Hari telah menjelang sore, para mahasiswa telah berhamburan keluar untuk pulang, menyisahkan para dosen yang tersisa dan juga para penjaga universitas.

Namun tidak dengan mahasiswa yang satu ini, ia terlihat baru saja keluar dari salah satu ruangan lalu berjalan tenang di dalam lorong yang hanya di teringai lampu di atas langit-langit gedung.

Walaupun wajahnya datar namun rasa merinding masih bisa ia rasakan sangking pekatnya hawa dingin yang membuat tulangnya bergetar kedinginan.

Di dalam lorong yang seakan jauh dari pintu keluar ini, hanya suara tapak kaki miliknya yang terdengar. Pemuda itu benar-benar ingin segera keluar dari suasana mencekam ini.

Semakin lama pemuda ini merasakan jika tapakan kaki yang terdengar itu terdengar lebih dari satu pasang kaki. Ia menghentikan langkahnya dan dadanya berdegup kencang saat mendengar ada tapakan kaki lain di belakangnya.

Ia hanya murid baru disini yang beberapa bulan yang lalu baru saja mengikuti OSPEK yang melelahkan, jadi mana tahu ia rumor-rumor aneh tentang sekolah yang akan ia tempati hingga lulus nanti.

Setelah menenangkan diri ia mencoba berjalan kembali tanpa menengokkan kepalanya ke belakang.

"Hei."

Jantungnya serasa mau copot saat merasakan telapak tangan seseorang tengan menyentuh pundaknya.

"Apa yang kamu takutkan? Ayo kita keluar bareng!"

.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Mystery and Horror. Ada Romance nya sedikit.

Rating : M (Bukan buat Lemon atau Lime, buat Gore nya)

Pair : Ini genrenya misteri, harusnya pairnya juga misteri kan? Biar kalian bisa tahu pairnya kalau kalian paham sama ceritanya. Eh, tapi nanti yang nggak paham malah ngira pair fic ini yang lain n kalau enggak kesampean bakalan kecewa. Ini pairnya NARUSASU paham!? Sudah aku besarin plus aku tebelin. Apa perlu aku Underline? Oke! NARUSASU! NARUTO X SASUKE! Sama slightnya NaruSai dan kedua pair itu tidak akan terlalu nampak.

Nggak seru kan kalau sudah aku beberin kayak gini? Misterinya dah hilang satu T_T

Warning : OC!, sedikit OOC! tapi nggak sampe bikin itu tokoh yang harusnya tegar jadi cengeng kayak anak kecil yang lagi BAB, YAOI, BL, Ada gorenya dikit tapi, Chara Death, NARUSASU!

Dah nggak usah banyak basi basi, Happy Reading...

.

.

.

"Hahahaha ternyata orang sepertimu masih bisa merasakan takut ya? Hahahaha!" tiada henti pemuda berambut pirang itu tertawa di sepanjang jalan, objek yang menjadi bahan tertawaan hanya memasang wajah kesal yang sedikit tidak kentara.

Pemuda itu lebih memilih diam dan berjalan tanpa memandang orang yang masih saja tertawa kayak orang gila.

"Hei, jangan marah gitu dong, aku juga nggak berniat menakutimu kok. Tadi aku juga baru keluar dari ruanganku, dan tidak sengaja berjalan di belakangmu. Maaf kalau itu membuatmu takut." Mohon sang pirang seraya menangkupkan kedua tangannya. "Kau Kouhaiku yang paling manis, sayang sekali harus bermusuhan denganmu hanya gara-gara hal i-Awww!"

"Berhenti berbicara aneh atau aku benar-benar akan memusuhimu." Ujar pemuda berambut hitam itu setelah memukul kepala sang pemuda pirang.

Pemuda itu mengelus kepalanya yang sepertinya mulai benjol itu seraya merintih, "Kau ini tidak berubah sejak pertama kali kita bertemu, masih saja suka menonjokku tiba-tiba. Nanti kalau aku gegar otak gimana? Mau tanggung jawab?!"

"Aku yakin pukulanku juga tidak sampai membuatmu kesakitan, dasar lebay." Balas pemuda berambut hitam itu datar.

"Apa?!"

"Berisik Naruto-senpai."

Orang yang di panggil 'Naruto-senpai' itu tiba-tiba mengerucutkan bibirnya, "Kan sudah kubilang jangan panggil aku senpai, panggil aku Naruto saja. Biar kita tambah akrab gitu." Cibirnya.

"Hm..."

"Ok! Bagaimana kalau kita makan ramen? Aku benar-benar rindu pada ramen~"

"Aku yakin kau baru saja memakannya beberapa jam yang lalu Naruto."

"Tapi ramen Ichiraku adalah yang paling terenak!" ujar Naruto dengan semangat mengembara lalu menarik tangan sang pemuda berambut hitam dan berlari dengan riang, "Aku yang akan mentraktirmu Sai! Tenang saja!"

.

.

.

Awal mula pertemuan Naruto dengan Sai di mulai saat penerimaan mahasiswa baru. Kebetulan mereka berdua berada di fakultas yang sama yaitu kesenian. Sai di beri tugas oleh 'Kakak-Kakak Senior yang baik hati' untuk mendapatkan masing-masing 10 tanda tangan kakak senior di fakultas yang berbeda-beda.

Kebetulan sekali, orang yang pertama kali Sai datangi adalah Naruto yang baru saja keluar dari kantin, dan Naruto lah yang membantu ia mendapatkan tanda tangan teman sejurusan atau di lain jurusan selama hampir satu bulan, dan itulah yang membuat mereka semakin dekat.

Sai membawa tiga buku di tangannya seraya mengingat hari-hari menyenangkannya bersama sang senpai beberapa bulan yang lalu, bagaimana bisa sebuah tanda tangan bisa mempererat hubungan pertemanan mereka hingga saat ini?

Ia asyik melamun hingga tidak menyadari ada seseorang di depannya dan tak terelakkan lagi, ia menabrak tubuh orang itu hingga buku-bukunya berhamburan dan dia sendiri pun terjatuh.

Tangan orang yang ia tabrak terulur ke arahnya.

"Kau tidak apa-apa?"

Sai mengambil buku-bukunya lalu berdiri dengan di bantu oleh tangan yang terulur kepadanya.

Tangan putih dan dingin namun lembut.

Ia membungkukan badannya, "Maafkan saya..."

Orang itu terkekeh kecil lalu mengayunkan tangannya ke depan, "Tidak apa-apa, aku juga yang salah karena berdiri di tengah jalan." Mata hitam orang itu memandang Sai yang tengah membawa ketiga buku tebal, "Kau anak bahasa ya?"

Sai menggelengkan kepalanya, "Saya dari fakultas kesenian, lebih tepatnya seni lukis. Ini buku hanya untuk refrensi saja." Ujarnya. "Kalau anda?"

"Aku dari fakultas kedokteran, jarang sekali aku lihat mahasiswa kesenian membawa buku sebanyak dan setebal itu. Kau benar-benar berbeda dari mereka."

"Ah... ini hanya hobi saya saja.." balas Sai kikuk, ternyata mahasiswa di hadapannya ini dari fakultas kedokteran, pantas saja pakian yang dikenakannya rapi dan bersih sekali, dan sepertinya dia merupakan seniornya.

Orang itu melihat jam di pergelangan tangannya lalu memandang Sai, "Bagaimana kalau kita berbincang-bincang terlebih dahulu? Kau mahasiswa kesenian, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."

Sai memandang orang yang sedikit lebih tinggi darinya itu seraya berfikir, mungkin ada sesuatu hal yang bisa ia banggakan sebagai mahasiswa kesenian kepada anak dari fakultas lain. "Baik... errr..."

"Pangil saja aku Sasuke. Lalu kau?"

"Sai, salam kenal Sasuke-senpai..."

"Hn."

Dia memang lebih tua dari pada aku- Batin Sai.

N A R U S A S U

Mereka berdua kini tengah duduk di taman, semilir angin sore berkali-kali menerpa wajah mereka hingga membuat rambut hitam mereka berkibar.

Mereka berdua masih terdiam, masih sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Sai yang tidak betah dengan suasana seperti ini lantas mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang tengah memandang langit yang mulai memerah.

"Bagaimana langit ini menurut mahasiswa kesenian sepertimu?" tanya Sasuke tiba-tiba.

Sai ikut mendonggakan kepalanya untuk melihat langit yang di maksud Sasuke.

Langit biru tersebut mulai hilang oleh warna kemerahan dan juga kuning, semakin lama melahap warna biru itu hingga menjadi hitam sepenuhnya.

"Warna merah di sore hari aku artikan sebagai perpisahan, berbeda dengan warna merah di pagi hari sebagai pertemuan. Memang terlihat menyedihkan, tetapi kebanyakan di sore hari lah para manusia berpisah dengan manusia lain bukan?"

Sasuke tersenyum tipis lalu menurunkan pandangannya, "Jawabanmu hampir sama dengan jawabannya, yah kalian sama-sama orang seni, pasti mengartikan hal seperti itu sudah biasa untuk kalian." Ujarnya.

Sai tidak tahu siapa yang orang yang di maksud oleh Sasuke, tetapi mungkin kakak seniornya di fakultas kesenian. Tetapi, apa yang di tanyakan oleh Sasuke kepadanya hanya hal itu saja?

"Aku hanya ingin memperingatimu Sai, jangan pulang terlalu malam dari Universitas ini, karena sore menjelang malam seperti ini akan banyak kejahatan yang mengincarmu. Yah kecuali jika kau bersama temanmu saja." Sasuke berdiri dari duduknya lalu memandang Sai, "Aku ingin berbincang denganmu lagi, ini terlalu singkat karena hari telah menjelang sore. Kau harus segera pulang. Aku tidak mau di cap sebagai senior yang buruk karena membiarkan adik kelasnya pulang terlalu malam."

Sai berdiri dari duduknya lalu menundukan kepalanya, "Terima kasih atas peringatannya senpai, bagaimana kalau kita keluar bersama?" tawarnya ramah.

Pandangan Sasuke tiba-tiba menyendu, "Ada seseorang yang aku tunggu. Lebih baik kau segera pulang, hati-hati di jalan." Ujarnya kembali ke wajah datarnya.

Sai memutuskan untuk segera pulang, hawa juga semakin dingin dan sedikit membuatnya merinding, sama seperti yang ia rasakan saat berjalan di dalam lorong sendirian kemarin.

Sasuke masih berdiri disana, angin sore yang berkali-kali menerpa tubuhnya tidak membuat dirinya menggigil. Ia sudah terbiasa dengan hawa dingin. Mata hitamnya tak lepas dari Sai yang di tengah jalan bertemu dengan seseorang, orang itu merangkul pundak Sai dan mereka berjalan dengan riang.

Ia mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak emosi yang tiba-tiba saja menguasai hatinya.

Ia tidak marah, ia hanya merasa kekecewaan saja.

Orang yang telah merangkul Sai adalah sahabatnya, sahabat yang sangat ia cintai, yang sampai kapan pun tidak akan pernah ia dapatkan.

#N#A#R#U#S#A#S#U#

Naruto yang mulai beberapa bulan yang lalu selalu berangkat bersama Sai mengerutkan dahinya saat melihat kerumunan orang-orang tengah melingkari sesuatu.

"Astaga.. menyeramkan sekali.."

"Kenapa dia bisa terbunuh?"

Dirundung rasa penasaran, Naruto berlari menerobos kerumunan orang-orang dan melihat seseorang yang biasa ia lihat berjaga di depan gerbang utama Universitas terbujur kaku dengan darah yang menggenangi wajahnya, darah yang berasal dari kedua matanya.

Sudah ada garis polisi yang membatasi para mahasiswa dengan mayat itu, Naruto yang tak tahan melihat mayat penjaga universitas itu segera keluar dari kerumunan dan menarik tangan Sai menjauhi kerumunan.

"Ada apa?"

"Mayat Kasaji Ojii-chan.." Pandangan Naruto tidak fokus, tiba-tiba ada sekilas memori yang membuat kepalanya pusing.

Ia melambatkan langkahnya, cengkraman tangannya pada Sai melemah, pandangannya mulai mengabur.

Hanya suara Sai yang sayup-sayup ia dengar sebelum gelap menghampirinya.

.

.

"Pembunuhan lagi ya..." Shizune, dosen sekaligus dokter yang sekali-kali bertugas di dalam UKS Universitas tersebut mengerutkan dahinya. Mata hitamnya memandang Naruto yang tengah pingsan. Lalu beralih pada Sai yang duduk di hadapannya.

"Kenapa dia bisa pingsan?"

"Setelah melihat mayat penjaga gerbang tadi." Jawab Sai. "Apa hal itu bisa mempengaruhinya?"

"Mungkin, tetapi aku yakin Naruto tidak phobia terhadap darah atau apapun itu, aku sudah cukup mengenalnya sejak lama. Ia bersahabat dengan mahasiswa kedokteran ahli bedah dalam, aku yakin Naruto tidak bisa lepas dari darah." Ujar Shizune yakin.

Sai menganggukkan kepalanya mengerti.

"Mungkin ia hanya kelelahan. Tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya disini, kau bisa kembali untuk mengikuti pelajaran, Sai-kun." Ujar Shizune ramah.

Sai memandang Naruto yang masih tertidur, dahinya berkerut seakan dalam tidurnya pun ia masih berfikir keras entah itu apa, setelah yakin dapat meninggalkan Naruto dengan Shizune, ia berdiri dari duduknya lalu pamit untuk kembali ke kelas.

"Mungkin kita akan di pulangkan pagi nih..."

Obrolan para mahasiswa menjadi hiburan tersendiri saat ia berjalan. Walaupun ia tidak suka keramaian, namun ia lebih suka keadaan seperti ini dari pada di koridor kemarin lusa, apalagi pagi tadi ada pembunuhan yang ia dengar-dengar tidak ada barang bukti yang tergeletak. Rasanya ngeri membayangkan ada pembunuh profesional berkeliaran di kampus.

"Kelas di liburkan Sai-san, mungkin para dosen sedang membahas masalah pembunuhan di depan halaman tadi." Ujar teman satu fakultasnya.

Ini bahkan lebih parah dari pada di pulangkan pagi, batinnya tak senang lalu memutuskan untuk ke perpustakaan dan membaca lebih banyak buku.

Letak perpustakaan dengan kelasnya cukup jauh karena berbeda gedung, entah kenapa ia memilih melewati jalan pintas yang sepi dari pada jauh namun ramai oleh para mahasiswa dan inilah awal dari kesialannya.

"Sudah lama sekali aku tidak mempunyai mangsa."

"Dia siswa baru.."

"Enaknya kita apakan ya?"

Geng pembully, yang bahkan tidak kapok walaupun tidak di lulus-luluskan atau sering di skrosing, salah satu dari mereka pun pernah masuk penjara karena terlibatan tawuran dan penyiksaan. Kalau soal ini Sai sudah di peringati Naruto dari awal mereka kenal.

Ia jadi teringat perkataan Sasuke yang menyuruhnya berhati-hati dan terlihat memaksanya untuk pulang saat sore hari akan usai. Lelaki berwajah datar itu saja terlihat sangat waspada, geng ini pasti tidak bisa di anggap remeh.

Melayangkan jurus andalannya, Sai tersenyum seraya berkata halus, "Bisakah biarkan saya lewat? Saya benar-benar ada keperluan di perpustakaan dengan salah satu siswa."

Orang yang berbicara pertama kali segera menyahutnya, "Apa peduliku dengan hal itu? Jangan sok pintar kau!" teriaknya keras. "Cepat tahan dia!"

"Baik Sakon-sama!" dua dari lima anggota geng yang menghadang Sai mulai mencekal kedua tangan Sai lalu menubrukkannya ke dinding.

Sang mahasiswa yang sepertinya pemimpin geng ini mulai mendekati Sai yang terpojok lalu melayangkan tonjokan di perut Sai.

Lelaki berambut hitam itu merasa perutnya terilit, sakit sekali. Ia jatuh bersandar pada dinding seraya memegang perutnya. Sungguh ia rela memberikan uang sakunya dari pada berkelahi di tempat kuliah seperti ini.

"Hahahahahaha! Ternyata sama saja! Tidak ada mangsa yang lebih enak di hajar dari pada dia hahahaha!" teriak sang bos lalu menendang kaki Sai, "Tetapi tenang saja, kami akan menjadikanmu target selanjutnya! Ingat itu brengsek!" dan setelah itu mereka berlima pun pergi meninggalkan Sai yang masih merintih menahan sakit di perutnya.

Ia menghela nafas lalu menutup kedua matanya.

Dosa apa yang ia punya sampai menjadi target pembullyan mereka yang selanjutnya, kenapa di antara sekian banyak mahasiswa baru di Univeritas ini, kenapa harus dia yang bertemu dengan mereka?

Ia membuka matanya dan melihat sebuah tangan terulur ke arahnya.

"Ayo aku obati." Ujar orang itu singkat, dan tanpa melihatnya Sai pun tahu siapa orang di depannya ini.

"Arigatou Sasuke-senpai..."

##

##

##

##

Pemuda berumur 18 tahun itu sama sekali tidak mengerti jalan pikiran senpai hitamnya itu, dari pada membawanya ke UKS dia lebih memilih membawanya ke gedung fakultas kedokteran.

Mereka berdua memasuki sebuah ruangan yang Sai yakini adalah sebuah laboraturium.

"Kau duduk disini saja, aku akan mengambil kotak P3K dahulu." Ujar Sasuke pelan lalu melangkah keluar Lab, meninggalkan Sai yang merasa nggak enak memasuki Lab mahasiswa kedokteran ini sendirian.

Selang beberapa menit, Sasuke kembali masuk dengan menenteng kotak P3K di tangan kanannya.

"Buka bajumu," perintah Sasuke cepat.

"Eh?"

Sasuke terlihat mengehela nafas melihat tingkah Sai yang seperti mau di apakan saja, "Berandalan itu menendangmu di perut kan? Bagaimana bisa aku mengobatimu kalau bajumu tidak kau singkap."

Mendengar penjelasan itu membuat Sai ingin menyembunyikannya wajah malunya ini entah kemana, yang penting senpainya itu tidak melihat wajah memalukannya ini.

Sasuke mengambil salep lalu mengoleskannya pada perut kanan Sai yang membiru hingga sedikit memerah sangking kerasnya tendangan yang di terimanya.

"Aku tidak habis pikir apa untungnya bagi mereka untuk melakukan ini semua," ujar sang senpai di sela ia mengobati, matanya berkilat aneh, bercampur antara sedih, bingung, dan juga marah. Entahlah, hanya Sasuke sendiri yang tahu.

"Arigatou Senpai..." ujarnya setelah Sasuke selesai mengobatinya.

"Panggil aku Sasuke saja, panggilan senpai membuatku terlihat tua." Sahut Sasuke seraya memasukkan obat-obatan ke dalam kotak P3K kembali.

Mata hitamnya memandang mata yang serupa dengannya dengan serius, "Ne... aku benar-benar ingin bertanya padamu, kau mengenal Uzumaki Naruto kan?" tanyanya langsung.

"Uzumaki... Naruto? Tentu saja, dia senpaiku di fakultas kesenian," Jawab Sai seadanya, "Apa sen-Ah maksudku Sasuke-san mengenalnya?"

Sasuke tersenyum tipis, "Siapa yang tidak mengenalnya di kampus ini? Naruto adalah sahabatku semenjak SMP." Ujarnya dengan nada yang bahagia, Sai bahkan tidak bisa membayangkan raut kebahagiaan itu terlukis di wajah datar sang senpai.

Ia mengerutkan dahinya saat raut bahagia itu tiba-tiba saja berubah.

"Bagaimana keadaannya saat ini? Aku dengar ia jatuh pinsan tadi pagi, apa dia sakit?" tanya Sasuke khawatir.

"Mungkin Naruto hanya kelelahan, dia kan mengikuti klub basket dan sebentar lagi akan ada pertandingan. Ada apa Sasuke-san? Bukankah kalian bersahabat?"

Suasana mendadak menghening. Walaupun Sai termasuk orang yang tidak peka, tapi ia tahu jika ada permasalahan antara Naruto dan Sasuke yang mungkin membuat hubungan mereka berdua merenggang.

Sasuke memegang kedua tangannya secara tiba-tiba, ia tersentak saat merasakan sengatan hawa dingin pada telapak tangannya yang di genggam.

"Sai... Jangan beri tahu Naruto jika kita saling kenal, jangan beri tahu Naruto kalau kau kenal denganku. Kau harus merahasiakan hubungan kita dari dia, kau mau melakukannya kan?"

"Kenapa?" Apa yang membuat Sasuke memasang raut wajah penuh permohonan itu kepadanya?

"Ada banyak masalah yang kami hadapi, tanpa ku beri tahu kau tahu maksudku kan? Aku hanya ingin tahu keadaannya darimu, karena kau dekat dengannya," Jawab Sasuke cepat, "..dan juga Sai, aku ingin meminta bantuan padamu selain hal tadi. Aku benar-benar mempercayaimu, mau kah kau menolongku?"

Sai mungkin akan membantu Sasuke soal persoalannya dengan Naruto, namun entah dengan permintaan yang kedua.

Ia merasa permintaan yang kedua benar-benar janggal.

"Baiklah, apa yang bisa aku bantu untukmu?"

Tanpa Sai sadari, sebuah seringai terlukis di bibir manis sang raven.

.

.

.

.

"Bagaimana hasil otopsi kasus pembunuhan di halaman depan Universitas Hikonoha?"

"Ini memang kasus pembunuhan, tapi mungkin pembunuhan ini di lakukan oleh orang yang profesional?"

"Kenapa kau bisa menyimpulkan hal itu?"

"Sebelumnya, bola mata kiri sang korban menghilang dan mata yang satunya telah di hancurkan oleh pembunuh. Entah kenapa sang tersangka menjahit kedua mata milik korban dan bekas jahitan itu sangat rapi, seperti jahitan para dokter profesional."

"Jadi, ada kemungkinan para dokter atau... dosen di sana yang melakukan pembunuhan?"

"Hn, besok kita akan menyelidiknya."

"Baik!"

()

()

Kalian pikir permainan ini akan selesai begitu saja?

Ini masih belum selesai, bahkan belum mencapai sebuah awal dari permainan.

oOo

oOo

oOo

To be Continue

...

...

Ok! Kembali lagi dengan saya yang gaje ini!

Entah kenapa ngebet banget pingin buat fic horor dan jadilah fic gaje se gaje penulisnya ini.

Masih Chapter pertama, jadi masih banyak misteri-misteri yang akan menunggu kalian (Ya kalau kalian mau nungguin chapter selanjutnya XD )

Kalau ada kesalahan mohon kritik dan sarannya, saya dengan senang hati akan menerima masukan kalian yang sesuai dengan fic ini :D