kuda yang terdengar... Teriakan kusir yang keras. Pemandangan akan dataran yang sama, dan langit ungu yang sama. Bahkan jalan tanah yang dia lewati juga sama.

Naruto menutup matanya sejenak sebelum membuka kembali, dalam satu tarikan nafas. Pemuda itu sudah merasa sangat tua bahkan sebelum waktunya. Mengingat apa yang akan dia lakukan kedepan, ini sungguh merepotkannya... Namun mengingat ini. Sialan, dia sudah ada janji hari ini dengan kakaknya. Meski menyadari hubungan mereka tidak bisa dikatakan baik. Namun, Naruto tetap pergi mengunjungi saudaranya tersebut demi melihat apakah dia baik-baik saja.

Dan lebih dari itu dia juga ingin melihat kondisi ibunya yang semakin menurun.

Kereta itu berhenti, membuat sedikit goncangan yang menyadarkannya dari lamunan singkat. Memandang jauh, matanya bisa menangkap sebuah gubuk kecil yang terselip di antara rumah-rumah besar lainnya. Dan ada asap tipis yang keluar dari cerobong atap rumah itu.

Naruto memasang senyum di wajah. Membuka pintu, langkah kakinya ringan menuju gubuk tersebut.

Xxxxxxx

Pintu tua itu terbuka, menimbulkan bunyi yang merambat dengan cepat menyebar ke setiap sudut ruangan sempit ini. Angin masuk beserta debu kotor dari luar. Seseorang telah berdiri di sana. Menatap setiap sudut rungan kecil ini, sadar Naruto telah menemukan apa yang dia cari. Tersenyum untuk wanita itu.

Misla menghentikan kegiatan sejenak hanya untuk memperhatikan siapa yang datang. Cahaya dari luar menutupi wajah orang itu membuat dia menutup matanya sejenak. Wanita itu bukan dalam kondisi terbaik, namun dia tetap berdiri untuk mengetahui siapa yang telah datang. Itu bukan Sairaog, anak tertuanya masih dalam pelatihan.

Perlahan mendekat dan semakin jelas

Dan nyata. Keraguan itu hilang seketika saat sosok itu menyebut kata ibu padanya. Cahaya itu perlahan mulai jelas padanya, wajah itu mulai terlihat menunjukkan wajah seorang anaknya yang lain. Iris biru itu masih sama, raut wajah itu. Sejak terakhir kali mereka bertemu.

"Kaa-sama"

"Naruto.."

Milsa datang dan memeluk anaknya dengan penuh rasa sukacita. Pelukan yang mengerat dari ibunya yang Naruto abaikan. Sudah lama, sudah terlalu lama baginya untuk tidak seperti ini bersama ibunya. Pengusiran yang terjadi atas kakak dan ibunya menyebabkan mereka berpisah. Hanya karena seorang pewaris yang tidak memiliki apa yang seharusnya ada padanya, menyebabkan orang-orang mulai ragu dan berani menyebutnya sebuah aib.

Para Tetua yang tidak bisa menahan malu atas sindiran dari pilar yang lain, tindakan pengucilan dan pengusiran yang terjadi atas kakak kandungnya. Disisihkan ke sudut tanah Bael beserta ibunya yang ikut menemani. Dan sudah terlalu lama, terlalu lama bagi mereka untuk dapat bertemu kembali seperti ini. Kejadian yang lama.

"Naruto... Ayahmu.." Milsa melepaskan pelukan, menatap wajah anaknya yang sudah jauh berada di atasnya.

Sudah sejak kapan Naruto kecilnya tumbuh sebesar ini?

"Jangan khawatirkan Tou-sama... Saat ini beliau masih sibuk dalam permasalahan pemilihan calon penerus clan yang baru." Naruto kembali membuka suaranya, dia tau ini salah... Dia tak ingin ibunya mendengar ini... Jadi, lebih baik untuk tidak menatap wajah tersebut.

"Apa!?" Milsa melepas Naruto, menatap anak itu dengan tatapan dalam. "Bagaimana mungkin, apa yang telah terjadi di sana Naruto?"

Namun jawaban itu tidak pernah sampai. Naruto, pemuda itu memilih diam dan mengabaikan ibunya. Mata itu masih tetap mengelak dari pandangan wanita itu, dirinya mencoba untuk siap bahkan merasa sanggup untuk mengatakan berita ini kepada ibunya. Dia merasa siap, namun kenyataan kembali menjungkir balikkan semua ini. Hanya bisa berencana, namun saat kembali bertemu setelah sekian lama. Naruto kembali menyadari kenyataan ini, sehebat apapun dia, sekuat apapun dia menahan emosi di hadapan yang lain. Sesempurna apapun kontrol emosi yang dia miliki. Dia menyadari semua tak ada artinya di hadapan ibunya sendiri, semua kepercayaan diri yang harus dia telan bulat-bulat ke dalam.

"Tidak ada Kaa-sama, semua baik-baik saja."

"Naruto..."

"Tenang saja Kaa-sa—."

"Naruto!" Nada bicara itu membuat Naruto diam, meski tidak membentak. Namun pemuda itu tau bahwa itu tidak baik, membuat pemuda itu diam. "Ceritakan pada Ibu, apa yang telah terjadi?"

"Mereka menyudutkan kami dan aku tidak suka..." Milsa memilih diam untuk tidak bicara, mencoba memberi ruang bagi anaknya untuk mengungkapkan apa yang terjadi. "Sejak dulu, sejak kejadian pengusiran itu Tou-sama mengatakan bahwa aku adalah penerus selanjutnya. Aku mengerti, aku paham bahwa aku adalah penganti nii-sama yang tidak memiliki apa yang seharusnya ada dalam darahnya.

Dan aku menerima semua itu, seakan itu adalah kewajiban yang akan aku lanjutkan setelah Tou-sama tiada" mendengar kata-kata 'tiada' itu membuat ibu tersebut, mendelik tajam pada anaknya. "Maaf Kaa-sama... Tapi semua berubah belakangan ini. Ada berbagai kejadian yang tidak bisa ku ceritakan, tapi intinya sesuatu yang tidak baik akan terjadi jika Nii-sama tidak menjadi penerus pimpinan clan Bael."

"Apa maksudmu?"

"Beberapa anggota clan... Tou-sama menyadarinya... Dan pengangkatan Nii-sama adalah berupa bentuk tindak pengamanan."

"Nah sekarang Kaa-sama, tolong beri tau padaku... Dimana Kakakku yang bodoh itu sekarang"

"Dia sekarang... Tunggu dulu, apa kamu bilang!" Meyadari ada kata kasar yang leluar dari mulut Naruto, Milsa menautkan alisnya. Dan tangan yang bergerak...

"Tidak! Tun—tunggu dul— Arrrggggghhh"

Xxxxxxxxxxxx

Udara kering berhembus kencang membawa hawa panas dan menerbangkan debu. Tanah kering yang penuh dengan kawah yang tidak bisa dikatakan dangkal, asap debu yang melambung di mana-mana. Suara pukulan dan tanah retak, dia berada di sini... Melakukan latihan gila yang tidak akan terlintas dalam nalar iblis manapun.

Naruto melihat dalam matanya sendiri, itu kakaknya Sairaog melatih tubuh hingga melebihi batas para iblis. Mengelus telinganya yang merah padam, pemuda itu menunjukkan mimik cemberut di wajah. Melompat, Naruto mengambang sejenak sebelum melesat turun dengan kecepatannya, tidak menyembunyikan diri... Suara jatuh yang menarik perhatian Sairaog.

"Tidak terpikir oleh ku jika Nii-sama serius dengan ini." Naruto diam sebentar dan melihat kehancuran total yang ada di sekitarnya. "Sepertinya ketiadaan kemampuan clan dalam darahmu memebawa berkah lain dalam hidupmu."

Dan pupilnya melebar, Naruto melompat mundur ke belakang sesaat sebelum sebuah kubangan besar tercipta di depannya.

"Naruto... Adik kecilku yang manis, lama tidak berjumpa." Sairaog berdiri tegap setelah mencabut tinjunya dari tanah. Matanya menatap Naruto dalam, banyak yang berubah dari adiknya.

"Ya sudah terlalu lama." Naruto kembali menggerakkan tubuhnya saat mengetahui kakaknya kembali bergerak. Dirinya tidak terlalu bodoh untuk beradu tinju dengan sang kakak. Dia sudah cukup pintar untuk mengukur siapa kakaknya. Dan dia menyadari tinjuan cinta itu merupakan berita duka.

Namun Iblis muda itu tau ini belum akan berakhir.

Naruto menyilangkan tangannya untuk menahan tinjuan yang datang padanya. Sedikit terseret kebelakang, memaksa bagi tubuhnya menyeimbangkan diri untuk tidak jatuh. Kembali melompat untuk menghindari serangan yang datang, mata yang melihat surai violet hitam itu bergoyang dalam angin.

Berputar di udara, Naruto memberikan sebuah tendangan telak di kepala. Dan matanya melebar, menyadari bahwa serangan itu... Tidak berdampak pada kakaknya.

"Kau kira serangan seperti ini mampu membuatku tumbang?"

"Eh... Mungkin?"

Dan hal yang terjadi selanjutnya Naruto merasakan tubuhnya melayang saat Sairaog melemparnya keras. Mendarat dan mencoba tetap sadar, Naruto mencoba bangkit kembali menatap ke depan. Namun kakaknya masih terus maju menuju dirinya dengan cepat.

Pukulan itu datang dengan cepat namun Naruto mampu menangkapnya. Merasakan tangannya bergetar hebat menyadari bagaimana kuatnya pukulan itu. Tinjuan lain yang datang, namun hanya memukul udara kosong.

Naruto mencoba membalas, sebuah tendangan kembali dilesatkan namun tidak meninggalkan efek apa-apa. Mencoba kembali mengambil jarak, Naruto menjauh mencoba menilai Sairaog... Mencoba mencari celah walau sedikit. Cukup hanya dengan sedikit saja.

Dan mereka berdua kembali melesat, pergerakkan yang cepat dan hampir tidak terlihat. Dan Naruto menghilang tepat di depan Sairaog yang terkejut. Tidak perlu untuk mencari lebih jauh saat dia merasakan badan yang kehilangan keseimbangan. Dan tubuhnya yabg melesat jauh dengan cepat.

Dan senyum maniak, saat tubuh besar itu melesat jauh dari hadapan Naruto.

"Hahaha itu baru sakit Naru-chan~." Dan Naruto tak tau harus menyumpah siapa lagi... Berancang-ancang kabur saat matanya menangkap senyum maniak itu.

Ok. Dan tolong abaikan masa kecilnya yang bahagia.

Dia akan segera mati di sini.

"Tunggu dulu Nii-sama, kau tidak serius dengan itu bukan." Hembusan ledakan angin berhembus kencang di kepala bagian kanan Naruto saat pemuda itu berhasil menghindari tinjuan cinta Sairaog.

"Tentu saja aku serius hahahaha..."

"Sialan ini tidak lucu." Benar ini memang tidak lucu jika dia harus mati konyol dalam situasi ini. Dan sayap iblis yang terkepak, Naruto terbang ke atas secepat yang dia bisa... Bola padat hitam kemerahan tercipta di tangan.

Energi penghancur itu melesat, namun sayang Sairaog bisa menghindarinya.

"Hahahaha ini menarik Naruto."

"Sialan ada apa denganmu brengsek!?"

"Aku kekurangan teman latihan, maukah kau menemani latihan kakakmu ini?"

Naruto menggeram... Dia dan otak bodohnya. Setidaknya jangan memasang wajah seperti itu saat kau mau membunuh orang terang-terangan. Brengsek.

Pukulan kembali menuju dirinya, berusaha menghindar namun terlambat. Membuat Naruto mengetang, air liur berhamburan keluar dari mulutnya.

Dan

Sairaog hanya diam dengan tinju yang masih pada tempatnya. Menyaksikan bagaimana adik kecilnya terangkat dan melesat cepat menghantam dinding tebing.

Kabut tipis setelah kejadian, dan retakan laba-laba yang terlihat sesudah itu. Dan lalu Naruto... Dia masih baik-baik saja.

Ya, Naruto terlalu kuat untuk itu.

Dia melompat tinggi dan berdiri di dekat adiknya yang mulai melepaskan diri dari dinding tebing.

"Bisa kita mulai lagi?"

Dia mencoba untuk membuka suara. Mencoba untuk mengajak kembali adiknya. Namun diamnya Naruto dan tatapan lurus yang di berikan padanya... Membuat dia mengerti dan memilih diam untuk sejenak sebelum kembali membuka suara.

Baiklah

"Ada apa? Apa yang telah terjadi?"

"Ada hal penting yang ingin ku sampaikan." Naruto diam sejenak, mencoba memberi waktu pada Sairaog untuk menangkap. "Aku mengundurkan diri sebagai calon pewaris."

Naruto berdiri di depan Sairaog, dia tau tidak bagaimanapun kakaknya telah memandang lain dirinya. Dan pukulan yang kembali melesat... Memukul udara kosong, menyadari pemuda kuning itu memiringkan kepalanya sedikit.

Dalam posisi itu, Sairaog menatap Naruto lurus... Tidak dia merasa kesal. "Apa maksudmu?"

"Aku hanya mengundurkan diri."

"Kenapa?"

"Kaa-sama." Itu bukan jawaban, namun hanya dengan satu kata tersebut mampu untuk membungkam sang kakak. "Ada masalah dalam internal clan... Beberapa orang mulai berbelok, pengangkatan mu adalah bentuk perlindungan—"

"Apa maksudmu?"

"Kami belum tau pasti. Tapi beberapa anggota clan ada yang ingin membunuhmu." Ucpan Naruto mengantung saat merasakan ada energi aneh yang mengalir dari tubuh kakaknya. "Kau mengerti bukan?"

"..."

Suasana yang canggung saat jawaban tidak pernah datang. Dan Naruto mencoba membuka suara kembali. "Nii-sama?"

"Aku tidak peduli."

"Mengertilah Nii-sam—"

"Aku tidak peduli! Mereka membuangku seperti sampah, kemudian memungutku begitu saja sa—" ucapan Sairaog berhenti saat sebuah pukulan dari Naruto menghantam wajahnya.

"Dengarkan aku Nii-sama, ini bukan hanya untukmu karena aku percaya dengan dirimu yang sekarang" mata yang menatap kakaknya, yang masih bersikukuh. "Ini sekaligus demi Kaa-sama, mengertilah... Tubuh Kaa-sama sudah semakin rapuh dari waktu ke waktu. Hanya karena keadaan Nii-samalah dia masih mencoba untuk bertahan selama ini.

Ini bukan untukmu, aku mundur... Bukan untukmu, tapi demi Kaa-sama... Dengan ikutnya Nii-sama kembali pada clan, maka Kaa-sama juga akan mengikutimu."

"Tapi—"

"Aku belum selesai kenapa menyela!?" Naruto melipat kedua tangan di dada, alis yang bertaut menatap Sairaog. Membuat pemuda besar itu gugup, mengabaikan kata maaf dari kakaknya Naruto melanjutkan. "Kondisi Kaa-sama akan lebih terjaga di dalam clan, jika bisa aku ingin pengobatan segera dilakukan. Berhentilah bersikap kekanak-kanakan dan ikutlah sekarang!."

Dan adiknya marah.

Sairaog mengedipkan matanya beberapa kali sebelum dirinya menyadari bahwa nyalinya sudah ciut di depan Naruto "B-Baik!"

Xxxxxxxxxxx

Terakhir kali tidak pernah seperti ini. Sudah lama berlalu, dan mereka akan segera berkumpul kembali setelah sekian lama. Terlalu cepat, terlalu tergesah-gesah... Tapi biarlah, mereka pikir mereka siapa?

Menatap jalanan tanah yang mereka lintasi, Naruto tidak melepaskan pandangannya dari dataran batu di sekitarnya. Sesekali kereta kuda berguncang palan saat melindas kerikil kecil yang keras. Langit ungu yang tidak berubah, dan ringkihan Kuda.

"Apa yang mesti ku lakukan?" Sairaog membuka suara untuk pertama kali sejak keberangkatan ini. Matanya menatap adik satu-satunya yang sedari tadi terdiam menatap keluar. "Ini tidak akan berjalan dengan mudah, kau tau bukan?"

Naruto balas menatap Sairaog dan kemudian memasang senyum di wajah. Sejenak sebelum membuka suara iris matanya menatap sosok lain yang berada di sebelahnya. "Jangan terlalu bersik, Nii-sama bisa membangunkan Kaa-sama nantinya." Dia bisa mendengar Sairaog menghela nafas berat. Namun dia melanjutkan.

"Memang benar, sejak aku mundur para tetua sudah mulai melakukan pemilihan dan melirik para calon ahli waris yang lain. Meski tidak mudah pada awalnya, kami bisa meyakinkan bahwa kemunduran ini tidak ada sangkut pautnya denganmu."

"Tidak ada bagaimana? Jelas-jelas dengan kedatangaku mereka akan semakin curiga." Sairaog menyampaikan apa yang dia pikirkan. Rencana ini adalah rencana yang penuh dengan celah. Terlalu berisiko.

"Bukan hanya saat ini saja aku sudah meminta mundur. Namun sudah sejak lama, namun dengan kondisi clan yang saat itu sedang tidak stabil... Aku diperlukan sebagai wakil dari Tou-sama untuk beberapa pertemuan dari bebera pilar yang lain." Dan Naruto mengangkat alis matanya saat mengetahui Sairaog akan kembali menyela ucapannya.

"Jangan menyela dulu." Dan mengabaikan kata maaf itu Naruto melanjutkan. "Dan hanya sekarang kesempatan yang ada, aku kembali mengumumkan hal yang sama dan mereka menolak. Tapi dengan ancaman yang kuberikan bahwa saat aku menjadi seperti Tou-sama. Yang ku lakukan adalah menyerahkan kekuasaan ini kepadamu. Dan tebaklah mereka langsung kalang kabut."

"Mereka seharusnya tau, bahwa bagaimanapun aku tidak bisa menjadi Lord yang selanjutnya."

Sairaog diam, dia mengerti... Bagaimanapun... Naruto tidak akan pernah menjadi apa-apa... Sejak kelahirannya, dia telah di putuskan akan menjadi apa oleh Oldest Bael.

Naruto tersenyum untuk sejenak. "Mereka meremehkan mu, maka dari itu buat mereka bungkam Kakakku."

"Jika aku bertanya untuk apa semua ini... Maka kau akan menjawab ini demi Kaa-sama bukan?" Mendengar jawaban itu Naruto mengangguk. "Saat Kaa-sama yang bertanya, maka kau akan menjawab ini demi aku."

"Berapa kali harus ku bilang padamu Nii-sama." Naruto menutup matanya, mencoba tidak menatap Sairaog... Dia mencoba tidur. "Bahwa semua alasan ini sudah ku jelaskan padamu."

Dan kembali mengulang mimpi yang sama.

Xxxxxxxxxxxx

Rumah utama.

Terletak tepat di tengah tanah bagi Bangsawan kaum Bael. Sebuah bangunan besar yang terletak di jantung peredaran kaum iblis yang berada di bawah perlindungan Bael. Bangunan dengan seni yang meniru gaya bangunan Manusia di masa lampau.

Naruto melangkah melalui jalan setapak yang terdiri dari susunan batu yang rapi. Di belakang Sairaog mengikutinya dengan wajah masam yang jelas terlihat sejak pertama kali menginjakkan kaki kembali ketempat ini. Rumah Utama. Jauh berbeda dengan ibunya yang memasang senyum di wajah sesekali menyapa Maid yang lewat dan membungkuk hormat.

Mengabaikan kakaknya, Naruto menatap jauh ke depan di mana sebuah bangunan besar telah menanti. Dua menara raksasa yang terlihat lebih dahulu, dan tanpa pintu yang menutupi. Bangunan itu seakan terbuka dan siap untuk menyambut siapapun yang datang, meski kenyataan tempat itu hanya ada untuk menyambut anggota clan Bael. Lingkaran sihir yang terukir jelas di atas.

Itu lingkaran keluarga.

Terdiri dari tataan batu yang disusun mirip menyerupai stuktur kunci puzzle. Bangunan yang terdiri atas gelap itu begitu kental akan gaya ghothic. Dan langkah yang tidak terasa telah membawa mereka sampai ke gerbang depan kastil, meski tanpa pintu namun dua patung berwujud setan yang berdiri di setiap sisi seakan hidup dan menjaga gerbang ini dari siapapun.

"Meski terlambat, tapi aku ingin sekali mengucapkan ini." Naruto berhenti dan membalikkan badannya. Dengan sebuah senyuman tercipta di wajah. "Selamat datang. Kaa-sama, Nii-sama."

Dan hal yang terakhir yang dia ingat adalah sebuah kecupan singkat di pipi dari ibunya.

Xxxxxxx

Tiga hari.

Beberapa hari telah berlalu sejak saat itu. Pertemuan antara ayah dan anak yang singkat, pelukan dari ibu untuk ayahnya dengan penuh rasa rindu. Dan tatapan datar ayahnya yang tidak pernah berubah. Meski sudah lama tidak pernah bertemu sejak kejadian itu.

Ini belum berakhir, bahkan ini barulah awalnya.

"Tou-sama.." Sairaog, tidak menunjukkan apa-apa selain raut keras yang terukhir di wajah. Menatap ayahnya yang berdiri, tidak menunjukkan celah akan emosi yang mengalir... Terpikir akan sebuah penolakkan, namun ditepis dengan cepat.

"Persiapkan dirimu, aku menunggu hasil yang terbaik atas mu." Tidak ada kata penyambutan, tidak ada nada ramah yang keluar... Dia memang orang tua yang begitu kaku. Namun jauh dari itu, baik Sairaog maupun Naruto tau bahwa di balik nada itu tersirat rasa rindu yang dalam. Hidup sekian lama sebagai anaknya membuat dirimu akan tau siapa Lord Bael yang sebenarnya.

"Jangan buat aku malu untuk ke-dua kalinya."

Ya, dia hanyalah seorang ayah yang kaku.

"Baik!" Sairaog masih dalam posisi yang sama, memberika hormat pada ayahnya sebagaimana yang semestinya. Tidak mengubah posisi bahkan saat kedua orang tuanya mulai berbalik dan meninggalkan dirimu.

Namun sebelum terlalu jauh. "Naruto, setelah ini temui aku di ruanganku!"

Sebuah perintah, Naruto memberi hormat. "Baik, Tou-sama."

Kedua orang tua itu mulai menghilang dalam remang cahaya ruangan ini. Langkah kaki yang menggema, namun dalam dan sebelum tersamar dalam kegelapan. Sebuah pemandangan memaksa Naruto untuk tersenyum kecut.

Di depan sana.

Itu Ibunya yang berjalan sambil menjewer telinga ayahnya. Pemandangan aneh yang membuat batinnya meringis. Itu tidak etis mengingat apa dan siapa Lord Bael itu.

Namun itu kembali mengingatkan. Bahwa seseram-seram ayahnya, ibunya masih jauh lebih menakutkan.


A/N : Terimakasih telah membaca karangan saya kali ini... jika berkenan silahkan tinggalkan kesan dan pesannya dalam kolom review... saya sangat mengharapkannya.

dan satu lagi... dalam Fanfic ini benar-benar mengambil unsul Au... jadi kemungkinan mengikuti Canon tidak beberapa... paling mungkin hanya sedikit... ya, walau itu semua masih rencana saya. Karna fokus utama ada dalam Dunia Iblis, jadi Naruto mungkin tidak akan bertemu dengan Rias, kecuali benar-benar penting.

dan kalo ini sukses dan tulisan (menulis) di hp tidak kacau... saya akan mempost beberapa fic yang lain... sudah ada beberapa yang hampir jadi.

Maks Face and Destiny adalah yang paling hampir jadi ^^

jadi..

Drak Yagami out~